Jumat, 27 Oktober 2023

Wirathaparwa (Pandawa Nyamur; Pandawa Ngenger)

Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan, kisah kali ini menceritakan masa penyamaran para Pandawa di kerajaan Wirata. Selama masa penyamaran dan hidup sebagai orang biasa, para Pandawa berjasa menghentikan rencana makar (kudeta) untuk menggulingkan Prabu Matswapati dan mengusir pasukan koalisi Hastinapura-Trigarta. Kisah ini mengambil sumber kitab Mahabharata bagian Wirathaparwa karya Mpu Vyasa, serial Kolosal India Mahabharat Starplus, Radha Krishna Starbharat, http://kerajaandongeng.blogspot.com/2011/07/pandowo-ngenger.html, dan http://kerajaandongeng.blogspot.com/2011/07/pandowo-ngenger.html dengan perubahan dan penambahan seperlunya.

12 tahun setelah pengasingan Pandawa , kerajaan Wirata kedatangan seorang pendeta bijak bernama Tanda Wijakangka bersama istrinya, Endang Salindri. Mereka melamar kerja di keraton. Prabu Matswapati menjadikan Tanda Wijakangka sebagai penasihat pribadinya sekaligus kepala pasar di seluruh kerajaan Wirata. Dewi Sudesna suka dengan kemampuan Salindri menata rambut, maka ia dipilih menjadi hairstylist pribadinya.. Dua hari kemudian datang sepasang pria kembar bernama Damagranti dan Tantripala..."terimalah sembah bakti kami, yang mulia prabu dan permaisuri...izinkan kami untuk bekerja di keraton Wirata sebagai tabib para hewan dan pekatik kuda." Mereka pun diterima bekerja di kandang dan ladang kerajaan. Berselang sehari kemudian juga, datang sepasang kakak beradik bernama Abilawa dan Wrehanala. Abilawa jago memasak diterima sebagai kepala juru masak sekaligus tukang daging keraton, sedangkan Wrehanala adalah pria banci yang memiliki kemampuan menari yang luwes sehingga secara khusus, Dewi Sudesna menunjuknya menjadi guru kesenian di keraton terutama untuk putri satu-satunya, Dewi Utari. sejak kedatang enam orang itu, pamor negeri Wirata yang sudah hampir redup itu kembali bersinar. Berkat kebijaksanaan Tanda WIjakangka, perekonomian Wirata naik pesat dan banyak menandatangani berbagai kebijakan luar negeri. Ternak-ternak Wirata juga jadi lebih sehat dan berkualitas ekspor sejak Jagal Abilawa, Damagranti dan Tantripala datang ke Wirata. Kualitas ternak benar-benar diseleksi dan diperhatikan. Bukan cuma di bidang pangan, ekonomi, dan kesehatan, Wirata juga kembali menjadi kiblat budaya dan tren fashion di seluruh Jawadwipa dan Hindustan. Selain sebagai guru tari, Wrehanala juga aktif dalam mengkampanyekan cinta budaya dan seni dalam neger dan dibalik Dewi Sudesna, sang kiblat fashion Wirata, ada peran besar Salindri didalamnya. Karena kemumpuniannya, dalam kurun waktu satu sasih saja, Dewi Sudesna mengangkat Endang Salindri sebagai CEO pengurus salon kecantikan milik sang permaisuri Wirata. Para wanita di kerajaan Wirata, rakyat biasa maupun bangsawan istana berbondong-bondong ke salon kecantikan itu dan menjadi tren fashion di seluruh negeri. 

Pada suatu ketika, ketika ada acara festival tahunan, datang seorang pengamen banci bernama Gopadewi ditemani empat pengiringnya yang wanita tulen. Di saat Wrehanala sedang menari, Gopadewi pun ikut naik ke panggung dan menari bersama. Wrehanala agak kaget namun keduanya bisa saling menyeimbangkan. Lalu ketika sesi istirahat, Gopadewi memeperkenalkan diri kepada Wrehanala sebagai sesama seniman tari. “Wrehanala aku dengar kau sangat jago menari, kalau boleh mari kita duet tarian.” Terima kasih, Gopadewi. Kau sendiri pun apa kurangnya. Mari Gopadewi kita ramaikan festival di Wirata ini.” Singkat cerita, kedua banci kaleng itu kembali menari bersama dengan sangat anggun dan lemah gemulai. Tariannya benar-benar memabukkan.

Gopadewi dan Wrehanala menari bersama
Mata yang memandang bagaikan melihat bidadari turun dari kahyangan. Setelah festival berakhir, Gopadewi pamit untuk ke kerajaan lain. sebelum pergi, Gopadewi berkata kepada Wrehanala “Wrehanala, disana itu ada hutan yang indah. Hewan-hewan disana hidup damai diperintah sang singa yang bijak. Tapi tiga macan tutul pengawal sang singa bijak ingin merebut makanan sang singa” “benarkah itu, rasanya sang singa harus berhati-hati. Mulai dari sekarang.” Setelah berkata demikian, Gopadewi pun pergi ditemani para pengiringnya. Tak disangka, ketika sudah jauh dari kerajaan Wirata, Gopadewi badar kembali ke wujud aslinya, yakni Sri Kresna dan para pengiringnya yakni Dewi Jembawati, Dewi Setyaboma, Dewi Radha dan Dewi Rukmini. Prabu Sri Kresna lalu berkata “semoga Wrehanala tau apa maksudku berkata demikian.”

Selama hampir 11 bulan, kinerja keenam orang itu mendapatkan pujian dan menjadi terkenal di kalangan keluarga raja. Bahkan kecantikan Salindri memikat hati saudara sulung Dewi Sudesna, patih Kichaka. Suatu hari Patih Kichaka merayu Endang Salindri dan mengungkapkan dia ingin menikahinya. Namun Endang Salindri menolak karena dia sudah bersuamikan Wijakangka. Patih Kichaka yang tidak mau tahu mendapatkan penilaian seperti itu sontak merah padam mukanya, marah karena tidak terima ditolak mentah-mentah oleh wanita dan sesumbar hendak menantang suami Salindri. Maka Salindri berkata "kalau gusti patih ingin mendapatkan saya, kalahkan suami saya. Suami saya berteman baik dengan gendruwo paling kuat di seantero Jawadwipa ini. Dia akan menemui saya malam besok." setelah patih Kichaka pergi, Endang Salindri mendatangi Abilawa agar meladeni Kichaka. Keesokan malamnya, Patih Kichaka menemui Salindri dan suaminya di pinggir hutan. Patih Kichaka mendoroang Tanda Wijakangka sampai jatuh sambil menantang gendruwo penjaga mereka. Lalu tanpa disadari Kichaka , dari balik kegelapan, Patih Kichaka dipukuli hingga babak belur dan pingsan oleh makhluk bertubuh besar yang ternyata Abilawa.

Ada rencana makar di Wirata karena Prabu Matswapati sudah semakin sepuh dan anak sulung pewaris takhta yakni Harya Seta memutuskan untuk tetap menjadi ajar (Begawan) bergelar Resi Seta sedangkan kedua putra sang prabu yang lain, Utara dan Wratsangka tidak mau menjadi raja dan Dewi Utari sang pewaris terakhir belum juga menikah.

Jagal Abilawa menantang Arya Rajamala

Maka Arya Rajamala, adik Patih Kichaka membuat sayembara "paraa penduduk, mari ikutilah sayembara tanding! siapapun yang berhasil mengalahkanku, maka ia akan menjadi penggawa istana dan menjadi orang kehormatan di istana." Sebenarnya ini hanya siasat Rajamala, Kichaka dan saudara kembarnya, Rupakichaka agar keraton geger sendiri dan prabu Matswapati bisa leluasa dibunuh oleh Kichaka tanpa ketahuan Wrehanala lalu mendekati kakaknya, Abilawa "kakang sepertinya akan ada sesuatu di sayembara ini. kapan hari saat aku menari dengan Gopadewi di festival, dia membertuhu tentang singa dan tiga macan tutul. Aku rasa Gopadewi tau hal ini." "awakmu yakin tha Wrehanala?" Wrehanala meyakinkan kakaknya "ya iyalah, kakang.....masa'aku tau goroh neng awakmu?" Abilawa pun percaya. Lalu datang Abilawa  mendaftarkan diri ikut sayembara. Kekuatan Abilawa jauh diatas Rajamala daalam sekali hentak dan pukul Rajamala roboh lalu patih Kichaka dan Arya Rupakichaka membawa jasad adiknya itu ke sendang (kolam) Watari. Ajaib, Rajamala kembali bangun setelah tubuhnya direndam di sendang itu. Abilawa kaget "kok bisa wong iku bangun lagi?" Maka dilanjutkan lagi sayembara hingga tujuh kali. lama-kelaman, stamina Abilawa terkuras dan semakin capek.

Wrehanala yang kala itu tengah mengajar menari di dekat arena sayembara, minta izin kepada murid-muridnya untuk keluar sebentar (sebenernya dia mengikuti tiga kakak beradik itu pergi). Wrehanala melihat begitu Rajamala dimasukkan ke sendang Watari, langsung hidup lagi. "Sepertinya ini sumber kekuatan gusti Rajamala."gumam Wrehanala. Setelah mereka pergi, Wrehanala mendatangi sendang itu dan segera merapal ajian panah Sirsha dan seketika air sendang bergejolak. Lalu saat Rajamala sekali lagi diceburkan ke sendang, Rajamala akhirnya benar-benar tewas mendidih bahkan tubuhnya ikut melebur. Kichaka dan Rupakichaka kaget saudaranya kali ini benar-benar mati. Murka mereka melihat kenyataan ini. "Kurang ajar! pasti ada yang menambahkan sesuatu ke sendang Watari ini." Dari sudut mata, Rupakichaka melihat Wrehanala yang sedang bersembunyi lalu mengejarnya. Abilawa menyadari sesuatu lalu menyusul adiknya. Rupanya benar, Wrehanala sedang dikejar dua orang penting Wirata itu. Di dalam hutan, Kichaka dan Rupakichaka menemukan Wrehanala dan hendak membunuhnya "hehe....sepertinya rencana kita membunuh kanda prabu Matswapati harus ditunda . Kita bunuh saja banci ini." lalu tanpa mereka sadari, kedua orang itu sudah dibuntutui. Secara tiba-tiba, leher Kichaka dan Rupakichaka dicengkeram seseorang lalu kepala mereka dipiting...rupanya orang itu ialah Jagal Abilawa. Abilawa memaksa mereka apa maksud sayembara ini" cepat katakan apa maksud kalian! Kalau tidak, hukuman dari gusti prabu akan sangat pedih. Begini-begini aku juga tangan kanan raja kalian!" ....Rupakichaka membocorkan Rencananya lagi kepada Abilawa. Karena tau ada pilihan lain Kichaka juga mengakui perbuatannya. Lalu tanpa ampun lagi, kepala dua orang patih Wirata itu dipelintir...Grataakk...tulang leher mereka patah...kulit leher mereka putus. Patih Kichaka dan Rupakichaka tewas seketika. Lalu Abilawa dan Wrehanala menjelaskan apa yang terjadi namun hanya sang prabu percaya, begitu juga Tanda Wijakangka dan si kembar Damagranti-Tantripala yang turut dijadikan saksi. Mereka percaya kalau ketiga kakak Dewi Sudesna sudah berbuat makar sedangkan sang permaisuri yang memiliki dukungan dimana-mana tidak percaya malah memintakan hukuman kepada dua orang itu. Ketiga orang ini akan dimasukkan ke penjara namun terjadi sesuatu yang di luar dugaan.

Dengan tewasnya Rajamala, Kichaka dan Rupakichaka, kerajaan Trigarta dan Hastinapura berleluasa menyerang Wirata. Mereka lalu berkoalisi menghancurkan kerajaan sepuh itu. Keadaan Wirata semakin gawat. Namun sebagai warga negara yang baik, Endang Salindri segera mengusulkan pendapatnya " Gusti prabu, agar keluarga keraton selamat, mari ikut denganku. Kita akan ke ruang bawah tanah untuk sembunyi." Sedangkan Tanda Wijakangaka, Damagranti, Tantripala, Abilawa dan Wrehanala bersama Arya Utara, Arya Wratsangka dan para prajurit ikut berperang. Arya Utara sesumbar akan mengalahkan Trigarta dalam sehari saja. Dengan berkusirkan Wrehanala, ia maju ke medan perang. Namun begitu melihat bukan hanya Trigarta saja melainkan juga Hastinapura Ikut memerangi Wirata, nyali Utara seketika ciut dan hendak turun dari kereta kencana. Wrehanala lalu mengajaknya bicara empat mata di atas kereta "Gusti Utara, dimana semangatmu tadi? Apa karena ada Hastinapura, nyali paduka jadi ciut? Kemana sikap ksatria paduka?" "tidak bisa Wrehanala...walau dengan semangat bak Arjuna sekalipun...kita pasti kalah....kau lihat pasukan itu...pasukan besar." Wrehanala pun memaksa Arya Utara naik ke kereta lalu mereka bergerak ke sebuha hutan. Prabu Susarman sang raja Trigatra berkata dengan sombongnya "hahaha...anak si Matswapati mental pengecut... baru lihat aku bawa pasukan Hastinapura aja langsung terkencing-kencing." "hahahaha...betul sekali temanku Susarman, khari ini kemenangan Hastinapura dan Trigarta sudah dipastikan " sesumbar Duryudhana. singkat cerita, kereta kencana yang dinaiki Utara dan Wrehanala di sebuah hutan yang gelap. Wrehanala pun mendekati sebuah pohon beringin tua lalu duduk mengheningkan cipta. bersamaan dengan itu, Wrehanala melihat sudah mulai surup,  matahari ternyata sudah tenggelam. Hari pecahnya perang itu terjadi genap tahun keempat belas sejak Pandawa diasingkan menjadi orang buangan dan hidup sebagai orang biasa. Karena sudah satu tahun lewat satu hari, maka Wrehanala membuka siapa jati dirinya "Pangeran Utara, sekarang sudah saatnya aku membuka diriku. Aku adalah Arjuna, Panegak Pandawa dari Madukara. Sekarang kembalikan semangat paduka...jangan menyerah." Utara kaget "benarkah itu, Wrehanala? suatu kehormatan bagiku bertemu denganmu, Arjuna sang Permadi."

Arya Utara menjadi kusir sangWrehanala
Arya Utara seakan mendapat semangat baru dan merasa terhormat bisa bertemu salah satu pangeran Pandawa, maka ia bertukar posisi. Wrehanala/Arjuna menjadi panglima dan Utara menjadi kusir kereta kencana. Dengan cekatan, Wrehanala berhasil mengalahkan koalisi Trigarta dan Hastinapura juga berhasil mengusir sebagian dari mereka dari depan istana Wirata. Para Kurawa dan Prabu Susarman kaget, ada seorang banci yang sangat perkasa mampu mengalahkan koalisi Hastinapura dan Trigarta. perang itu berjalan sengit namun dalam waktu setengah malam saja, pasukan koalisi dapat digempur. Mereka pun mundur teratur.

Berita kemenangan Wirata disambut gembira oleh Prabu Matswapati dan Dewi Sudesna. Terutama kemenangan Arya Utara mengalahkan pasukan poros Trigarta dan Hastinapura. Namun Tanda Wijakangka berkata "paduka prabu, menurut yang hamba lihat sewaktu di medan laga, yang mengalahakan pasukan-pasukan itu sebenarnya Wrehanala....paduka Arya Utara hanya membantu saja.." Prabu Matswapati kesal karena menganggap apa yang diucapkan penasehatnya itu itu tidak benar. Maka dipukullah kepala Tanda Wijakangka hingga berdarah...lalu tanpa sengaja ia melihat bayangan Dewa Amral (raksasa putih bentuk krodha Batara Dharma) di belakang Tanda Wijakangka. Lalu Datang Arya Utara membenarkan apa yang dikatakan Tanda Wijakangka lalu menjelaskan bahwa Tanda Wijakangka sebenarnaya adalah Prabu Yudhistira, Raja Amarta yang dibuang saat kalah judi dadu dengan Kurawa dan Wrehanala ialah Arjuna yang menyamar sebagai banci. Prabu Matswapati kaget dan baru menyadarinya. Arya Utara pun mengatakan bahwa Abilawa adalah Bhima Wrekodara, Damagranti dan Tantripala adalah Nakula dan Sadewa, juga Endang Salindri adalah Dewi Drupadi, istri Yudhistira. Prabu Matswapati dan Dewi Sudesna menjadi tidak enak hati karena sudah memperlakukan cucu* sendiri dengan tidak sepantasnya. Para Pandawa tidak merasa direndahkan seperti itu malah para Pandawa merasa berterima kasih karena sang prabu sudah mau menampung mereka. Sebagai bentuk penyambutan Para Pandawa, mereka dijamu dengan meriah. Maka hari itu, Para Pandawa dan Dewi Drupadi membuka samaran mereka dan hukuman 13 tahun dari Kurawa telah berakhir. Para punakawan pun mendengar kabar kalau para Pandawa telah menyelesaikan hukuman pengasingan dan menyamar sebagai orang biasa. Mereka segera ke Wirata dan bergembira bersama.

(* Prabu Matswapati bernama asli Prabu Durgandana adalah saudara kembar Dewi Durgandini/Satyawati, ibu dari Maharesi Abiyasa yang berarti nenek buyut dari Pandawa dan Kurawa)

 


Selasa, 24 Oktober 2023

Telaga Dharma (Wahyu Dharma Prasna)

 Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan, mumpung penulis lagi longgar, kali ini penulis posting kisah lagi. Kisah kali ini menceritakan masa pengasingan Pandawa berakhir dan sebelum memulai hukuman nyamur (penyamaran), Prabu Yudhistira diuji dengan terbunuhnya keempat saudaranya ketika menemukan sebuah telaga di tengah hutan dan demi menghidupkan saudaranya, Yudhistira harus menjawab pertanyaan yang diajukan seorang Yaksha penguasa telaga itu. Kisah ini mengambil sumber dari blog https://caritawayang.blogspot.com/2012/08/telaga-beracun-dan-dharma-prashna.html dan Serial Kolosal Mahabharat Starplus dengan perubahan dan penambahan seperlunya.

Setelah sebelas tahun hidup di pengasingan yang penuh ujian, tiga hari yang tersisa adalah hari terakhir di tahun ke dua belas dan hukuman ngenger (menyamar/nyamur) akan Pandawa dan Dewi Drupadi lakukan selama satu tahun tanpa ketahuan segera dimulai. Para Pandawa sudah matang menghadapi berbagai masalah di dalam hutan, mulai dari datangnya Resi Durwasa, guru ibu mereka beserta beberapa muridnya yang minta makan di saat makanan sudah habis, penculikan Dewi Drupadi oleh Prabu Jayadrata, hingga kelaparan kala Petruk menjadi raja. Namun ada satu peristiwa dimana kebijaksanaan dan keadilan Prabu Yudhistira benar-benar diuji.

Ketika itu, Dewi Drupadi melihat seekor menjangan memakan sisa sesaji dan tak sengaja, menjangan membawa wadah air minum milik Drupadi di tanduknya. Dewi Drupadi berusaha mengejar namun sang menjangan lari begitu cepat ke dalam hutan. Prabu Yudhistira yang melihat isterinya kelelahan lalu menyuruh Arya Sadewa untuk menyusul menjangan itu " Sadewa cepat kejar menjangan itu. Persediaan air kita semua ada di tanduk menjangan." "Baiklah kakangku!" Arya Sadewa lalu masuk ke hutan namun sejak saat itu tak kunjung kembali. Prabu Yudhistira khawatir, begitu juga kakak kembar Sadewa, yakni Arya Nakula. "Kakang, adhi Sadewa sudah berapa jam tidak kembali. Aku akan mencarinya." Arya Nakula segera mencari adiknya itu namun sampai malam belum ketemu. Nakula semakin masuk jauh ke dalam hutan dan akhirnya ia ikut menghilang. Prabu Yudhistira semakin cemas sekarang dua adiknya menghilang dibalik rimbunnya hutan. adik Yudhistira yang nomor dua dan tiga, Arya Wrekodara dan Raden Arjuna ikut risau, begitu juga Dewi Drupadi. Raden Arjuna memutuskan akan masuk ke dalam hutan " kakang, ini aneh dua adik kita sudah pergi terlalu lama. Aku risau kalau mereka ada sesuatu. Aku akan pergi mencarinya." . Singkat cerita, Arjuna menemukan sebuah telaga jauh di dalam hutan dan belum pernah mereka lihat sebelumnya. Di pinggir telaga itu ada dua jasad terbujur kaku yang tak lain tak bukan adalah jasad Nakula dan Sadewa. Marahlah Arjuna karena kedua adiknya tewas misterius. Namun ia tiba-tiba kerongkongannya dahaga. Maka ia menciduk sedikit air telaga lalu tanpa dinyana ia langsung jatuh terkulai dan tewas.

Makin naiklah kerisauan Prabu Yudhistira karena sama seperti Nakula dan Sadewa, Arjuna juga tak kunjung kembali. Arya Wrekodara. " Waaa....Kakang, aku ngrasa onok barang gak nggenah dengan hutan ini. Sepertinya di pelosok hutan sana ada sesuatu ingin menjebak kita selamanya. Aku akan memeriksanya." Sama seperti yang lain, Arya Wrekodara masuk ke jauh ke hutan tempat menghilangnya Nakula, Sadewa, dan Arjuna. Tak lama ia menemukan telaga dan mendapati ketiga adiknya kini terbujur kaku. Panas baran hatinya. Karena ia haus, ia hendak mengambil sedikit air telaga terdengar suara misterius "hoii, manusia! jangan ambil air telagaku atau kau akan bernasib sama seperti mereka." Wrekodara yang juga dipanggil Bhima mulai murka "Hei, bajingan! Keluar kau...beraninya kau membunuh adik-adikku. Tampakkan wujudmu!" Arya Wrekodara terus menunggu kemunculan sosok yang membunuh adik-adiknya namun karena tak tahan lagi dengan dahaganya, Wrekodara menciduk air telaga dan mminumnya. Tiba-tiba, Arya Wrekodara limbung dan jatuh tersungkur sama seperti adik-adiknya, langsung tewas begitu saja.

Prabu Yudhistira tak tahan lagi, maka ia ikut mencari ke dalam rimba yang gelap. Dewi Drupadi untuk sementara ia titipkan pada kakek Semar dan para punakawan. "Kakang bawa kembali adhi-adhi kita. Aku merasa bersalah sudah menyuruh mereka mengambil wadah air kita." " Sudah tidak usah dipikirkan, istriku. Sekarang doakan saja semoga kakanda dan adhi-adhi selamat tanpa kurang satu apapun. Paman Semar, tolong jaga dinda Panchali." " Hmmm lelalelo...baik ndoro.....mari gusti permaisuri." Singkat cerita, Prabu Yudhistira masuk jauh ke hutan dan menemukan telaga dan di pinggirnya tepat di sebelah tempatnya berdiri, jasad keempat adiknya berada.

Raja Yaksha menguji Prabu Yudhistira
Prabu Yudhistira menangisi keempat adiknya "duh...adik-adikku...nampaknya Hyang Widhi telah memanggil kalian dahulu... mungkinkah ini akhir kisah kita semua...."

Prabu Yudhistira menangis hingga ia merasa dahaga maka ia mendekati telaga hendak menciduk airnya lalu ada suara " hoii, kalau kamu tidak ingin bernasib sama dengan keempat saudaramu, jangan ambil air telagaku!" Prabu Yudhistira terkesiap lalu berteriak "siapa kau? Rupanya Kau yang menghabisi nyawa adik-adikku..Tunjukkan wujudmu!" Beberapa saat kemudian datanglah dari angkasa seekor bangau tongtong. Bangau tongtong itu berubah menjadi seorang yaksha (raksasa) "hai prabu dari Amarta yang dibuang dari negerinya, aku lah penguasa telaga ini. Aku adalah Raja Yaksha pemilik telaga yang mampu berubah wujud jadi apa saja. Keempat adikmu telah minum air telagaku tanpa izin. Karena kebodohan dan kelancangan mereka, aku pun membunuh mereka berempat....hahahahaha" Prabu Yudhistira berkata " air dari telaga ini bukan milik siapapun kecuali Hyang Widhi. Apa hakmu membunuh setiap orang yang minum air telaga ini padahal banyak hewan yang tanpa izinmu minum dan tinggal di dalamnya? Kehidupan, kematian ,dan hak-hak hidup makhluk di sini adalah urusan dia dan sang Pencipta. Mengambil air disini bukan dosa atau kejahatan, menurut hukum yang berlaku kau harus mengabulkan segala keinginanku! Hidupkan kembali adik-adikku!" Yaksha itu berkata " hahaha aku suka dengan caramu berbicara. Baiklah aku mau memberimu sebuah tantangan. Kalau kau mau minum air telaga ini dan adikmu bisa dihidupkan kembali, kau harus menjawab berbagai pertanyaan dariku." prabu Yudhistira menyanggupinya. Sang yaksha bertanya "apakah lebih berat dan menghidupi daripada dunia ini, lebih luhur dan tinggi daripada angkasa, yang paling banyak di bumi ini, dan yang tercepat daripada angin?"

Prabu Yudhistira menjawab "yang lebih berat dan menghidupi daripada dunia ini adalah Ibu. Yang lebih tinggi dan luhur daripada angkasa adalah Ayah. Yang terbanyak di alam ini adalah kerisauan dan kekhawatiran, serta yang tercepat daripada angin adalah pikiran liar kita."

Sang yaksa kembali bertanya "siapakah teman seorang pengembara, seorang yang buta, seorang yang sakit dan seorang tengah sekarat?" prabu Yudhistira menjawab"teman seorang pengembara adalah pendampingnya, teman dari orang buta adalah tongkatnya, teman seorang yang sakit adalah tabib, dan teman seorang yang sekarat menjemput ajal adalah amal perbuatannya."

Sang yaksha bertanya lagi "penyakit apa yang selalu menghinggapi manusia dan tak bisa sembuh? Siapa musuh manusia yang nyata namun tidak terlihat?" "ketidakpuasan adalah penyakit yang tak bisa disembuhkan dan selalu menghinggapi manusia. Musuh manusia yang paling nyata namun tak terlihat adalah iri hati dan kemarahan." sang yaksha kembali bertanya "siapa dia yang mulia dan yang hina? Apa yang jika ditinggalkan akan menjadikan kaya dan bahagia?" prabu Yudhistira menjawab "dia yang mulia adalah orang yang menyebarkan welas asih kepada siapapun dan yang hina adalah manusia tangan besi yang tak mengenal maaf dan belas kasih. Keserakahan, hasrat yang liar, dan kesombongan adalah sesuatu yang jika ditinggalkan akan membuat kita kaya dan bahagia." Yaksha bertanya lagi "siapa manusia paling bahagia di muka bumi dan apa keajaiban terbesar dunia ini?" Prabu Yudhistira menjawab "orang yang tidak punya hutang apapun adalah manusia yang paling bahagia di muka bumi. Setiap hari semua orang pasti mati namun yang masih hidup berharap bisa hidup selamanya. Kebenaran akan Hyang Agung menyusup dan bersembunyi dalam relung kalbu. Dunia yang fana dan penuh tipu daya ini laksana periuk. Siang dan Malam adalah apinya. Matahari, bulan, dan bintang adalah bahan bakarnya. Makhluk-Nya adalah bahan yang dimasak. Musim silih berganti adalah sendok kayunya. Namun sang waktu laksana koki yang memasak itu semua. Inilah keajaiban-Nya yang terbesar di dunia ini!"

Sang yaksha terkesan dengan jawaban sang sulung pandawa. Maka ia memberi sebuah penawaran "Yudhistira, aku terkesan dengan jawabanmu. Sebagai imbalannya, kamu bisa meminta saudaramu untuk dihidupkan lagi namun aku hanya mampu menghidupkan satu orang saja. Siapa diantara keempat saudaramu yang ingin dihidupkan?" Prabu Yudhistira tanpa ragu berkata "aku memilih Nakula." sang yaksa bertanaya "kenapa Nakula? Dia cuma adik tirimu. Bukankah kamu bisa menghidupkan Bhima yang kuat atau Arjuna yang cekatan tapi kenapa tidak kamu pilih satu dari mereka?" " Kalau aku menghidupkan adikku Bhima atau Arjuna, mereka akan larut dalam yang namanya duka dan lemah hati. ibuku juga akan berduka selamanya." sang Yaksha berkata "jelas ibumu tidak akan senang melihat anaknya yang masih hidup tinggal dua. Apa akau ingin menjebakku dalam permainanmu?" Prabu Yudhistira menjawab dengan skakmat  "Aku haruslah adil. Ayahku, Prabu Pandhu Dewanata punya dua isteri. Aku putra Pandhu dari ibu Kunthi sedangkan Nakula adalah putra Pandhu dari ibu Madrim. Maka aku memilih Nakula agar keturunan ibu Madrim tidak terputus nasabnya dan ibuku Dewi Kunthi akan menerima itu dengan suka hati."

Batara Dharma menghidupkan kembali empat Pandawa
sang yaksha terkesan lalu ia berubah kembali ke wujud aslinya yakni Batara Dharma, ayah angkat Yudhistira. "Anakku, aku telah datang kepadamu sebagai menjangan, bangau tongtong dan yaksha semata-mata untuk menguji keadilan juga keteguhan hatimu dan saudara-saudaramu." Batara Dharma akhirnya menghidupkan kembali bukan hanya Nakula seorang tapi seluruh Pandawa. Seluruh Pandawa seakan terbangun dari tidur.

Apa yang diwejang oleh Prabu Yudhistira adalah wahyu Dharma Prasna dan semua isi ajaran itu telah diwejang dan didengar keempat adiknya saat mati suri. Batara Dharma memberikan anugerah kepada lima Pandawa dengan ajian Kawrastrawam dan Aji Kemayan agar tidak bisa dikenali oleh siapapun termasuk para Kurawa maupun Prabu Kresna yang titisan dewa. Kembali lah Para Pandawa ke gubuk dan Dewi Drupadi bersyukur suami dan empat iparnya selamat tanpa suatu hal apapun. Prabu Yudhistira lalu mengajari mantra aji Kawrastrawam dan Aji Kemayan kepada sang isteri. Keesokan harinya, ketika para Kurawa hendak mengganggu Pandawa, gubuk milik para Pandawa sudah kosong melompong. Semuanya menghilang tanpa jejak. Meski masih ada sisa waktu satu hari, Para Pandawa, Dewi Drupadi, dan para punakawan memutuskan segera pergi ke suatu tempat dan tepat di hari ketiga, mereka sudah memulai hukuman menyamar (nyamur).

Dawala dadi Ratu

Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan, kisah kali ini mengisahkan Petruk alias Dawala menjadi seorang raja bergelar Prabu Belgeduwerbeh. Dikisahkan pula Kurawa dan Pandawa dibuat susah saat Prabu Belgeduwerbeh bertakhta. Hal ini membuat Semar kelimpungan dan akhirnya, bisa disadarkan olehnya dengan bantuan Abimanyu dan Wisanggeni. Kisah ini mengambil sumber dari tulisan saya di Facebook dan https://www.dekikunanjar.my.id/2014/08/petruk-dadi-ratu-kawulo-dadi-semarnya.html dengan pengubahan seperlunya.

Di tahun ke sebelas pengasingan, Para Pandawa dihalangi keluar hutan Kamyaka oleh pasukan kerajaan Lojitengara. Prabu Yudhistira bertanya "prajurit, kenapa kami dihalang? Kami amau pergi mencari makan di desa sekitar sini." Para prajurit berkata "ampuni kami tuan, ini demi kebaikan kalian. Kami harus melindungi kalain atas perintah raja kami, Prabu Belgeduwerbeh." Para prajurit bercerita kalau sang raja bukan cuma telah menguasai hutan Kamyaka bahkan telah meluruk ke Hastinapura dan kerajaan sekitarnya. Prabu Duryudhana dan para Kurawa dijadikan budaknya. Arya Wrekodara berkata " bagus kalau begitu. Iku balasan bagi para Kurawa karena sudah menganiaya dan menjadikan kita hamba budak dalam arena dadu." Prabu Yudhistira mengingatkan adiknya Adhiku, jangan mendoakan yang buruk. Mau bagaimana pun, Kurawa adalah saudara kita. Bayangkan kalau doa itu malah berbalik ke kita sendiri.” Arya Wrekodara berkata tidak semua punya kesabaran sepertinya. Arjuna mengingatkan kakak nomor duanya “kakang, memang tidak semua punya kesabaran besar, tapi kita harus bisa tetap sabar.” Arya Wrekodara akhirnya bisa mempertahankan kesabarannya. Pandawa pun tetap berada di hutan dan gubuk mereka dijaga para prajurit Lojitengara. Keesokan paginya sebelum matahari terbit ketika mereka lengah, para Pandawa dan Dewi Drupadi segera meninggalkan gubuk. Di tengah jalan, mereka bertemu Kakek Semar dan anak-anaknya minus Petruk. Arjuna berkata " syukurlah, paman baik-baik saja. Situasi sekitar gubuk tegang. Kami dihadang prajurit Lojitengara. Untung kami bisa melarikan diri." Kakek Semar bahagia mendengarnya namun ia jadi kepikiran " hmmm...helahdalah....sejak mengantarkan ndoro Prabakusuma sampai berdiri kerajaan baru Lojitengara, Petruk belum juga pulang kemari." Para Pandawa khawatir namun mereka mendengar suara langkah kaki kuda berlari. "ndoro ayo kemari!. Kita sembunyi di gua ini." Semar segera menuntun para bendoronya ke dalam semak-semak. Mereka segera bersembunyi di sebuah goa yang terlindung. Untuk sementara, mereka akan sembunyi di situ.

Sementara itu di istana Lojitengara, Prabu Belgeduwerbeh sedang duduk di takhtanya dilayani Prabu Duryudhana, Arya Dursasana, dan ke 99 adik-adiknya. Prabu Duryudhana diperlakukan bagaikan hamba dan budak. Tak cuma itu, Prabu Jayadrata, ipar Duryudhana juga dijadikan pelatih kudanya. Sejenak kemudian, datang lima orang brahmana budiman. Para brahmana datang sengaja untuk mendoakan Prabu Belgeduwerbeh semoga panjang umur dan sehat selalu.

Prabu Belgeduwerbeh didatangi lima brahmana
Sang raja terkesan dan mengajukan kepada para resi itu semua permintaan yang mereka inginkan "aku terkesan dengan doa dan restu dari kalian...hahahaha......katakan apa keinginan kalian? Akan aku penuhi apapun jua. Gadis cantik semlohe? emas, perak, dan permata? hamba budak yang banyak?...." Salah seorang brahmana berkata " kami brahmana tidak pernah minta yang muluk-muluk. Kami hanya ingin agar para Kurawa dibebaskan dari perbudakan." Kagetlah sang raja Lojitengara itu. Prabu Belgeduwerbeh menolak dan malah memberikan wejangan dan berbagai hikmah. Namun seorang brahmana yang berbadan besar tinggi menyanggah sang raja dengan skakmat. Sang prabu tak bisa berkata lagi. Para brahmana itu pun pamit kembali. Sebelum pergi, di akhir pembicaraan Prabu Belgeduwerbeh berkata ia berjanji tidak akan menjadikan Kurawa sebagai budak dalam waktu lama. Para Kurawa harus dihukum dulu selama satu tahun baru mereka akan dibebaskan. Lima brahmana itu lalu kembali ke hutan. Namun bukannya menuruti permintaan lima brahmana itu, Prabu Duryudhana dan adik-adiknya semakin terpuruk dan malah mereka akhirnya mereka diusir dengan tidak hormat. Para Kurawa merasa terhina dan kembali ke Hastinapura dengan berpakain pelayan. Rakyat satu negara menertawai mereka.

Pemerintahan Prabu Belgeduwerbeh mulai mengalami kemunduran mendekati akhir tahun ke sebelas pengasingan Pandhawa. sang prabu terlalu menikmati kedudukannya sebagai raja sehingga rakyat tak diperhatikan. Kebijakan negara semakin carut marut dan aneh-aneh. Negara Lojitengara mulai timpang dan mendekati keruntuhan. Ditambah lagi sekarang Lima Pandhawa, Dewi Drupadi, Kakek Semar juga Gareng dan Bagong kesulitan untuk apa saja karena tidak bisa lagi keluar hutan untuk mencari makanan. Sementara itu di istana kerajaan Lojitengara, datang seorang bapak-bapak tua,  anak kecil dan kakak lelakinya. Anak kecil itu nampak sakit dan nampak semakin memburuk keadaannya. Bapak-bapak dan kakak dari anak kecil itu berkata kalau sang adik itu punya satu permintaan kepada raja “ampun tuanku, aku dan bapakku punya permintaan. Kami mohon tuanku mau mengabulkannya.” “katakan lah kalian berdua. Apa permintaan itu?” sang bapak berkata “Tuanku, anakku yang kecil itu meminta dipangku olehmu, tuanku Prabu Belgeduwerbeh.” Berpikir itu cuma permintaan remeh, sang prabu memangku anak kecil itu. Namun anehnya, ketika diletakkan di pangkuannya, anak kecil itu sangat berat seperti orang dewasa. Prabu Belgeduwerbeh lalu dibuat kaget dengan anak kecil itu berkata “tuanku, aku mau duduk di takhtamu.” Begitu prabu Belgeduwerbeh membawanya ke takhta, makin beratlah bobot si anak kecil. Karena saking beratnya, takhta itu ambruk dan seluruh istana bergoncang hebat dan akhirnya, sang prabu membuka wujud aslinya yakni Petruk alias Dawala. Anak kecil kembali ke wujud aslinya yakni Abimanyu dan kakak lelakinya kembali badar jadi Wisanggeni. Wisanggeni mengingatkan Petruk agar kembali ke jalan yang benar. “Petruk, yang kau sudah jadi raja itu karena mendapat wahyu dari Layang Kalimahusada. Karena kau sudah melenceng dari harapan rakyat maka wahyu itu hilang.” “lho-lho, Wisanggeni..kok bisa begitu? Padahal aku berusah berbuat yang terbaik semampuku sesuai tuntunan wahyu dari Layang Kalimahusada.” Kemudian majulah sosok bapak-bapak lalu badarlah ia ke wujud asal yakni kakek Semar. Kakek Semar pun berkata “Ngger, Petruk anakku “Jangan kau kira aku tidak mengenalimu, ngger! Aku lah bapak-bapak yang bersama ndoro Abimanyu dan Wisanggeni. Apakau ingat lima brahmana yang meminta agar para Kurawa dibebaskan?” Petruk menjawab “tentu aku ingat, mo!” Semar pun melanjutkan “Mereka itu para Pandawa. Aku yang menyuruh para Pandawa ke istanamu dalam wujud lima brahmana waktu itu.”

“Apa yang sudah kau lakukan, thole? Apa yang kau inginkan? Apakah kamu merasa hina menjadi kawulo alit, rakyat kecil? Apakah kamu merasa lebih mulia bila menjadi raja?

“ Sadarlah ngger, jadilah dirimu sendiri. Menjadi punakawan juga tidak buruk. Malah derajatmu bisa saja lebih mulia daripada sebagai penguasa” Petruk pun sadar. Ujarnya.

"owalah mo romo.... benarlah kata-katamu. Seharusnya penguasa itu menghargai kawula. Penguasa itu harus berkorban demi kawula, tidak malah ngrayah uripe kawula. Kuasa itu harus mau berkorban. Kuasa itu bahkan hanyalah sarana buat lelabuhan, kendati ia masih berkuasa, ia tidak akan di-petung (dianggap) oleh rakyat. Raja itu bukan raja lagi , kalau sudah ditinggal kawula. Siapa yang dapat memangkunya, agar ia bisa menduduki tahta, kalau bukan rakyat? Raja yang tidak dipangku rakyat adalah raja yang koncatan (ditinggalkan) wahyu. Aku sadar tentang tindakanku yang tidak memperlakukan para Kurawa sebagai mana mestinya sebagai manusia. Malah memperbudak dan melucuti kehormatan mereka. Apalah bedanya aku dengan para Kurawa?" begitulah sesal Petruk. Lalu Abimanyu meminta agar pusaka yang disimpan Petruk dikembalikan kepada empunya “sudahi sesalmu, paman Petruk. Yang terpenting sekarang, sebaiknya paman kembalikanlah Layang Kalimahusada ke uwa Prabu Yudhistira karea sudah hak bagi uwa prabu mengemban tugas dari Layang Kalimahusada.” “benar kata ndoro, aku akan segera kembali ke alas Kamyaka dan mengembalikan kitab Layang Kalimahusada.” Singkat kata, Petruk membebaskan para Kurawa dan setelah itu, ia kembali ke gubuk pengasingan Pandawa dan mengambilkan Layang Kalimahusada kepada Prabu Yudhistira.

Senin, 23 Oktober 2023

Anirudha Krama

Hai penikmat dan pembaca kisah pewayangan. Kisah Kali ini mengisahkan pernikahan cucu Sri Kresna yakni Bambang Anirudha dengan Dewi Usha. Kedekatan Anirudha dan Usha hampir membuat perang besar antara Sri Kresna dengan Batara Guru. Kisha ini mengambil sumber kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa dan Serial kolosal India Radha Krishan Starbharat.

Beberapa hari setelah pernikahan Prabakusuma dengan Mustakaweni, keraton Dwarawati geger. Kerabat keraton yakni Bambang Anirudha, putra Prabu Danuasmara atau lebih sering dipanggil Bambang Partajumena yang tak lain cucu pertama dari Sri Kresna menghilang dari keraton. Dewi Rukmawati dan Dewi Rukmini susah hati karenanya. Bambang Partajumena memerintahkan prajuritnya dari Dadapaksi untuk mencari keberadaan putranya itu. Berbagai usaha dikerahkan namun sia-sia. Dari Dadapaksi hingga pulau Dwaraka, keberadaan Bambang Anirudha tidak ditemukan. Anirudha bak menghilang di telan bumi “aku tidak peduli apapun kondisinya! Cari Anirudha putraku sampai ketemu!” perintah Partajumena. Akhirnya pasukan Dadapaksi memperluas pencarian hingga keluar negara.
Sementara itu di kerajaan Sonitapuri, prabu Banasura sedang bersusah hati juga karena putrinya, Dewi Usha menghilang juga. “pasukan...cepat persiapkan pasukan kita....aku ingin pencarian Usha putriku segera diperluas. Dari Cedhi, Paranggelung, Wanamarta, sampai Mandaraka! kalau bisa ke Mandura, Hastinapura dan Dwarawati kita suruk juga. Aku rasa putriku ada di salah satu dari tiga negeri keturunan Yayati itu!” perintah Prabu Banasura. Singkat cerita, dengan cepat negeri Sonitapuri menyiapkan pasukan pencarian Dewi Usha. Prabu Banasura menganggap kalau Usha diculik oleh para keturunan Yayati karena bersamaan dengan hilangnya Usha, Anirudha cucu Sri Kresna juga ikut menghilang. Begitu juga para Pandawa ikut menghilang di pengasingan 12 tahun.

Emban Citralekha membantu pernikahan Anirudha dan Usha
Untuk berjaga-jaga sang Banasura meminta Batara Guru untuk mendukungnya. Penghulu para dewa menjadi dilema karena ia tahu yang ia lawan adalah Kresna, titisan sahabatnya yakni Sri Batara Wisnu. namun sang Batara tidak kuasa menolak pemujanya. Maka mau tak mau Batara Guru harus menyokong Banasura.


Di tempat lain, yang sebenarnya terjadi ialah Nyai Citralekha lah yang telah menculik Dewi Usha. Tujuannya agar ia bisa menikahkan sang kembang mekarnya Sonitapuri dengan junjungannya, Prabu Kalasrenggi dari Pageralun. " Ayo ikut aku, Usha. Kita harus ke Pageralun! Akan ku nikahkan kau dengan yang mulia Kalasrenggi." Di tengah perjalanannya, Nyai Citralekha bertemu dengan Bambang Anirudha yang sedang pergi mengembara. Dewi Usha meminta tolong " tolong, lepaskan aku! Siapapun lepaskan aku!" Bambang Anirudha melihat hal itu tidak tega dan menyuruh melepaskan Usha. " Hei Nyai....lepaskan putri Usha! " Nyai Citralekha tertawa dan berkata " hahahahaha....anak kemarin sore mau sok jago. Kalau kau ingin ia lepas...langkahi mayatku dulu!" Terjadilah pertarungan seru antara Anirudha dengan Nyai Citralekha. Pertarungan itu cukup sengit sehingga di suatu kesempatan, Bambang Anirudha berhasil membuat Nyai Citralekha terpojok dan menyerah. Dewi Usha pun dibebaskan. Menimbang-nimbang, Bambang Anirudha lebih tampan dan jauh lebih baik dari Kalasrenggi maka ia menyatakan untuk bergabung dengannya. Bahkan sebagai bentuk permintaan maaf, Anirudha dan Usha dijodohkan olehnya. Usha memandang Anirudha dengan penuh cinta begitupun Anirudha, tampaknya ia juga jatuh hati pada Dewi Usha. Anirudha pun setuju. Maka di desanya, Nyai Citralekha menyelenggarakan pernikahan Anirudha dengan Usha.
Di hari bahagia itu, tiba-tiba datang prajurit dari Sonitapuri menemukan jejak Usha. Prabu Banasura murka menyadari sang putri menikah dengan Anirudha. "Kau Bedebah, Anirudha...kau berani menculik putriku!" Anirudha membela diri " aku tidak menculiknya Gusti prabu! Dinda Usha sendiri dengan kerelaan hati menikah denganku... bibi Citralekha sendiri yang menjadi saksi atas semua ini." Makin murka Prabu Banasura. Ia lalu menyeret putrinya "Usha...kau berani menikahi orang Yadawa licik itu!" Batalkan pernikahanmu! Kita kembali ke Sonitapuri!" Dewi Usha berontak melepaskan diri " lepaskan ayahanda prabu...aku dan kanda Anirudha saling mencintai. Kalau ingin kami berpisah, habisi saja kami!". Sejenak Anirudha marah melihat isterinya diseret oleh ayahnya sendiri. Ia tidak ingin hal yang terjadi pada nenek Drupadi terulang lagi. Maka ia menepis tangan Prabu Banasura dan berkara " lepaskna dia, ayah mertua! Seorang ayah yang berlaku semena-mena pada putrinya tidak pantas disebut ayah!" Banasura tambah murka. Ia menganggap pembelaan Anirudha terhadap Usha sebagai usaha penculikan dan pencucian otak. Sejak awal ia pasti memantik peperangan. Maka tanpa pikir panjang, Banasura memerintahkan untuk menangkap Anirudha. Namun seperti makna dari namanya, yakni sulit ditangkap atau sulit diatasi, kelihaian Anirudha memang sukar dibandingkan. Ia sulit untuk ditangkap dan diatasi para prajurit Sonitapuri. Sebaliknya, cucu Sri Kresna itu malah mempercundangi dan mengalahkan pasukan Prabu Banasura. Akhirnya sang raja Sonitapuri itu turun tangan untuk meringkus Anirudha. Awalnya, Prabu Banasura kesulitan menangkap Anirudha. Ia licin seperti belut, ditambah kekuatannya yang memang besar, sama seperti kakeknya. Beberapa lama kemudian, Aniruda berhasil ditangkap. Anirudha lalu dijebloskan ke penjara. Di dalam tahanan, Dewi Usha secara diam-diam terap berusaha membebaskan sang suami. “tenang suamiku, aku dan bibi Citralekha akan membebaskanmu.” Maka dengan sembunyi-sembunyi,, Anirudha berhasil dibebaskan dan mereka bertiga berusaha lari ke Dwarawati. Namun di tengah perjalanan, mereka terhenti dengan pasukan besar yang menyuju arah Tegal Tirtaprabhasa, sebuah tanah kosong di dekat pantai timur Jawadwipa diantara Mandura dan Dwarawati.
Bagaikan hembusan angin, berita penangkapan dan pemenjaraan Anirudha di Sonitapuri sampai di Dwarawati. Hal itu membuat keluarga Yadawa marah. Lalu mereka memutuskan untuk menyerang Sonitapuri. Batara Guru yang melindungi kerajaan Sonitapuri turut membantu Banasura. Arya Setyaki mengerahkan pasukan Narayani secara besar-besaran.”Pasukan...Serang Sonitapuri dan bebaskan Pangeran Anirudha!!Serbu!!!”  Perang terjadi berhari-hari tiada henti. Kekuatan besar pun membuat alam bergoncang. Di tempat para Pandawa sedang melakukan pengasingan sangat terasa dampaknya “Dewa perang, Rare Kumara juga datang untuk membantu ayahnya. Pertempuran berlangsung sengit. Akhirnya dewa yang berjuluk Kartikeya dikalahkan oleh Partajumena meskipun Partajumena terluka parah dengan tubuh pucat pasi seperti keracunan hingga hampir mati. Sri Kresna segera memberi pertolongan dengan menyapukan Cangkok Wijakusuma namun anehnya, Partajumena masih sakit dan proses penyembuhan berjalan lambat.  Karena perang masih terus berlanjut. Prabu Sri Kresna bertindak cepat. Ia menitipkan perang itu kepada sang patih yang juga kakaknya Udawa. Sri Kresna segera memapah putranya itu ke istana Dwarawati.

Di Istana, Para permaisuri Kresna terutama Dewi Radha dan Dewi Rukmini hara-harap cemas dengan perang yang bekecamuk hingga tibalah Sri Kresna memapah Partajumena yang luka dan sakit keras. Dewi Rukmini dan Dewi Radha berduka. Isteri Partajumena, Dewi Rukmawati sampai menolak untuk meninggalkan kamar suaminya. Sri Kresna menjelaskan bahwa sakit dan luka yang diderita Partajumena itu disebabkan Trisula Batara Guru yang meluncur ke arahnya. meskipun bisa ditangkis, racun Trisula itu kadung menyebar ke segala urat darah dan membuat Partajumena keracunan darah yang sangat parah seperti sakit pes. Kini nasib dan hidup Parajumena di ujung tanduk. Prabu Sri Kresna segera mengheningkan cipta lalu bersemadi. Lalu sukmanya keluar. Di angkasa sukma Sri Kresna bertemu dengan Batara Wisnu “Yang Mulia Wisnu, Partajumena sakit keras kerana Trisula Batara Guru. Cangkok Wijayakusuma milikku juga kurang bekerja dengan baik. Apa ada solusi untuk mengakhiri ini semua.” “Kresna, tidak ada sakit tanpa obat kecuali tua. Tentu sakit putramu ada obatnya. Sekarang cepat cari daun Sandilata. Daun itu ditanam Hanoman di bukitnya di Kandhalisadha. Lalu cepat rebus daun itu lalu percikkan ke Cangkok Wijayakusuma.”. Segera saja, sukma Sri Kresna melayang ke Kandhalisadha. Hanoman menemui Sri Kresna dan bertanya “ampun Gusti, apa keperluan Gusti Sri Kresna kemari?” “Aku perlu bantuanmu.” Hanoman bertanya lagi “apakah itu, Gusti?” Sri Kresna menjelaskan bahwa putrnya memerlukan Daun Sandilata . tanpa banyak bicara, Hanoman segera memetik daun Sandilata yang ia punya. Lalu di rebus dan segala macam obat-obatan. Setelah rebusan obat dan Daun Sandilata jadi, Hanoman berkata “Gusti, aku akan segera mengirim obat ini. Gusti tunggu saja di Dwarawati.” “baiklah, aku menunggu kedatanganmu, Hanoman”Sukma Sri Kresna pun berpamitan lalu kembali ke raganya.

Singkat cerita, atas bantuan dari Batara Wisnu dan Resi Hanoman, obat daun Sandilata sampai di Dwarawati. Prabu Sri kresna segera memasukkan Cangkok Wijayakusuma ke rebusan obat mujarab itu. Lalu dipercikilah obat itu dengan bunga penyembuh itu. Tak lupa, Prabu Sri Kresna membantu Partajumena minum rebusan Daun Sandilata. Mendadak Partajumena sembuh dan bisa bangun dari pembaringan. Berkat bantuan rebusan daun Sandilata dan cangkok Wijayakusuma, Partajumena berhasil disembuhkan. Seisi istana bersuka cita dengan kesembuhan Partajumena. Partajumena meminta agar bisa ikut lagi berperang , namu Prabu Sri Kresna lalu berkata “anakku, kau pulihkan dirimu saja dahulu. Sebentar lagi, yang kita cari-cari untuk mendamaikan perang ini akan datang.” Tak lama kemudian datanghlah tiga orang pengembara, dua perempuan dan seorang pria muda. Sang pria memperkenalkan dirinya “ampun gusti prabu, maaf saya lancang untuk datang kesini tapi saya adalah utusan dari Desa Cangkringbayu. Nama hamba Danucitra dan ini istri saya, Citrasukma dan emban saya, Rekatantri. Saya telah diutus seseorang bernama Anirudha untuk mendamaikan perang ini. Menurut pesan Anirudha, gusti harus membawa kami ke medan perang” Mendengar nama Anirudha, keluarga Yadawa pun senang dengan nasib orang yang mereka cari-cari yang baik-baik saja. Tanpa pikir panjang, Prabu Sri Kresna beserta tiga orang itu segera kembali ke medan lagi. Namun nampaknya, jalannya perang itu nampaknya jomplang tidak seimbang. Pasukan Sonitapuri yang dibantu Batara Guru membuat pasukan Narayani bagaikan pecundang. Prabu Sri Kresna marah dan berkata “Batara Guru! Lawanmu bukan mereka! Tapi Aku!” mendadak Prabu Sri Kresna bertukar ke bentuk aslinya yakni Batara Wisnu dan menantang Batara Guru beradu kekuatan. Kekuatan batara Wisnu membuat pasukan Sonitapuri yang sekarang jadi kalang kabut. Serangan Batara Wisnu pun hampir mengenai Prabu Banasura. Namun serangan itu berhasil dihalangi Batara Guru. Sang penghulu para dewa itu murka “Hei Wisnu! Pemujaku harus aku Lindungi! Siapapun yang hendak membuatnya celaka, harus ku hentikan!” batara Guru bertukar sebagai bentuk Bhairawa. Kedua dewa itu saling berperang satu sama lain. Kehancuran terjadi dimana-mana.

Sri Kresna melawan Batara Guru
Di saat yang tepat, Danucitra sang duta dari Anirudha maju membawa isterinya Citrasukma. Seketika itu Danucitra dan Citrasukma membuka kedok mereka yakni Anirudha dan Usha. Seketika Banasura kaget dan menjadi lengah melihat purtinya dad di medan laga. Hal ini diambil kesempatan oleh Sri Kresna. Batara Guru segera mengarahan Trisulanya. Sri Kresna segera membuat ilusi. Trisula Batara Guru dibuat terserap Cakra Widaksana. Akhirnya, Batara Guru dan Banasura dapat dikalahkan oleh Kresna. Saat Kresna hendak membunuh Prabu Banasura, Batara Guru segera memohon pada Prabu Sri Kresna agar nyawa Banasura diampuni. Banasura juga meminta maaf karena sudah membuat kekacauan dan bersedia menerima Anirudha sebagai menantunya.

Kresna pun mengabulkan permohonan sang penghulu para dewa sehingga Banasura dibebaskan. Bahkan diajaklah Prabu Banasura untuk berdamai dan mengikat persaudaraan yang rekat. Akhirnya, Anirudha beserta keluarga Yadawa kembali ke Dwarawati dengan mengajak Usha. Di Dwarawati, upacara pernikahan Anirudha dan Dewi Usha digelar lagi bahkan lebih meriah. Untuk mempererat hubungan kekeluargaan, Arya Rukmana dari Kumbinapuri datang ke pernikahan cucunya itu. Pada pesta pernikahannya, keluarga Yadawa datang beramai-ramai bermain berbagai macam permainan dan makan minum dengan sedap hati. Di sana, para raja undangan Sri Kresna membujuk Arya Rukmana untuk mengajak Baladewa bermain dadu, karena Baladewa menyukai permainan tersebut meski tidak bisa memainkannya dengan baik. Rukmana menyetujui hal tersebut. Ada maksud lain dibalik permainan itu " hahaha...akan ku buat Baladewa malu di depan umum." gumam Rukmana. Sementara itu Prabu Sri Kresna berkat pada kakaknya itu " kakang Balarama, hati-hati! Jangan terpancing oleh Rukmana. Aku mewanti-wanti jangan sampai kau lepas kendali. Ingatlah apa yang terjadi pada para Pandawa setalah pemainan dadu sebelas belas tahun lalu." Baladewa berjanji akan berhati-hati.

Permainan dadu pun dimulai. Dalam permainan tersebut, Prabu Baladewa selalu beruntung dan menang terus. Arya Rukmana bingung bagaimana mengalahkan raja Mandura itu. Lalu datang Dewi Sunggatawati, putri Arjuna yang menjadi isteri Raden Samba. Dewi Sunggatawati memberikan sesuatu "paman Rukmana, anda pasti membutuhkan benda ini." Ketika benda itu dibuka rupanya itu dua buah dadu. Arya Rukmana kaget bagaimana bisa seorang putri Arjuna bisa memiliki dadu ini kareana setahu dia dari ini milik Patih Sengkuni. Dewi Sunggatawati berkata " ini dadu yang aku dapat saat paman dan ayah kalah bermain dadu di Hastinapura. Aku mengambilnya diam-diam saat kunjungan kerjaku ke Hastinapura tempo hari. Gunakan barang ini dengan baik, paman." Arya Rukmana tak habis pikir. Dewi Sunggatawati berkata kalau diantara para putra putri Arjuna, hanya dia yang punya kemahiran bermain dadu. Singkat cerita, dilanjutkan lah permainan dadu. Namun meskipun telah menggunakan dadu Sengkuni, Baladéwa tetap bisa menang. Untuk menyangkal kemenangan lawannya, Rukmana berkata, “Kau sudah memasang taruhan, tetapi aku belum menerimanya. Jadi kau belum menang.” Meskipun demikian, Baladewa bersikukuh " Hei jaga bicaramu, Adhi...aku menang sebab kau sudah melempar dadunya setelah taruhan itu diserahkan." Karena Rukmana terus mengelak hingga kesabaran Baladewa habis, maka terjadilah pertarungan.

pertarungan Baladewa dan Arya Rukmana
Rukmana dan Baladewa saling berperang sesama sendiri di tengah pesta. Prabu Sri Kresna berusaha melerai namun terlambat. Prabu Baladewa membunuh Arya Rukmana dengan menghantam Nenggala ke kepalanya hingga pecah. Terbunuhnya Rukmana membuat acara pernikahan Anirudha menjadi kacau balau. Karena tindakan gegabahnya, Prabu Sri Kresna menghukum sang kakak tidak boleh datang ke Dwarawati dan harus mengasingkan diri selama tiga tahun.


Kamis, 12 Oktober 2023

Begawan Sabdawala : Srikandhi-Mustakaweni

 Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan, kisah kali ini mengisahkan punakawan Petruk yang menjadi sosok tabib bergelar Begawan Sabdawala (Dawala) demi menyembuhkan para penduduk Amarta yang menjadi sosok guru bagi para putra Pandawa. Dikisahkan pula keluarga Prabu Niwatakawaca yang hendak mebalas dendam kepada Pandawa dengan mencuri Layang Kalimahusada namun berhasil digagalkan oleh Srikandhi dan Prabakusuma. Kisah diakhiri dengan pernikahan Prabakusuma dengan Mustakaweni dan dikembalikannya Layang Kalimahusada kepada Begawan Sabdawala. Kisah ini mengambil sumber dari https://wayanghuntingers.art.blog/2020/05/16/begawan-sabdawala/ dan https://caritawayang.blogspot.com/2013/08/dewi-mustakaweni.html dengan perubahan dan penambahan seperlunya.

Semenjak ditinggal para Pandawa mengasingkan diri selama 12 tahun, negara Amarta kacau balau. Meski istana Indraprastha tidak dapat disentuh para Kurawa, tapi para Kurawa mengklaim telah menguasai Amarta dan berbuat semena-mena kepada rakyat Amarta. Harta mereka dikeruk, makan-minum dan sandang-papan rakyat tidak diperhatikan. Akibatnya kemiskinan merebak, terlebih lagi sejak Prabu Kirmira mengirimkan santet, guna-guna, racun, dan têluh kepada Pandawa. Meskipun têluh dan guna-guna itu gagal mengenai Para Pandawa tapi efek dari ilmu hitam itu membuat rakyat Amarta ikut terkena tulah penyakitnya. Petruk yang baru saja pulang mengantar Prabakusuma ke Dwarawati merasa kasihan. Ia pun duduk bertapa brata. Selama satu tahun ia seperti itu. Batara Guru mengabulkan tapa bratanya. Ia mengirim Batara Aswan dan Aswin untuk membangunkan Petruk" Petruk bukalah matamu, tapa bratamu telah dikabulkan. Kami berdua akan memberikan anugerah padamu pengetahuan tentang obat obatan, kesehatan, dan kebijaksanaan.

Begawan Sabdawala
"Bukan cuma diberi berbagai ilmu dan hikmah, dua tabib para dewa itu memberinya sebuah jubah sakti. Jubah itu akan mengikuti sesuai keinginan si pemakai. Petruk tertawa " hahahaha.... Yang bener Batara? Aku coba dulu.....Jubah! jadilah pakaian tabib! " Seketika jubah itu berubah wujud jadi baju berwarna putih yang biasa dipakai para tabib. Petruk sangat gembira. Ia berterimakasih dan segera menjadi seorang tabib keliling.

Sejak saat itu, Petruk menjalankan tugasnya sebagai tabib pengobatan bernama Begawan Sabdawala. Karena lidah orang sekitar kesulitan menyebut namanya, maka ia dipanggil Begawan Dawala. Berkat ilmu penyembuhannya, rakyat Amarta dapat hidup sehat terjamin.  Kesejahteraan rakyat kembali meningkat dan produktivitas naik profit. Para putra Pandawa seperti Antareja, Gatotkaca, Antasena, Srenggini, Pancasena, Pancawala, Abimanyu, Irawan, Wisanggeni, dan lainnya ikut meguru kepadanya ilmu-ilmu dan hikmah. Dengan pendekatan budaya, Begawan Sabdawala membangun dasar dan pondasi ketahanan mental para putra Pandawa yang sedang kehilangan panutan. Para putra Pandawa juga membuat layanan kesehatan gratis kepada warga tidak mampu bagi penduduk Amarta dan sekitarnya yang ingin berobat. Banyak orang datang kepada Begawan Sabdawala dan para putra Pandawa. Berbagai negara memberikan sokongan dan sponsor demi Begawan Sabdawala namun ditolaknya dengan halus "terima kasih atasbantuan kalian, para raja. Tapi aku hanya bekerja demi kemanusiaan. Jika tuanku sekalian ingin memberikan bantuan saya tak melarang tapi tak perlu embel-embel negara manpun." Para raja seperti Prabu Sri Kresna, Prabu Baladewa, Prabu Salya dan Prabu Matswapati terkesan akan kerendahan hati sang begawan. Sejak ketika itu, makin ramai lah orang berbagai negeri berdatangan ke pertapaan Begawan Sabdawala. Saking banyaknya, Prabu Duryudhana sampai risau dibuatnya . Ia menganggap pesona yang dibawa oleh Begawan Sabdawala akan merangsek kekuasaannya"ini tak bisa dibiarkan! Bisa-bisa wibawaku sebagai raja Hastinapura terancam olehnya. Begawan Sabdawala harus disingkirkan. Paman Patih! Guru Dorna! kerahkan pasukan menggempur Begawan Sabdawala! Cepat!" "baik ananda Prabu!" Singkat cerita, pasukan Hastinapura berangkat ke tempat Begawan Sabdawala. Namun terjadi keanehan. Ketika pasukan itu sampai di tempat Begawan Sabdawala, mereka berkali-kali tersesat dan berputar. Seperti tempat itu ada pagar gaib yang melindungi tempat begawan Sabdawala. Hal itu terjadi berulang kali sampai pasukan dari Hastinapura menyerah. Begawan Sabdawala sadar kalau ia berada disitu terus, masyarakat bisa dapat masalah dengan kedatangan orang-orang yang penuh dengki dan iri hati seperti raja Hastinapura. Maka tanpa diketahui siapapun, Begawan Sabdawala pergi mengembara lagi. Kali ini ia pergi ke desa Widarakandang tepatnya di kampung Warsana.

Di tahun ke sepuluh pengasingan, Kerajaan Manimantaka sedang gundah hati apapalgi sang raja barunya yakni Prabu Bumiloka. FYI, setelah tujuh belas tahun bertapa mendapatkan kekuatan untuk melamar Supraba dulu, Prabu Niwatakawaca sudah memiliki anak bernama yakni Bumiloka dan Dewi Mustakaweni. Prabu Bumiloka telah mendengar jika sang ayah telah dikalahan oleh Arjuna, maka ia ingin balas dendam kepada para Pandawa terutama kepada Arjuna. Ia lalu membuat siasat dengan menipu para Pandawa. Prabu Bumiloka mengutus adiknya, Mustakaweni untuk mencuri apa yang jadi kebanggaan Pandawa yakni Layang Kalimahusada. Kitab ajaib milik Prabu Yudhistira itu ada pada Dewi Drupadi. “Mustakaweni, kau harus curi Layang Kalimahusada. Dengan kitab ajaib itu di tangan kita, para Pandawa dapat kita alahkan. Cepat kau pergi dan curi kitab itu.” “baik kakang prabu Bumiloka, perintahmu akan ku laksanakan.” Dewi Mustakaweni pun berangkat ke tempat para pandawa diasingkan. Lalu ia menyusun siasat “baik aku menyamar agar tak ketahuan Para Pandawa. Baik aku menyamar jadi Gatotkaca....” Dengan menyamar sebagai Gatotkaca, ia berkunjung ke tempat pengasingan Pandawa. Ia berkata pada Drupadi " ampun, Pamanda Prabu dan Bibi prameswari! Maaf jika aku lancang datang saat pengasingan. Kedatanganku kemari untuk mengambil Layang Kalimahusada atas perintah pamanda Prabu Sri Kresna. Beliau ingin meminjam kitab sakti Pamanda untuk diamankan di Dwarawati." Tanpa curiga, Prabu Yudhistira dan Dewi Drupadi meminjamkan Layang Kalimahusada. “ Gatot, ini Layang Kalimahusada...tolong sampaikan salamku juga pada kakanda Prabu.” Setelah mendapatkan kitab ajaib itu. Gatotkaca palsu segera terbang menjauh tapi entah kenapa malah ke nyasar ke desa Warsana, tempat tinggal Dewi Radha, isteri pertama sekaligus isteri ruhani Prabu Sri Kresna. Di sana para Isteri Arjuna sedang menerima wejangan dari Begawan Sabdawala, Dewi Radha, dan Dewi Rukmini. Mereka melihat Gatotkaca membawa Layang Kalimahusada. Dewi Srikandhi merasa ada yang tidak beres dengan Gatotkaca. Dewi Srikandhi menyuruh keponakannya turun dan bertanya mengapa ia terburu-buru. Gatotkaca berkata ia ingin mengantar Layang Kalimahusada kepada paman Prabu Sri Kresna. Dewi Radha lalu menyanggah "tunggu anakku! Setahuku, kakanda Kresna tidak pernah meminta itu." Dewi Rukmini membenarkan ucapan Radha, " benar kata Yunda Radha, aku juga tidak pernah mendengar kakanda Prabu meminta Layang Kalimahusada." Gatotkaca berkilah kalau Prabu Sri Kresna tidak memberitahukan ini pada Dewi Radha maupun Dewi Rukmini mula dari itu, Dewi Radha dan Rukmini curiga. Srikandhi pun berpikiran sama. Ia berbisik pada Radha "Yunda, ini tidak benar. Aku tahu benar kalau kakang Prabu Sri Kresna tidak akan segegabah ini. Aku rasa kakanda Prabu Yudhistira dan Yunda Drupadi sudah ditipu." Tanpa tedeng aling-aling, Srikandhi memanah Gatotkaca. Gatotkaca berusaha menghindar namun pada akhirnya kena juga. Serangan panah panah bertubi-tubi membuat kedoknya terbuka. Samaran Gatotkaca palsu pun badar, kembali ke wujud aslinya yakni Dewi Mustakaweni. " Rupanya kau yang mau mencuri Layang Kalimahusada! Siapa kau ?" Sang putri Niwatakawaca itu memperkenalkan dirinya "Aku Mustakaweni, putri Niwatakawaca. Gara-gara suamimu, aku jadi seperti ini. sekarang rasakan pembelasan dendam dari ayahku!!"

Terjadilah pertarungan dua ksatria wanita. Srikandhi melawan Mustakaweni. keduanya beradu kesaktian dengan sangat indah. Panah beradu panah, meledak di jumantara bagaikan kembang api dengan warna-warni cerah bianglala. Ajian-ajian beradu menciptakan langkisau berpusing, menerbangkan dedaunan dan bunga-bunga. ajang pertarungan bukan menyebarkan bau darah melainkan harum semerbak kembang dan puspa.

Srikandhi Mustakaweni
Tampak di pertarungan itu Srikandhi lebih unggul dari Mustakaweni karena ia sering melatih para pasukan prajurit. melihat ia mendapat peluang kecil, Mustakaweni bermain curang. Dewi Mustakaweni berhasil mengelabuhi dan membuat Dewi Srikandhi terdesak. Di saat itu, Prabakusuma sedang berkunjung ke Warsana. Ia membantu ibunya melawan Mustakaweni. " Hei Gadis Cantik....kembalikan layang Kalimahusada !" Mustakaweni dengan ketus berkata "Tidak akan aku biarkan!" Serangan demi serangan terus terjadi. Keduanya sangat lihai melesatkan anak panah. Namun entah mengapa Mustakaweni tidak fokus ketika melawan Prabakusuma. Hal itu tak disia-siakan sang putra Arjuna. Dengan sedikit sentuhan, usaha pencurian Layang Kalimahusada itu akhirnya dapat digagalkan olehnya. Layang Kalimahusada pun lepas dan terbang kembali kepada Srikandhi. Mustakaweni marah karena usahanya gagal. Maka ia menyerang Prabakusuma dengna membabi-buta. Tapi serangan itu dapat diprediksi oleh Prabakusuma tanpa adanya kesulitan berarti. Kemahiran Prabakusuma dalam membidikkan anak panah digunakannya untuk mempermainkan dan menggoda lawannya yang cantik itu. Satu persatu perhiasan dan selendang yang dikenakan Dewi Mustakaweni terlepas dari tubuhnya karena menjadi sasaran anak panah Prabakusuma. Kerana selendangnya lepas, maka pakaian Mustakaweni melorot. Malu lah Mustakaweni dan ia pun menunduk menutupi bagian tubuhnya yang terbuka. Akhirnya, Mustakaweni menyerah kalah. Ketika Prabakusuma menolong kembali Mustakaweni , tiba-tiba datang hal aneh. Entah kenapa keduanya saling terpaku ketika saling bertatapan. Dewi Mustakaweni jatuh cinta pada Bambang Prabakusuma pada pandangan pertama. Begitupun juga Prabakusuma. Begitu lama mereka saling pandang lalu datang suara “Prabakusuma, jaga pandanganmu....” rupanya itu suara Srikandhi, sang ibu. Dewi Mustakaweni malu karena pakaiannya terbuka karena pertarungan tadi “ahhh.....Prabakusuma!!!...jangan mesum!!!” teriak Mustakaweni. Merah padam muka Prabakusuma lalu ia berpaling sambil menutup mata. Dewi Mustakaweni pun membetulkan pakaiannya. Saat demikian, Prabakusuma berkata "maafkan aku ni sanak...tindakanku keterlaluan tapi apa alasanmu menyerang kami dan mencuri Layang jamus kalimahusada?” Mustakaweni bercerita sambil memerah padam wajahnya “aku...aku diperintahkan kakangku, Prabu Bumiloka. Demi dendam ayahku Niwatakawaca, ia berniat mengambil Layang Kalimahusada untuk mencari kelemahan Arjuna.” Prabakusuma dengan tenang dan tanpa menghakimi menceritakan tentang Niwatakawaca dari sudut pandangnya “menurutku, wajar saja kakangmu begitu. Ayahmu hancur karena ayahku. Tapi Prabu Niwatakawaca melakukan hal demikian karena dia dendam pada ibuku, Supraba dan itu karena kesalahannya sendiri.” Prabakusuma lalu menceritakan kronologi tentang hubungan Niwatakawaca, Arjuna, dan Supraba. Mustakaweni pun sadar akan kebenaran sang ayah. Ia pun menyerah baik-baik dan bersedia dihukum atas perbuatannya.

Singkat cerita, Mustakaweni mendapat hukuman kerna membuat kekacauan dan melakukan percobaan pencurian barang pusaka dengan dimasukkan kerangkeng selama tiga sasih. Selama masa hukuman kerangkeng itu, Prabakusuma dan Mustakaweni sering bertemu. Benih-benih cinta yang telah tumbuh kini mulai berkembang semakin besar. Di saat Prabakusuma masuk ke dalam kerangkeng yang mengurung Mustakaweni, ia melamarnya. “Mustakaweni! Selama dinda disini pasti sangat menderita, tapi sebentarlagi dinda akan bebas dari belenggu ini dan belenggu dendam kakangmu. Sebenarnya aku tidak yakin tapi semakin kutepis rasanya aku semakin yakin...melihat ayunya wajahmu...baiknya budimu...aku yakin kau orang baik, hanya salah tempat.....aku terpikat cinta denganmu. Bersediakah dinda membina mahligai cinta bersamaku, tanpa dendam kesumat dan penuh kasih sayang?" dengan wajah berbinar, Mustakaweni salah tingkah. Tanpa pikir panjang, Dewi Mustakaweni menjawab”Prabakusuma...aku....tentu saja. Aku mau. Mari kita bina rumah tangga bersama dan lepaskan semua dendam orang tua kita.” Tak lama kemudian, sudah genap masa hukuman Mustakaweni. Ia dibebaskan dan Prabakusuma membawanya ke rumah Dewi Radha. Mustakaweni meiminta tolong pada orang-orang desa Warsana dan Widarakandang untuk mengirimkan surat untuk kakaknya, Prabu Bumiloka agar ia bisa menikah dan mendapatkan doanya. Surat pun terkirim. Begitu mendengar Mustakaweni gagal dalam misi dan malah menikah dengan Prabakusuma, anak Arjuna dan Supraba. Prabu Bumiloka murka dan menyiapkan ribuan prajurit untuk menggempur Widarakandang.

Keesokan harinya, di pelataran rumah Dewi Radha, acara pernikahan Prabakusuma dan Mustakaweni digelar. Semua orang datang kecuali para Pandawa dan Dewi Drupadi yang masih menjalani hukuman pengasingan. Hanya keluarga Prabu Sri Kresna yang hadir disana dan para putra Pandawa.

Pernikahan Prabakusama dan Mustakaweni
Meskipun tanpa kehadiran ayahnya, Prabakusuma bahagia karena ditemani kakak-kakaknya terutama Abimanyu, Irawan, Wisanggeni,Sumitra dan Brantalaras. Tak lupa pula para putra Wrekodara yakni Arya Antareja, Prabu Gatotkaca, Arya Antasena, Prabuanom Srenggini, Bambang Sri Pancasena dan Dewi Bimandari turut hadir. Tak dinyana, di tengah acara pernikahan, datang Prabu Bumiloka, kakak Mustakaweni mengacaukan pernikahan dan menganggap adiknya itu pengkhianat. Diseretnya Mustakaweni lalu memakinya “Bajingan kau, Mustakaweni! Kau Mengecewakanku! Berani Sekali Kau Mengkhianatiku Dengan Menikahi anak Arjuna Itu....Aku Bukan Kakangmu Lagi!” Mustakaweni memohon-mohon aga kakaknya sadar “tidak kakang....jangan terbutakan dendam.....ayahanda yang salah karena merusak kahyangan dulu. Tolong maafkan keluarga Pandawa.” “Peduli Setan!!” Bumiloka hendak menampar Mustakaweni namun dicegah oleh Prabakusuma. Terjadilah pertarungan antara Prabakusuma dengan Bumiloka. Kakak sepupu Prabakusuma yakni Bambang Partajumena/Danuasmara membantu. Namun keduanya mentah, mereka kelabakan menyerang raja satu ini. Bahkan gabungan putra Arjuna dan putra Prabu Sri Kresna masih belum cukup. Tak dinyana, Begawan Sabdawala yang memimpin jalannya upacara pernikahan turun dari altar dan menyerang sang raja “Hei raja....jangan buat acara bahagia adikmu menjadi duka!” Persetan resi bodoh! Rasakan kemarahanku!” Prabu Bumiloka menyerang membabibuta Begawan Sabdawala. Namun dengan anggunya, Begawan Sabdawala berhasil mengelak serangan. Lalu dengan jubah sakti pemberian Batara Aswan dan Aswin, prabu Bumiloka berhasil dikalahkan. Mustakaweni lalu duduk bersimpuh meminta sang kakak agar melepaskan dendamnya. Prau Bumiloka pun sadar tapi waktu untuk Prabu Bumiloka tak banyak lagi. Ia pun memberikan doa restu kepada sang adik dan suaminya. Prabu Bumiloka pun segera dibawa kembali para prajurit ke negara Manimantaka. Acara pernikahan kembali dilanjutkan dengan meriah. Setelah resepsi pernikahan selesai, Layang Kalimahusada dititipkan kepada Begawan Sabdawala untuk dikembalikan kepada Yudhistira.


Senin, 02 Oktober 2023

Arjunawiwaha (Ciptaning Mintaraga)

 Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan, kisah kali ini mengisahkan Arjuna pergi bertapa di Gunung Indrakila dan mendapat kan panah sakti Pasopati. Dikisahkan pula Arjuna menjadi raja para bidadari selama tujuh hari bergelar Prabu Karitin setelah mengalahkan Ditya Niwatakawaca yang hendak meminang Dewi Supraba. saat menjadi raja bidadari itu, Dewi Supraba jadi permaisuri sang Arjuna sehingga lahir dari rahim sang bidadari itu seorang kesatria bernama Prabakusuma alias Bambang Priyambada. Pada akhir cerita mengisahkan kedatangan Resi Durwasa ke gubuk para Pandawa dan percobaan perkosaan Drupadi oelh Prabu Jayadrata. Kisah ini mengambil sumber dari Kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa, blog Wikipedia tentang Kakawin Arjunawiwaha, dan berbagai sumber lainnya di internet.

Lima tahun pengasingan, Wrekodara dan Arjuna memutuskan bertapa brata. Prabu Yudhistira, Nakula, Sadewa, Dewi Drupadi beserta Semar dan para punakawan berpindah semakin jauh ke dalam hutan Kamyaka. Wrekodara bertapa brata bersama Resi Hanoman, Sang resi wanara yang telah mengabdi pada Sri Rama itu prihatin. Setelah peristiwa Arca Resi Bhima Gupala, resi Hanoman mempersilakan pihak Pandawa menggambar dirinya di panji-panji kerajaan Amarta. ia lalu mengantar kembali Arya Wrekodara ke alas Kamyaka.

Sementara itu, kabar Arjuna benar-benar tak terdengar lagi...Arjuna seakan menghilangkan diri. Benar-benar tidak ada kabar tentangnya. Di saat yang sama, prabu Niwatakawaca dari Manimantaka (anak Srikandhi sebagai Kandhihawa dengan Durniti) mendendam hati pada Dewi Supraba karena telah membuat matanya picak. Maka ia bersama Patih Mamangmurka dan Tumênggung Mamangdana berikut pasukannya terbang ke kahyangan. Sang raja Manimantaka itu meminta pada Batara Indra untuk menyerahkan Dewi Supraba " gusti Batara, aku meminta padamu serahkan padaku Dewi Supraba." Batara Indra tidak berkenan apalagi waktu itu, Niwatakawaca sudah berbuat lancang mengintip putri-putrinya itu. Sang raja murka karena lamarannya ditolak mentah-mentah "Kau Berani Menolak Pinangan ku! Akan Kuratakan Kahyangan dan Kurebut Putrimu yang Berharga itu. Aku Abadi dan Tak Akan Dikalahkan Olehmu!" Pasukan pun dikerahkan. Para prajurit Manimantaka mengamuk dan melibas kahyangan. Patih Manimantaka, Mamangmurka merusak taman di kahyangan. Batara Indra murka " Mamangmurka, Lancang Kau! Kau Merusak Tamanku Seperti Babi!" Kata-kata Batara Indra menjadi kutukan. Patih Mamangmurka bertukar menjadi babi hutan. Meskipun demikian, ia terus merangsek dan menghancurkan segala tanaman dan pohon di kahyangan. Batara Indra menembakkan petir dan terjengkang jatuhlah sang patih Manimantaka ke gunung Indrakila. Prabu Niwatakawaca dan Tumênggung Mamangdana dibuat kesal karenanya.

Tujuh Bidadari menggoda Ciptaning
Melihat kondisi kahyangan semakin kacau dan gawat, Atas perintah Batara Guru, Batara Indra harus menemukan jago dewa. Batara Indra melihat dari penglihatan batin dan menemukan orang yang tepat. Yakni seorang begawan (petapa) bernama Ciptaning Mintaraga di gunung Endrakila. Ketujuh bidadari putri Indra yakni Dewi Supraba, Surendra, Gagarmayang, Lênglêng Mandanu, Tunjungbiru, Wilotama (Nilotama), dan Warsiki diperintahkan sang ayah turun ke bumi dan menguji keteguhan sang Begawan yang dimaksud.

Di keheningan sebuah gua di Gunung Indrakila, Begawan Ciptaning Mintaraga duduk bersila sedang tapa brata. Badannya yang ramping berpakaian kulit kayu dan berjubah bulu binatang lengkap dengan rambut terurai acak-acakan tak lantas membuat aura sang Begawan menjadi kuyu dan sayu, melainkan semakin menawan. Semua hewan yang melihatnya seakan ikut bersamanya bertapa brata. Sejenak kemudian, datang suara yang sangat lembut dan indah. Tujuh bidadari datang berpakaian serba indah dan dengan rupa cantik molek aduhai menggoda sang begawan. " Tuanku, lihat sini dong!" rayu Supraba. " Sini bang lihat wajah ayuku " goda Wilotama. " Ahhh...sayang...sandarkan kepala tuan dan rasakan renjana ini di pahaku..." goda Surendra dengan nada nakal dan ngalem. " Kakanda sayang....sekali-kali sini lihat moleknya aku!" ucap manis Tunjungbiru sembari membelai rambut kusut Ciptaning. " Babang tamvan, rasakan gairah cintaku." celoteh lembut Warsiki sembari menyandarkan kepalanya di dada Ciptaning. " Abang Ganteng, rasakan lembutnya tangan kami!" Ucap Lèng-lèng Mandanu dan Gagarmayang. Godaan yang sangatlah hebat dan benar-benar sanggup meruntuhkan iman. Bukan cuma digoda secara perkataan semata, para bidadari ini dengan totalitas menari dan memperlihatkan lekuk tubuh mereka yang molek dan aduhai. Namun sang Begawan tak tergoda sedikitpun. Sebaliknya para bidadari lah yang justru jatuh cinta pada aura dan ketampanan yang terpancar dari sang begawan. " Ahhh kakanda....nikahi aku.....abang ganteng....nodai aku!" Lalu secara bersamaan, Batara Indra ikut turun lalu menyembunyikan dirinya di balik awan. Di sana ia melihat para putrinya gagal menggoda orang itu. Malah sebaliknya mereka yang tergila-gila pada Ciptaning. Batara Indra merasa ia harus menguji sang Begawan itu sendiri.

Begawan Ciptaning dengan kekuatannya membuat semua bidadari itu tertidur dan merasakan indahnya cinta bersama dirinya di alam mimpi. Beberapa saat kemudian, Dari dalam hutan, muncul resi bernama Padya. Ia datang menguji pengetahuan Begawan Ciptaning. " Ciptaning, ku dengar dari berbagai orang yang pernah berjumpa denganmu, kau sangat cerdas dan ahlinya cinta. Makanya kau sampai membantu orang-orang dalam hal asmara. Aku ingin bertanya satu hal. Begawan Ciptaning mempersilakan "katakan apa pertanyaanmu, sang resi?" Resi Padya bertanya " apakah itu cinta dan apa bedanya dengan cinta buta?" Begawan Ciptaning menjawab pertanyaan Resi Padya. " Sang resi, cinta lahir perasaan yang tulus dan murni. Cinta yang sejati membebaskan siapa saja yang mendapatkannya dari segala rasa sakit. Itulah yang membedakannya dengan cinta buta. Cinta buta berlandaskan nafsu yang mengikat dan menyengsarakan yang mengalaminya. Kita kadang tidak bisa membedakan mana cinta dan cinta buta karena pembeda mereka yang tipis bagai rambut dibelah tujuh." Resi Padya terkesan dengan keheningan hati dan kecerdasan sang resi muda itu. Ia berlalu pergi dan badar kembali menjadi Batara Indra. Bersamaan dengan perginya Resi Padya, ketujuh bidadari itu terbangun dan bergegas berpakaian yang benar. Setelah itu mereka terbang kembali ke kahyangan. Diantara mereka bertujuh, yang paling merasakan cinta sang Ciptaning ialah Dewi Supraba. Ia tersipu ketika Begawan Ciptaning tersenyum padanya.

Di kahyangan, Batara Guru mendengar laporan Batara Indra. " Pukulun Mahadewa. Ciptaning memnag hebat. Tanpa menyentuhnya aku merasakan luasnya wawasan dan kehebatannya. Bahkan ketujuh putriku sampai terlena dan tergila-gila padanya. " Batara Guru terkesan dengan apa yang diceritakan Indra. Ia lalu turun ke bumi untuk menyaksikan sendiri. Ketika itu, Begawan Ciptaning pergi berburu. Saat hampir bisa membidik kijang buruannya, babi jelmaan Mamangmurka datang mengusik gerombolan kijang. Begawan Ciptaning melepaskan panah untuk mengusir babi itu. Babi itu terus berlari kemana-mana dan akhirnya babi itu pun tewas terkena satu panah Ciptaning.

Ciptaning berdebat dengan Keratarupa
Ketika didekati, ada dua panah yang sama-sama menancap di tempat panah Ciptaning. Lalu tak jauh dari tempat itu, datanglah seorang pemburu bernama Keratarupa. Sang pemburu itu pun berkata " hei kisanak....babi ini sasaran buruanku." Ia mengklaim bahwa babi itu miliknya. Begawan Ciptaning juga mengklaim "tidak ki sanak, babi ini kena panahku!" Kedua orang itu sama-sama tidak mau mengalah hingga keduanya perang tanding. Panah-panah dilesatkan. Pertandingan yang sangat indah ibarat Batara Wisnu yang berlatih tanding dengan Batara Guru. Cahaya yang dipancarkan dari panah-panahnya bersinar bagaikan pelangi dan kembang api berwarna-warni. Tiba-tiba seberkas asap muncul menyelubungi Keratarupa dan ia badar kembali sebagai Batara Guru (Batara Shiwa). “sudah cukup, Arjuna!” Begawan Ciptaning kaget karena Batara Guru tahu identitasnya. “ampun, pukulun Batara....aku sungguh tidak mengenalimu...maafkan hamba.” Sang Mahadewa itu sebenarnya tahu jika begawan Ciptaning adalah Arjuna yang sedang tapa brata. Batara Guru pun berkata “tidak apa-apa, cucuku...aku terkesan dengan kecerdasan, kegigihan, dan kelembutan hatimu.....aku kemari untuk mengujimu dan kau lulus ujian dariku...makaaku akan memberimu anugerah.....terimalah.” Batara Guru memberikan senjata berupa anak panah bernama panah Candrasekara. Panah itu memiliki dua mata melengkung tajam bagai bulan sabit. Batara Guru juga memberitahu mantra untuk memanggil panah Candrasekara yakni dengan aji Pasopati (Pasopatastra). Panah dan ajian ini tidak bisa dipisahkan maka Arjuna memberi nama baru panahnya itu Panah Pasopati.

Batara Guru menyampaikan maksud dan tujuannya mendatangi Arjuna, adalah mau meminta Arjuna menjadi jago dewa di kahyangan. Karena kahyangan sedang diserang Prabu Niwatakawaca dari negara Manimantaka. Arjuna tidak menyia-nyiakan kesempatan baik ini. Arjuna menyanggupinya. Setelah sampai di kahyangan, Arjuna bertemu kembali dengan Batara Indra, sang ayah dewanya. Batara Indra berkata harus berhati-hati karena Prabu Niwatakawaca tidak bisa dibunuh dengan senjata apapun. Arjuna paham maka ia berhadap-hadapan dulu dengan Tumênggung Mamangdana. Dengan panah Agneyastra, Arjuna mampu menghabisi Tumênggung Mamangdana. Mendengar tumênggungnya berhasil dikalahkan, berang Prabu Niwatakawaca. Akhirnya pertarungan pun tidak dapat dihindarkan. Benar apa yang dikatakan Batara Indra, Prabu Niwatakawaca sangat sakti, tidak satupun senjata dapat melukai tubuhnya.Prabu Niwatakawaca tidak bisa dikalahkan. Arjuna segera menyingkir terlebih dahulu. Arjuna mendekati Dewi Supraba. Meskipun kali ini berpenampilan berbeda, Dewi Supraba tetap mengenali Arjuna sebagai Ciptaning. Ia menawarkan bantuannya " Tuanku, aku bisa membantumu melawan Niwatakawaca." Arjuna meminta Dewi Supraba mencari rahasia kelemahan Prabu Niwatakawaca.

Niwatakawaca merasa di atas angin mampu membuat jago dewata kabur. Tak lama, Dewi Supraba pun datang dan mendekati Prabu Niwatakawaca. Dewi Supraba pura pura mencintai Prabu Niwatakawaca, dan ia bersedia menjadi istri Prabu Niwatakawaca. Namun sebelumnya, Dewi Supraba ingin banyak belajar dari Prabu Niwatakawaca. Prabu Niwatakawaca senang dengan kesanggupan Dewi Supraba yang ingin menjadi istrinya. Dewi Supraba pun menyiapkan berbagai makanan dan hendak menyuapi sang raksasa itu, namun sang raja Manimantaka itu seakan pelit untuk membuka mulutnya lebar-lebar saat makan. Ia terus menghindar ketika hendka membuka mulutnya. Dewi Supraba bertanya “kakanda ...kenapa kok tidak mau buka mulut? Apa mulut kakanda sakit? Apa sariawan? Panas dalam? Minumnya Adem Seger.” . Prabu Niwatakawaca berkata "owlaha tho...dinda Supraba...malah ngelawak....maaf dinda, aku harus sering menutup mulut karena bau mulutnku. Sumber dari bau mulutnku ada di lubang tekakku. Sering sakit dan sering mengeluarkan bau tak sedap." Dewi Supraba tau kalau Niwatakawaca berdusta. Maka ia minta izin memeriksa apa penyebab bau mulut sang raja. Tanpa curiga, Prabu Niwatakawaca mengizinkan.

Niwatakawaca Lena
Ketika sudah sangat dekat dengan Niwatakawaca, Dewi Supraba membuka kancing gelungnya dan muncullah Arjuna menembakkan panah Pasopati ke mulut raja Manimantaka dan mengenai lubang tekaknya. Raja itu tewas seketika dan tubuhnya jatuh menghantam tanah lalu hancur seketika.

Kemenangan datang kepada Arjuna dan ia dinobatkan sebagai raja bidadari bergelar Prabu Karitin selama 7 hari waktu kahyangan dengan didampingi oleh 6 bidadari adik Dewi Supraba . Dewi Supraba sendiri sebagai permaisuri utama. Suatu ketika di taman kahyangan Kawidodaren, Arjuna pernah bertemu dengan Dewi Urwaci. Sang dewi rupanya terpana dengan ketampanan sang Arjuna...ia lalu mendekati sang Permadi “ohh kakanda Arjuna....sini kakanda...dekati aku...lalu nikahilah aku.” Namun Arjuna merasa sudah cukup dengan Supraba saja sebagai permaisuri , maka Arjuna berkata “maaf...tuan puteri Urwaci...aku tidak bisa....karena kamu terlalu cantik untukku.” Merasa perkataan Arjuna menyinggung, maka ia mengutuk Arjuna “Berani betul kakanda menolakku! Maka aku mengutukmu semoga kelak hilang kejantananmu. Semoga nanti kakanda jadi banci kaleng!!!” Batara Indra yang mendengar kutukan yang menimpa anak angkatnya, segera menolong putranya dan melunakkan kutuk pasu Urwaci “kutukan seorang bidadari tidak bisa dielakkan...tapi aku mampu meringankannya. Kau tak akan jadi banci kaleng selamanya tapi selama setahun saja. Kau bisa menjadi banci kaleng kapanpun ananda mau.” Arjuna sebenarnya tak ambil pusing malah sangat antusias dan tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Maka Arjuna memilih jadi banci kaleng di masa pengasingan ketiga belas, saat menyamar sebagai orang biasa.

Tak terasa, waktu tujuh hari Arjuna menjadi raja Bidadari sudah habis. Sebelum ia pulang melanjutkan hukuman pengasingan, Arjuna juga memohonkan restu sang dewa " pukulun, sebelum anakmu ini kembali, restui kami para Pandawa agar kami selalu jaya dan selamat dari malapetaka Bharatayudha." Batara Indra mengabulkan. Lalu datang kakek Semar hendak menjemput sang ksatria Madukara itu dan mendengar permintaan Arjuna. Rupanya Arjuna lupa untuk memohonkan keselamatan para putra dan keponakannya. Hal ini kemudian diprotes Semar. "Tunggu, Indra....jangan restui dulu...ndoro Arjuna lupa meminta keselamatan pada para putra dan keponakannya." Arjuna tersadar dan meminta maaf kepada kakek Semar " ampun, paman Semar, aku lupa meminta doa agar anak dan keponakanku selamat. Aku tak sanggup melihat mereka mati muda jika perang terjadi. Pukulun, tolong batalkan restu yang tadi. Aku akan menambahkan restu itu dulu." Batara Indra tak mampu menarik permohonannya. Arjuna kecewa dan takut membayangkan anak dan para keponakannya ditakdirkan mati muda. Restunya telah berubah menjadi kutukan yang akan menimpa keturunan Pandawa. Batara Indra menyabarkan putra angkatnya itu dan memberi anugerah " anakku, apa yang kau pinta tidak dapat ditarik kembali tapi dibalik ini semua ada hikmahnya. Aku juga memberikan anugerah supaya kelak cucu-cucu kalian akan selamat dari perang dan hidup aman damai." Sudah saatnya Arjuna turun kembali ke bumi. Menyelesaikan pengasingan yang sudah berjalan. Ketika turun dari kahyangan, hitungan 7 hari di kahyangan sudah genap hitungan dua setengah tahun di permukaan bumi sehingga Arjuna sudah tidak ada di dunia manusia selama dua setengah tahun. Arjuna membawa serta anaknya dari Dewi Supraba yakni Raden Prabakusuma atau Bambang Priyambada. Prabakusuma pun dikenalkan kepada para paman dan bibinya.

Tahun ke delapan pengasingan, Kurawa mendengar Para Pandawa hendak melewati sebuah daerah para pendeta dan petapa. Prabu Duryudhana mendengar hal itu lagi-lagi membuat skenario untuk menjebak Pandawa. Kali ini mereka menjebak dengan mengatakan pada resi Durwasa bahwa ada orang kaya yang bermukim di hutan Kamyaka yang bisa memberikannya sedekah. “ampun Resi Durwasa, aku mendengar di hutan sana ada seorang kaya raya yang sanggup memberikan sedekah yang banyak kepada bapa resi. Baiknya bapa resi ke sana.” Resi Durwasa percaya begitu saja dan masuk jauh ke hutan. Seperti yang diketahui banyak orang, Resi Durwasa adalah guru Dewi Kunthi, ibu dari para Pandawa. Dewi Kunthi saja harus sabar meladeni gurunya yang terkenal brangasan dan mudah marah itu. Sementara itu, para Pandawa, Prabakusuma, dan punakawan baru selesai makan.

Kembalinya Arjuna dan kemunculan Prabakusuma
Di saat piring dan panci baru saja ditelungkupkan habis dicuci, Resi Durwasa datang beserta para muridnya minta makanan. Para Pandawa risau karena makanannya sudah habis, sudah tinggal sebutir kecil nasi dan sekerat sayur saja. Mereka takut Resi Durwasa murka dan menjatuhkan kutuk. Lalu selagi Resi Durwasa dan para muridnya sedang membersihkan diri di sungai, datanglah bantuan dari Batara Wisnu. Batara Wisnu memerintahkan Prabakusuma makan nasi dan sayur itu “Prabakusuma, sekarang cepat makan upa nasi dan sekerat sayur itu.” “baik, pukulun Wisnu!!” Prabakusuma segera masuk ke dapur dan memakan sebutir nasi dan sayur itu. Ajaib, ketika Prabakusuma memakannya sampai habis, Resi Durwasa dan para muridnya ikut merasakan kenyang yang sama. Mereka tak jadi makan dan justru mendoakan para Pandawa selalu jaya dan berada dalam kebenaran. Setelah setahun lamanya tinggal bersama sang ayah, paman, dan bibinya, sudah saatnya Prabakusuma untuk mengunjungi saudara-saudaranya di Dwarawati maka Gareng, Petruk dan Bagong mengantarkannya ke sana.

Masih di tengah tahun ke delapan, cobaan tak henti-hentinya datang kepada Pandawa. Kali ini Dewi Drupadi lagi yang jadi korban. Sang putri Pancala itu dilarikan oleh Prabu Jayadrata yang kadung cinta mati sejak sayembara dulu. Ketika itu di rumah, tidak ada orang selain Drupadi. Jayadrata menjebak permaisuri Yudhistira itu lalu menaikkannya ke kereta perang. Dewi Drupadi berteriak minta tolong “Lepaskan aku, Jayadrata!!.....tolong...kakanda....adhi-adhiku para Pandawa...Tolong....!!!” para Pandawa yang sedang berburu segera kembali ke gubuk di sana mereka melihat Jayadrata sudah menaiki kereta sambil membawa Drupadi. Prabu Yudhistira yang biasanya tenang hampir hilang kesabaran. “JAYADRATA!!” hampir-hampir Prabu Yudhistira bertukar wujud ebagai Dewa Amral karenannya namun berhasil ditenangkan sang adik, Arya Wrekodara. Sang Panegak pandawa itu menenangkan kakaknya dan berniat mencari kakak iparnya. Tak jauh dari hutan, Prabu Jayadrata hampir memperkosa Drupadi. Namun hal itu dicegah Wrekodara dan Arjuna. Jayadrata kalah kuat dan dapat dikalahkan....namun dibiarkan hidup dan dibotakkan kepalanya. Dari sanalah prabu Jayadrata dendam kepada Pandawa. Ia melakukan tapa brata keras hingga Batara Guru memberinya anugerah bisa memporak-porandakan dan mengacaukan pasukan Pandawa. Kelak akan jadi penyebab kematian Raden Abimanyu, putra Arjuna.