Sabtu, 28 November 2020

Umadewi

 Matur salam, para pembaca. Kisah kali ini mengisahkan tentang Batara Guru mendapatkan istrinya, Batari Durga. Dikisahkan pula pengabdian Lembu Andini dan saudara-saudaranya di Jonggring Saloka. kisah diakhiri dengan serangan Prabu Kalamercu dari Tunggul Wesi karena sebuah siasat adu domba. Sumber dari kisah ini adalah blog albumceritawayang.blogspot.com, Serat Purwacerita dan blog caritawayang.blogspot.co.id dengan pengembangan dan perubahan sesuai imajinasi penulis

Kisah Umadewi

Terkisahlah disebuah negeri bernama Merut di kaki Pegunungan Himalaya. Kala itu Prabu Umaran atau lebih dikenal sebagai Prabu Himawan sedang menuju taman istana. Disana ia ingin memenuhi keinginan sang istri, Dewi Mena alias Dewi Nurweni yang sedang ingin makan buah ranti. Rupa-rupanya sang istri tengah hamil dan kini ngidam makan buah yang mirip tomat itu. Buah pun didapat. Selang sembilan bulan kemudian, Dewi Mena melahirkan sepasang bayi kembar namun salah satu bayinya itu berwujud cahaya keemasan bersemu merah yang mampu terbang kesana-kemari. Prabu Himawan segera mengejar dan coba untuk menangkapnya, namun selalu gagal. Akhirnya Himawan terus mengikutinya hingga ke puncak pegunungan Himalaya. Lalu Prabu Himawan memutuskan bersemadi, mohon kepada Sanghyang Maha Agung, Tuhan yang Maha Kuasa agar anaknya yang berujud cahaya itu bisa diujudkan menjadi bayi normal. “Hong....Tuhan yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Aku mohon padaMu ujudkanlah bayi hamba yang berujud cahya menjadi bayi biasa.” Tuhan Maha Mendengar. Do’a nya terkabul. Cahaya ajaib itu menjelma menjadi bayi, namun memiliki kelainan. Bayinya berkelamin perempuan tapi juga memiliki lingga palsu (kelamin pria). Sekembalinya ke istana, Prabu Himawan memberi nama anak-anak perempuannya yang baru lahir itu. bayi yang berasal dari cahaya diberi nama Umadewi dan sang ibu memberinya nama Parwati yang berarti air mata pegunungan. Sedangkan kembarannya diberi nama Gangga alias Jahnawi.

Singkat cerita, Umadewi tumbuh menjadi gadis yang menawan agak tomboy, lincah, dan sakti mandraguna. Kebiasaan sang ayah yang suka menyepi dan bersemadi rupanya menurun kepada Umadewi. Dia gemar sekali bertapa, memohon kemurahan Yang Maha Agung agar bisa menjadi istri penghulu para dewa. Tapa brata Umadewi didengar Tuhan yang Maha Kuasa.

Sang Batara Padawenang yang sudah lama menyepi kahyangan Ondar-Andir Buwana telah datang ke kahyangan Jonggring Saloka untuk mengabarkan kabar dari Yang Maha Kuasa kepada sang putra Batara Guru. “anakku....sudah saatnya kau memikirkan tentang sisihan. Saudaramu Ismaya sudah lama berumah tangga.” “lalu siapa kah yang pantas menjadi sesandinganku, ayahanda? sedangkan tugas menjadi pemimpin kahyangan, bumi, dan dunia bawah sudah sedemikian beratnya.” Sang batara Padawenang menjelaskan “Anakku di negeri Merut ada seorang putri cantik yang sakti bernama Umadewi, putri Prabu Himawan dan Dewi Mena. Dia sekarang bertapa demi mewujudkan cita-citanya menjadi istri pemimpin para dewa. Taklukanlah dia, anakku.”

Pinangan sang Penghulu Para Dewa

Batara Guru segera berangkat ke negeri Merut untuk melamar Umadewi. Ayah dan ibu Umadewi yang merupakan anak-anak bidadari itu setuju. Oleh mereka, Batara Guru diantar ke tempat Umadewi bertapa dan sisanya akan diserahkan pada Batara Guru. Batara Guru kemudian mendekati Umadewi. Umadewi merasakan kehadiran pemimpin para dewa itu. Untuk menguji kesaktian calon suaminya itu, ia segera bangun dari tapanya dan bersembunyi dari pohon ke pohon. Batara Guru terus mengejarnya. Sampailah Umadewi di pinggir pantai lalu mengubah dirinya menjadi ikan turbah dan terjun ke dasar samudera. Batara Guru awalnya menjadi bingung kemana perginya Umadewi, namun setelah menggunakan kesaktiannya, ia tahu bahwa Umadewi sedang menguji dirinya dengan bersembunyi dalam wujud ikan turbah di dasar samudera. Batara Guru segera mengejar ikan jelmaan Umadewi di lautan. Saat hampir tertangkap, Umadewi mengubah dirinya menjadi manusia duyung yang mampu berenang lebih cepat.

Batara Guru mengejar Umadewi dalam wujud duyung
Batara Guru tak hilang akal. ia juga mengubah diri menjadi manusia duyung. Begitu sampai di tepi pantai, Umadewi melihat Batara Guru semakin mendekat. Umadewi segera berubah kembali wujud aslinya dan terbang melesat ke angkasa. Batara Guru menyusulnya setelah kembali ke wujudnya yang semula. Terjadilah kejar-kejaran di angkasa. Namun, begitu hendak tertangkap, Umadewi selalu saja bisa lolos. Kulitnya yang amat halus dan licin bagaikan belut membuat pergerakannya sangat cepat dan mudah lolos.

Tulah Tangan Berlaku (Durga Daup)

Batara Guru menjadi sedikit kesal. Batara Guru bergumam ‘kesit sekali gadis ini. Kalau saja tanganku ada empat. Mungkin akan lebih mudah.” Tuhan memang Maha mendengar. Seketika ucapannya berubah menjadi doa. Tangan Batara Guru bertambah sepasang sehingga Batara Guru mendapat nama baru yaitu Siwa Caturbuja. Sekarang Batara Guru bertangan empat dan dapat dengan mudah menangkap Umadewi. Batara Guru kemudian memerciki Umadewi dengan Tirta Maolkayat dan akhirnya Umadewi sudah diruwat dan tersucikan. Lingga palsu miliknya telah runtuh, tinggal kelamin perempuannya saja.

Batara Guru berhasil mendapatkan Umadewi
Kini ia juga bisa berumur panjang sama seperti halnya Batara Guru. “Umadewi, sekarang kamu telah tersucikan. Kecantikanmu semakin memancar. Kesaktianmu tidak akan hilang malah akan bertambah. Untuk memenuhi harapanmu menjadi istri pemimpin para dewa, maukah kamu mendampingi aku sebagai istri dan permaisuri kahyangan?” ampun tuanku Batara, tuanku sudah berhasil mengungguli kesaktian patik. Tidak ada satupun keraguan di hati patik untuk menjadi pendampingmu. Cacat patik yang memalukan sudah tuanku ruwat. Patik bersedia menjadi pendamping Tuanku Batara segenap jiwa raga. Namun Tuanku harus berhati-hati dengan perkataan dan perbuatan seorang  yang hatinya disakiti lelaki baik karena kesalahannya sendiri maupun kesalahan lelaki itu. Karena ucapan dan perbuatan yang dilakukan perempuan yang marah mampu mendatangkan bencana bagi lelaki yang melukainya.” Batara Guru segera memboyong Umadewi dan dia mendapat julukan baru yaitu Durga yang bermakna sulit didekati. Bukan hanya itu, saudara dari Batari Durga, yaitu Dewi Gangga diangkat menjadi bidadari.

Kisah Andini-Andana

Sementara itu, alkisah di lereng Himalaya, Prabu Pattanam, keturunan Sang Dewa Taya memimpin bangsa dedemit Dahulagiri. Ia memiliki empat putra yakni Andini, Andana, Cingkarabala dan Balaupata. Andini dan Andana berwujud sepasang lembu kembar berbulu putih keemasan, bisa terbang secepat kilat, dan bisa menyemburkan api yang mampu memusnahkan sebuah kota. Karena kesaktian mereka, kotoran dan air seni kedua lembu sakti itu menjadi barang pusaka yang mampu menyuburkan tanah gersang padang pasir sekalipun. Karena itu, lembu Andini dan Andana dipuja bagaikan dewa oleh penduduk Dahulagiri. Cingkarabala dan Balaupata berwujud raksasa kembar bersenjatakan mausala (pentungan). Mereka sangat rukun seia sekata saling dukung satu sama lain.

Takluknya Lembu Andini dan saudara-saudaranya
Pada suatu hari, mereka menghadap ayahandanya. Mereka ingin pergi ke kahyangan Jonggring Saloka untuk mencobai kesaktian batara Guru. Prabu Pattanam jelas khawatir dan berkata “para putraku, jangan seperti itu. menjajali pemimpin para dewa sama saja mencari mati, anakku. Rakyat Dahulagiri sudah menghormati dan memuja kalian bagaikan dewa. Apakah masih kurang kah rasa hormat itu?  sadarlah, para putra-putraku. Kemauan dan keinginan itu tak akan pernah dan bisa terpuaskan. Keinginan kalian terlalu mustahil dan berbahaya, yang kalian cobai itu pemimpin tinggi para dewa, Batara Guru sang Siwa.” Lembu Andini kemudian berkata “harus ada yang berani mencobanya, ayahanda. Tak ada ruginya. Kalu kami menang, derajat kita semua bisa naik....kalau kalah, kami akan dengan senang hati menghamba pada Batara Guru, sang Siwa Girinata dan kalaupun kami harus tewas, kami tidak akan menyesal karena sudah mencoba.” Cingkarabala-Balaupata menyokong apa yang dikatakan Andini “betul apa yang dikatakan Andini. Kami siap dengan segala resikonya, ayahanda.”

Singkat cerita, keempat putra Pattanam itu berangkat menuju Kahyangan Jonggring Saloka. Cingkarabala naik ke punggung Lembu Andini sedangkan Balaupata menaiki Lembu Andana. Mereka terbang dengan sangat kilat. Namun sebelum mereka sampai di puncak Jonggring Saloka, batara Guru mengerahkan Aji Pangabaran sehingga tahu akan penyerangan itu. Batara Guru menghadang keempat putra Pattanam. Andini dan Andana yang sakti menyemburkan api sambil terbang di angkasa dan Cingkrbala-Balaupata terus mengarahkan mausala mereka untuk memukul Batara Guru. Namun kesaktian mereka tak setara dengan Batara Guru. Cingkarabala-Balaupata langsung ambruk terkena pukulan tombak Trangganaweni. Sementara Lembu Andini dan Andana tak berdaya terkena Aji Kemayan yang dijapa Batara Guru. Keempat putra Pattanam akhirnya menyerah dan ingin mengabdi pada Batara Guru. Batara Guru mengizinkan Lembu Andini, Cingkarabala dan Balaupata mengabdi. Sementara Lembu Andana diperintahkan untuk kembali ke Dahulagiri menemani sang ayah dan ia pun dilantik menjadi raja binatang ternak. Lembu Andini menawarkan kesaktian dan kemampuan terbangnya untuk membawa Batara Guru kemanapun ia suka. Maka Andini dijadikan dewa para lembu dan menjadi kendaraan bagi Batara Guru. Sementara Cingkarabala dan Balaupata diangkat menjadi dewa pintu bergelar Batara Cingkarabala dan Batara Balaupata. Mereka diperintahkan untuk menjaga lawang Kori Selomatangkep, pintu gerbang kahyangan Jonggring Saloka.

Iri hati Lembu Andana

Semenjak Lembu Andini menjadi kendaraan Batara Guru, kembarannya yaitu Lembu Andana merasa iri. Dia menilai keputusan sang pemimpin para dewa itu tidak adil. “kenapa Andini, Cingkarabala dan Balaupata berdarajat tinggi? Cuma aku yang berderajat raja. Ini tak adil. Aku harus membuat Batara Guru menyesali perbuatannya.” Di tengah perjalanan menuju Jonggring Saloka, Lembu Andana singgah di negeri Tunggulwesi, kerajaan milik Prabu Kalamercu, yang terkenal akan kesaktiannya. Lembu Andana merasa ini adalah kesempatan untuk mengalahkan Batara Guru. Ia akan mengadu domba Batara Guru dengan Prabu Kalamercu, pengikutnya sendiri. Lembu Andana segera menyamar menjadi Andini datang dari angkasa kemudian menyampaikan berita bohong“Paduka Prabu Kalamercu, perkenalkan, namaku Andini. Aku adalah kendaraan Batara Guru. Aku kesini ingin menyampaikan pesan dari kahyangan.” “pesan apa itu wahai paduka ?”  Lembu Andana berkata “aku menyampaikan pesan peringatan. Negeri Tunggulwesi akan dihancurkan oleh kekuatan junjungan hamba.” “ itu tidak mungkin. Aku adalah pemuja paduka Batara Guru yang taat. Mana mungkin junjunganku akan menghancurkan negeri pengikutnya?” Lembu Andana kemudian menampilkan gambaran tentang Negeri Tunggulwesi yang hancur dari sorot matanya. Prabu Kalamercu menjadi terpancing dan menjadi murka. Dia mengerahkan segenap tentaranya yang terdiri dari bangsa jin dan siluman lalu segera menyerang Jonggring Saloka. Lembu Andana menjadi senang dan ia ikut menyusup bersama pasukan Tunggulwesi.

Adu domba

Batara Guru, Batara Semar dan putra-putri Batara Semar saat itu sedang penghadapan. Putra-putri Batara Semar dengan Dewi Kanastren itu diantaranya Batara Surya, Batara Candra, Batara Yamadipati, Batara Kamajaya, Batara Wrehaspati yang kini menjadi guru para dewa, dan Dewi Hastuti. Di sana putra-putra angkat batara Semar yakni Gareng dan Petruk juga ikut dalam penghadapan. Di saat mereka sedang membahas tentang kahyangan dan bumi, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan kedatangan Prabu Kalamercu beserta seluruh pasukannya.

Peperanganpun meletus. Angin menderu kencang, bumi bergoncang. Banjir tumpah ke daratan. Badai salju dan es mengubur dataran rendah. Pasukan siluman Tunggulwesi terus bertarung melawan Batara Semar dan para putra. Pasukan jin dan siluman bukannya mundur malah semakin maju dan membuat para putranya kelabakan. Akhirnya Batara Semar mengeluarkan ajian Kentut Sakti. Angin dari kentutnya membuat para pasukan Tunggulwesi segera mundur. Segera Batara Semar menyuruh Batara Cingkarabala dan Balaupata menutup Lawang Kori Selomatangkep. Sementara itu di angkasa, Prabu Kalamercu berperang tanding dengan Batara Guru yang mengendarai Lembu Andini. Keduanya saling terjang, saling pukul, saling hantam, dan saling mengadu kesaktian. Pertarungan mereka membuat hujan bercampur debu dan halilintar menyambar-nyambar. Tombak Trisula dan Tombak Trangganaweni dilemparkan kearah Prabu Kalamercu namun kesaktian sang prabu bukanlah isapan jempol. Senjata dewa itu tak mampu melukainya bahkan membuatnya memantul balik kearah pemilik asal. Segeralah Batara Guru meraihnya namun akibatnya Batara Guru dan Lembu Andini jadi terhempas ke arah lereng gunung karena gelombang kejut yang dihasilkannya.

Tulah kaki Lumpuh Layuh (Andana menjadi Naga)

Batara Guru jatuh ke dalam jurang berbatu cadas. Kaki kirinya terperosok masuk dan terjepit batu-batu cadas. Begitu kakinya berhsil keluar, kaki kirinya menjadi lumpuh layuh, dan mati rasa. Batara Guru merasa kutukan yang pernah dilontarkan ayahnya telah terjadi lagi. Prabu Kalamercu segera mendekat dan akan menebas leher sang raja para dewa. Dalam keadaan yang sedemikian gawatnya, Batara Guru menggunakan jurus andalannya, aji Kemayan. Seketika prabu Kalamercu jatuh lunglai tak bertenaga. Batara Guru kemudian bertanya padanya “Kalamercu! Kenapa kamu tiba-tiba mengamuk menyerang kahyangan? Apa aku telah berbuat tak adil?” “Paduka Batara. Aku telah mendengar dari lembu kendaraan paduka bahwa paduka akan meghancur luluhkan negeri Tunggulwesi, kerajaan hamba padahal hamba tidak melakukan kesalahan apapun sebelum ini itulah alasanku menyerang kahyangan”

Lembu Andana menjadi naga
Lembu Andini mengklarifikasi apa yang dikatakan Prabu Kalamercu “tidak Kalamercu. Aku tidak pernah melakukan hal itu. Demi nama Sanghyang Maha Agung lagi Maha Melihat, paduka Batara Guru tak pernah memerintahkan untuk mengabarkan kabar itu. Aku merasa ada yang coba mengadu domba kita.” agar semuanya jelas, Batara Guru segera menerawang hal yang sebenarnya dengan Mustika Retnadumilah. Disitu terlihat Lembu Andana menyamar menjadi Andini dan menyampaikan kabar bohong kepada Kalamercu. Dengan kesaktiannya, Batara Guru dan Lembu Andini memanggil Lembu Andana lewat aji Pameling. Lembu Andana seketika muncul dihadapan mereka. Andini memarahi saudara kembarnya itu “Andana, jahat sekali kau. Memakai namaku untuk berbuat kejahatan. Aku tidak sangka kau berani berbuat seperti itu. kau sudah mencemarkan namaku juga nama baik ayahanda ...”  “Andini, kau tidak mengerti. Aku hanya ingin membuat Paduka Batara Guru berbuat adil. Aku juga ingin jadi berguna untuk kahyangan.” Andini menjadi semakin marah namun sebelum suasana menjadi panas, Batara Guru menengahi dan mengingatkan Andini untuk tetap berkepala dingin walau hati sedang panas. Lalu diajaknya Andini untuk berunding bagaimana nasib Andana. Setelah berunding, Batara Guru memutuskan untuk menghukum sekaligus menganugerahkan tugas pada Andana “Andana, menimbang karena kamu sudah membuat keributan dan juga keinginanmu untuk berguna bagi kahyangan, maka aku akan menghukummu. Mulai sekarang dan selamanya, kau harus menjadi pengantar pesan para dewa dalam wujud pelangi tujuh warna.” Dalam sekelip mata, Andana berubah menjadi naga bersisik warna-warni. Dalam wujud itu, Andana bisa mengantarkan pesan para dewa kepada makhluk-makhluk di madyapada (dunia tengah, tempat para manusia hidup) sekaligus menjadi tangga para bidadari untuk turun ke sana.

Batara Guru menarik pengaruh aji Kemayan dari tubuh Prabu Kalamercu. Prabu Kalamercu meminta maaf sudah membuat kahyangan menjadi kerepotan karena kekhilafannya. Sebagai bentuk permohonan maafnya, Prabu Kalamercu membuatkan dua pendopo baru untuk kahyangan. Dalam sekejap saja, Prabu Kalamercu berhasil membuat pendopo itu ke kahyangan Jonggring Saloka. Dua pendopo itu Balai Mercukunda untuk pelataran pisowanan agung para dewa dan Balai Marakata untuk tempat berkumpulnya para bidadari. Sementara itu karena sebelah kakinya menjadi lumpuh, maka Batara Guru mendapat julukan baru yaitu Sang Batara Lengin.

Selasa, 24 November 2020

Kisah Tiga Anak Terhormat

 Matur salam, para pembaca. Kisah kali ini saya akan menceritakan kisah tiga anak batara Tunggal Padawenang. Kisah bermula dari perebutan takhta Jonggring Saloka lalu berlanjut ke perebutan kitab ajaib Jamus Kalimahosada. Dikisahkan pula, bagaimana para punakawan muncul dan lahir. Kisah ini saya ambil sumber dri Serat Paramayoga, Serat Purwacerita, dan blog caritawayang.blogspot.co.id dengan sedikit pengembangan.

Perebutan Takhta Jonggring Saloka

Senja berganti malam dan malam pun mulai menampakkan terangnya. Hari-hari dan waktu berlalu. Para putra Sang batara Tunggal sudah pada dewasa. Batara Antaga Tejamaya, Batara Ismaya Badranaya, dan Batara Manikmaya telah menunjukkan kualitas dan kemampuan mereka mewarisi segala ilmu, kesaktian, dan perbawa dari sang ayah. Sudah layak mereka disebut ksatria dewa yang linuwih. Pada hari yang cerah ceria, alkisah. Sang Batara Tunggal yang didampingi dua permaisurinya, Dewi Darmani dan Dewi Wirandi dihadap para putranya. Ia ingin turun takhta dan undur diri dari kahyangan menuju alam kelanggengan. Tapi sebelum itu, Sang Batara Tunggal ingin menceritakan kisah kelahiran ketiga putranya dulu. “Anak-anakku, aku memanggil kalian kemari untuk sesuatu hal yang penting. Sebentar lagi aku akan undur diri dari kahyangan. Tapi sebelumnya aku akan bercerita. Dahulu kalian terlahir dari sebutir telur yang kemudian tercipta menjadi manusia-manusia dewa. Aku bingung aku tak tau siapa yang layak menjadi pewaris kahyangan ini. Kalian lahir bersamaan. Tak ada satupun dari kalian yang lebih tua atau lebih muda.”

Sang Batara Tunggal memanggil ketiga anaknya
Sebelum menyelesaikan sabdanya, tiba-tiba Batara Antaga berkata pada sang ayah “ampun ayahanda, kalau untuk mencari siapa yang tertua pastilah cangkang telur, sebab cangkang telur berada di luaran isi dan ditakdirkan untuk melindungi putih dan kuning telur.” Namun Batara Ismaya menyanggah “tidak Antaga. Cangkang telur dan isi sudah ada bersamaan. Tak mungkin ada cangkang telur tanpa putih dan kuning telur, juga tidak akan ada telur lahir dengan cangkang kosong tanpa isi yang menyempurnakan. Yang terpenting dari sebuah telur adalah putih dan kuning telur itulah yang akan menjadi cikal bakal dan tanda kehidupan. Kulit hanya ragangan namun isi telurlah yang menjadi sumber dan intinya.”


 

Debat berakhir Tengkar

Batara Antaga tersinggung dengan kata-kata Batara Ismaya. Ia yang terlahir dari cangkang telur merasa harga dirinya direndahkan, tak dianggap penting. Batara Antaga pun menjadi semakin jumawa “kau salah, Ismaya. Cangkang telur itu keras maka cangkanglah yang terkuat. Putih telur dan kuning telur jauh lebih lembek dan lemah yang ada malah berselerak merata-rata.” “ Antaga dari mana pemikiranmu itu, cangkang telur walaupun keras tapi mudah retak dan pecah berantakan. Mana bisa itu bisa disebut kuat?”  Merah padamlah muka Batara Antaga. Godaan nafsu amarah semakin menjadi-jadi sehingga Batara Antaga tak mampu lagi berpikir jernih. Batara Ismaya yang tadi bisa tenang juga semakin jengah dan mulai terpancing kemarahannya. Adu mulut dan pertengkaran diantara mereka tak terelakkan. Semakin lama semakin panaslah hati mereka hingga Batara Antaga dengan kejumawaannya menantang Batara Ismaya “kita adu kekuatan. Siapa yang terkuat diantara kita!” “baiklah, siapa takut!”

Jumawanya Antaga, Teguhnya Ismaya, dan Cerdiknya Manikmaya

Adigang adigung adiguna, itulah yang menggambarkan sifat Batara Antaga. Batara Ismaya sebenarnya kesal dan suntuk dengan kejumawaan saudaranya itu. Namun bukan sikap seorang ksatria bila menolak tantangan meski dari saudara sendiri karena akan dianggap sikap seorang pengecut. Sekalian juga bagi Batara Ismaya untuk membeli pelajaran padanya bahawa di atas langit masih ada langit, jangan menyombangkan diri dengan kesaktian yang dimiliki. Melihat perselisihan kedua putranya, Sang Batara Tunggal berusaha melerai dan menasihati mereka namun keduanya sudah termakan nafsu setan sehingga tak menghiraukan lagi nasihat sang ayah. Di dalam hati, Sang Batara Tunggal bergumam “Bertikai dengan saudara sendiri? Apa kalian tak akan menyesal di kemudian hari?” sementara itu, Batara Manikmaya diam saja seakan tak ingin ikut campur namun dalam pikirnya, ia sadar untuk apa ia ikut bertarung. Itu hanya akan membuat tenaga mereka menjadi mubazir percuma. Iniah kesempatan yang baik untuk mengambil hati sang ayah. Pertarungan kedua ksatria dewa itu berlangsung berhari-hari. Berbagai kesaktian, senjata, dan ajian telah mereka kerahkan tanpa kenal lelah. Pengaruh pertarungan mereka berefek pada bumi. Bumi gonjang-ganjing, langit kolap-kalip. Kahyangan Jonggring Saloka bergetar hebat karenanya. Gunung dan bukit longsor. Hujan dan badai salju menenggelamkan puncak Himalaya hingga ke dataran di bawahnya. Api menyambar-nyambar dari angkasa. Laut menjadi bergejolak. Prabu Dewa Yuyut, kakek mereka yang kini menjadi dewa para kepiting menjadi sedih mendengar kedua cucunya berseteru. Rusaklah kehidupan di marcapada. Bukan hanya makhluk-makhluk kasat mata yang terkena dampaknya namun makhluk-makhluk tak kasat mata juga menderita karenanya.

Sayembara Menelan Gunung

Karena tak ada satupun yang kalah atau menang, maka Sang Batara Tunggal memutuskan membuat sayembara.”hentikan! kalian menghabisakan energi dan membuat berbagai makhluk menderita. Daripada itu lebih baik kita adakan sayembara. Siapa yang mampu memakan gunung Jamurdipa lalu mengeluarkannya lagi, dialah yang pantas disebut yang tertua dan mewarisi seluruh kahyangan.”Keduanya menyanggupi sayembara itu. Batara Antaga dan Batara Ismaya segera berubah wujud menjadi raksasa yang tingginya melebihi Pegunungan Himalaya. Mereka segera mengambil gunung untuk ditelan mentah-mentah. Dengan tergesa-gesa, Batara Antaga berhasil mencabut gunung. Namun ia salah ambil. Gunung yang ia ambil bukan gunung Jamurdipa melainkan gunung Pawaka. Ketika ditelan, Gunung Pawaka masih lebih besar dari mulutnya dan tanpa diduga-duga, tiba-tiba gunung Pawaka meledak dan laharnya membuat lidah dan bibir Batara Antaga menjadi luka, nyaris robek mulutnya. Asap beracunnya membuat batara Antaga limbung dan ambruk. Di tempat lain, Batara Ismaya mengambil gunung Jamurdipa yang asli. Ditelannya gunung itu. Karena ukuran tubuh raksasa Batara Ismaya tujuh kali Pegunungn Himalaya, dengan mudah pula ia menelan gunung Jamurdipa. Namun, tiba-tiba gunung itu tersangkut di tenggorokan Batara Ismaya. Terasa tercekik dan sulit bernafas. Matanya sampai sembab dan berair. Lalu Batara Ismaya segera meminum air laut sambil mengerahkan seluruh tenaga dan kesaktiannya. Gunung Jamurdipa berhasil amblas ke dalam perutnya namun karena terlalu banyak meminum air laut, tubuhnya menjadi sangat lemas dan lelah, tak sanggup lagi ia memuntahkan Gunung Jamurdipa. Matanya berkunang-kunang dan tubuhnya seketika ambruk.

Tobatnya Antaga dan Ismaya

Hari mulai berganti. Alam mulai tenang. Di atas rerumputan yang dibasahi embun, terbangunlah Batara Antaga dan Batara Ismaya yang sudah siuman setelah sayembara itu. keduanya mulai teringat kesadarannya. Bingung dan linglung masih menggelayuti isi kepala mereka. Ketika mereka saling bertatapan, terkejutlah mereka dan salah satu dari mereka bertanya “Siapa kamu?” yang ditanya menjawab Batara Antaga, si penanya terkejut setengah mati. Bagaimana tidak terkejut, yang mengaku Batara Antaga penampilannya buruk sekali. Yang dia ingat Batara Antaga itu ksatria dewa yang tampan dan gagah perkasa tapi yang didepannya ini, penampilannya lebih mirip jin atau dedemit dengan mata lebar, tubuh tak simetris menakutkan, dan mulut robek dengan bibir yang dower mirip moncong anjing. Lalu Batara Antaga balik bertanya “lalu, kamu sendiri siapa?” yang ditanya menjawab Batara Ismaya. Sontak Batara Antaga terkaget bukan kepalang. Betapa tidak, Batara Ismaya yang ia kenal berwajah sejernih cahaya bulan purnama dan berparas elok tapi yang didepannya ini bertubuh gemuk, lebih gemuk daripada Batara Antaga dan berwajah bulat mirip wajah kucing. Raut mukanya juga sangat tua dengan mata yang sembab, hidung ingusan dan rambut memutih, jauh sekali dari Batara Ismaya yang ia kenal. Lalu mereka menuju ke telaga di dekat kaki gunung untuk berkaca. Terkejutlah mereka melihat wujud tampan mereka telah berubah menjadi buruk rupa. Mereka menangis layaknya anak kecil. Mereka sadar mungkin ini adalah hukuman dari Tuhan karena tak mengindahkan nasihat dari orang tua.

Batara Antaga dan batara Ismaya segera menghadap lalu sujud sungkem, meminta maaf kepada orang tuanya.

Manikmaya menjadi penghulu baru para dewa
Di sana juga ada Batara Manikmaya dan Dewi Kanastren, istri Batara Ismaya, salah satu putri Sang Dewa Hening/Nioya/Maharesi Kasyapa. Batara Ismaya merasa tak layak menjadi suami Dewi Kanastren karena wujudnya sudah menjadi buruk namun apa yang dikatakan Dewi Kanastren membuanya terkaget dan terharu “kakanda, sepreti apapun rupamu dan keadaanmu, aku akan selalu bersama kakanda. Susah senang kita jalani bersama.” lalu Sang Batara Tunggal menasihati kedua putranya itu “anak-anakku, aku tak mampu mengembalikan wujud karena ini adalah kehendak Tuhan yang Maha Kuasa. Kini wujud dewata kalian telah lenyap berubah menjadi kesaktian belaka. Pergunakanlah untuk hal-hal baik. Kelak ada masanya kalian harus turun ke marcapada untuk membimbing para manusia. Antaga harus membimbng para manusia berbudi angkara dan berganti nama menjadi Togog. sedangkan Ismaya harus membimbing para manusia berbudi luhur dan namamu akan menjadi Semar.” Lalu Batara Manikmaya dipanggil oleh sang ayah dan dinobatkan menjadi pemimpin kahyangan “Mulai sekarang, Manikamya yang akan mewarisi seluruh kahyangan ini.” Batara Manikmaya dilantik menjadi pemimpin para dewa dan mengganti namanya menjadi Batara Guru. Sang Batara Tunggal kemudian turun takhta dan berganti nama menjadi Batara Padawenang tinggal di Alang-alang Kumitir.

Pemberontakan Rudra, Sang Dewa Rancasan

Di tempat lain di negeri Selongkandi. Batara Rudra atau Sang Dewa Rancasan sedang dilanda kesal hati dan penuh kedengkian. Mukanya sangat kecut menyimpan perasaan sebal. Sikapnya sudah berubah 180 derajat. Sejak ayahnya menikah lagi, ia merasa curahan kasih sayang ayah dan ibunya kepada Batara Manikmaya dan kedua saudaranya lebih banyak daripada dirinya sendiri. Iri hati dan kedengkian mulai menjalari hatinya. Terlebih setelah datangnya seorang pertapa sakti yang kini menjadi patihnya. Batara Rudra tidak sadar bahwa patihnya itu adalah penyamaran Azazil, sang Iblis yang selalu berusaha menjerumuskan anak cucu Adam ke dalam kenistaan dan dosa. Azazil tak henti menghasut dan menanamkan kebencian kepada batara Rudra. Kini sifat Batara Rudra menjadi sangat keras kepala, suka menurutkan hawa nafsu, dan penuh angkara murka. Kegemarannya adalah suka menyetubuhi para raksasa perempuan sehingga lahirlah dari mereka para denawa (raksasa liar yang doyan mengumbar nafsu).Tiap kali mendengar atau bahkan memikirkan Batara Manikmaya ataupun kahyangan Jonggring Saloka, kepalanya terasa penuh dan hatinya menjadi sepanas api neraka. Penyakit dengki, dendam kesumat, dan kesombongan terus menembus hati dan pikirannya.”wahai Rudra, jika kau merasa iri dengan Manikmaya, bangunlah sebuah kahyangan tandingan. Aku yakin kahyangan buatanmu akan jauh lebih indah daripada onggokan taman di Pegunungan Himalaya itu.” Azazil berusaha memanas-manasi Batara Rudra. Akhirnya batara Rudra membangun kahyangan tandingan bernama kahyangan  Tunjugkresna (Tunjung=bunga teratai ; kresna=hitam). Secara diam-diam, Azazil mencuri sebuah kitab dari reruntuhan Kusniyamalebari dan memberikannya pada batara Rudra. Kitab ini kitab ajaib. Sebuah kitab kuno peninggalan orang-orang Kusniyamalebari dahulu, yang berisi tentang petunjuk menggapai derajat tinggi di hadapan Tuhan yang Maha Kuasa, Jamus Kalimahosada.

Di kahyangan Jonggring Saloka, Batara Guru kedatangan Dewi Dewanjali, salah satu kakaknya dari ibu Dewi Darmani. Adapun kakaknya yang lain, Dewi Darmastuti telah menikah dengan Sang Dewa Hening dan telah berganti nama menjadi Dewi Aditi. Dia ingin tinggal di kahyangan Jonggring Saloka dan ingin mengabdi di sana karena di Selongkandi ia prihatin melihat tingkah kakak tertua yang penuh angkara murka dan kini membuat kahyangan tandingan bernama Tunjungkresna “baiklah, kanda dewi. Aku akan menerima kakanda dewi. Sekarang masuklah. Anggap saja di rumah sendiri.” Setelah itu Batara Guru menjadi gundah. Kakak sulungnya membuat kahyangan tandingan yang jauh lebih indah dari kahyangan Jonggring Saloka. Daripada memendam perasaan iri dengan sang kakak tiri, ia kemudian bersemedi dan membuka mata ketiga miliknya yang ada di tengah dahi. Menurut penglihatan mata ketiga itu, ia melihat sebuah kitab ajaib yang isinya berupa jalan untuk menggapai kemuliaan di hadapan Tuhan yang Maha Kuasa. Mata ketiganya juga berhasil menjabarkan intisari dari kitab itu yang kemudian dituliskan ulang dan diberi nama Lontar Sastrajendra Hayuningrat Pangruwatingdiyu. Namun sayang kini kitab yang sebenaranya itu ada di tangan pengumbar angkara murka yaitu Batara Rudra, kakak Batara Guru sendiri.

Tanpa pikir panjang, Batara Guru berpikir ia harus menyingkirkan kakak tirinya itu demi bisa memiliki Jamus Kalimahosada. Batara Guru segera memanggil kedua saudaranya, Batara Togog dan Batara Semar. Lalu diceritakannya apa yang ia lihat kepada kedua saudaranya itu “Antaga! Ismaya! Saudaraku. Aku baru saja mendapat penglihatan bahwa kakak tertua kita, Batara Rudra Sang Dewa Rancasan telah mewarisi sebuah kitab ajaib. Nama kitab itu Jamus Kalimahosada. Barangsiapa yang mampu memiliki kitab itu akan menggapai pencerahan dan kemuliaan di hadapan Yang Maha Kuasa. Bantulah aku untuk mendapatkannya.” Lalu Semar mengingatkan sang saudara “Manikmaya, tidak bisa seperti itu. Kamu tahu, kan bahwa merebut apa yang bukan hak kita adalah perbuatan yang tidak dibenarkan. Coba berpikir lebih jernih dan mintalah pada kakang Rudra secara baik-baik. ” Batara Guru tak kurang akal “tapi kakang Rudra bukan lah yang seperti kita kenal dahulu. Dia sekarang pengumbar angkara murka. Dia gemar berperilaku seperti setan yang suka bergelimang dosa. Pengumbar angkara murka harus disingkirkan sebelum sifat-sifatnya meracuni makhluk-makhluk di Triloka Buana. Kitab itu juga harus diselamatkan. Akan sangat berbahaya bila kitab itu terus berada di tangan orang jahat” Batara Semar terdiam sejenak sembari berpikir. Hening sejenak lalu Batara Togog setuju untuk menghabisi batara Rudra “baiklah, Manikmaya. Walaupun dia kakak tertua tapi kalau terus dibiarkan, seluruh dunia akan tenggelam dalam genggaman iblis Azazil. Kita harus menumpasnya.” Batara Semar berusaha mencegah “Tunggu, Antaga! Manikmaya!. Berpikirlah jernih dulu.jangan asal bunuh. Walau bagaimanapun dia juga anak ayahanda Sang Batara Tunggal.” “tapi kalo dibiarkan, angkara murka akan merajalela.” Batara Guru, Batara Semar dan Batara Togog kembali terdiam sejenak lalu ada jalan keluar dari Batara Guru “begini saja. Kita pergi menyamar saja. Kita datangi kakang Rudra. Kita ingatkan baik-baik dulu. Kalau tidak bisa, apa boleh buat demi mencegah merajalelanya angkara murka di Triloka Buana.” Batara Semar dan Batara Togog setuju. Mereka bertiga segera berangkat ke kahyangan Tunjungkresna.

Kemunculan Petruk, Gareng, Bagong dan Bilung Sarawita

Di tengah perjalanan, ketiga dewa itu bertemu dua orang pertapa sakti bernama Bambang Sukodadi dan Bambang Pencukilan saling berkelahi memperebutkan siapa yang paling sakti dan tampan. Perkelahian mereka membuat alam gonjang-ganjing. Lalu keduanya dilerai oleh Semar. meski sudah lerai, keduanya tetap saja bertarung. Akhirnya Batara Semar melemparkan sebatang pohon untuk menghentikan mereka. Namun karena kesaktian Semar, wujud kedua pertapa sakti itu berubah wujud. Bambang Sukodadi bertukar wujud menjadi pria berhidung besar, bermata juling, tangan yang agak bengkok, dan berkaki jinjit sebelah sedangkan Bambang Pencukilan benjadi pria kurus berbadan jangkung dan hidung yang panjang. Lalu datanglah seorang pertapa Gandarwa, ayah dari Bambang Pencukilan dan Bambang Sukodadi bernama Resi Swala. Dia datang untuk menjelaskan kepada tiga dewa itu “Ampun, tuanku Batara sekalian. Maafkanlah kenakalan kedua putra hamba,. Mereka memang agak nakal. Suka menyombongkan diri dengan kesaktiannya. Tolong ampuni mereka.” Bambang Pencukilan dan Bambang Sukodadi ikut pula bersujud mohon ampun berjanji tak akan mengumbar ksombongan dan bersedia menjadi anak Semar. Batara Semar segera menyuruh mereka berdiri. “sudahlah, bopo Resi. Perilaku dan tabiat yang buruk bisa diperbaiki. Sekarang yang terpenting mereka berdua bisa berubah. Apa kalian berdua mau menjadi anak-anakku?” keduanya serempak menjawab “kami mau, bopo Semar.” sejak saat itu selain dari Dewi Kanastren, Semar mendapatkan anak lagi. Oleh Semar, Bambang Sukodadi diganti namanya menjadi Gareng, lengkapnya Nala Gareng sedangkan Bambang Pencukilan menjadi Petruk Udawala. Mereka mengikuti kemanapun ayah angkat mereka pergi sambil berjenaka.

Di tengah jalan, Batara Semar dan Togog kemudian berdebat siapakah teman sejati. Lalu Togog berkata “teman sejati manusia dan para dewa adalah hasrat, keinginan.” Tapi Semar menjawab lain “menurutku yang pantas disebut teman ialah bayangan.”

Para Punakawan
Lalu atas kekuasaan Sanghyang Widhi yang Maha Berkehendak, muncullah dua sosok manusia jelmaan dari hasrat dan bayangan mereka berdua. Manusia jelmaan dari hasrat itu rupanya mirip dengan Batara Togog namun berbadan lebih kecil sedangkan manusia jelmaan bayangan mirip dengan Batara Semar namun dengan tangan berwarna kemerahan dan tubuh lebih bulat. Maka Batara Togog menamai jelmaan hasratnya itu Bilung Sarawita dan Batara Semar menamai jelmaan bayangannya itu Bagong. Gareng menjulukinya si Cepot alias si Bawor dan Petruk menjulukinya Astajingga karena tangannya yang berwarna kemerahan.

Perebutan Jamus Kalimahosada

Kahyangan Tunjungkresna memang sangat indah. Penuh dengan tumbuh-tumbuhan indah berwarna-warni namun hiasan dan ornamennya serba gelap. Konon bahan baku tembok benteng kahyangan itu berasal dari lahar gunung berapi yang masih baru. Di sana batara Rudra sang Dewa Rancasan dan patihnya Azazil sedang berasyik masyuk menggauli para raksasi dan memuaskan hawa nafsu mereka. Lalu datanglah tujuh orang pertapa “salam, Tuanku batara yang terhormat.” “hei siapa kalian? Mengganggu kesenangan kami saja.” “kami adalah para pertapa yang dikirimkan ayah paduka untuk menyadarkan tuanku dari perbuatan dosa ini.” Batara Rudra meludah dan mengumpat para pertapa itu “cuih, peduli setan dengan itu. sejak ayahanda menyayangi adik-adikku dari Ibu Dewi Wirandi, aku disisihkan. Ayah pikir Manikmaya dan saudara-saudaranya adalah dewa yang hebat tapi dia salah. Sekarang akulah dewa maharaja diraja. Kahyangan yang kubuat jauh lebih indah dari pada negeri Selongkandi ataupun Kahyangan Jonggring Saloka yang sudah diwarisinya. Aku bebas berbuat semauku. Tak ada yang bisa melarangku, adik-adikku, ayahanda, leluhur bahkan Tuhan pun tidak akan mampu melarangku.” “aku ingatkan padamu, wahai tuanku. Jangan melampaui batasanmu. Tuhan akan murka padamu. Sebelum murkaNya tiba, bertobatlah dan serahkan Jamus Kalimahosada kepada Batara Guru Manikmaya.” Batara Rudra menjadi heran kenapa pertapa ini bisa tahu tentang Jamus Kalimahosada. Lalu ia menggunakan kesaktiannya dan membuat angin topan yang menghempaskan. Tersadarlah ia bahwa tujuh pertapa itu telah badar, kembali ke wujud aslinya menjadi Batara Guru, Batara Semar, Batara Togog, Gareng, Petruk, Bagong, dan Bilung. Lalu terjadilah pertarungan antara anak-anak dewa itu.

Angin badai menderu kencang, bumi gonjang-ganjing, langit kolap-kalip, Samudera bergelora membawa banjir ke daratan. Hujan salju dan es mengguyur dataran rendah. Petir menyambar-nyambar selama berhari-hari. Gunung-gunung meletus hebat. Pertarungan antara Batara Guru melawan Batara Rudra terus berimbang tak ada yang kalah maupun menang. Namun, Batara Guru lama kelamaan menjadi kerepotan dan terdesak. Melihat saudaranya terdesak, Batara Togog segera mengerahkan kesaktiannya, menggunakan wujud dewatanya, Batara Tejamaya. Disusul Batara Semar juga mengambil rupa sebagai Badranaya, wujud dewata miliknya. Karena ketakutan, Azazil segera menghilang dan bersumpah akan terus menyesatkan manusia dan para dewa. Batara Rudra terkejut patihnya telah lari.

Rudra Rancasan hilang wadag kasarnya
Penjagaan terhadap Jamus Kalimahosada menjadi terbuka. Ketiganya dengan mudah dapat merampas Jamus Kalimahosada dari tempatnya.

Kutukan Jamus Kalimahusada

Tak terima, Batara Rudra terus melawan dan menyerang ketiga saudaranya itu bahkan tak jarang membokong dari belakang. Lalu kedua tangan Batara Rudra disambar Batara Semar dan Togog. Batara Guru menyuruh sang kakak untuk menyerah “menyerahlah, kakang Rudra.bertobatlah dari perbuatanmu yang kotor dan hina atau kau akan merasakan pedihnya ajal di tanganku!” “heh...... apa hakmu? lebih baik aku mati daripada harus tunduk kepadamu!” panaslah hati Batara Guru “tingkahmu sombong sekali. Kau tak layak hdup lagi!”  lalu ia menghujamkan Tombak Trisula ke tubuh kakak tirinya yang telah tertawan Batara Semar dan Batara Togog. Tiba-tiba, musnahlah tubuh Batara Rudra menjadi buih-buih yang berterbangan ke angkasa. Sayup-sayup terdengarlah suara kutukan dari angkasa “Mwahahahaha........Guru Manikmaya! Antaga! Ismaya! kalian pikir aku sudah mati, itu tidak mungkin. Wadagku mungkin telah hilang namun sukmaku akan terus hidup. Aku akan terus membayangi hidup kalian dalam wujud angkara murka. Silakan kalian miliki kitab itu tapi kitab itu tak akan pernah ada yang bisa memeliharanya. Kelak raja yang mewarisi dan memiliki kitab ini akan ditimpa sengsara selama hidupnya.....” suara itu hilang ditelan angni. Tiba-tiba petir menggelegar dan terjadi huru-hara yang mengerikan. Kini angkara murka semakin mudah menjangkiti hati manusia dan para dewa. Tak lama berselang, terdengarlah suara Batara Padawenang dari alam Alang-Alang Kumitir “ Manikmaya! Kamu sudah memantik perang antara denawa dan dewa. Ternayata kamu sendiri lebih jumawa dari Antaga dan Ismaya. Sewenang-wenang sendiri demi ambisi dan menghasut kedua saudaramu. Ingatlah kutukku padamu Manikmaya. Kakimu akan menjadi layuh, lehermu akan belang, tanganmu akan berubah, dan taringmu akan mencuat mirip denawa.”

Ketiga dewa itu menyesal karena terburu nafsu. Mereka segera kembali ke Kahyangan Jonggring Saloka. Dalam penyesalan, mereka terus merawat kitab Jamus Kalimahosada sampai mereka menemukan raja yang pantas untuk mewarisinya, raja yang kuat sengsara dan lahir batin yang tak mudah goyah oleh berbagai keadaan. Sementara itu,  Lontar Sastrajendra Hayuningrat Pangruwatingdiyu dijabarkan kepada Maharesi Kasyapa dan terus diajarkan kepada murid-muridnya.

Jumat, 20 November 2020

Leluhur Tiga Anak Terhormat

 Matur Salam, para Pembaca. Kisah kali ini ialah mengisahkan kelanjutan dari keturunan Sang Dewa Nurcahya. Kisah dimulai dari kelahiran dewa kembar, Sang batara Wenang dan Batara Wening dan sang Dewa Taya, dilanjutkan dengan rencana Sang Batara Wenang mencuri cincin sakti Baginda Nabi Sulaiman yang berakibat fatal bagi diri dan keluarganya. di akhir kisah diceritakan, salah satu putra Batara Wenang, Sang Batara Tunggal menikah lagi dengan Dewi Wirandi dan melahirkan telur dan dari telur itu kelak lahir tiga anak terhormat, Antaga, Ismaya, dan Manikmaya. Kisah ini bersumber dari serat Paramayoga dipadukan dengan Serat Pustakaraja Purwa dan blog albumkisahwayang.blogspot.com dengan perubahan dan pengembangan seperlunya.

Keturunan Sang Batara Nurrahsa

Dewi Sarwati atau Rewati, putri Prabu jin Rawangin, adik Prabu Nurhadi kini telah menjadi permaisuri Sang Batara Nurrahsa sedang hamil besar. Pada saatnya, ia pun melahirkan. Anaknya tiga lelaki semua. Namun ia menjadi gundah karena anak-anaknya itu tidak mewujud, hanya berupa Sotan (suara tanpa rupa). Ketiganya berebut siapa yang tertua.lalu Sang batara Nurrahsa mengheningkan cipta. Lalu ia masuk ke alam Sunyaruri-Sebaruri, di sana ia bisa melihat wujud anak-anaknya. Dua yang bersuara lebih besar berada di depan sedangkan satu di belakang bersuara lebih kecil. Lalu Sang Batara Nurrahsa cipratkan Tirta Maolkayat kepada anak-anaknya. Ajaib, ketiga anaknya langsung bisa terlihat di alam nyata berwujud akyan. Lalu dia tetapkan yang tertua itu yang bersuara besar, karena yang bersuara besar kembar, maka yang belakang diberi nama Sang Batara Wenang dan kakak kembarnya bernama Sang Batara Wening. Putra yang bersuara paling kecil dijadikan yang termuda, bernama Sang Dewa Taya. Kitab Pustakadarya menuliskan kejadian itu terjadi pada tahun 2900 Matahari atau 2989 Bulan.

Waktu pun berlalu dengan cepatnya. Ketiga putra Sang Batara Nurrahsa sudah pada dewasa dan menikah. Sang Batara Wenang menikahi Dewi Sahoti setelah memenangkan hati ayah sang putri, Prabu Hari dari negeri Keling yang tak lain adalah pamannya sendiri. Sang kakak kembar, Sang Batara Wening juga berhasil mengambil hati sekutu Prabu Hari, Prabu Sikanda, raja Pulau Darma, kakak Dewi Sarwati/Rewati yang juga paman sendiri. Bahkan Prabu Sikanda memberikan putrinya, Dewi Sikandi untuk dinikahi. Dari pernikahan-pernikahan itu, Sang Batara Wenang mendapat putra : Sang Batara Tunggal, Sang Dewa Hening/Nioya, dan Dewi Suyati sementara Sang Batara Wening berputra Sang Dewa Caturkaneka, Sang Batara Pancaresi, Sang Batara Darmana dan Dewi Darmani. Tibalah masanya Sang Batara Nurrahsa mewariskan Pulau Dewa dan seisinya kepada Sang Batara Wenang. Seluruh pusaka leluhur juga diwariskan padanya lalu Sang Batara Nurrahsa segera menitis dan menunggal dengan sang putra. Sejak saat itu Sang Batara Wenang menjadi pemimpin Pulau Dewa bergelar Jatiwisesa. Sementara itu, Sang Batara Wening mewarisi kerajaan Pulau Darma dari sang mertua dan namanya diganti menjadi Pulau Selongkandi (pulau Sailan, tempat Nabi Adam diturunkan dari Taman Surga ke bumi). Sang Batara Wening juga mengganti namanya menjadi Sang Batara Darmajaka Purbawisesa. Untuk mencegah kekosongan takhta Keling, negeri Keling akan diperintah Sang Dewa Taya dan keturunannya.

Untuk merayakan kelahiran putra-putrinya, Sang Batara Wenang membangun sebuah kahyangan indah, melayang-layang di atas Gunung Tunggal, puncak tertinggi Pulau Dewa. Kahyangan Gunung Tunggal dijadikannya kotaraja baru Pulau Dewa. Singkat cerita, saat selapanan, Sang Batara Wenang memerciki putra-putrinya dan para kemenakannya, putra-putri Sang Batara Darmajaka dengan Tirta Maolkayat. Seketka mereka semua langsung menjadi anak remaja.

Jin Sakar memaksakan kehendaknya

Bertahun-tahun kemudian, datanglah sesosok jin berwujud ular naga bernama Anantawasesa dari kerajaan Saptapertala di bawah tanah. Dia datang ke permukaan bumi karena dikejar-kejar pasukan jin dibawah naungan Jin Sakar (Shakr al Marid). Jin Sakar memaksanya untuk memeluk agama nabi. Sang Batara Wenang merasa prihatin kepadanya “jangan khawatir Anantawasesa, aku akan mencari tau apa alasan mereka memaksakan agama. “ baru saja hendak keluar istana, datanglah Jin Sakar dan pasukannya. “wahai batara, serahkan Anantawasesa atau kami obrak-abrik istanamu.” Hei kamu Jin Sakar, jangan seenaknya memaksakan agama pada umat. Agama adalah hak pribadi seseorang, urusan hati tiap orang. Tuhan Yang Maha Esa saja tidak pernah memaksakan agama pada seluruh hamba-Nya.” Namun jin Sakar tak peduli. Dia menyeret dan memaksa Anantawasesa ikut dengannya. Sang Batara Wenang yang kesal dan jengah pada Jin Sakar mengeluarkan Aji Pangabaran. Seketika, Jin Sakar dan pasukannya menjadi lemas dan terkulai tidak berdaya. Jin Sakar mohon ampun dan menyatakan tunduk pada Sang Batara Wenang dan berbalik khianat. Lalu Sang Batara Wenang bertanya “kenapa kamu keukeuh sekali membawa Anantawasesa?” “ampun, Tuanku Batara. kami melakukan ini agar tuan kami, Baginda Nabi Sulaiman merasa senang.” Sang Batara Wenang bertanya kembali “tunggu, kamu ingin menyenangkan hati tuanmu Nabi Sulaiman? Siapa dia?”

Jin Sakar membocorkan rahasia baginda Nabi Sulaiman
Jin Sakar menjelaskan bahwa Baginda Nabi Sulaiman adalah pemimpin agama Nabi saat ini, saah satu anak Bani Israil, keturunan dari Nabi Yakub. Negerinya yaitu negeri Bani Israil di Yudea,dekat jazirah Arabia adalah kerajaan termegah di dunia. Ia merajai bangsa manusia, jin dan segala macam hewan di negeri Bani Israil berkat Cincin Maklukatgaib pemberian dari Tuhan yang Maha Kuasa. Sang Batara Wenang tertarik untuk memiliki cincin ajaib itu. Sang kakak kembar, Sang Batara Darmajaka mengingatkan adiknya itu bahwa menginginkan barang yang bukan haknya adalah perbuatan tidak baik. Namun diabaikannya nasihat itu dan ia tetap memerintahkan Jin Sakar untuk mencuri Cincin Maklukatgaib itu. Karena ucapannya tak didengar, Sang Batara Darmajaka memilih pulang kembali ke Selongkandi.

Hilangnya Cincin Sakti Baginda Nabi Sulaiman

Jin Sakar segera melakukan aksinya. Begitu memasuki istana Nabi Sulaiman. Kebetulan, Baginda Nabi Sulaiman sedang mandi sehingga Jin Sakar dapat leluasa mencuri cincin Maklukatgaib lalu ia malih rupa menjadi seperti Baginda Nabi Sulaiman. Namun, sepandai-pandai tupai melompat pasti jatuh pula. Ketika Jin Sakar mau masuk istana, ia kepergok oleh sang baginda. Jin Sakar melawan dan akhirnya berhasil membuat Baginda Nabi Sulaiman jatuh sakit hingga pingsan selama tiga hari. Cincin Maklukatgaib berhasil dicuri namun dalam perjalanan ke Pulau Dewa, Tuhan yang Maha Kuasa mengirimkan topan badai di tengah samudera. Jin Sakar tak kuasa menahannya dan akhirnya terlempar terluntang-lantung terkena angin topan. Cincin Maklukatgaib ikut raib di makan ikan. Dengan perasaan kecewa, Jin Sakar segera kembali ke pulau Dewa. Sesampainya di Pulau Dewa, ia melaporkan kegagalannya. Sang Batara Wenang hanya bisa pasrah. Ia menerawang langit dengan mata yang kosong menanti hukuman apa yang akan Tuhan berikan padanya.

Kesembuhan Baginda Nabi Sulaiman

Empat puluh hari telah berlalu. Sakitnya Baginda Nabi Sulaiman membuat seluruh rakyat Bani Israil berduka. Ujian seakan datang silih berganti. Sejak kehilangan cincinnya, bukan hanya sakit fisik saja, kharisma sang baginda Nabi Sulaiman merosot. Ulamanya diam, orang awam banyak mencacinya bahkan menganggap sang nabi bermain sihir padahal dia bukan penyihir. Sang baginda terus berdoa kepada Sanghyang Maha Kuasa, Tuhan yang Maha Mendengar “ya Tuhan jikalau ini akhir dari hidupku, maka tunjukkanlah yang lurus. Namun bila ini ujian dari-Mu, sabarkan dan tabahkanlah hatiku. Sesungguhnya Engkau yang Maha membolak-balikan isi hati.” Lalu datanglah sang patih kerajaan, Ashif bin Bakriya membawa segerombolan nelayan yang ingin menjenguk beliau”tuanku Baginda nabi, saya datang mewartakan ada para nelayan yang ingin menjenguk baginda” “Baiklah, Ashif. Biarkan mereka masuk.”

Baginda Nabi Sulaiman mendapatkan kesembuhannya
Para nelayan lalu berdoa agar penyakit sang baginda nabi diangkat. Sebelum pulang, para nelayan memberinya buah tangan seekor ikan yang baru mereka tangkap dan sudah dimasak. Begitu sang Baginda hendak memakannya, dia melihat ada yang tersangkut di mulut ikan. Ketika diambil, ternyata itu Cincin Maklukatgaib. Baginda Nabi Sulaiman segera sujud syukur dan mendapatkan kesembuhannya kembali.

Pulau Dewa Lebur

Sementara itu di negeri Selongkandi, Sang Batara Tunggal sedang berkunjung kepada pamannya, Sang Batara Darmajaka. Di sana ia saling suka dengan putri sang paman, Dewi Darmani. Keduanya saling mencintai. Maka oleh sang paman, ia pun dinikahkan dengan Dewi Darmani. Setahun pun hampir berlalu, sang istri telah melahirkan kembar tiga, satu lelaki dua perempuan yaitu si Sulung Sang Batara Rudra atau Dewa Rancasan, Dewi Darmastuti, dan Dewi Dewanjali. Pada suatu hari, Sang Batara Tunggal bermimpi bencana alam yang dahsyat. Karena cemas akan mimpinya, Sang Batara Tunggal meminta izin pada sang paman sekaligus mertuanya itu untuk pulang ke Pulau Dewa.

Sang Batara Wenang menerima kedatangan sang putra. Setelah bercerita keadaan masing-masing, Sang Batara Tunggal bercerita kepada ayahnya”ampun kanjeng ayahanda, semalam aku bermimpi tentang bencana alam. Bencana itu akan melanda Pulau Dewa.” “anakku, mungkin itu sebuah isyarat bagi kita untuk berwaspada. Jangan terlalu panik.” baru saja dibicarakan, tiba-tiba kahyangan bergetar hebat. Rupanya Baginda Nabi Sulaiman telah datang ke Pulau Dewa secara diam-diam dan memasang pusaka Tumbal Balak untuk menghukum Jin Sakar yang berkhianat. Akibatnya sungguh luar biasa. Gunung Tunggal meletus hebat. Lahar panas, bebatuan, debu, dan gas beracun membumbung tinggi ke angkasa. Langit berubah menjadi gelap dan pekat seperti malam. Terjadi gempa bumi dimana-mana. Air laut membanjiri seluruh daratan Pulau Dewa disertai gemuruh dan topan badai (peristiwa ini pada masa sekerang disebut gelombang tsunami). Letusan dan gempa itu membuat seluruh daratan Pulau Dewa nyaris tak bersisa .Para jin pengikut Pulau Dewa kucar-kacir dan berteriak minta ampun kepada Yang Maha Kuasa. Sang Batara Wenang tak kuat menahan dahsyatnya Tumbal Balak yang dipasang Baginda Nabi Sulaiman. Teringatlah ia tentang cerita leluhur bahwa kelak akan ada keturunan Anwas (Enos) yang akan menundukkan keturunan Anwar (Nurcahya) dan sumpah itu sudah mewujud sekarang ini. Dalam keadaan yang gawat itu, Naga Anantawasesa menawarkan rumahnya, di Saptapertala jauh di perut bumi untuk dijadikan tempat mengungsi seluruh keluaraga Sang Batara Wenang. Ia pun setuju dan berangkatlah mereka ke bawah tanah dipandu oleh sang raja jin berujud ular naga itu.

Sang Batara Wenang Boyongan

Bertahun-tahun kemudian, Sang Batara Darmajaka datang berkunjung ke Saptapertala dan mengabarkan pada adiknya bahwa Baginda Nabi Sulaiman telah wafat karena usia tua. Sang Batara Wenang dan seluruh keluarga akhirnya naik kembali ke permukaan bumi namun sayang seribu sayang, keadaan Pulau Dewa sudah hancur lebur, pecah berkeping-keping menjadi pulau-pulau kecil di tengah samudera. Sang Batara Wenang kemudian duduk lalu bertafakur di salah satu pecahan Pulau Dewa yang paling besar untuk menyerap sisa perbawa kahyangan. Olehnya kepulauan itu dinamai Maladewa, Pulau Dewa yang terkena mala (bencana). Keluarga Sang Batara Wenang memutuskan untuk pergi ke Jawadwipa (pada masa itu Hindustan dan Jawadwipa menyatu) dan tinggal di Pegunungan Himalaya yang bersalju untuk membina kahyangan baru yang tak kalah indah di puncak Mahameru, salah satu puncak dari Gunung Tengguru Kailasa dan menamai kahyangannya dengan Jonggring Saloka. Sementara itu Sang Batara Darmajaka turun takhta dan menyerahkan negeri Selongkandi kepada putri dan menantunya, Sang Batara Tunggal dan Dewi Darmani. Sementara itu, Sang Batara Darmajaka dibantu ketiga putranya, Sang Dewa Caturkaneka, Sang Batara Pancaresi dan Sang Batara Darmana membangun kahyangan baru ernama kahyangan Imamaya. Atas jasa besarnya, Naga Anantawasesa dijadikan menantu Sang Batara Wenang dengan dinikahkan dengan Dewi Suyati, putri bungsunya. Putra kedua Sang batara Wenang, Sang Dewa Hening/Nioya memutuskan untuk menyepi menjadi pendita para dewa dan mengganti namanya menjadi Maharesi Kasyapa.

Sang Batara Tunggal menginginkan Anak Sakti

Pada suatu hari, Sang Batara Tunggal membaca Kitab Pustakadarya. Saat membaca dia menemukan fakta bahwa dahulu leluhur bangsa Dewa, Sang Dewa Nurcahya adalah manusia biasa yang berbadan jasmani, putra Nabi Syis, cucu Nabi Adam yang setelah bertapa sekian lama bertapa akhirnya berubah wujud menjadi manusia berbadan ruhani yang tembus pandang layaknya bangsa jin. Dari sini, ia ingin memiliki keturunan yang bisa memiliki dua wujud yaitu wujud jasmani dan ruhani agar bisa menguasai Triloka Buana yaitu alam mayapada, alam madyapada, dan alam marcapada. Maka ia pun meminta izin pada istrinya, Dewi Darmani untuk menikah lagi. Dewi Darmani setuju-setuju saja bahkan merestui sang suami “kalau ini demi kahyangan, aku rela kakanda menikah lagi. Aku merestuimu” “Terima kasih, dinda.”

Singkat cerita, Sang Batara Tunggal pergi ke pinggir laut dan bertapa  memohon petunjuk dari Tuhan yang Maha Kuasa. Di tempat lain, di antara karang-karang indah, Prabu Dewa Yuyut atau sering dipanggil Batara Rekatatama, raja kepiting dari Samuderalaya melihat perbawa seorang anak dewa bertapa di dekat tempat tinggalnya. Lalu secara gaib, ia membawa Sang Batara Tunggal ke kediamannya. Ketika terbangun Sang batara Tunggal terkejut mendapati dirinya berada diantara rakyat kepiting dan disambut oleh Prabu Dewa Yuyut  “ampun Tuanku, sebenaranya saya ada dimana ini?” “ampun paduka, paduka ada istana patik, istana Samuderalaya. Putri saya sejak kemarin dilanda kasmaran karena bermimpi bertemu dengan seorang yang tampan dan dia berkata bahwa orang itu paduka sendiri.” Lalu muncullah dari kedaton putri Prabu Dewa Yuyut, Dewi Wirandi. Seketika Sang Batara Tunggal jatuh cinta padanya. Untuk beberapa lama, Sang Batara Tunggal tinggal di dunia bawah air bersama Dewi Wirandi dan rakyat kepiting. Karena sudah saling cocok dan saling mengerti, pernikahan mereka dilangsungkan. Pernikahan berlangsung meriah selama tujuh hari tujuh malam.

Telur Sakti

Hari berganti pekan, pekan pun berganti bulan. Kehamilan Dewi Wirandi semakin lama semakin tua. Hingga tibalah masanya ia bersalin. Saat itu bumi mulai gonjang-ganjing. Hujan dan topan turun tak terkendali. Kilat menyambar-nyambar, halilintar menggelegar. Bersamaan itu pula Dewi Wirandi melahirkan. Namun yang dilahirkannya bukanlah bayi namun sebutir telur raksasa bercahaya terang dan tiba-tiba telur itu terbang keluar dari dasar laut. “kakanda, anak kita terbang. Bagaimanan ini? kita harus menyusulnya” ia pun setuju dan segera menggendong sang istri. Sang batara Tunggal dan Dewi Wirandi mohon pamit pada Prabu Dewa Yuyut untuk menyusul telur yang berisi jabang bayi mereka. Telur bercahaya itu terbang kesana-kemari dengan gesitnya. Sang batara Tunggal tak mampu menangkapnya. Lalu telur itu bergerak terbang lurus ke arah Pegunungan Himalaya. Dengan ajian Kilat Bawana, Sang Batara Tunggal dan Dewi Wirandi menyusul anak mereka.

Lahirnya Tiga Anak Terhormat

Sang batara Wenang tengah asyik berbincang dengan istrinya di kahyangan Jonggring Saloka dikejutkan dengan adanya sebutir telur raksasa bercahaya. Telur itu sangat gesit dan licin sehingga susah ditangkap.  Lalu kakek dari telur itu mengambil Cupu Kamandalu dan berdoa’a. Dipercikilah telur itu dengan Tirta Maolkayat dan ajaib, telur itupun berhenti dan dapat ditangkap.

Lahirnya Tiga Anak Terhormat
Sang batara Tunggal dan Dewi Wirandi kemudian datang menghadap “ampun ayahanda. Maaf telah membuat kanjeng ayahanda repot. Kedatangan ku dan istriku kemari untuk.....” “tidak apa anakku. Aku sudah tahu. Kamu berdua kemari ingin mencari jabang bayi kalian ini.” Lalu Sang Batara Wenang menyampaikan keinginannya untuk turun takhta kahyangan. “ Anakku, Sudah saatnya aku undur diri dari jagat kahyangan ini maka akan aku wariskan padamu pusaka-pusaka milik leluhur” Lalu Sang Batara Wenang menyerahkan seluruh pusaka leluhur kepada anaknya itu dan langsung menghilang ke alam kelanggengan. Sejak itulah Sang batara Tunggal menjadi penguasa Kahyangan Jonggring Saloka. Lalu ia menyiramkan tirta Maolkayat sekali lagi ke telur jabang bayinya itu. keajaiban terjadi. Seketika telur itu pecah. Kulit telur, putih telur dan kuning telur itu secara bersamaan berubah menjadi tiga manusia dewa. Mampu berbadan ruhani dan jasmani. Sang Batara Tunggal menamai putra-putranya yang baru lahir itu. Anak yang terlahir dari cangkang diberi nama Batara Antaga Tejamaya. Lalu anak yang terlahir dari putih telur diberi nama Batara Ismaya Badranaya dan yang terlahir dari kuning telur diberi nama Batara Manikmaya. Kelak mereka dan keturunan merekalah yang akan meramaikan kahyangan dengan para dewa dan manusia-manusia pilih tanding.

Rabu, 18 November 2020

Leluhur para Nabi dan Dewa (Anwas-Anwar)

 Matur salam, para pembaca. Melanjutkan kisah Jagat Gumelar, kisah kali mengisahkan perjalanan anak-anak Nabi Adam dan Siti Hawa, dimulai dari kisah pembunuhan Kabil dan Habil, kelahiran Nabi Syis dan keturunannya. Kelak akan ada keturunan Nabi Syis yang menjadi  para nabi dan rasul sedangkan keturunan yang lain akan menjadi para Dewa. baik keturunan Anwas maupun Anwar kelak akan menjadi keturunan linuwih. Sumber kisah ini adalah Serat paramayoga dan dipadukan beberpa kisah dari Timur Tengah.

Tatacara Pernikahan anak-anak Adam dan Hawa

Telah lama Nabi Adam dan Siti Hawa berumah tangga. Setiap kali melahirkan selalu terlahir sepasang putra-putri. Kini, anak-anak mereka sudah pada besar. Sudah saatnya mereka untuk menikah, namun Adam dan Hawa saling bersilang pendapat tentang tatacara pernikahan mereka. Adam berpendapat “Menurut kanda, putra pertama harus dinikahkan dengan putri kedua sementara putra kedua dinikahkan dengan putri pertama dan begitu seterusnya.” tapi Hawa berpendapat “ Dinda tidak setuju! seharusnya putra pertama harus menikahi putri pertama sementara putra kedua harus menikahi putri kedua karena dianggap telah berjodoh sejak di dalam rahim.” Persilangan pendapat ini membuat keduanya terus berselisih tanpa ada yang mengalah, sampai pada akhirnya mereka berdoa meminta petunjuk dari Tuhan Yang Maha Agung. Lalu datanglah Malaikat Jibril membawa sebuah cupu (kotak menyimpan air). Oleh Malaikat Jibril, cupu itu disebut Cupu Kamandalu. Atas seizin-Nya, Malaikat Jibril mengambil intisari benih Adam dan Hawa untuk ditempatkan ke dalam cupu itu. Benih Adam diletakkan di tutup cupu sementara benih Hawa di bagian dalam badan cupu. Setelah beberapa hari, atas kehendak Yang Maha Kuasa, benih Adam berubah menjadi calon janin. Sementara benih Hawa tidak berubah. Karena itulah, Hawa akhirnya menurut dan pasrah menyerahkan keputusan tentang cara pernikahan putra-putri mereka sesuai pendapat Adam. Setelah Nabi Adam dan Siti Hawa pergi, Malaikat Jibril datang lagi atas perintah Sanghyang Maha Agung untuk menyatukan benih Adam dan Hawa. Lalu benih yang telah dipersatukan itu segera dimasukkan kedalam rahim Hawa secara gaib. Nabi Adam kemudian menyimpan cupu Kamandalu di dalam ruang penyimpanan pusaka.

Kisah Kabil dan Habil, pembunuhan pertama di muka bumi.

Walaupun pernikahan telah dilangsungkan sesuai cara Nabi Adam, ada juga pihak yang tak puas. Yaitu Kabil, sang putra tertua. Dia tak terima dinikahkan dengan Labudha yang berwajah ala kadarnya, sementara kakak Labudha yaitu Habil dinikahkan dengan adik Kabil, Aklimah yang cantik. Akhirnya mereka berdua diperintahkan Adam sesuai wahyu dari Yang Maha Kuasa untuk mempersembahkan kurban. Barangsiapa yang sesajinya diterima, maka dia berhak menikahi Aklimah. Habil bersedia dengan harapan agar sang kakak insyaf. Maka mereka mempersiapkan sesaji. Kabil adalah seorang petani jadi dia akan menyajikan hasil panennya. Namun karena sifat kikir, dengki, dan sombong telah menyelimutinya, maka dia lebih memilih buah-buahan dan gandum yang buruk, sedangkan yang baik disimpan sendiri. Sementara itu Habil yang seorang peternak mengurbankan hewan-hewan peliharaannya. Karena murah hati dan penuh iman, maka ia pilihkan domba terbaik untuk dijadikan sesaji. Tuhan Yang Maha Kuasa kemudian mengirimkan api untuk membakar salah satu sesaji kurban dari dua putra Adam itu. Rupanya api membakar sesaji Habil, tanda kurbannya telah diterima. Kabil menjadi semakin kesal dan dengki hingga pada suatu hari ketika Habil sedang menggembala, Kabil memukul Habil dengan sebongkah batu hingga pecah kepalanya. Habil yang tidak melawan akhirnya mati terbunuh di tangan saudaranya sendiri.

Kabil menjadi bingung dan gelisah setelah membunuh Habil. Harus diapakan jenazah adiknya itu sehinggalah datang sepasang gagak.

Ilham dari burung gagak
Gagak-gagak itu berkelahi memperebutkan jenazah Habil. Salah satu gagak itu mati lalu gagak yang masih hidup segera menggali lubang dan menguburkan bangkai burung gagak yang mati itu di dalam tanah. Merasa dapat petunjuk, Kabil segera mengubur Habil seperti yang dicontohkan burung gagak. Kabil tidak bertobat pada dosanya membunuh malah ia melarikan Aklimah menjauhi Kusniyamalebari.

Kelahiran Nabi Syis

Semenjak kematian Habil, Adam berduka. Nabi Adam berdo’a agar mendapatkan pengganti Habil. Hingga pada suatu ketika, datanglah topan badai di negeri Kusniyamalebari. Angin menerbangkan pepohonan dan tanah. Ruangan tempat Nabi Adam menyimpan cupu Kamandalu pemberian Malaikat Jibril menjadi berantakan bahkan cupu itu hilang, terbawa angin topan. Bersamaan pula dengan itu, Siti Hawa melahirkan lagi. Kali ini berbeda, bukan anak kembar yang lahir namun anak tunggal. Lahirlah dari rahim Hawa seorang bayi laki-laki. Bayi inilah yang dulu ditanamkan Malaikat Jibril melalui cupu Kamandalu waktu itu lalu secara gaib dipindahkan atas seizin-Nya. Nabi Adam memberi nama putranya itu Syis yang berarti hadiah.

Siti Hawa Mengidamkan Buah-buahan Taman Surga

Singkat cerita, Syis tumbuh sebagai seorang yang saleh, berbudi, dan memiliki kebijaksanaan melebihi anak-anak Adam yang lain. Pada suatu hari, sang ibu, Siti Hawa hamil kembali dan kini tengah mengidam makan buah-buahan dari Taman Surga. Syis berkata “wahai ibu, jangan khawatir. Aku akan meminta izin pada Yang Maha Memiliki agar mendapatkan buah-buahan surga idaman ibu” singkat cerita, Syis segera berangkat untuk meminta izin kepada Yang Maha Agung. Di perjalanan, Syis digoda dan diserang oleh bangsa setan pengikut Azazil. Namun segala godaan dan tipu daya setan berhasil dikalahkan oleh Syis. Setan-setan itu berhasil diusir pergi.

Syis mendapatkan Dewi Mulat
Kemudian di dalam hutan ia bertafakur selama empat puluh hari agar diizinkan oleh Sanghyang Maha Agung memasuki Taman Surga. Setelah empat puluh hari, Malaikat Jibril dan Mikhail datang menemui Syis memenuhi perintahNya. Kepada Syis, ia diizinkan masuk Taman Surga. Di dalam Taman Surga, Syis memetik berbagai buah-buahan idaman sang ibu. Setelah dirasa cukup, Malaikat Jibril menyampaikan keputusan Yang Maha Agung,yakni menikahkan Syis dengan salah satu bidadari surga yaitu Dewi Mulat. Menurut Yang Maha Esa, kelak keturunan Syis akan menjadi menjadi manusia-manusia utama, sebahagian dari mereka akan menjadi para nabi dan raja maka yang menjadi pendamping Syis haruslah wanita yang mulia pula. Syis sangat bersyukur.

Singkat cerita, setelah menikah, Syis segera kembali ke dunia membawa Dewi Mulat dan berumahtangga di Kusniyamalebari. Buah-buahan dari Taman Surga segera dipersembahkan kepada sang ibu. Suka citalah Siti Hawa. Saat waktunya tiba, Siti Hawa melahirkan putra-putri kembar seperti biasa. Nabi Adam memberi nama putra-putrinya itu Kayumaras dan Hindunmaras.

Azazil meminta seorang Anak Perempuan

Tanpa disadari Syis, rupanya Azazil berhasil mencuri dengar pembicaraannya dengan Malaikat Jibril di Taman Surga. Azazil kemudian bertafakur agar diberi seorang putri.dia berharap agar melalui putrinya, kelak lahir keturunan Syis yang menjadi raja dan penguasa umat manusia. Tuhan memang Maha Adil. Ia mengabulkan permintaan Azazil. Dari sepercik benih Azazil, Yang Maha Pencipta menciptakan seorang perempuan yang wajah dan bentuk tubuhnya sama persis dengan Dewi Mulat yang kemudian diberi nama Dewi Dlajah. Azazil segera membawa putrinya itu ke negeri Kusniyamalebari supaya bisa mengandung benih Syis. Azazil memasuki rumah Syis secara diam-diam dan menyirep Dewi Mulat lalu ditukar dengan Dewi Dlajah. Setelah beberapa hari, setelah mengetahui Dewi Dlajah telah disenggamai Syis yang tak bisa membedakan istrinya, Azazil mengembalikan Dewi Mulat dan membawa pulang Dewi Dlajah.

Anwas-Anwar Lahir

Hari bergantin pekan, pekan berganti bulan. Tak terasa Dewi Mulat sudah waktunya . melahirkan. Tepat pada saat matahari terbit (julung wangi), lahirlah dari rahimnya anak kembar, hanya yang satu berwujud bayi laki-laki biasa dan yang satunya berupa nur (cahya). Di tempat lain di saat yang hampir bersamaan, saat matahari terbenam (julung pujut) Dewi Dlajah melahirkan anak. Namun wujudnya berupa Asrar (plasma nutfah yang bercahaya), berkilau bagikan berlian. Oleh Azazil, Asrar itu dibawa ke Kusniyamalebari secara diam diam dan disatukan dengan anak Syis dan Dewi Mulat yang berwujud nur (cahya). Atas kehendak Yang Maha Kuasa, Asrar dan Nur itu berubah menjadi sosok bayi laki-laki yang berkilauan bagai mutiara dan nyaris tembus pandang lalu Azazil meninggalkannya. Selang beberapa waktu, Nabi Adam datang untuk memberi nama anak-anak Syis. Anak yang berwujud bayi laki-laki biasa diberi nama Anwas (Enos) sementara yang berwujud bayi laki-laki yang diliputi cahaya diberi nama Anwar(Nara). Nabi Adam mendapat firasat bahwa kelak Anwas akan menurunkan orang-orang pilihan Yang Mahakuasa yang kelak ditutup oleh orang bernama Isa A.S dan Muhammad SAW, sementara Anwar akan berpaling dari ajaran Adam dan Syis dan memilih jalannya sendiri namun keturunannya juga kelak akan menjadi para raja dan tokoh besar di muka bumi. Syis menjadi bimbang dan menyerahkan sepenuhnya kepada Sanghyang Maha Agung, Tuhan yang Maha Berkehendak.

Anwar berguru di hutan Ambalah

Singkat cerita, Anwas tumbuh menjadi seorang yang alim, tekun ibadahnya kepada Sanghyang Maha Agung, Tuhan Semesta Alam. Segala ilmu dan kebijaksanaan dari ayahnya telah ia kuasai. Sementara Anwar sangatlah gemar bertapa dan menyepi jauh dari keramaian. Hingga pada suatu hari ia berguru kepada seorang yang sakti di hutan Ambalah. Oleh orang sakti itu, Anwar diajarkan ilmu amblas bumi, ilmu berjalan di atas air, kemampuan terbang, ilmu menghilang, dan berubah wujud. Sekembalinya dari hutan Ambalah, Nabi Adam melihat perubahan pada diri Anwar. Nabi Adam berrtanya, “cucuku Anwar, kau dari mana saja?” “aku pergi ke hutan untuk menyepi lalu akau bertemu seorang yang sakti dan aku diajari berbagai ilmu.” Adam sadar bahwa orang sakti itu adalah Azazil yang sedang menyamar lalu mengingatkan Anwar untuk tidak berhubungan dengan orang sakti itu lagi karena ia adalah Azazil, penghulu penduduk langit yang pernah menolak sujud kepada Adam.

Wafatnya Nabi Adam

Beberapa tahun kemudian, Nabi Adam telah berusia 1000 tahun. Cahaya kenabian di dahinya turun kepada Syis. Beberapa hari setelah cahaya kenabian turun, Nabi Adam sakit keras dan kini dalam keadaan sakaratulmaut, merasa ajalnya sudah dekat. Di sekitarnya telah berkumpu Siti Hawa, sang istri dan seluruh putra, cucu, cicit, piut, dan canggah mereka. Diantara mereka ada Khanukh, cicit Anwas, anak Sayyid Yared (kelak dia menjadi nabi menggantikan Syis bergelar Nabi Idris). Anwas dan Anwar turut prihatin akan keadaan sang kakek. Tak lama kemudian, datanglah dua malaikat yang diutus Yang Maha Agung datang ke Kusniyamalebari. Mereka adalah Malaikat Jibril dan Malaikat Izrail. Malaikat Izrail bertugas mencabut atma (nyawa) Nabi Adam dan Malaikat Jibril mewartakan bahwa Syis yang akan menjadi pelanjut Adam sebagai nabi juga mengangkat Kayumaras sebagai pemimpin Kusniyamalebari yang baru bergelar Sultan Kayumuthu. Demikianlah, Nabi Adam pun wafat. Para anggota keluarga serentak memanjatkan doa mengantarkan kepergian atmanya ke hadirat-Nya.

Berpalingnya Anwar demi Umur Panjang

Empat puluh hari berlalu setelah wafatnya Nabi Adam, dua putra Nabi Syis, Anwas dan Anwar saling berdebat tentang hakikat rahasia kehidupan. Anwas berpendapat “rahasia kehidupan yang ada dalam ajaran yang diajarkan kakek dan ayah adalah yang benar. Kitab dan sahifah adalah peninggalannya berisi rahasia-rahasia menjalani kehidupan ini karena berasal dari Yang Maha Kuasa. Mencari cara-cara lain untuk mengungkapnya adalah sebuah kesia-siaan belaka.” “aku tidak setuju, kakang. ilmu dari Tuhan itu sangat luas tak berbatas dan tak hanya tertampung dalam kitab dan sahifah saja. Alam ini juga mengajarkan itu semua. Hukum sebab-akibat di alam ini yang menuntun kita dalam mempelajari hakikat kehidupan. Terlebih setelah melihat kakek diwafatkan di usia 1000 tahun. Kalau pun ajaran kakek dan ayah benar harusnya bisa menghindarkan kita dari kematian seperti halnya para malaikat yang berumur panjang.” Anwas tidak setuju “tidak, adikku! Malaikat dan manusia berbeda penciptaannya. Mereka terbuat dari cahaya yang tak bisa padam sedangkan kita dari saripati tanah yang hanya terang jika terkena cahaya. Cepat atau lambat, kita akan kembali menjadi materi gelap.” “kalau kita berusaha kita bisa seperti malaikat.bisa berusia panjang dan abadi.”

Anwas-Anwar Tandhing
Anwar yang bersikeras mencari kehidupan abadi dihalangi Anwas. Keduanya terlibat pertarungan. Karena Anwar lebih sakti, Anwas kalah. Anwas bersedih hati dan malu. Ia kemudian bersumpah “Anwar, dengarkan sumpahku. Sekarang aku mungkin kalah tapi kelak lain lagi. Kelak akan datang suatu masa dimana ada keturunanku yang bisa menundukkan keturunanmu!”

Pencarian Tirta Maolkayat.

Lalu Anwar bertemu dengan Azazil, sang kakek dari pihak ibu. Azazil juga mengungkapkan bahwa ia lah orang sakti yang dulu ditemuinya di hutan. Azazil memberitahukan rahasia “Anwar cucuku, kalau kamu ingin bisa berumur panjang seperti para malaikat, pergilah ke Tanah Lulmat jauh di Kutub Utara. Akan turun disana air ajaib yang bisa membuat pemakainya berumur panjang sampai hari kiamat tiba.” Maka pergiah Anwar ke utara. Setelah sekian lama ia sampai di kutub utara. Udaranya begitu dingin membekukan. Dimana-mana hanya ada es dan salju. Tapi anehnya ada sebidang tanah yang justru ditumbuhi rumput dan terasa cukup hangat. Itu lah Tanah Lulmat. Anwar kemudian bertapa dan berdoa memohon kemurahan Tuhan yang Maha Kuasa. Setelah sekian lama menahan cuaca yang begitu membekukan, Yang Maha Kuasa menjawab doa Anwar. Datanglah sekumpulan awan mendung dari Lautan Rahmat. Dari awan mendung itu, turunlah air keabadian yang disebut juga Tirta Maolkayat. Anwar kemudian mandi dan meminum air itu. Sejak saat itu Anwar menjadi makhluk berumur panjang. Anwar berniat untuk menampung air itu agar bisa diminum oleh keturunannya nanti namun ia tak tahu caranya. Lalu datanglah Azazil membawa cupu Kamandalu dan menyerahkannya pada sang cucu. Dahulu, cupu itu adalah milik Nabi Adam pemberian Malaikat Jibril dan wadah itu lah tempat dimana benih Adam dan Hawa menyatu menjadi calon bayi Nabi Syis. Cupu itu terhempas angin topan saat kelahiran Nabi Syis dan ditemukan Azazil terapung di tengah samudera. Anwar segera membuka cupu Kamandalu dan ajaib, seluruh Tirta Maolkayat masuk dan dapat tertampung semua.

 

Pengembaraan Anwar

Anwar kemudian meninggalkan dari Kutub Utara yang dingin membekukan itu. Di tengah perjalanan sedang musim dingin. Terjadi badai hebat yang menurunkan hujan es yang sangat lebat. Anwar memutuskan berteduh di dalam lubang sebuah pohon gundul.

Anwar mandi Tirta Maolkayat
Sembari berteduh, Anwar kembali bertafakur. Lalu terdengar suara yang memerintahkannya mengambil akar pohon tempatnya berteduh. Suara itu mengatakan bahwa pohon itu bernama pohon Rewan (Kalpataru), anak pohon Sidratul Muntaha. Kemudian Anwar dengan kesaktiannya, mengambil akar pohon itu dan menjadikannya pusaka bernama Kayulata Mahosadi. Khasiatnya membuat orang sakit menjadi sembuh, orang lemah jadi perkasa bahkan orang mati yang belum waktunya bisa hidup lagi. Setelah badai es reda,  Anwar melanjutkan perjalanan. Anwar memutuskan untuk tidak kembali ke Kusniyamalebari. Dalam pengembaraannya, ia bertemu dua malaikat bekas bawahan Azazil, Harut dan Marut. Anwar belajar banyak dari mereka diantaranya ilmu teleportasi dan meraga sukma. Ketika ditanya dimana letak surga dan neraka, mereka membohongi Anwar bahwa surga dan neraka itu ada di ujung dunia. Anwar yang polos segera mencari ujung dunia namun semakin dicari ujung dunia itu tak pernah ada. Anwar terus mengembara ke seluruh dunia selama bertahun-tahun karenannya. Lalu sampailah ia di benua Afrika. Di sana ia bertemu dengan salah satu paman dan bibinya, Latta dan Ujwa (Uzza). Mereka adalah salah satu putra-putri Nabi Adam yang memilih mengikuti Kabil dan murtad dari jalan Adam. Di sana, Anwar belajar ilmu sihir, ilmu perbintangan, ilmu astrologi, ilmu meramal, ilmu berbicara dengan hewan dan tumbuhan, dan cara-cara agar tetap awet muda walaupun sudah berumur panjang. Anwar kemudian bertanya tentang letak Taman Surga dan Kerak Neraka. Latta dan Ujwa mengatakan kalau ingin menemukan kedua tempat itu, harus mengarungi Sungai Nil hingga ke hulunya. Lalu mendaki Gunung Kapsi yang sedang bergemuruh dan mengeluarkan api yang menyala-nyala. Anwar yang polos kemudian berpamitan kepada paman dan bibinya itu.

Turunnya Mustika Retnadumilah

Setelah mengarungi Sungai Nil yang panjang itu, sampailah di hulunya yaitu Danau Jambirijahari. Setelah mengambil air di sana untuk keperluan minum, Anwar mendaki gunung yang terus menyemburkan lahar dan api. Sesampainya di puncak ia kembali bertafakur memohon bisa melihat Taman Surga dan Kerak Neraka. Tuhan Yang Mahakuasa mengabulkan permohonan Anwar. Pemandangan di sekeliling Anwar berubah menjadi indah dan menyenangkan layaknya Taman Surga lalu seketika berubah menjadi seram dan mengerikan layaknya di dasar Kerak Neraka. Pemandangan itu menghilang setelah turunnya sebuah batu permata berbentuk bulat sempurna dari langit. Bersamaan itu, terdengarlah suara bahwa itulah Mustika Retnadumilah. Dengan batu permata itu, Anwar bisa melihat pemandangan dunia dan seisi jagatraya, melihat indahnya Taman Surga, dan ngerinya Kerak Neraka.

Anwar Menghindari Air Bah

Setelah menerima Mustika Retnadumilah, dia mengembara ke arah timur, melewati Kusniyamalebari. Ketika melewati perbatasan, dia melihat ada badai topan dan air bah besar melanda seluruh Kusniyamalebari. Rumah-rumah penduduk, pepohonan, hutan, bukit bahkan gunung-gunung terendam air. tidak ada yang tersisa kecuali sebuah bahtera yang mengarungi air bah dahsyat itu. Di dalam bahtera itu ada delapan puluh empat orang beserta hewan-hewan yang ada disana. Salah satu orang itu dikenal oleh Anwar. Dia keturunan Anwas, yaitu Nuh, anak Lamekh, cicit Khanukh (Idris). Suara dari langit muncul dan kemudian menjelaskan pada Anwar bahwa Nuh sudah ditunjuk olehNya untuk menggantikan Syis dan Khanukh sebagai nabi malah menjadi rasul pertama. Di masa Nabi Nuh banyak orang telah lupa ajaran Adam, Syis, dan Khanukh (Idris) sehingga banyaklah kerusakan maka Tuhan pun memerintahkan Nabi Nuh untuk membuat bahtera dan mengangkut keluarganya dan semua orang yang masih ikut dengannya beserta segala hewan berpasang-pasangan. Lalu Yang Maha Kuasa menurunkan badai topan dan hujan lebat untuk menenggelamkan orang-orang yang berbuat kerusakan itu. Anwar kemudian mengarungi air bah itu dengan menumpang diam-diam di bahtera selama berhari-hari tanpa ketahuan. Begitu empat puluh hari, air bah mulai surut. Sebelum Anwar melanjutkan perjalanan, dilihatnya Nabi Nuh yang baru turun dari bahtera melakukan syukuran dan di atasnya pelangi terbentang tanda Sanghyang Maha Agung menerima syukuran itu.

Bertukarnya Raga kasar dengan Raga Halus

Lalu, sampailah ia di tanah Hindustan. Di sana, ia kembali mengembara tanpa tujuan selama berabad-abad mengelilingi Benua Asia hingga tepi Samudera besar sehingga tanpa terasa bahwa waktu sudah berganti jaman. Kala itu sudah zaman nabi Musa-dan Harun, dua bersaudara cicit Nabi Yakub.

Anwar menjadi manusia berbadan ruhani
Setelah sekian lama,ia kembali bertemu dengan Azazil sekali lagi dan diberi ilmu baru. Diantaranya : ilmu pangiwa-pangenen, ilmu patraping panitisan (ilmu reinkarnasi), ilmu weruh sedurung winarah (tahu perkara gaib dan bisa melihat masa depan),  ilmu mati sajroning urip, urip sajroning mati, hingga ilmu cakra manggilingan (ilmu untuk melakukan perjalanan, menghentikan, dan memutarbalikkan waktu). Azazil kemudian berkata pada Anwar”cucuku, bertapalah di pulau Laksadwipa (Laksadewa) di barat jazirah Hindustan. Setelah itu kau akan menjadi panjang umur sepenuhnya.” “baik, guru Azazil. Titahmu akan ku junjung dan ku laksanakan.” Singkat cerita, Anwar bertapa dengan melihat matahari. Bila matahari terbit maka ia menghadap timur. Bila tengah hari ia menengadahkan kepala dan bila matahari terbenam, ia menghadap ke barat. Atas kehendak Tuhan yang Maha Kuasa, setelah tujuh tahun bertapa, Anwar telah hilang raga jasmaninya, hanya tinggal raga rohani saja dan berpindah ke dimensi para jin. Bumi dan langit tiada beda, terang tiada matahari, tiada bulan. Semuanya menjadi tiada dalam rengkuhan cahaya hingga seluruh kehendaknya langsung mendapat restu Sanghyang Maha Esa, Tuhan Semesta Alam. Anwar mengganti namanya menjadi Sang Dewa Nurcahya.

Asal Mula Dewa Pertama

Singkat cerita, Sang Dewa Nurcahya telah menguasai segala ilmu. Semenjak berbadan ruhani, dengan seizin Yang Maha Kuasa, ia mampu menundukkan bangsa jin di pulau Dewa (pulau ini membentang dari Malwadwipa hingga ke Laksadwipa) dan menjadi dipuja para jin. Prabu Nurhadi, raja jin kerajaan Pulau Dewa berkeinginan untuk mencobai Nurcahya. Bertemulah Prabu Nurhadi dan Dewa Nurcahya. Berbagai kesaktian diadu hinggalah Prabu Nurhadi kalah telak. Prabu Nurhadi kemudian mempersembahkan putrinya, Dewi Nurrini untuk Sang Dewa Nurcahya. Pernikahan pun dilangsungkan dan dari pernikahan itu mereka dikaruniai seorang putra yang berwujud akyan (badan halus) bernama Nurrahsa dan itulah pertama kalinya bangsa dewa muncul sebagai tandingan para malaikat. Sang Dewa Nurcahya menuliskan kisah hidupnya di dalam sebuah kitab ajaib bernama Pustakadarya. Kitab itu tak berwujud namun dapat ditulis hanya dengan suara dan hanya dapat dibaca dengan mata batin. Saat Nurrahsa telah dewasa dan sudah berumah tangga, kini saatnya Sang Dewa Nurcahya turun takhta dan segera melantik sang putra menjadi raja baru Pulau Dewa. Kitab Pustakdarya, Mustika Retnadumilah, Cupu Kamandalu yang berisi Tirta Maolkayat, dan Kayulata Mahosadi juga diwariskan padanya. Setelah itu, Sang Dewa Nurcahya menitis dan bersatu jiwa raga dengan sang putra. Sementara Dewi Nurrini bersatu dengan menantunya, Dewi Sarwati, istri Nurrahsa.