Minggu, 13 September 2020

Pelabuhan Asmara Larasati dan Srikandhi

Salam semua, semoga pembaca dirahmati olah Yang Maha Kuasa. sudah lama penulis vakum sementara. Kisah yang kali ini penulis bagikan ialah kisah Arjuna mendapatkan Niken Larasati dan Dewi Srikandhi. Kelak salah satu dari dua wanita ini yaitu Srikandhi adalah senopati wanita Pandawa di perang akbar Baratayudha. Sumber yang diambil berasal dari blog albumkisahwayang.blogspot.com, blog caritawayang.blogspot.com dan beberapa blog pewayangan lainnya dengan beberapa perubahan dan penyesuaian dari penulis. 

Udawa ingin Membuat Sayembara

Pagi menyapa di desa Widarakandang. Angin pagi yang sejuk membawa dedaunan menari. Burung-burung prenjak dan murai berkicauan. Lembu-lembu dan kambing-kambing yang digembalakan menikmati sarapan rumput segar dibasahi embun. Semunya terasa indah demikian pula di rumah Demang Nanda Antagopa. Lebih dari dua pekan sudah Patih Udawa berada di Widarakandang. Patih Udawa dihadap sang ibu dan adiknya, Niken Sagopi dan Niken Larasati mengutarakan keinginannya untuk mencarikan jodohnya adik perempuannya itu “Ibu, dinda Larasati sudah dewasa tapi yang kulihat belum ada satu lelaki yang mendekat untuk melamarnya.  Niken Larasati merasa rendah diri dan berkata “lalu apa yang bisa kita lakukan, kakang? Kita cuma orang desa biasa, kakang” Patih Udawa tidak setuju “tidak benar, dinda. Kita bukan orang desa biasa. Ayah adalah sahabat dekat sekaligus orang kepercayaan Prabu Basudewa. Lagipula, Dinda. Kamu bukan sembarang anak gadis. Dinda, kamu itu anak raja Kumbinapuri, Prabu Bismaka. Sekarang ayah Nanda sudah meninggal, prabu Bismaka mungkin juga telah lupa maka sudah sepatutnya sebagai wali, aku harus mencarikan jodoh untuk adikku tercinta. Aku akan membuat sayembara tanding.” Kakang, apa tidak terlalu berlebihan? Walau aku putri raja tapi....” Niken Sagopi kemudian menaikkan hati putrinya itu “putriku, yang dilakukan kakangmu ada benaranya. Kamu sudah cukup umur. sudah waktunya kamu berumah tangga.” “Hhmmm .... benar juga sih. Aku sih setuju saja kakang.......” perkataan Larasati itu terpotong dengan datangnya seorng tamu. Tamu yang tidak asing. Mereka adalah Prabu Kresna dan Arya Setyaki. Mereka datang melawat patih Udawa di Widarakandang. Lalu Prabu Kresna menegur pada sang Patih Udawa “kakang patih, sudah lama sekali kau meninggalkan Dwarawati. Tugas negara di Dwarawati menjadi terbengkalai. Kalau terus begini, aku tak akan segan menghukum kakang patih” “ampun adhi Prabu, aku masih kepikiran tentang nasib dinda Larasati. Diantara kita para putra ayah Nanda, hanya dinda Larasati yang belum dapat derajat layak, baru jadi kepala pelayan di Madukara. Maka aku beranikan untuk buatkan sayembara untuknya.” Prabu Kresna memuji niat baik sang patih. Prabu Kresna kemudian mengijinkan sang patih untuk menggelar sayembara dengan syarat harus diseleggarakan dua hari saja. Apabila besok di saat matahari terbenam tidak ada jodoh yang cocok, Patih Udawa harus merelakan sang adik jadi perawan tua.

Sayembara bermula

Dengan gerak cepat, undangan sayembara mulai disebar Patih Udawa ke penjuru Jawadwipa. Di puri Cindekembang di Mandaraka, Arya Burisrawa kedatangan Prabu Baladewa, Patih Arya Sengkuni dan para Kurawa dari Hastinapura membawa kabar sayembara itu. Arya Burisrawa yang ingin melupakan dewi Sumbadra tertarik dan ingin mencoba ikut sayembara ini. Namun Prabu Baladewa menawarkan diri agar dia saja yang ikut sayembara mewakilkannya. Arya Burisrawa merasa senang dan mereka pun berangkat ke Widarakandang. Sesampainya di sana, Prabu Baladewa mengutarakan maksud kedatangannya “Kakang, aku kemari untuk melamarkan dinda Larasati untuk adhi Burisrawa.” Patih Udawa menerima kedatangannya dan langsung menuju arena sayembara. Patih Udawa kemudian bertarung keris. Walaupun kesaktiaannya tidak banyak namun dengan berbekal Keris Gandawisa dan keinginan untuk menyelamatkan adiknya dari lamaran pangeran gandrung itu, Patih Udawa mampu mengalahkan Prabu Baladewa dengan menyayat kain kampuh celana yang dipakainya hingga robek sehingga paha sang prabu terlihat dan membuat Prabu Baladewa malu untuk melanjutkan adu sayembara. Patih Sengkuni yang sejak tadi ikut Prabu Baladewa segera memerintahkan para keponakannya untuk menyerang Patih Udawa. Segera saja Arya Dursasana, Arya Citraksa-Arya Citraksi, Arya Kartamarma, Raden Durmuka, Arya Durmagati, dan para Kurawa yang lain naik ke arena dan mengeroyok Patih Udawa. Arya Setyaki kemudian membantu sang sepupu dan bersama-sama, mereka berhasil mengalahkan para Kurawa. Lalu patih Udawa melesat keluar arena dan menangkap Patih Sengkuni. Para kurawa berusaha menyerang patih Udawa lagi lalu dihalau oleh Setyaki. Patih Sengkuni yang masih dicengkram Udawa memberikan isyarat agar para Kurawa pulang saja ke Hastinapura. setelah para Kurawa pergi sekalipun, patih Hastinapura itu masih belum dilepaskan Udawa. Tubuhnya mulai kesakitan. Tak disangkanya patih Dwarawati yang berwajah apa adanya itu memiliki kesaktian yang lumayan tinggi. Patih Udawa pada hari itu ingin memberi pelajaran sang Harya Suman“paman patih, kalau jago paman kalah, yang nriman jangan ambil paksa.” “aduuhhh lepaskan aku, Udawa. Aku janji kalau kau lepaskan aku, aku akan berikan putriku, Antiwati kepadamu.” “huh, aku tak sudi. Aku membuat acara sayembara untuk jodoh adikku, bukan jodohku.” Patih Sengkuni kemudian membalik perkataan patih Udawa “kau bilang mau mencarikan jodoh adikmu, tapi kau sendiri masih membujang dan belum juga menikah. Apa kamu tidak malu dengan dirimu sendiri? Apa gunanya seorang kakak mencari jodoh untuk adiknya, kalau kakaknya sendiri belum menikah?” Patih Udawa merasa apa yang diucapkan patih Sengkuni ada benarnya. Maka ia melepaskan Patih Sengkuni. Patih Sengkuni merasa berterima kasih dan pamit pulang ke Gandaradesa menjemput sang putri. Dalam hati, Patih Sengkuni berharap “hmmm. Kalau aku nikahkan Udawa dengan putriku, pasti Basudewa Kresna itu akan menjadi sekutu Hastinapura. hihihi...”

Arjuna dilanda Angau

Di dalam puri Madukara, Raden Arjuna sedang terbaring sakit di kamarnya. Panas dan lenu badannya. Makan tak mau, tidur juga tak lena. Para Pandawa, para punakawan bahkan sang istri tercinta telah mengusahakan dalam segala usaha dan minumkan segala obat namun sakit sang penengah Pandawa tak kunjung sembuh. Setiap kali tidur, Raden Arjuna senantiasa mengigau nama Larasati. Dia juga tak lahap makan masakan buatannya dan selalu mengatakan lebih suka masakan Larasati. Dewi Sumbadra menduga sang suami sakit angau karena jatuh hati pada adiknya sesama putra asuhan Nanda dan Sagopi. Suatu hari Dewi Sumbadra seperti biasa merawat suaminya. Lalu dia memberitahukan sesuatu pada Arjuna “Kanda kulup, aku baru saja mendengar bahwa kakang Udawa membuat sayembara untuk dinda Larasati. Kudengar sudah banyak orang coba mengalahkan kakang Udawa namun banyak yang gagal. Bahkan dengar˗dengar kakang Balarama yang mewakilkan kakang Burisrawa juga kalah.”perlahan Raden Arjuna bangun dan bertanya “apa sayembara itu sudah selesai, dinda?”. Dewi Sumbadra mengatakan “belum kanda. Kalau kanda mau ikut sayembara, aku izinkan.” Seketika Raden Arjuna kembali bersemangat dan mengatakan yang sebenarnya bahwa dia jatuh cinta pada Niken Larasati. Dewi Sumbadra tertawa kecil seraya berkata “aduh kanda.... tak perlu dipendam bila suka. Lagipula Larasati itu sudah seperti adik bagiku. Kanda lupa ya kalau aku dan Larasati pernah diasuh ibu Sagopi waktu kecil dulu?”  Raden Arjuna menjadi tersipu malu.

Kemenangan Sumbadra

Singkat cerita, Raden Arjuna segera berangkat  menuju Widarakandang. Sasampainya di sana, dia mengutarakan nitnya untuk menyunting Niken Larasati. Sayembara dilanjutkan. Perang tanding antara Udawa dan Arjuna berlangsung sengit. Keris beradu keris, panah beradu panah, pedang beradu pedang hingga pertarungan kosong pun diladeni. Keduanya sama-sama sakti saling mengimbangi, tak ada satupun yang jatuh terjungkal dan menyerah kalah. Hingga hari berangkat petang namun tak ada yang kalah maupun menang. Arjuna menjadi kewalahan dan lelah menghadapi Udawa. Arjuna rupanya belum tahu bahwa kesaktian ini ia dapatkan dari berguru pada begawan Padmanaba, guru Prabu Kresna dahulu. Lalu tanpa diduga dari bawah gelanggang, seorang perempuan berteriak “kakang Udawa, coba kau lawan aku saja.” Padangan Udawa teralihkan dan terkejutlah itu Dewi Sumbadra. Dia datang diam-diam karena menurut firasatnya sang suami bakal kesulitan menyelesaikan sayembara. Dewi Sumbadra segera naik ke gelanggang dan menyuruh suaminya duduk saja.  Jelas saja sang suami menolak namun Dewi Sumbadra meyakinkannya “tenang saja kakang. aku sudah hidup bersama kakang Udawa jadi aku tau apa kelemahannya.” Arjuna agak ragu tapi dia yakin dengan kemampuan istrinya itu tak dapat diremehkan. Sayembara kembali berlanjut. Dewi Sumbadra dan Arya Udawa bertarung seperti sepasang ayam bersabung.

Sumbadra mengikuti sayembara demi sang suami
Walau seorang wanita, Dewi Sumbadra cukup gesit dan mampu mengimbangi kelincahan Udawa. Udawa melawan dengan keris Gandawisa namun Dewi Sumbadra segera melilitkan selendangnya dan melemparkan keris itu keluar gelanggang. Matahari akan segera terbenam, Arya Udawa juga mulai kelelahan. Di saat yang tepat, Dewi Sumbadra melemparkan giwang miliknya lalu menjapa mantra Aji Kemayan. Tepat sasaran. Arya Udawa yang terkena giwang itu seketika jatuh. Tulang dan persendian seketika lemas seperti lumpur tanah liat. Tepat saat matahari terbenam, Patih Arya Udawa menyerah kalah dan sayembara dimenangkan oleh Dewi Sumbadra dan Dewi Sumbadra mempersembahkan adiknya, Niken Larasati untuk dinikahi sang suami. Singkat cerita, beberapa hari setelah sayembara, pernikahan pun digelar dan kali ini ada dua pengantin yang menikah, Arjuna dan Larasati juga Udawa dan Antiwati. Untuk pertama kalinya pula, keluarga Pandawa, Kurawa, dan Yadawa sejenak bisa akur.

Srikandhi Minggat

Sementara itu, Di kaputren Maherakaca di Pancalaradya, Dewi Srikandhi dilanda sepi. Ilmu memanahnya belum cukup untuk bisa melindungi negerinya. Sejak pernikahan kakaknya, Drupadi dengan prabu Yudhistira, Raden Arjuna belum datang lagi untuk kembali mengajarinya ilmu memanah. Ditambah kini ada seorang raja sombong bernama Jungkung Mardeya dari Paranggobarja ingin memperluas kekuasaannya dengan pernikahan politik. Ayahnya diancam akan dibunuh dan negerinya diporak-porandakan bila lamarannya pada Srikandhi ditolak. Karena pikirannya kalut,  Dewi Srikandhi kabur dari keputren dan negeri Pancalaradya secara diam-diam. Gara-gara kepergian Srikandhi, seisi negeri Pancalaradya kalang kabut dibuatnya. Prabu Jungkung Mardeya menggempur habis-habisan Pancalaradya. Keadaan semakin gawat, Arya Drestajumena diperintahkan ayahnya untuk mencari keberadaan saudarinya itu.

Bambang Cempaladewa, murid Arjuna

Syahdan, di kerajaan Amarta tepanya di puri Madukara, siang itu Raden Arjuna kedatangan seorang tamu bernama Bambang Cempaladewa ingin berguru padanya ilmu memanah dan ilmu kanuragan lainnya. “sampurasun, Raden. Maaf bila kedatangan hamba lancang. Saya Bambang Cempaladewa dari tanah seberang. Kedatangan hamba kesini ingin berguru pada guru. Tolong ajari aku segala ilmu yang kau punya.!?” Arjuna setengah tak percaya ada orang dari luar Jawadwipa ingin berguru padanya. Segitu terkenalnya dalam pikirnya. Setelah meminta izin pada sang permaisuri, Dewi Sumbadra, akhirnya ia diizinkan untuk menerima murid dan mengajarkan segala ilmu kanuragan pada Bambang Cempaladewa. Singkat cerita tiga bulan telah berlalu, Bambang Cempaladewa menguasai segala macam ilmu kanuragan terutama ilmu memanah.

Bambang Cempaladewa
Bambang Cempaladewa 

Dia bisa memanah dengan sangat tepat dan menembakkan anak panah dengan ukuran sasaran kecil, mulai dari telur ayam, telur puyuh, buah ranti, mata boneka burung, bahkan sehelai rambut bisa ia panah. Dengan sabar Arjuna mengajarinya sampai membuat Bambang Cempaladewa terkesan padanaya. Namun Raden Arjuna merasa ada yang pelik. Selama mengajari Bambang Cempaladewa, dia jarang melihatnya mandi di puri malahan lebih sering menemukannya selesai mandi di pinggir Bengawan Yamuna. Dia juga memilih kamar tidur dekat pada tempat tidur para dayang-dayang, bukannya kamar tamu laki-laki dan selama ini, Bambang Cempaladewa sering pergi dan sangat akrab dengan kedua istrinya, Dewi Sumbadra dan Niken Larasati seakan-akan mereka sudah saling kenal sejak lama. Satu hal lagi yang selama ini ia perhatikan adalah kulit tangan dan kaki Bambang Cempaladewa terlalu halus untuk seorang pria tapi juga agak kasar untuk seorang wanita. Wajahnya juga tampan tapi bersemu cantik. dan setiap kali tangan mereka bersentuhan, Bambang Cempaladewa dan Arjuna sendiri sama-sama tersipu malu merasakan ada getaran aneh di dada. Hingga pada suatu hari, seperti biasa, Bambang Cempaladewa pergi ke Bengawan Yamuna beralasan ingin berburu sekaligus berlatih. Diam-diam Arjuna mengikutinya.

Rahasia Bambang Cempaladewa

Sesampainya di pinggir bengawan, ia mengintip dari balik pepohonan. Di saat itu pula, Bambang Cempaladewa membuka bajunya dan terlihatlah dia memiliki payudara yang montok dan begitu penutup kepalanya dibuka, rambut panjang tergerai indah dan kelihatan begitu halus. Kulitnya indah bersih dan tampak kenyal. Arjuna terkejut tak percaya ternyata Bambang Cempaladewa adalah wanita cantik. Getaran hati Arjuna semakin bergelora dan merah padamlah mukanya. Arjuna ingin menanyakan siapa dirinya yang sebenarnya dan memintanya berterus terang. Sejak kedatangannya,Arjuna merasakan getaran cinta di dadanya namun ia tak berani bercerita sebab bisa-bisa Amarta bahkan seluruh dunia bisa geger kalau seorang Arjuna, ksatria hebat dan tampan telah jatuh cinta dengan sesama laki-laki. Keinginan itu dipendamnya sampai di Madukara. Ketika melewati kamar Bambang Cempaladewa, Arjuna tak tahan lagi maka ia bersiasat agar muridnya itu berterus terang saja siapa jati dirinya dan mau menerima cintanya.

Jatidiri Bambang Cempaladewa

Senja yang indah mulai melambaikan lembayung di langit petang. Semburat lembayung berwarna merah menandakan cinta yang membara. Itu pula yang dirasakan Bambang Cempaladewa semenjak berguru pada Arjuna. Ketika Bambang Cempaladewa pulang dan masuk ke kamarnya, didapati di dalam kamar Raden Arjuna sedang duduk menantinya di atas ranjang indah. Terkejutlah Bambang Cempaladewa mendapati gurunya ada di kamarnya namun ia berusaha bersikap biasa dan betanya pada sang guru “Guru, apa yang guru lakukan di kamar saya?” Arjuna menjawab dengan enteng sambil setengah basa-basi “aku hanya menunggumu. Ngomong-ngomong seleramu bagus juga untuk kamar laki-laki. Kamar penuh bunga dan rapi seperti ini.” “ahh saya memang pencinta tata ruang. Kamar yang dipenuhi bunga dan rapi akan membuat siapa yang tidur di dalamnya menjadi betah.” Umpan telah dipasang dan ikan sudah terjerat, Arjuna lalu berkata dengan lembut “Cempaladewa, bunga mawar ini cantik. Setahuku, di Madukara tidak ada bunga mawar semerah ini. apa kau mengambil ini di hutan?” “ya, guru. Sepertinya guru suka pada bunga ini. aku berikan padamu.” Arjuna menerimanya lalu tanpa canggung menyelipkan bunga mawar merah itu ke sela kuping Bambang Cempaladewa. Merah padamlah pipi Bambang Cempaladewa. Dadanya berdebar kencang namun dia berusaha bersikap biasa. Tindakan Arjuna ini membuatnya semakin tersipu. Lalu Arjuna berbisik kepadanya “Dinda, kau nampak cantik dengan kemben dan kebaya. Tapi dinda juga terlihat tampan dan gagah saat memakai baju perang.” Tanpa disadarinya, Arjuna membuka tutup kepalanya dan tergerailah rambut panjangnya yang halus dan mengembang itu. Bambang Cempaladewa terkejut bukan kepalang. Rahasianya terbongkar lalu ia meminta maaf dan  mengakui jatidirinya “Ampun kanda Arjuna, maafkan dinda. Dinda benar-benar sangat lancang datang ke puri kanda menyamar menjadi pria. Saya Srikandhi, adik Yunda Drupadi...” lalu dia menceritakan yang sebenarnya terjadi. Sejak pandangan pertama, Arjuna yang sudah kepincut sejak pernikahan kakaknya di Pancalaradya dan ingin menyatakan cintanya pada Srikandhi tapi ia malu.namun karena sang pujaan hati telah datang kepadanya maka ia tak ragu lagi ”Dinda, kau sebagai muridku mohon terimalah tanda mataku ini, apakah kau mau menerima cintaku?” Dewi Srikandhi menjadi malu dan tersipu tapi dengan jawaban tegas ia juga menyatakan cintanya “tentu, kanda Arjuna. Aku akan menerimamu. Cinta kanda juga merupakan cintaku. Tapi kau harus menghadap ayahanda prabu dahulu.” Sejak saat itu, terjalinlah benang-benang cinta diantara mereka. Dewi Srikandhi tidak perlu menyamar lagi dan tetap bisa belajar ilmu kanuragan dengan Arjuna.

Srikandhi dicidra Drupadi                             

Pagi yang cerah ceria. Burung-burung bekicau bersahutan. Burung perkutut keraton manggung dengan suaa-suara emas mereka. Dewi Drupadi sedang berdiskusi dengan sang suami, Prabu Yudhistira “kanda, apa kau tidak merasa aneh. Sudah tiga bulan ini adhi Arjuna tidak menghadap ke pisowanan. Apa kau tidak menghukumnya sekarang?” tidak, dinda. Aku sudah kenal watak adikku yang satu itu. kalau dia berbulan-bulan tidak menghadap, mungkin ia sedang berkelana untuk berguru atau sedang ada pertemuan dengan kanda prabu Kresna.” Lalu datanglah Arya Drestajumena. Prabu Yudhistira mepersilakan adik iparnya yang baru datang itu untuk duduk namun ia tidak bisa berlama-lama “maaf kanda prabu, saya datang hanya ingin menyampaikan pesan...kakanda Prabu! Yunda Ratu! Yunda Srikandhi menghilang dari Pancala sudah tiga bulan. Sementara Pancalaradya saat ini sedang berperang dengan Paranggobarja karena lamaran raja Jungkung Mardeya pada Yunda Srikandhi ditangguhkan terlalu lama.” Dewi Drupadi segera berpikir ada sesuatu yang janggal. Menghilangnya Srikandhi bersamaan dengan Raden Arjuna yang sudah tiga bulan tak menghadap. Maka ia ingin menyelidiki ke puri Madukara. Di depan pintu taman Maduganda, punakawan Gareng, Petruk dan Bagong menghalang-halangi Dewi Drupadi untuk masuk ke taman. “gusti ratu, ndoro Arjuna sedang tidak bisa diganggu. Dia sedang tapa brata.” Dewi Drupadi makin curiga “kakang Gareng, kakang Petruk dan Bagong. kumohon kakang bertiga menghadap Eyang Ki Lurah. Aku hanya ingin menjenguk dinda Sumbadra.” “tidak bisa, gusti ratu. Ndoro Arjuna memerintahkana kami untuk menghalangi siapapun yang masuk.” Kesabaran Drupadi sudah mendekati batas, maka ia nekat menerobos. Begitu pintu gerbang Taman Maduganda terbuka, terlihatlah pemandangan yang mengejutkan. Dewi Drupadi melihat Dewi Srikandhi sedang berpelukan mesra dengan Arjuna. Naik pitamlah sang ratu Amarta itu melihat tindakan tak senonoh sang adik lalu melabrak mereka. Ditamparnya pipi sang adik lalu menjambak rambutnya. Terkejutlah Arjuna lalu ia lari ke belakang semak-semak. Dewi Srikandhi tak menyangka akhirnya ia ketahuan kakaknya dan ia pun terus meronta minta jambakannya dilepas. Dewi Srikandhi jatuh terduduk. Mukanya tertunduk malu dan menangis. Dewi Drupadi terus memaki adiknya “Adik Macam apa kau ini. Apa ini yang kakak ajarkan padamu. Berani Merusak pagar hayu orang. Tak Bermaruah!. Lebih pantas kau menjadi perempuan Sundal!” Dewi Srikandhi terus menangis. Lalu datang Dewi Sumbadra dan Niken Larasati menenangkan Srikandhi “Yunda ratu Drupadi, hentikan.” Dewi Drupadi menjelaskan bahwa Arjuna dan Srikandhi berselingkuh.”Dinda Sumbadra, Larasati. Lihatlah perilaku suami kalian. Apa kalian tidak malu suami kalian berselingkuh di depan mata kalian?” Dengan entengnya Dewi Sumbadra menjelaskan duduk perkaranya “kami tidak malu, Yunda Ratu. Sejak awal kami sudah tau kalau kanda Arjuna dan Dinda Srikandhi saling jatuh cinta. Sejak ia datang berguru dan menyamar sebagai pria. Kanda Arjuna dan Dinda Srikandhi hanya terlalu malu untuk berterus terang pada kami berdua.” Dewi Drupadi heran kenapa mereka bisa legawa seperti itu. Dewi Sumbadra menjelaskan “ begini Yunda Ratu. kanda Arjuna itu memang ditakdirkan memiliki banyak istri. Lagipula menurut hemat saya, sejak lahir kanda Arjuna memang diberi karunia kasih sayang yang melimpah dari Tuhan sehingga wajar kanda dijuluki sang Permadi. Kalaupun kanda menikah lagi toh cintanya pada kami tak susut sekalipun.” Dewi Srikandhi yang mendapat pembelaan seperti itu merasa terhina. Ia pun meronta dan lari meninggalkan Madukara. Dewi Drupadi berusaha mengejar namun adiknya justru menghilang entah kemana. Sepulangnya Dewi Drupadi kembali ke Keraton Indraprastha, Arjuna ingin mencari keberadaan Dewi Srikandhi dan ingin menikahinya. Dewi Sumbadra mengijinkannya namun kali ini Niken Larasati dan para punakawan yang menemani. Dia punya firasat bahwa akan ada sesuatu. Maka berangkatlah mereka mencari keberadaan Srikandhi.

Srikandhi Edan

Dewi Srikandhi yang sedng dicari-cari sedang berada di hutan. Kejadian traumatis di Amarta mengguncang jiwanya hingga ia menjadi setengah gila. Kadang bicara sendiri, kadang menantang-nantang, lalu menjerit-jerit tidak jelas, kadang pula menangis sendiri tanpa sebab menyebut nama Arjuna. Tingkahnya benar-benar edan. Pakaian dan rambutnya lusuh acak-acakan. Dia merangkai bunga-bunga seakan-akan dia memakai mahkota lalu berlagak menjadi ratu Madukara. Meski demikan, kecantikannya tak berkurang sedikitpun. Kadang datang orang-orang jahat hendak mengganggunya namun berhasil ia ringkus dengan mudah sambil tertawa senang. Dewi Srikandhi yang luntang-lantung sampai di Pancalaradya. di sana ia melihat keraton kacau balau dan melihat kebun keputren Maherakaca, tempat tinggalnya hancur berantakan. Seketika itu ia tersadar dari gilanya dan mencemaskan keluarganya. Dia masuk dan mendapati keluarganya tidak ada disitu. Lalu ia turun ke penjara bawah tanah dan dilihatnya saudara laki-lakinya, ayah dan ibunya disekap di penjara bawah tanah. Melihat itu, Srikandhi menangis lalu kembali hilang ingatan, sinting lagi. Dia menjerit-jerit dan tertawa-tawa. Suara tawa itu mengundang orang-orang ke penjara. Lalu datanglah seorang raja lain. Perawakannya bagus dan tampan namun sombong lagi jumawa. Jungkung Mardeya, raja Paranggobarja. “wah wah...rupanya ini putri Srikandhi yang aku cari-cari. Kau cantik juga. Baiknya kau menikahi aku kalau ingin keluarga dan negaramu selamat.” Meskipun ingatan agak miring, Dewi Srikandhi menolak mentah-mentah lamaran itu dan berani menantang Prabu Jungkung Mardeya. Baginya lebih baik ia mati daripada negaranya diinjak-injak raja sombong “heehh...raja gendeng...berani banget mau melamarku...... bagimu aku yang sinting ini mau menerima lamaranmu? Sini aku kangkangi kepalamu itu dengan panahku hahaha” Prabu Jungkung Mardeya kesal karena dihinakan putri sinting itu. lalu mereka berperang tanding.

Tewasnya Raja Paranggobarja

Di taman keputren Maherakaca yang hancur mereka saling melepaskan anak panah. Sat set sat set.....panah-panah mereka saring beradu menghancurkan segala tanaman dan rumput-rumput di kebun kaputren yang sudah rusak itu. Luar biasa betul Arjuna dalam mengajari sang dewi hingga pada sebuah kesempatan panah yang ditembakkan Dewi Srikandhi membelah dua panah lawan dan meluncur hingga jrass.....panah itu menancap di leher dan dada Prabu Jungkung Mardeya. Sang prabu jumawa itu melotot tiada percaya dan akhirnya ia roboh tewas begitu saja. Para prajurit Paranggobarja lari terbirit-birit dan membawa jasad raja mereka. Keluarga Pancalaradya bebas. Dewi Srikandhi yang masih setengah sinting tertawa-tawa senang dan sesumbar berkata “hahahahahha....aku Srikandhi. Pemanah terhebat di Pancalaradya. tidak ada satupun laki-laki ataupun wanita yang bisa menandingiku. Kalau ada yang mau denganku, perbaiki keputren Maherakaca ini dalam semalam dan mari kita adu tanding....hahahahaha.” Arya Drestajumena yang sudah bebas berusah menyadarkan saudara perempuannya itu, namun kian hari, Dewi Srikandhi semakin sinting namun jadi semakin kuat perkasa. Segala tabib tak mampu menyembuhkannya. Tak ada pilihan lain, maka dipanggillah gurunya, Resi Dorna dari Sokalima untuk menyembuhkan sakit sinting saudaranya itu. 

Siasat Dorna dan Sengkuni

Di Hastinapura, Prabu Duryudana dihadap Patih Arya Sengkuni, Resi Dorna dan para saudaranya. Mereka mendengar kabar bahewa Dewi Srikandhi dari Pancalaradya telah sinting dan sesumbar membuat sayembara dengan membangun ulang keputrennya dan adu tanding. Di saat yang bersamaan, datang Arya Drestajumena datang untuk minta bantuan sang guru “Ampun Guru. Muridmu minta bantuan pada guru. Yunda Srikandhi hilang pikiran dan menjadi setengah gila. Kami kewalahan menghadapinya. Apakah guru bisa membantuku menyembuhkan ingatan Yunda?”. Patih Sengkuni berunding dengan sang resi. Patih Arya Sengkuni berkata padanya bahwa ini kesempatan untuk mempererat hubungan dengan Pancalaradya agar Pancalaradya jadi sekutu Hastinapura Lalu, Resi Dorna bekata “baik, anakku. Aku akan ke sana.” Berangkatlah murid dan gurunya itu ke Pancalaradya diiringi beberapa Kurawa.

Kegagalan Resi Dorna

Kedatangan Resi Dorna ke Pancalaradya disambut baik oleh prabu Drupada, sang sahabat lama. dia berkata bahawa semua tabib dan dukun tak mampu menolong kegilaan Srikandhi. Tiap hari ia meracau-racau, merusakkan barang-barang dan melepaskan burung-burung perkutut kerajaan. Resi Dorna lalu mendekati Dewi Srikandhi yang diisolasi di keputren Maherakaca yang masih rusak itu. ia berusaha melawan Srikandhi di alam pikiran. Terjadilah peperangan dalam batin Dorna dan Srikandhi. Bukannya menang, sukma Dorna kalah dan ia pun terlempar kembali ke tubuhnya. Namun Resi Dorna tak putus asa. Ia mencoba menuruti keinginan Dewi Srikandhi yang ingin Keputren Maharakaca menjadi indah dalam semalam. Maka ia lalu bertapa namun ia malah ketiduran. Lalu ia terbangun lagi. Ia ulangi tapanya namun tertidur lagi. Begitulah terus yang terjadi.

Dua Tamu dari Tanjungnila

Di tempat lain, Prabu Drupada kedatangan dua tamu. Yang pertama adalah Prabu Sri Kresna dan Arya Setyaki dari Dwarawati lalu yang satunya lagi dari Tanjungnila, negeri bawahan Amarta. Prabu Drupada bertanya “siapa ki sanak berdua? Apa keperluan ki sanak kemari “ tamu pertama berkata “hamba Cakranegara dan teman hamba Bratangkusuma. Kami tabib gusti prabu Yudhistira dari negeri Tanjungnila. Kami sebenarnya diutus gusti ratu Drupadi kemari ingin coba menyembuhkan putri paduka, Srikandhi. Kami kasihan mendengar kabar bahwa gusti putri sakit ingatan.”  Prabu Drupada menjadi kurang yakin. Resi Dorna yang sakti saja kesulitan menyembuhkan putrinya. Lah ini tabib biasa yang kesaktiannya tak seberapa namun ini demi kesembuhan putrinya maka ia menyanggupi “baiklah, ki sanak berdua. Aku ijinkan kalian menyembuhkan putriku. Drestajumena, antar mereka ke keputren Maherakaca.” Prabu Kresna yang berpandangan tajam meminta ijin kepada prabu Drupada untuk ikut mengantar “Gusti Prabu Drupada, ijinkan aku ikut mengantar. Biar Setyaki yang mengurus segalanya disini.”  “baik, anakku Prabu Kresna.” Sesampainya di sana, Dewi Srikandhi yang setengah meronta didudukkan dekat Arya Cakranegara dan Bambang Bratangkusuma lalu kedua orang dari Madukara itu segera mengheningkan cipta dan merapal aji Mustikaning Sri. Dalam sekejap, tanah taman keputren itu menjadi gembur kembali. Tumbuh-tumbuhan, rumput, semak belukar, dan pepohonan yang rusak dan mati seketika tumbuh kembali bahkan berbunga dan berbuah lebat. Bangunan keputren Maherakaca yang rusak dan temboknya roboh berdiri tegak bahkan menjadi lebih kokoh dalam sekedip mata. Kolam-kolam ikan yang tadinya retak berlubang dan habis airnya menjadi terisi penuh air dan ikan-ikannya kembali hidup. Bahkan Dewi Srikandhi yang saat itu pikirannya sinting, ingatannya mulai pulih kembali. Arya Drestajumena dan Prabu Kresna terkejut bukan kepalang keputren yang rusak dan hancur itu langsung kembali indah seperti semula dalam waktu semalam bahkan hanya sepertiga malam saja. Dewi Srikandhi lalu pingsan setelah disembuhkan. Arya Drestajumena segera membawa saudarinya itu ke kamar keputren. Kedua orang Madukara itu dipersilakan beristirahat di wisma tamu.

Jatidiri Cakranegara dan Bratangkusuma

Keesokan harinya, Resi Dorna yang baru bangun dari tidur terkejut setengah mati melihat seluruh keputren Maherakaca sudah pulih kembali. Ia segera menuju ke balairung dan berkata “ Gusti Paduka, aku berhasil memulihkan keputren Maherakaca.” Prabu Drupada tersenyum dan berkata “Dorna temanku. Yang berhasil memulihkan keputren itu dua tamuku, Cakranegara dan Bratangkusuma. Mereka juga berhasil menyembuhkan putriku. Anakku dan anak Prabu Kresna sendiri yang menyaksikan itu semua. ” Merah padamlah muka Resi Dorna. Malu dan marah ia lalu diperintahkannya para Kurawa buat mengobrak-abrik lagi keputren Maherakaca sementara ia melengos pergi tanpa beri salam sedikitpun. Dengan gerak cepat, Arya Setyaki meringkus para Kurawa dan membuat mereka lari terbirit-birit. Di tempat lain, Dewi Srikandhi mulai bangun. Lalu ia berjalan ke taman keputren dan terkejut melihat ada dua pria sedang bertapa brata dan membetulkan taman dalam sekelip mata. Maka ia mendatangi mereka dan dengan lagak gilanya ia menantang mereka. Terjadilah perkelahian antara Arya Cakranegara dan Bambang Bratangkusuma melawan Dewi Srikandhi. Pertempuran mereka semakin sengit dan pada suatu sesempatan, Dewi Srikandhi berhasil membuat dua orang tamu dari Madukara itu terpental. Seketika itu juga badarlah siapa jati diri dua orang itu. Arya Cakranegara kembali menjadi Raden Arjuna dan Bambang Bratangkusuma menjadi Niken Larasati. Ingatan Srikandhi telah kembali dan sadar sepenuhnya, tak lagi sinting. Ia merasa terkejut dan malu tak menyadari kehadiran sang pujaan hati. Prabu Drupada, Arya Drestajumena, Prabu Kresna dan Arya Setyaki mendatangi mereka dan terkejut menyadari tamunya sendiri adalah Arjuna dan Larasati,  istrinya. Arjuna kemudian menghadap sang calon mertua dan mengungkapkan keinginannya untuk melamar Dewi Srikandhi “ampun, gusti paduka. Maaf bila saya datang dengan kurang pantas tapi sudikah gusti paduka menerima lamaran saya pada Dinda Srikandhi?” prabu Drupada dan Arya Drestajumena setuju namun tiba-tiba Dewi Srikandhi menyela “maaf kanda, kanda memang telah menyelesaikan keputren ini dalam satu malam, namun kanda harus mengalahkanku kalau ingin kita menikah.” Arjuna sadar bahwa Srikandhi masih sakit hati saat ia dilabrak di Madukara kala itu. ketika Arjuna hendak maju, Larasati menahannya dan menawarkan dirinya saja“kanda, biar aku saja yang maju.” Arjuna awalnya tak yakin namun setelah sang istri meyakinkannya, ia percaya pada kemampun keprajuritan istrinya itu.

Srikandhi-Larasati

Larasati mendekati Srikandhi dan berkata ia akan mewakilkan suaminya “Srikandhi...aku akan melawanmu.” Dewi Srikandhi rupanya setuju dan siap bertanding dengannya. Mereka pun mulai bertarung. Mulai dari pertarungan tombak, pedang keris, hingga tangan kosong. Dalam waktu tiga bulan itu, Srikandhi memang bisa mengimbangi Larasati. Namun Larasati juga tak kalah hebat. Adik asuh sekaligus murid Prabu Kresna itu mampu bertahan hingga pada suatu kesempatan mereka sama-sama lelah. Dewi Srikandhi mengganti adu tanding dengan adu memanah.

Srikandhi-Larasati

Ia segera mengambil sebutir telur burung gelatik dan sekuntum bunga melati lalu ia letakkan dua benda itu dengan hati-hati di atas dua tiang bendera setinggi lima puluh kaki. Setelah itu ia berkata pada semua orang “aku tantang Larasati adu panah. Kalau aku menang maka kanda Arjuna harus menjadi pembantuku selama setahun tapi jika Larasati menang maka aku bersedia menikahi kanda Arjuna untuk selamanya.” Dewi Srikandhi mendapat giliran pertama. Dengan perasaan takabur setelah berhasil menghabisi Prabu Jungkung Mardeya dan membuat samaran Arjuna dan Larasati menjadi badar, ia pun menembakkan panahnya dan tepat mengenai telur itu lalu menembus bunga melati itu sampai terjatuh dan pecah. Para penonton bersorak sorai mengagumi kehebatan Srikandhi.

Larasati memenangkan Sayembara

Ketika giliran Niken Larasati membidik, sang suami berbisik kepadanya “dinda, jangan sampai telur dan bunganya pecah atau terbelah.” “baiklah, kanda. Doakan aku berhasil.” Niken Larasati segera membidik dengan tenang. Ia pun mengheningkan cipta, berdoa kepada Sanghyang Widhi agar mendapat kemenangan. Setelah mantap, ia pun menembakkan panahnya dn tepat menancap pada telur dan bunga melati. Baik telur maupun bunga melati itu tetap berada di tempatnya. Hanya isi telur dan madu buga yang menetes ke tanah. Dewi Srikandhi. Semua orang terpana dengan kehebatan Niken Larasati termasuk Dewi Srikandhi. Ia pun mengakui kekalahannya dan memeluk Niken Larasati.

Pernikahan Arjuna-Srikandhi

Singkat cerita, sehari sebelum pernikahan. Dewi Drupadi dan rombongan para pandawa telah datang dari Amarta. Ia bersama sang suami dan Prabu Kresna mendatangi Dewi Srikandhi. Ia lalu menangis sambil memeluk sang adik meminta maaf atas segala perbuatannya yang lalu. Namun Dewi Srikandhi diam bergeming begitu saja. Dewi Drupadi semakin sedih. Bahkan ia membuat sumpah “dinda... kalau dinda tidak memaafkan yunda, tidak apa. Biar Yunda sendiri menanggung karma itu. Yunda rela dipermalukan di depan umum kelak di kemudian hari.” Maka terdengarlah guntur menggelegar. Angin bertiup kencang pertanda sumpah itu disaksikan para dewa. Gemetarlah Dewi Srikandhi ketakutan. Sambil menangis ia memeluk saudarinya itu. dia berkata padanya bahwa dia sudah merelakan dan ikhlas dengan perbuatan sang yunda. Setelah duduk permasalahannya selesai, sang permaisuri segera merias saudarinya itu. esoknya, pernikahan pun diselenggarakan dengan meriah. Pesta diselenggarakan tujuh hari tujuh malam. Di pelaminan, nampak Arjuna duduk bersanding dengan Srikandhi diapit oleh kedua istri, Dewi Sumbadra dan Niken Larasati. Setelah tiga puluh lima hari berlalu, Raden Arjuna, Dewi Sumbadra, Niken Larasati, Dewi Srikandhi dan segenap keluarga Pandawa kembali ke Amarta. Kini, Arjuna telah lengkap memiliki tiga istri permaisuri. Permaisuri utama yakni Dewi Sumbadra sementara permaisuri apit Niken Larasati dan Dewi Srikandhi.