Rabu, 13 Maret 2024

Pandawa Swarga

Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan. Sebentar lagi segmen kisah Mahabharata akan segera selesai. Setelah perang batin yang panjang, tidak terasa sampai juga di bagian ini, bagian tersakral dari Mahabharata. Kisah kali ini mengisahkan perjalanan suci Para Pandawa mendaki puncak Mahameru demi menggapai swargamaniloka. Kisah ini diawali dengan mengisahkan pertemuan Nakula dan Sadewa dengan kedua putra-putrinya yakni Widapaksa dan Sritanjung, lalu disambung perjalanan panjang ke Mahameru, gugurnya para Pandawa, dan ujian terakhir untuk Yudhistira di swargamaniloka. Kisah ini mengambil sumber kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa, Serial Kolosal India Suryaputra Karna, blog Pandawa Seda - Kumpulan Cerita Wayang , blog LAKON WAYANG: PANDAWA MOKSA, dan blog Banjaran Pandawa (5) Pandawa Muksa | Wayang Indonesia dengan perubahan dan penambahan seperlunya.

Beberapa hari setelah peristiwa diaspora Wangsa Yadawa ke Hastinapura, datanglah sepasang suami isteri yakni Widapaksa dan Sritanjung. Mereka datang ke Hastinapura untuk menemui Prabu Nakula dan Patih Sadewa. Kebetulan di hari itu, Prabu Nakula dan patih Sadewa sedang berada di Hastinapura. Prabu Parikesit pun bertanya “wahai, kisanak dan nisanak, apa tujuan kamu berdua datang ke sini?” “ampun ananda Prabu parikesit....kedatangan kami yang lancang ini ingin bertemu dengan gusti Prabu Nakula dan patih Sadewa.” Prabu Nakula pun bertanya “untuk apa kalian bertemu kami? Apa kami membuat kesalahan?” Dewi Sritanjung lalu berkata “kami ingin sowan sebagai bentuk darmabakti kami sebagai putra-putri beliau.” Prabu Nakula dan patih Sadewa kaget mendengarnya “apa?! Kalian anak-anak kami? Masakah begitu? “ Patih Sadewa lalu bercerita bahwa anak-anak mereka sudah lama meninggal tiga puluh tahun yang lalu dan sekarang hanya meninggalkan beberapa cucu saja. Widapaksa lalu berkata “saya adalah putra gusti Patih Sadewa dengan Dewi Pradapa, anak begawan Tamba Petra.” Lalu Sritanjung ikut bicara “ dan saya putri gusti Prabu Nakula dengan Dewi Soka yang juga anak begawan Tamba Petra.” Lalu Widapaksa bercerita sejak peristiwa kidung Sudamala dan pernikahan Nakula-Sadewa dengan kakak beradik putri Begawan Tamba Petra, Nakula dan Sadewa memboyong para isteri ke istana masing-masing. Nakula membawa Dewi Soka ke Sawojajar sementara Sadewa membawa Dewi Pradapa ke Baweratalun sehingga pecahlah perang Gonjalisuta lalu disusul perang Bharatayudha setelahnya. Nakula dan Sadewa meninggalkan istana demi ikut bersama para saudaranya ke medan perang dan isteri-isteri mereka dalam keadaan hamil besar. Sampai dua perang ini selesai dan isteri-isteri mereka melahirkan, Nakula dan Sadewa tidak kembali ke Sawojajar maupun Baweratalun karena mereka diangkat menjadi raja dan patih di Mandaraka.

Kemunculan Widapaksa dan Sritanjung
Maka Widapaksa dan Sritanjung lahir dan besar tanpa saling mengenal satu sama lain sehingga mereka menikah. Ibu Widapaksa dan Sritanjung selalu menceritakana bahwa ayah mereka adalah pahlawan perang Bharatayudha dan kelak suatu saat mereka harus mengabdi pada mereka sehingga datang hari ini ketika seluruh keluarga Pandawa berbahagia saat penobatan Parikesit dan Pancakesuma. mereka ingin datang ke sana namun dihalangi keadaan Sawojajar dan Baweratalun yang saat itu masih ditimpa kelaparan karena kebakaran hutan. Lalu ketika semua masalah teatasi, mereka berangkat namun sebelum sampai di hastinapura, mereka ingin sowan juga ke Dwarawati untuk bertemu kepada Prabu Sri Kresna namun mereka terlambat karena Prabu Sri Kresna sudah wafat dan istana Dwarawati yang berdiri di atas pulau Dwaraka sudah tenggelam ke dasar samudera.

Prabu Nakula dan patih Sadewa terharu mendengarnya kisah hidup anak-anak mereka itu. Raja dan patih kembar itu lalu memeluk anak-anak mereka melepas rindu. Patih Sadewa meminta maaf diikuti Prabu Nakula karena telah menelantarkan mereka. Lalu kini gantian Prabu Parikesit menghormat pada paman dan bibinya itu diikuti saudara-saudara yang lain. Di hari yang bahagia itu, Widapaksa dan Sritanjung kembali menikah dengan acara meriah. Acara mbanyu mili dan di hari itu juga Widapaksa diangkat sebagai adipati Sawojajar dan Baweratalun dengan Sritanjung sebagai permaisurinya. Karena memimpin dua wilayah sekaligusmaka dua negeri itu digabung menjadi Bumirahtawu.

Beberapa hari kemudian, Prabusepuh Yudhistira memikirkan sesuatu. Terhitung sejak setelah Parikesit putera Abimanyu dan Dewi Utari, yang tak lain adalah cucu Arjuna dinobatkan sebagai raja Hastinapura, para tetua dan Sri Kresna wafat, Para Pandawa merasa sudah semakin tua saja dan sudah saatnya untuk meninggalkan kehidupan duniawi. Hingga pada suatu hari, Prabusepuh Yudhistira merasa bahwa inilah saatnya untuk meninggalkan semua kehidupan duniawi dan berniat untuk mengembara mendaki puncak Mahameru. Para Pandawa yang lain tidak rela bila harus ditinggalkan oleh kakaknya, mereka bersikeras untuk ikut mendaki puncak Mahameru. “kakang Yudhistira, kita ini Pandawa, kemanapun kakang pergi kita akan bersama.....ajak kami semua.” Prabusepuh Yudhistira makin binguing karena isterinya, Dewi Drupadi dan para isteri Arjuna, yakni Sumbadra dan Ulupi turut inginn ikut. Mereka juga ingin ikut dalam perjalanan yang tidak mudah itu. Arjuna dan Yudhistira berusaha mencegah istrinya, namun Drupadi sudah bertekad “suamiku, hanya kau, dan adik-adik ipar saja keluargaku sekarang. Ayah, saudara dan puteraku telah gugur di Bharatayudha.” Sumbadra dan Ulupi juga ikut bicara “benar kata yunda Drupadi, hanya kakanda kulup, abang dan adik semua keluarga kami.” “aku mohon, kakanda Parta...ajak kami...”  Yudhistira dan Arjuna pun tidak bisa menolak permintaan saudara dan istrinya.

Sumbadra, Ulupi, Drupadi dan para Pandawa memulai perjalanan mereka. Prabu Parikesit dan seluruh cucu Pandawa menangisi mereka. Namun sebeluim pergi, para pandawa mewariskan semua ilmu kesaktiannya dan ajian-ajiannya. Prabusepuh Yudhistira memberikan kalung Robyong, payung Tunggalnaga dan Tombak Karawelang kepada Parikesit, Pancakesuma dan Yodeyi. Arya Wrekodara memberi nasihat tentang hakikat kehidupan serta menghadiahkan aji Bandung Bandawasa, Ungkal Bener dan Blabak Pangantolantol kepada Danurwenda. Sedangkan gada Lukitamuka dan tombak Wilugarba diberikannya kepada Sasikirana. Sementara Bargawastra dan gada Rujhapala diwariskan kepada Jayasena alias Antasurya. Arjuna juga menghadiahkan kepada Parikesit keris Polanggeni, keris yang telah membantunya dulu saat hendak lahir juga panah Pasopati. Panah Ardadedali diwariskan kepada Wiratmaka dan Ajian Agneyastra diwariskan kepada Wisangkara. dua cupu Tirta mayahadi dan Tirta Mahusadi milik Nakula dan Sadewa diwariskan kepada Niramitra dan Suhatra. Negara Mandaraka akan dipimpin oleh mereka berdua. Dengan memakai pakaian sederhana tanpa lagi perhiasan dan keagungan, mereka pergi meninggalkan istana yang megah memasuki istana Yang MahaKuasa, istana sang alam. Ketika melewati sebuah desa benama Samahita,  mereka melihat seorang nenek sedang menimba sumur. Nenek itu jauh lebih tua dari para pandawa, mungkin sekitar 120 tahun usianya. Namun ia masih sangat kuat menimba air. Setiap air yang ditimba sampai di atas, kemudian dimasukkan ke dalam sumur lagi. Dewi Drupadi menanyainya. “ampun, nek...siapakah nenek? Dan apa yang nenek lakukan di sumur ini?” perempuan itu berbalik dan memperkenalkan dirinya “aku Ruminta, nak. Aku sedang mencari raja brana milikku di dalam sumur ini.” Prabusepuh Yudhistira bertanya “bagaimana bisa harta raja brana nenek ada di dalam sumur?” Nyai Ruminta pun bercerita bahwa semua harta kekayaan raja brana miliknya dimasukkan ke dalam sumur, sebab sejak perang Bharatayudha ia takut hartanya akan dirampok oleh perajurit Kurawa. Ia menjadi janda dan menjadi salah satu korban perang. Jika Pandawa tidak dapat menemukan dan mengembalikan kekayaannya, pasti akan mendapat hukuman Hyang Widhi. Lalu Arjuna dan Arya Wrekodara maju untuk membantu. Ia berkata “nenek tenang saja. jika Hyang Widhi berkehendak, kami sanggup mengembalikan harta kekayaan nenek.”lalu Arya Wrekodara berkata kepada  Nyai Ruminta sekarang, nenek ke desa. Panggil kabeh wong di desa,  minta bantuan orang se desa untuk mengisi sumur dengan air sampai penuh meluap-luap.” Singkat cerita, Nyai Ruminta berhasil mengajak orang sedesa mengambil air dari berbagai sumur, lalu dituangkan ke dalam sumur yang berisi harta kekayaan itu. Bersama dengan luapan air sumur, Arjuna menembakkan panah Tirta Waruna lalu air membuncah seperti air mancur dan bersamaan itu pula, keluarlah barang-barang emas berlian dari dalam sumur. Nyai Ruminta berterima kasih kepada mereka. Dewi Drupadi minta kepada sang nenek itu agar harta itu untuk semua orang di desa Samahita.

Setelah meninggalkan desa Samahita, Mereka berdelapan bersiap untuk mendaki gunung Mahameru. Saat akan memulai pendakian, di kaki gunung, mereka bertemu dengan anjing putih bersih dan matanya bersinar terang. Anjing itu pun ikut dalam perjalanan itu. ketika sampai di dekat bengawan Gangga, Dewi Ulupi mendengar suara yang memanggilnya dan kitu adalah suara Irawan, putranya yang telah lama gugur. Arjuna dan Ulupi lalu membasuh wajahnya di sungai itu dan melihat di pantulan air, Irawan nampak bahagia di swargamaniloka. Dewi Ulupi lalu berkata “kakanda, aku akan disini bersemadi sampai seluruh tubuhku lenyap dari dunia ini.”

Ulupi Muksa di Bengawan Gangga
Arjuna berusaha meyakinkan isterinya itu namun Ulupi sudah bulat tekadnya. Maka Ulupi pun pergi ke tengah bengawan Gangga, duduk di atas batu dan bersemadhi. Arjuna dengan menghela nafas, melepas Ulupi. Para Pandawa melanjutkan perjalanan. Hari berganti pekan, pekan berganti sasih. Perlahan tubuh Ulupi menyatu dengan sungai dan menghilang bersama derasnya air Bengawan Gangga.

Perjalanan para Pandawa, Drupadi dan Sumbadra pun sampai di sebuah kompleks bangunan  tua seperti candi. Candi itu bernama Candi Sekar. Bangunannya melekat di dinding lereng batu gunung yang sejak awal berlubang ditengah seperti gua dan dibangulah Candi Sekar. Dari celah pintu candi yang tembus, terlihat megahnya puncak Mahameru yang bersalju. Arjuna yang mula-mula memasuki bangunan itu setelah sebelumnya mandi di sendang dekat candi itu. lalu disusul, Yudhistira, Dewi Drupadi, Nakula, Sadewa , lalu Arya Wrekodara. Ketika giliran Dewi Sumbadra, ia memilih untuk bertapa di Candi Sekar “kakanda dan adhi-adhiku, aku akan bertapa disini sampai kematian menjemputku. Kalian lanjutkan perjalanan ke Mahameru” Arjuna susah hati karena kedua isterinya tidak bisa melanjutkan ke Mahameru. maka kini sisa berenamlah mereka deitemani si anjing putih menuju ke Mahameru. Dari kejauhan Arjuna melihat nanar perlahan tubuh Dewi Sumbadra bertukar wujud menjadi batu dan menyatu menjadi arca Dewi Sri Laksmi.

Perjalanan menuju puncak Mahameru yang menantang dimulai. Arjuna yang sudah benar-benar meninggalkan ke duniawian membuang busur dan anak panahnya.

Sumbadra menjadi arca Sri Laksmi di candi Sekar
Pendakian dimulai, udara yang semula sejuk menjadi dingin. Semakin ke atas, udara semakin tipis. Badai es, salju, debu vulkanik, dan angin bertiup semakin kencang. Drupadi semakin lemah namun dengan semangat menggebu, Drupadi terus mendaki “aku harus sampai ke puncak walau harus nyawa ku korbankan.”  Namun akhirnya Drupadi tidak sanggup lagi, ia terjatuh dan meninggal sebelum mencapai puncak Mahameru di pangkuan suaminya. Drupadi tidak bisa mencapai puncak Mahameru karena sebenarnya mulut pedasnya ketika mengejek Duryudhana yang jatuh ke kolam air di saat Sesaji Rajasuya. Setelah mengurus jenazah Drupadi secara layak, Pandawa melanjutkan perjalannya. Namun beberapa waktu kemudian, Nakula terlihat sangat kelelahan dan sempoyongan. Nakula akhirnya jatuh ke jurang saat melihat sebuah tanaman bunga dan hendak dipersembahkan kepada Drupadi. Ia pun gugur sebelum mencapai puncak Mahameru. Hal ini dikarenakan Nakula merasa bahwa dirinya adalah yang paling cakap dan tampan diantara kelima bersaudara. Keempat bersaudara itu kemudian melanjutkan perjalanannya. Namun, tak lama kemudian Sadewa mendengar suara saudaranya “Sadewa! Sadewa tolong aku!” Sadewa lalu melongok ke dasar jurang tempat Nakula terjatuh.Arjuna lalu mendekat dan menyadarkan adiknya “Sadewa sadarlah...itu suara penyesat...sadarlah...!!” namun Sadewa berkata sembari menepis tangan abangnya itu “tidak kakang, itu Nakula... dia masih hidup aku tau itu Nakula...aku kenal suaranya..” Arya Wrekodara segera menghalangi niat Sadewa untuk terjun ke jurang. Namun, terlambat, Sadewa lompat ke jurang dan ikut gugur bersama Nakula.  Ia meninggal sebelum berhasil mencapai puncak Mahameru. Hal ini dikarenakan, ia menganggap bahwa diirnya yang paling tahu dan dan berpengetahuan. 
Mahaprasthanikaparwa

Tiga putera Kunthi ini akhirnya melanjutkan perjalannya. Anjing yang mereka temui di kaki gunung pun masih setia mendampingi perjalanan mereka. Namun tak berapa lama, Arjuna tampak kelelahan dan, tanpa dinyana ia jatuh ke dasar jurang setelah tergelincir ketika melewati padang es. Arjuna tak sanggup melanjutkan perjalanannya. Ini karena kesombongannya, sifat sesumbarnya, dan selalu membanggakan diri bahwa dirinya adalah yang paling tampan dan sakti diantara saudaranya.

Kini tinggal Arya Wrekodara, Yudhistira dan sang anjing putih. Puncak Mahameru sudah tampak, namun ketika Arya Wrekodara hendak melangkah, ia menginjak es yang tipis dan tercebur ke sebuah kubangan air yang sangat dingin dan ketika berusaha menyelamatkan diri, tubuhnya tertarik arus dari dalam kubangan. Ternyata kubangan itu adalah aliran dari sungai bawah tanah. Karena mengalami kedinginan parah dan sudah lemas, Arya Wrekodara sudah tak kuat lagi untuk melanjutkan menuju puncak itu. Ia pun akhirnya menghembuskan napas terakhirnya dan tubuhnya tenggelam ke dasar kubangan..Di dalam hati, Yudhistira berkata bahawa walau adiknya sang Wrekodara alias Raden Bhima itu mendapat pencerahan suci dari Dewa Ruci, adiknya itu menganggap bahwa dirinyalah yang paling gagah perkasa merasa tidak ada yang ditakuti, dan paling tidak ingat orang lain ketika makan.

Tinggal Yudhistira yang dibilang lemah masih tangguh untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak Mahameru bersama sang anjing putih. Setelah mencapai puncak Mahameru, seberkas sinar terang muncul dihadapannya. Sinar itu kemudian menjelma menjadi Batara Indra menyambut kedatangan Yudhitira. Batara Indra berkata “Yudhistira kau telah sampai di gerbang swargamaniloka dengan jasad kasarmu, tetapi anjing milikmu tidak diperbolehkan memasuki kahyangan.” Mendengar hal itu, Yudhistira kemudian berkata “ampun pukulun batara...hamba tidak mau masuk ke swargamaniloka kalau tanpa anjingku ini.” Batara Indra lalu berkata lagi “anjing itu binatang najis...tak pantas kiranya barang najis masuk ke Swargamaniloka yang suci dan bersih.” Yudhistira menegaskan kembali ucapannya. Keinginan saya bulat, pukulun batara. Hamba rela tidak ke swargamaniloka bila anjing yang setia menemani perjalanan hamba tidak diijinkan masuk pula.”

Swargarohanaparwa
Seketika, sang anjing berubah menjadi Batara Dharma. Bathara Dharma ternyata sedang menguji budi luhur puteranya, dan memang terbukti bahwa Yudhistira adalah orang yang berbudi luhur tanpa cela. Batara Dharma lalu menjabarkan isi Jamuslayang Kalimahusada kepada Yudhistira dan akhirnya Yudhistira paham isi kitab ajaib itu.

Yudhistira dibawa masuk ke kahyangan. Disana ia ditunjukkan para Kurawa bersama dengan Sengkuni, Kangsa, Jarasandha, Sisupala, Paundraka, Sasrawindu, dan berbagai musuh para Pandawa lainnya bersenang-senang menikmati makanan yang enak, tidur di atasd dipan yang nyaman.  Melihat hal itu, Yudhistira tidak meras iri, ia justru berkata bahwa mereka berhak tinggal di kahyangan karena mereka gugur untuk membela negerinya.

Di tempat lain, Yudhistira mendengar suara jeritan dan tangisan keempat adiknya, kakak sulungnya Karna, istrinya Drupadi, Kakek Bhisma, Begawan Dorna,  dan para ksatria baik hati lainnya. Suaranya sangat memilukan hati Yudhistira pun bertanya “pukulun batara, itu suara ahli keluarga, kerabat, sahabat, dan teman-teman hamba. Izinkan hamba menemui mereka.” Batara Indra pun mengajak Yudhistira ke tempat itu. mereka turun dan melihat tempat yang sangat bau, gelap, penuh darah nanah, dan hewan buas. Udaranya sangat menyiksa karena di satu tempat hawanya begitu panas tak terkira laksana berada ditengah api  dan ditempat lain dinginnya menggigit hingga membuat kulit mengelupas. Banyak penyiksaan terpampang di sana.  Ya, Yudhistira diantarkan batara Indra ke dasar neraka. Yudhistira melihat isterinya disiksa dengan lidah yang ditarik hiongga menjulur. Sebentar kemudian ia melihat Nakula Sadewa dirantai dan dikelilingi oleh api. Di sisi lain, Yudhistira menyaksikan Arjuna dan Bambang Ekalaya disiksa dengan mulut mereka disumpal panah sampai tak mampu lagi ditampung lalu jari-jari mereka ditebas sampai putus secara berulang-ulang. Ketika berjalan ke tempat lain, Yudhistira melihat Karna bolak balik diseruduk lalu ditanduk seekor sapi dan pusarnya dipanah ratusan kali.sebentar kemudian, Yudhistira menyaksikan Kresna dikejar Cakra Widaksana dan kepalanya dipenggal berkali-kali. Tak jauh dari sana, Yudhistira kembali melihat Abimanyu, Kakek Bhisma, dan begawan Dorna dihujani panah sehingga tubuh mereka bagaikan landak. Melihat hal itu, Yudhistira pun tidak bersedih hati, ia berkata bahwa tidak ada manusia yang tidak luput dari dosa, begitu juga dengan dirinya, saudaranya, istrinya, dan semua orang yang ia kenal. Tetapi ia yakin bahwa dosa mereka lebih sedikit dibanding pahalanya, maka ia yakin bahwa itu tidak akan berlangsung lama. Yudhistira juga ditunjukkan seorang wanita cantik dengan berbagai perhiasan, namun disekililingnya tertusuk oleh panah dari emas. Yudhistira pun berkata bahwa sang wanita bersalah karena serakah atas harta. Seharusnya dalam hidup, manusia harus mementingkan budi pekerti daripada harta kekayaan. Batara Indra kemudian menunjukkan Yudhistira kepada orang yang ditarik oleh capitan sehingga mirip seperti bebek. Yudhistira kemudian berkata bahwa salah satu kejahatan yang paling hina adalah fitnah.

Setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Yudhistira, batara Indra kemudian menunjukkan keadaan yang sebenarnya. Diperlihatkannya, Sengkuni tersiksa dengan gembok di mulutnya dan bibirnya dicapit hingga putus. Hal itu karena mulut Sengkuni itulah yang menjadi sumber kejahatan. Tampak pula para Kurawa yang dikelilingi api dan dijaga oleh naga yang selalu menyemburkan api. Dursasana dililit olehkain kemben berkepala naga sebagai hukumannya taas tindakannya kepada Drupadi. Sedangkan Duryudhana dijepit oleh dua batu panas sementara di hadapannya ada sebuah mata air yang sangat jenih dan sejuk. Terlihat pula Kertamarma yang berlari dikejar ribuan batang buluh yang tajam sehingga terburailah isi perutnya. Kangsa, Sisupala, Jarasandha, Paundraka, dan Sasrawindu disiksa dengan dipenggal berkali-kali oleh roda cakra. Lalu Yudhistira bertanya “pukulun batara, aku sudah banyak melihat para kurawa, tapi aku tidak melihat putra guruku Aswatama. Bukankah dia sudah mati tapi kenapa dia tidak ada di neraka ataupun di swarga?” Batara Indra memperlihatkan sebuah gambaran. Disana ia melihat seonggok jasad hidup mengeluarkan darah dan nanah busuk dari setiap pori-pori di tubuhnya. Ia berteriak kesakitan lalu ia jatuh tersungkur dan mati. Terlihat jiwanya terbang lalu datang panah api menembaki jiwa itu lalu ia masuk lagi ketubuh itu. hal itu terjadi terus menerus dan berulang ulang. Batara Indra berkata bahwa itu Aswatama. Sang dewa lalu berkata  “Aswatama telah dihukum atas kejahatannya. Ingat di malam saat pembunuhan di malam setelah Bharatayudha? Saat itu cucumu Parikesit yang akan lahir sekarat dalam kandungan karena dipanah Aswatama dengan aji Brahmastra. Dia juga sesumbar tidak takut akan kematian dan neraka. Karena perbuatan itu, para dewa telah mengutuk Aswatama di sisa nafasnya bahwa tidak ada satu tempatpun di alam ini yang akan menerimanya jiwa dan jasadnya. Dia dihukum dengan sakaratul maut yang menyiksa tapi dia tidak mendapat kematian yang layak. Tubuhnya tidak akan bisa diurai bumi dan menebarkan aroma busuk tak terkira. Jiwanya kan terus berada dlam jasadnya dan membawanya menebar kebusukan. Siapapun yang menyaksikan pemandangan itu akan pingsan. Tempat yang ia singgahi akan menjadi tanah yang gersang. Hukuman itu akan terus dialami Aswatama sampai Mahapralaya besar tiba.” Yudhistira yang mendengar itu merasa ngeri. Maka ia lalu meminta agar Batara Indra menempatkan para Kurawa di bagian swargamaniloka setelah hukuman mereka selesai karena bagaimanapun para Kurawa adalah saudaranya juga dan pasti mereka berbuat kebaikan. Batara Indra menyanggupinya kalau kelak para Kurawa akan diangkat ke swargamaniloka lagi.

Bathara Indra kemudian membawa Yudhistira kembali ke swargamaniloka, disana dia diperlihatkan Drupadi, empat adiknya, sang kakak sulung Karna, Kresna dan semua orang-orang yang ia kasihi yang sedang bercengkerama dengan kakek Bhisma dalam sebuah kamar yang sangat megah. Anak-anak para Pandawa juga bercengkerama dengan indah, bahagia bisa bertemu kembali.

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar