Minggu, 27 Agustus 2023

Pandawa Dadu

Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan. Kisah kali ini adalah titik balik kehidupan Pandawa dan Kurawa. Pandawa diundang bermain dadu kuclak dan berakhir dengan kekalahan para Pandawa dan penghinaan para wanita di keluarga Pandawa yakni Dewi Drupadi dan Dewi Kunthi. Kisah diakhir dengan hukuman yang harus ditanggung Pandawa yakni mengasingkan diri ke hutan selama dua belas tahun ditambah satu tahun hidup menyamar sebagai orang biasa. Kisah ini mengambil sumber dari blog albumkisahwayang.blogspot.com, Kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa, serial kolosal India Mahabharata Starplus dan Radha Krishna Star Bharat

Setelah upacara Sesaji Rajasuya Yadnya di Amarta, Prabu Duryudhana benar-benar dibuat iri dengan kemegahan istana ilusi Indraprastha. Ia berniat membuat merebut paksa istana Indraprastha dari para Pandawa terlebih saat hendak meninggalkan istana, ia ditertawakan Dewi Drupadi saat jatuh ke kolam yang dikiranya lantai. Patih Sengkuni menyarankan untuk merebutnya bukan dengan perang melainkan dengan tipu hela. " Keponakanku, para Pandawa selalu dilindungi Kresna dan kakek Semar. Kalau kita perang, kita menghabiskan banyak dana dan korban nyawa. tapi dengan tipu hela ini, kita bisa menghancurkan harga diri Pandawa dan hubungan baik mereka dengan Semar maupun Kresna. Kita akan membuat Pandawa malu dan terhina dihadapan dua botoh mereka." Prabu Duryudhana gembira mendengarnya tapi ia bertanya kembali”lalu tipu hela apa yang akan paman lakukan untuk menjebak para Pandawa?” Patih Sengkuni lalu mengeluarkan dua biji dadu lalu ia berkata  “dengan dadu ini,keponakanku. Dadu ini aku buat dari tulang kaki kakekmu Prabu Suwala. Berapapun angka yang aku inginkan, dadu ini akan mengikuti apa yang aku inginkan..hihihi...sekarang kau undang para Pandawa untuk bermain dadu kuclak. Buatt acara besar seakan ini pesta syukuran atas keberhasilan Pandawa menyelenggarakan Sesaji Rajasuya.” Prabu Duryudhana menyetujui lalu dikirimlah utusan ke Amarta.

Hari yang cerah ceria, saat itu Prabu Sri Kresna yang masih bersama Pandawa di Amarta setelah peristiwa Rebut Kikis Tunggarana. Lalu datang Prabu Danuasmara alias Bambang Partajumena,putra Sri Kresna.ia membawa kabar”ampuni aku ayahanda Prabu....keadaan kerajaan kacau. Prabu Salwarudra dari negara Salwarupa menyerang kerajaan kita. Kita harus pergi berangkat perang melawan kerajaan Salwapura. Pasukannya mulai merangsek Dwarawati.” Lalu bersamaan dengan itu, utusan dari Hastinapura membawa undangan dari Prabu Duryudhana. Maka hari itu, Para Pandawa dan kakek Semar harus ke Hastinapura memenuhi undangan Prabu Duryudhana. Dewi Drupadi meminta ingin ikut. awalnya sang suami, Prabu Yudhistira melarang tapi datang Dewi Kunthi. Sepertinya ibu dari para Pandawa mulai menangkap firasat yang kurang baik,maka ia akan ikut menemani menantunya itu “anakku,biar Drupadi ikut. Aku akan bersamanya.” Prabu Yudhistira mau tak mau mengizinkan sang ibu dan istrinya ikut. Singkat cerita, semua orang siap berangkat ke tujuan masing-masing. Ketika hendak mengambil pedang untukdimasukkan ke kereta kencananya, tangan Prabu Sri Kresna tersayat bilah pedang yang tajam. “kakang Gowinda, tanganmu berdarah...sini biar aku balut lukamu.” Tanpa pikir panjang, Dewi Drupadi segera menyobek kain di pinggangnya dan membalut luka sang Madhawa. Prabu Sri Kresna berterimakasih atas kemurahan hati sahabatnya itu. Setelah para Pandawa pergi, Prabu Sri Kresna merasa akan ada kejadian buruk yang akan menimpa para Pandawa, Dewi Drupadi, dan ibu Kunthi.

Singkat cerita, para Pandawa dijamu dalam acara syukuran di Hastinapura. Kebetulan para Pandawa datang bersama Dewi Kunthi dan Dewi Drupadi. Acara digelar meriah. Makanan dan minuman tersaji dengan lezat. Tari-tarian dan acara pagelaran musik digelar dengan pecah. Para Pandawa menikmati segala prosesi acara tersebut. Puncaknya yakni Prabu Duryudhana mengajak Prabu Yudhistira untuk main dadu kuclak untuk mempererat hubungan persaudaraan. Awalnya Prabu Yudhistira menolak “kakang prabu, aku tidak mahir bermain dadu. Kita ganti permainan yang lain saja.” Tapi Prabu Duryudhana berkata “tidak apa-apa, aku juga tidak jago main dadu. Lagipula, kita jarang banget main seperti ini. Sekali-sekali saja bolehlah kita main ini.” Prabu Yudhistira berpikir tidak apa-apa bermain permainan ini toh ia walau tidak terlalu jago,tapi ia tahu segala seluk beluk permainan dadu kuclak dan permainan ini dimainkan untuk suka-suka saja. Maka Prabu Yudhistira setuju untuk ikut main. Prabu Yudhistira memutuskan main sendiri sementara prabu Duryudhana diwakilkan oleh Patih Sengkuni. Permainan pun dimulai, dengan disaksikan para Pandawa dan Kurawa, Kakek Semar beserta anak-anaknya, Adipati Karna, adipati Aswatama, dan para sesepuh yakni Maharesi Bhisma, Begawan Dorna, Arya Widura, dan Adipati Dretarastra. Dewi Drupadi dan Dewi Kunthi akan menunggu di kaputren.

Pandawa dan Kurawa bermain dadu
Prabu Yudhistira dan Prabu Duryudhana melakukan hompimpah untuk menentukan siapa yang main duluan.dan Prabu Yudhistira menang.Prabu Yudhistira main pertama dan langsung menang.di permainan berikutnya, Prabu Yudhistira terus menang.Prabu Duryudhana lalu berkata “adhiku, prabu Yudhistira. Permainan ini mulai kurang menarik. Bagaimana kalau kita tambahkan sedikti taruhan...ya sedikit uang dan emas yang kita punya.” “baiklah, aku sih ok-ok saja.”Para Pandawa kaget begitu juga Kakek Semar dan para sesepuh Hastinapura. Kakek Semar mendekati sang raja Amarta ”ndoro, ini mulai tidak benar. jangan sekali-kali bermain sesuatu sambil mempertaruhkan harta. itu sama saja berjudi.” Arjuna membenarkan ucapan kakek semar “benar kata kakek Semar, kakang! jangan lakukan itu.” Arya Wrekodara dan Arya Nakula-Sadewa pun berkata hal yang sama. Namun Prabu Yudhistira berkata diluar dugaan mereka “Kakek Semar! Adhi-adhiku! tidak apa-apa. Permainan ini untuk suka-suka saja. Kakek dan adhi-adhiku jangan khawatir.” kakek Semar terkesiap mendengarnya. Prabu Yudhistira mulai diliputi perasaan bangga diri yang berlebihan. Ia merasa putaran roda takdir akan segera berubah arah dan menjungkir balik keadaan para Pandawa ke titik terendah mereka. Permainan pun dilanjutkan.Prabu Duryudhana mulai memasang taruhan pertama yakni sekarung emas di kamarnya. Awalnya Prabu Yudhistira menang. Lalu prabu Duryudhana mempertaruhkan sapi dan kerbau di kandangnya, namun ludes juga diambil Yudhistira. Satu kesalahan blunder yang dilakukan Prabu Yudhistira yakni sifat bangganya yang salah tempat. Lalu tiba giliran Prabu Duryudhana memainkan dadu. Patih Sengkuni mengocok dadu sambil menjapa mantra sihir “dua belas!” maka dadu pun beralih ke angkadua belas. Itu adalah kekalahan pertama Yudhistira. Lama-lama Sengkuni terus menggunakan tipu daya dan sihirnya. Seluruh kekayaan Pandawa termasuk istana Indraprastha beserta isinya ludes di arena judi. Dewi Drupadi mendengar kekalahan suaminya segera datang menyadarkan suaminya untuk berhenti “kakanda, hentikan bermain dadu ini. Kehormatan kakanda akan dipertaruhkan. Baiknya kita jernihkan kepala dulu. Baru kita pikirkan cara mengembalikan harta kita.” Namun Prabu Yudhistira seperti kesetanan kena hasutan Sengkuni untuk mempertaruhkan apapun yang ada.”dindaku Drupadi. Apa yang aku mulai harus aku akhiri. Sama dengan permainan ini, aku harus menyelesaikannya.” Dewi Drupadi kaget mendengarnya maka ia pergi dan mengabarkan hal ini pada Dewi Kunthi, sang ibu mertua.

Sementara itu, permainan terus berlanjut. Prabu Yudhistria berkata’kakang aku tidak punya harta lagi.”lalu patih Sengkunimengeluarkan kata-katanyayang manis nan beracun “keponakanku Yudhistira... kau masih punya lihat disana ada adik-adikmu. Mereka sama seperti harta bagi seorang saudara.” Prabu Yudhistira terhasut dan dengan hati terpaksa, ia mempertaruhkan saudara-saudaranya beserta isteri-isteri mereka, mulai dari Nakula-Sadewa, Arjuna, dan Wrekodara. Semuanya terenggut dijadikan hamba sahaya Kurawa. Gantian Prabu Duryudhana menghasut Prabu Yudhistira masih punya anak, menantu, dan para keponakannya. Prabu Yudhistira lalu mempertaruhkan mereka. Hasilnya pun sama, anak, menantu dan keponakan-keponakannya jadi budak Kurawa. Yudhistira berkata tak punya harta lagi. Patih Sengkuni berkata ia masih punya Semar dan anak-anaknya. Yudhistira mempertaruhkan kakek Semar. Kagetlah seluruh penghadapan itu namun semua tidak berani menegur Duryudhana, Sengkuni maupun Yudhistira. Singkat cerita, permainan dadu dilanjutkan dan hasilnya Semar dan para punakawan ikut jadi budak Kurawa juga. Dewi Drupadi mendengar kalau kakek Semar sudah dipertaruhkan di meja dadu mendatangi suaminya " hentikan suamiku, jangan lagi. Kau sudah berani mempertaruhkan kakek Semar! Kau akan mendapat murka dewa. Cepat hentikan." Prabu Yudhistira berkata " maafkan aku Drupadi, aku tidak berdaya. Aku akan menebus kakek Semar jika permainan ini dilanjutkan." Dewi Drupadi kaget mendengarnya, tak sangka kalau suaminya sudah kalap berjudi. Yudhistira ingin berhenti tapi Prabu Duryudhana berkata kalau ia masih merdeka dan punya isteri juga. Yudhistira lalu mempertaruhkan kemerdekaannya dan isterinya. “Aku..... akan mempertaruhkan diriku dan kemerdekaan isteriku, Drupadi.” Seisi istana terkejut bahkan Prabu Duryudhana terkejut juga bahagia. Akhirnya ia mendapat alasan untuk membalas dendam. Permainan pun dilanjutkan kembali. Hasilnya dapat diduga, Yudhistira kalah dan isterinya yakni Dewi Drupadi juga jadi budak Kurawa.

Dewi Drupadi dipanggil oleh pelayan untuk menuju bale sasana andrawina karena suaminya telah mempertukarkan kemerdekaan semua kerabatnya termasuk ia sendiri. Drupadi menolak masuk ruang sidang itu dan menyuruh pergi pelayan itu. Tak lama datang Dursasana ke kaputren. Ia memaksa Drupadi ikut ke bale sasana andrawina ”hei pelayan Drupadi, kemari ikut aku ke bale sasana andrawina. Bergabunglah menjadi pelayan kami!” . Drupadi menolak dengan keras “PENDOSA! Kau dan kakakmu telah licik menjebak kami! Aku tidak akan ke sana!” Dewi Drupadi berusaha meninggalkan kaputren namun ia tertahan karena rambut sang Dewi Panchali dijambak Dursasana. Ia diseret, disepak, dan didorong-dorong sang Panegak Kurawa sampai rambut sanggulnya lepas terburai. Terseret-seret lah ia menuju bale tempat suami dan para iparnya berjudi. Sepanjang jalan, Drupadi menangis memohon minta tolong “lepaskan aku!!...Tolong Aku!!...kakanda Prabu, adhiku Bhima! Adhiku Arjuna! Adhiku Nakula! Sadewa!.....tolong Aku!” Drupadi merasa sangat terhina. Ia didorong sampai terjerembab. Drupadi lalu bangun sambil menangis dan berteriak meminta keadilan "BERANI SEKALI KAU DURYUDHANA MEMPERBUDAK AKU!! KALIAN SEMUA, BEGINIKAH ADAT HASTINAPURA? MEMPERTARUHKAN WANITA DEMI KEKAYAAN? SUAMIKU KAKANDA PRABU, TEGANYA ENGKAU MEMPERTARUHKAN KU, ADIK-ADIKMU, PUTRA KITA DAN PARA KEPONAKAN KITA. BAHKAN KAKEK SEMAR YANG SUDAH MENDAMPINGI KITA IKUT KAU PERTARUHKAN. MANA HATI NURANI KAKANDA? EYANG BHISMA, ENGKAU PUTRA DEWI GANGGA, TAPI TAK MAMPU MENYUCIKAN DOSA CUCUMU? APA NURANIMU TELAH KERING, EYANG MAHARESI? EYANG GURU DORNA, ENGKAU CUCU BEGAWAN BARADWAJA, MURID RAMABARGAWA YANG PERKASA DAN BERANI TAPI TIDAK MAU MEMERANGI ANGKARA? PAMAN ARYA WIDURA, KEMANA KEADILANMU YANG SETARA BATARA DHARMA? PAMAN ADIPATI DRETARASTA, KEBUTAAN PAMAN APA JUGA TELAH MEMBUTAKAN HATIMU KAH SEHINGGA PAMAN DIAM SAJA SAAT ANAKMU MELAKUKAN KETIDAKADILAN? KALIAN SEMUA SETAN DAN DENAWA TERJAHAT LEBIH DARI RAHWANA DAN HIRANYAKSIPU" Prabu Duryudhana murka sambil menepuk pahanya " Diam Kau Budak Drupadi!! Sekarang Duduklah Di Pangkuanku!!” Aswatama lalu tertawa “hahahaha.......sepertinya putri yang lahir dari sesaji api akan ditaruh di rumah pelacuran milik temanku Duryudhana.” Begawan Dorna marah mendengar anaknya berkata tak senonoh kepada putri sahabatnya itu “Aswatama tarik kembali ucapanmu! Kalau kau tidak segera minta maaf pada Drupadi, maka aku bersumpah bahwa kau tidak akan mengalami kematian yang layak nanti!” aswatama ngeri mendengarnya namun ia tidak meminta maaf karena ia mendendam hati pada para Pandawa. Prabu Duryudhana merasa ia berhasil membalas penghinaannya saat Sesaji Rajasuya lalu memerintahkan sesuatu yang tidak terduga “Dursasana! Wanita Arogan Ini Telah Membuatku Malu Dan Terlucuti Saat Tercebur Di Kolam Istananya. Sekarang, Lucuti Pakaian Drupadi! Lepaskan Kain Kembennya Sama Seperti Saat Kita Merasa Dilucuti Di Sesaji Rajasuya" Arya Wrekodara marah iparnya dihinakan sedemikian rupa " DURYUDHANA!! DURSASANA!!! THA’ TETEL-TETEL PAHAMU IKU! THA’ PUTHUL SISAN TANGANMU MARINGUNU THA’ SOSOP GETIHMU DURSASANA!!" Prabu Duryudhana menyuruh Arya Wrekodara diam karena budak tidak punya hak bicara. Datang Arya Durmagati dan Arya Wikarna agar Dewi Drupadi jangan dilucuti. Adipati Karna berkata "Durmagati! Wikarna! Drupadi pantas mendapatkan ini. Wanita Bermulut Pedas Sepertinya Datang Ditemani Empat Iparnya Tidak Pantas Disebut ratu tapi SEORANG PELACUR!!" Arjuna murka " KAKANG ADIPATI, CARA BICARAMU SEPERTI KUDA! MESKI AKU ADIKMU, AKU TAK SEGAN AKAN MEMBUNUHMU!!" Arya Dursasana menarik kain kemben Drupadi. Drupadi berusaha menahan namun ia tak berdaya "OH HYANG JAGAT DEWA BATARA, HYANG JAGAT PRAMUDITHA, HYANG WIDHI YANG MAHA KUASA!! TOLONGLAH HAMBAMU INI DARI RASA MALU INI. LINDUNGILAH HAMBAMU INI DARI PARA SETAN INI. SUAMI DAN PARA IPARKU SUDAH TAK BERDAYA LAGI UNTUK MELINDUNGIKU." Drupadi lalu berbisik dalam doanya “Kakang Gowinda! Gowinda!” Dibalik alam bawah sadarnya, mata batin Drupadi melihat Prabu Sri Kresna, ipar sekaligus sahabatnya memberikan berlembar-lembar kain yang sangat panjang menutupi seluruh tubuhnya, lalu wujud Sri Kresna bertukar wujud sebagai Batara Wisnu.

Dewi Drupadi dan Dewi Kunthi dipermalukan
Dengan kepasrahan yang total, Dewi Drupadi membiarkan kain kembennya di tarik Dursasana namun, tiba-tiba terjadilah keajaiban. Kain kemben Dewi Drupadi seakan bertambah panjang dan tidak habis-habis walau terus menerus ditarik, seakan ada berlapis kain melindungi tubuh molek Drupadi. Rupanya, Hyang Widhi menjawab doa hambaNya yang teraniaya. Ia mengirimkan Batara Wisnu melalui titisannya, Prabu Sri Kresna untuk menolong iparnya secara gaib. Pertolongan gaib itu dikirimkan Prabu Sri Kresna ketika ia berperang dengan Prabu Salwarudra. Prabu Sri Kresna dengan berlinang air mata membuka balutan kain yang diberikan Drupadi seolah ia memberikan berlembar-lembar kain kepada sahabatnya itu. Bersamaan dengan pertolongan gaib itu, mendadak datang angin kencang menerbangkan kain baju dan para pria di penghadapan kotor itu. Semua orang nyaris telanjang hanya bersisa kain celana saja. Kain kemben Dewi Drupadi sudah menumpuk segunung menutupi kursi takhta Prabu Duryudhana. "Kakang prabu, kemben Drupadi ini gak ada habisnya. Akuu tak kuat lagi, kakang!"  dan akhirnya, Dursasana jatuh pingsan karena kain kemben Drupadi tak kunjung habis.

Dewi Kunthi bersama Dewi Gendari segera datang ke bale sasana andrawina karena mendengar suara rintihan Drupadi. Patih Sengkuni segera menarik baju kebaya ibu para Pandawa itu agar Dewi Kunthi tidak bisa menyelamatkan menantunya. Baju itu pun robek dan terlepas. Dewi Gendari marah karena saudaranya telah berbuat semena-mena kepada iparnya itu. Dewi Kunthi merasa malu dan bersumpah " KAKANG SENGKUNI, KAU SANGAT NISTA! BERANI BETUL KAU MEROBEK KEBAYAKU DEMI TUBUHKU. AKU BERSUMPAH TAK AKAN MEMAKAI KEBAYA SAMPAI KAU MENINGGAL!" Bersamaan dengan itu, Dewi Drupadi selamat dari pelucutan keluar dari tumpukan kain yang memanjang itu. Dengan rambut terburai panjang dan dahi terluka, Dewi Drupadi bersumpah "DENGAN DISAKSIKAN DEWA-DEWI DI LANGIT DAN DI BUMI, DAN DEMI NAMA SUCI HYANG WIDHI, AKU TIDAK AKAN BERSANGGUL, BERGELUNG, ATAU MEMAKAI PERHIASAN SELAGI RAMBUTKU TIDAK BERKERAMAS DARAHMU, DURSASANA!" Seketika petir menggelegar dan bunyi guntur bergemuruh. Sumpah Kunthi dan Drupadi seakan didengar para dewa.

Dewi Kunthi dan Dewi Gendari menolong Dewi Drupadi. Dewi Gendari meminta permainan dadu ini tidak dilanjutkan. Maharesi Bhisma, Begawan Dorna, dan Arya Widura meminta Adipati Dretarastra selaku ayah kandung raja membebaskan Para Pandawa, Dewi Drupadi, para putra mereka, dan kakek Semar. Prabu Duryudhana tidak mau malah ingin mengajak Prabu Yudhistira untuk main lagi. Kali ini yang kalah akan dihukum mengasingkan diri selama 12 tahun ditambah 1 tahun harus nyamur (menyembunyikan diri). Prabu Yudhistira terhasut dan mempertaruhkan masa hukuman itu. Hasilnya bisa ditebak, Prabu Yudhistira kalah. Maka para Pandawa memulai masa penderitaan mereka 13 tahun dalam pengasingan untuk merenungi kesalahan mereka. Prabu Yudhistira berkata ini adalah hukumannya maka ia meminta Dewi Drupadi agar ikut mengungsi ke Pancalaradya. Dewi Drupadi tidak mau karena ia sudah sangat malu harus berhadapan dengan ayah, saudara dan putra-menantunya. Ia memutuskan untuk ikut Prabu Yudhistira. Ia akan setia, swarga nunut neraka katut, begitulah prinsip kesetiaan Dewi Drupadi. Para putra Pandawa mendengar kabar itu segera kembali ke negeri mereka masing-masing, tidak ingin jadi budak paman mereka, para Kurawa. Dengan dijemput Arya Drestajumena, Raden Pancawala beserta isterinya dan Bambang Yodeya diboyong ke Pancalaradya. Arya Antareja kembali ke Jangkarbumi. Prabu Gatotkaca kembali bersama isterinya, Dewi Pergiwa ke Pringgondani, Arya Antasena kembali ke Parangjaledri dan Prabuanom Srenggini menuju kadipaten Gisiksamodra. Sementara Sri Pancasena, putra Wrekodara yang seorang pendeta kembali ke desa Cendana Wasiat. Para putra Arjuna (Abimanyu, Sumitra, Brantalaras, Kesatradewa dll) beserta isteri mereka pergi ke Dwarawati bersama Prabu Sri Kresna. Isteri-isteri Arjuna juga akan ikut bersama Prabu Sri Kresna tapi bukan ke Dwarawati. Mereka akan diungsikan Dewi Radha dan Dewi Rukmini ke desa Warsana dan Widarakandang. Minus Bambang Irawan dan Bambang Wisanggeni, dua putra Arjuna yang satu ini berbeda. Bambang Irawan beserta isterinya kembali ke Pura Yasarata. Sedangkan Wisanggeni akan kembali ke kerajaan Daksinageni. Kabar kalahnya Pandawa juga terdengar oleh putra putri Nakula - Sadewa di Kadipaten Pandansurat dan Bulutiga. Mereka memutuskan memutuskan kontak demi menjaga perasaan ayah mereka. Sebelum memasuki Alas Kamyaka, para Pandawa sungkem kepada Prabu Sri Kresna dan kakek Semar memohon maaf. Kakek Semar memaafkan mereka namun Prabu Sri Kresna hanya diam bergeming seakan menggantung perasaan para sepupunya itu. Sepeninggal para Pandawa, kakek Semar berkata kepada Kresna agar memaafkan Pandawa namun Prabu Sri Kresna mengatakan akan memaafkan mereka jika waktunya tepat.

Kamis, 24 Agustus 2023

Rebut Kikis Tunggarana

Hai semua penikmat dan pembaca kisah pewayangan. Kisah kali ini mengisahkan keributan antara negara Pringgondani dan Trajutrisna karena memperebutkan Kadipaten Tunggarana. Keributan itu dapat diakhiri secara damai berkat usulan referendum yang diajukan oleh Bambang Pamegat, pemuda yang menjadi wakil rakyat Tunggarana. Sumber kisah ini mengambil dari blog https://albumkisahwayang.blogspot.com/ dan https://caritawayang.blogspot.com/

Semenjak para Pandawa menggelar upacara sesaji Rajasuya, banyak negara di sekitarnya akhirnya berani speak-up dalam bersikap. Salah satunya yakni kadipaten Tunggarana. Setelah sekian lama berada di bawah cengkeraman negara Trajutrisna, kadipaten Tunggarana mulai melakukan hal ekstrim demi melepaskan diri. Adipati Kahana, pemimpin kadipaten dan rakyat Tunggarana secara terus tidak mau mengeluarkan upeti dan sowan ke pasewakan selama satu sasih. Prabu Boma Sitija kesal karenanya " ini tidak boleh jadi. Kadipaten Tunggarana sudah berniat mbalélå. Pacadnyana, kirim pesan telik sandi ke Tunggarana! Amati apa yang dilakukan Kahana." "Sendika dhawuh, gusti prabu!"

Adipati Kahana kebetulan sedang tidak berada di Tunggarana melainkan sedang menghadap ke Pringgondani. Bersama Begawan Sumberkatong, ia datang menghadap ke Prabu Gatotkaca " ampun Gusti prabu, kedatangan hamba ingin menyampaikan keinginan rakyat hamba. Rakyat Tunggarana ingin Tunggarana ikut bersama Pringgondani. Sudah sejak lama rakyat tertekan di bawah cengkeraman Gusti Boma Sitija bahkan sejak Prabu Narakasura masih berkuasa juga sangat parah." Prabu Gatotkaca bersama Patih Prabakesha berusaha untuk bersikap hati-hati. Raja yang merupakan putra Wrekodara itu lalu menyampaikan "aku hargai keputusan tuanku ingin bergabung dengan Pringgondani tapi apa tuanku sudah siap dengan segala resikonya. Saya selaku raja lebih mengutamakan agar rakyat Trajutrisna dan Pringgondani agar hidup damai. Tuanku tahu bagaimana sikap Prabu Boma Sitija kalau tau tuanku hendak menyebrang dan mbalélå...."

Belum selesai bicara, datanglah Tumenggung Yayahgriwa dan Patih Pacadnyana hendak memanggil pulang Adipati Kahana dan Begawan Sumberkatong. " Ampun Gusti Prabu Gatotkaca, hamba atas perintah gusti Boma Sitija diperintahkan untuk memanggil pulang Adipati Kahana." Prabu Gatotkaca bersikap hati-hati berkata pada Adipati Kahana " tuanku Adipati, baik kau pulang penuhi panggilan rajamu. " Namun Adipati Tunggarana menolak " tidak gusti Prabu Gatotkaca, saya dipanggil pulang untuk dihukum mati. Jikalau saya mati, siapa yang membimbing rakyat Tunggarana?!" Ditya Yayahgriwa marah melihat Adipati Kahana memohon perlindungan kepada raja Pringgondani. Ia pun berniat menjambak Adipati Kahana dan menyeretnya keluar. Patih Prabakesha maju menangkis tangan Tumenggung Yayahgriwa. Ia berkata "hentikan, "Yayahgriwa. Adipati Kahana adalah tamu Pringgondani. Jika Tumenggung memperlakukannya dengan kasar sama artinya menghina wibawa Kerajaan Pringgondani." Tumenggung Yayahgriwa semakin marah dan meminta Prabu Gatotkaca menegur Patih Prabakesha yang ikut campur. Prabu Gatotkaca menjawab, "memang benar apa kata paman patih. Adipati Kahana saat ini adalah tamuku, maka selama kau ada disini, tuan Adipati tidak boleh diperlakukan semena-mena di hadapanku. Gusti Tumenggung baik menunggu di wisma kami. Kami akan mengatur kepulangan tuan Adipati ke Trajutrisna." Tumenggung Yayahgriwa tertawa kecut seakan tidak percaya. Ia berkata " gusti, kau ini masih bau kencur. Baru jadi raja sudah sombong nyundul langit. Aku bukan bocah yang bisa kau tipu. Aku ditugaskan gusti Patih atas persetujuan gusti Boma untuk memanggil pulang Kahana. Kalau kau berani lindunginya maka artinya perang." Prabu Gatotkaca marah dengan sikap kurang ajar Tumenggung Yayahgriwa namun ditenangkan Patih Prabakesha. Patih Prabakesha lalu menendang tumenggung Trajutrisna itu sampai keluar istana. Patih Pacadnyana yang melihat hal demikian marah dan bersumpah serapah" bajingan, kau Prabakesha! Kau pun Tak ada bedanya dengan kami, berani pada utusan raja. Genderang perang antara Pringgondani dan Trajutrisna sudah kau tabuh." Maka pergilah Patih Pacadnyana dan Tumenggung Yayahgriwa kembali ke Trajutrisna.

Prabu Boma Sitija sedang duduk di istana Trajutrisna. Tiba-tiba Tumenggung Yayahgriwa dan Patih Pacadnyana datang melapor " ampun Gusti, kami gagal menangkap Adipati Kahana. Malah ia datang juga bersama Begawan Sumberkatong. Prabu Gatotkaca dan para raksasa Pringgondani berniat mengukuhi Kadipaten Tunggarana." Prabu Boma Sitija marah mendengar berita ini. Namun, ia juga senang karena memiliki alasan untuk menggempur Kerajaan Pringgondani. Bagaimanapun juga Prabu Boma masih menyimpan dendam atas peristiwa Wahyu Topeng Waja tempo hari. Kini adalah saat yang tepat untuk membalas sakit hatinya kepada Prabu Gatotkaca. Maka, Prabu Boma pun memerintahakan Patih Pacadnyana "patih, cepat siapkan pasukan, kita berangkat serang Pringgondani!" Singkat cerita, perang antara Pringgondani dan Trajutrisna tak lagi terelakkan. Tiga hari tiga malam Prabu Boma Sitija mengepung kerajaan Pringgondani dari segala sisi. Patih Prabakesha dan Tumenggung Brajawikalpa telah bersiaga menghadapi serangan tersebut. Kedua pihak sama-sama terdiri atas pasukan raksasa yang tentunya memiliki cara bertempur ganas dan mengerikan. Bedanya ialah, para raksasa Pringgondani tidak memiliki gigi taring karena sudah peraturan negara harus meratakan gigi sejak kecil.

Sementara itu, di desa Argabinatur di pinggir Kadipaten Tunggarana, Kakek Semar bersama Arjuna dan Prabu Sri Kresna mengunjungi rumah Begawan Sumberkatong untuk mengunjungi salah seorang anak Arjuna yakni Bambang Pamêgat yang tak lain cucu sang Begawan.

Pertemuan Arjuna dengan Bambang Pamegat
Sang putra turun menghadap sang ayah " sembah bekti padamu , ayahanda. Sudah lama ayahanda tidak menjenguk. Sekarang situasi negeri ini sedeng tegang." Arjuna bertanya " apa maksudmu tegang, nak? Aku lihat desa ini aman damai saja." Bambang Pamêgat menjelaskan "Tiga hari ini, pasukan Pringgondani dan Trajutrisna berseliweran di sekitar sini. Sering bentrok di luar desa apalagi ketika malam. Kabar yang ku dengar mereka memperebutkan kadipaten ini." Prabu Sri Kresna tidak paham minta dijelaskan lebih rinci. Bambang Pamêgat menjelaskan segala yang ia tahu. Setelah mendengar kisah dari Pamêgat, Prabu Sri Kresna dan Arjuna segera berangkat ke Pringgondani. Sementara kakek Semar dan Bambang Pamêgat berangkat menuju ke Pringgondani lewat jalan lain yang lebih aman.

Perang antara Pringgondani dengan Trajutrisna semakin sengit. Bahkan Arya Wrekodara dan Dewi Arimbi datang untuk menemui anaknya. " Ayah! Ibu! aku minta restu kalian. Berkati aku agar aku menang. " Arya Wrekodara berkata " waaa...anakku, ojo sok...kita tunggu sampai musuh masuk istana baru kau melawannya. Kita gak isok seenak udel ngelawan Boma. Bagaimana pun, dia saudaramu dan anak kakang Jlitheng." Prabu Gatotkaca mematuhi saran ayahnya. Terlihat di depan, Patih Prabakesha dan Tumênggung Brajawikalpa memapah Arya Kalabendana yang terluka disusul beberapa prajurit yang terluka. Dewi Arimbi dan Dewi Pergiwa segera membantu yang terluka dan menyembuhkan mereka. Di luar istana, perang makin sengit dan mengerikan namun kedua pihak yang ramai bertempur tidak menyadari kedatangan Prabu Sri Kresna dan Arjuna yang sudah berada dekat istana. Dua orang itu segera masuk ke dalem kedaton. Prabu Gatotkaca menyambut mereka. Prabu Sri Kresna bertanya "bagaimana bisa situasinya jadi rumit begini. Aku perlu penjelasanmu, anakku!" Prabu Gatotkaca berkata " ampun paman prabu, hamba tidak berniat mengukuhi apalagi mencaplok Tunggarana. Hanya saat itu tuan Adipati dan Begawan Sumberkatong sedang menjadi tamuku. Aku sebagai tuan rumah harus memberikan perlindungan kepada tamuku." " Itu tidak benar, ayahanda! Dia dusta!" Tiba-tiba datang prabu Boma Sitija mendobrak pintu kedaton. Prabu Gatotkaca dengan muka merah padam berniat menyerang Prabu Boma Sitija. Prabu Sri Kresna berusaha melerai mereka dan meminta permasalahan ini diselesaikan secara kekeluargaan“Tunggu, anak-anakku!! Jangan terbawa nafsu. Bagaimanapun juga antara kalian masih saudara, sehingga tidak pantas jika saling berperang apalagi melukai." Prabu Boma menjawab ketus, " persetan, aku tidak setuju masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan. Aku sudah tidak percaya pada ayah!" Prabu Sri Kresna tak menyangka kalau sang putra akan berkata demikian. Arjuna dan Wrekodara juga sama terkejutnya. Karena kedua raja muda sudah tidak bisa bersabar lagi, maka terjadilah perang tanding yang sengit. Prabu Boma Sitija segera naik kendaraannya yakni Wilmuna yang mampu terbang. Tak disangka, Prabu Boma Sitija bisa memurti alias melakukan krodha. Wajahnya berubah menjadi seram dengan kekuatan berkali-kali lipat. Lama-lama terdesak juga prabu Gatotkaca. Sang raja muda Pringgondani itu lalu ikut melakukan memurti. Sepasang sayap raksasa mengembang di punggungnya dan topeng Perunggu di wajahnya dilepas. Wajah Prabu Gatotkaca seketika berubah jadi raksasa dengan kekuatan berlipat ganda pula. Tampak kedua raja itu bertarung dengan seimbang, sama-sama sakti dan sama-sama perkasa. Kerusakan di istana tak kalah parah karena pertarungan mereka.

Ketika pertarungan sedang seru-serunya, tiba-tiba muncul Bambang Pamêgat dan kakek Semar di saat Prabu Boma dan Prabu Gatotkaca masih sibuk bertarung dan berusaha saling menjatuhkan. Ketika keduanya sama-sama memukul, tiba-tiba Bambang Pamêgat hadir di antara mereka. Pukulan Prabu Boma ditangkap dengan tangan kanan, sedangkan pukulan Prabu Gatotkaca ditangkap dengan tangan kiri. Para hadirin yang menonton terkejut, terutama kedua raja yang sedang bertarung tersebut. Mereka tidak menyangka, ada anak muda kurus yang mampu menangkap pukulan dahsyat Prabu Boma Sitija dan Prabu Gatotkaca. Bambang Pamêgat melerai dan berkata " hentikan! Aku di sini sebagai wakil rakyat Tunggarana meminta gusti berdua berhenti! Perang ini hanya akan menyisakan dendam belaka, kalah jadi abu menang jadi arang..kalian akan sama-sama rugi!" Prabu Boma Sitija marah-marah tidak peduli. Raja Trajutrisna itu terus menghajar Bambang Pamêgat sebanyak tiga kali namun seakan punya kekuatan diluar nalar, Bambang Pamêgat berhasil bertahan dari pukulan Sitija. Prabu Boma Sitija terkesan melihat kekuatan Bambang Pamêgat yang mampu menerima tiga pukulannya tanpa terluka. "Baik aku mengakui kehebatanmu. Aku persilahkan kau bicara...jadi bagaimana solusi atas masalah ini?" Prabu Gatotkaca juga demikian. " Aku juga persilakan andika untuk menyelesaikan persoalan ini. Sejak awal aku tidak tertarik untuk merebut Tunggarana. Yang ku lakukan selama ini untuk membela diri. Tolong berikan solusi agar perang ini bisa diakhiri."

Bambang Pamêgat lalu berjalan ke tengah alun-alun dan di hadapan rakyat Pringgondani, Trajutrisna, dan Tunggarana, ia berkata " agar menjadi adil bagi masing-masing pihak, rakyat Tunggarana harus melakukan referendum dengan cara pemilihan suara terbanyak.

Bambang Pamegat melerai Sitija dan Gatotkaca
Hasil apapun yang keluar nanti maka itulah keinginan rakyat." Adipati Kahana menyetujui rencana ini. Ia pun kembali ke Tunggarana dengan ditemani Bambang Pamêgat, Nayaka Mahodara, dan Arya Kalabendana sebagai panitia. Mereka bekerja mengumpulkan pendapat para kepala desa yang bermusyawarah dengan warga masing-masing. Lalu setelah musyawarah, diadakan pemilihan suara untuk menentukan pendapat rakyat. Tujuh hari kemudian, Bambang Pamêgat menghadap ke Prabu Sri Kresna. Di sana, dua raja yang bersengketa yakni Prabu Gatotkaca dan Prabu Boma Sitija hadir. Di sana juga turut dihadirkan parasesepuh yakni Prabu Matswapati dan Prabu Salya, dua sesepuh raja Jawadwipa dan Hindustan, Maharesi Bhisma, wakil dari Prabu Duryudhana sebagai raja paling kaya saat ini, dan Prabu Yudhistira sebagai ahli hukum. Bambang Pamêgat mengumumkan laporannya " Di hadapan wakil semua para raja di Jawadwipa ini, saya Bambang Pamêgat melaporkan bahwa hampir delapan puluh persen warga Tunggarana menyatakan ingin bergabung kembali dengan Kerajaan Pringgondani. Data dan berkas ini murni tanpa campur tangan pihak manapun. Apabila ada kesalahan pada hasil perhitungan, maka saya bersedia menyerahkan kepala saya untuk dipenggal. Sekian terima kasih."para sesepuh menyutujui laporan dari Bambang Pamegat. Prabu Matswapati segera membuka buku Pustaka Raja. Seketika, begitu buku itu dibuka, Peta kerajaan di seluruh Jawadwipa dan Hindustan ikut berubah. Wilayah Tunggarana beralih yang semula milik Trajutresna menjadi milik Pringgondani.

Prabu Boma merasa kecewa, namun ia sudah terlanjur berjanji akan mengikuti keputusan yang diajukan Bambang Pamêgat, sehingga mau tidak mau harus mengakhiri peperangan dengan Pringgondani. Sebaliknya, Prabu Gatotkaca yang sejak awal tidak berniat mengukuhi Kadipaten Tunggarana terpaksa menerima keputusan ini. Namun, ia juga memberi hak otonomi luas kepada Adipati Kahana untuk mengatur wilayah Tunggarana. Mengenai pajak dan upeti yang harus dibayar diturunkan dan dipersilakan untuk biaya pembangunan di Kadipaten Tunggarana. Setelah semua hadirin pulang, Arjuna baru berani berkata kepada Prabu Gatotkaca kalau Bambang Pamêgat adalah sepupunya. Ia terlahir dari putri Begawan Sumberkatong yakni Endang Pamegatasih. Prabu Gatotkaca memeluk sepupunya itu dan berterimakasih sudah membantu menyelesaikan masalah ini. Sang raja Pringgondan memberikan jamuan makan terbaiknya.

 

Sabtu, 19 Agustus 2023

Sesaji Rajasuya (Pandawa Samrat)

 Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan, sekarang kisah Mahabarata sedang menuju ke arah klimaks. Kisah kali ini menceritakan para Pandawa yang mengadakan upacara suci yakni Sesaji Rajasuya (Rajasuya Yadhnya) demi menjadikan negara Amarta alias Indraprastha sebagai negara yang diakui di seluruh jagad wayang. Jalannya upacara akan diganggu persembahan Kalalodra yang dilakukan Prabu Jarasandha dan penghinaan Sri Kresna oleh Sisupala, raja negeri Cedhi. Kisah ini diakhiri dengan penghinaan Dewi Drupadi kepada Prabu Duryudhana yang terjebur di kolam. Kisah ini mengambil sumber dari blog albumkisahwayang.blogspot.com, blog caritawayang.blogspot.com, serial kolosal India Mahabharata Starplus dan Radha Krishna Star Bharat.

Para Pandawa sejak mendirikan negara Amarta (Indraprastha), negara itu masih banyak yang belum dikenal sebagai negara merdeka dan berdaulat. Maka atas saran Prabu Sri Kresna harus mengadakan upacara sesaji Rajasuya. Upacara sesaji ini hampir mirip dengan sesaji Aswamedha namun bedanya mereka tidak perlu melepas kuda kurban melainkan harus menghadirkan 7 orang resi agung dan mengundang para raja sekurangnya seratus raja. Namun datang kendala, Prabu Jarasandha, raja Giribajra juga mengadakan sesaji Kalalodra, upacara menumbalkan kepala seratus raja demi menjadi Maharaja Diraja. Prabu Sri Kresna bersama Arya Wrekodara dan Arjuna nyamar sebagai pertapa datang untuk menghentikan itu semua. Kebetulan, prabu Jarasandha mengadakan acara gulat sebelum pengorbanan seratus raja itu. Maka Kresna mengajukan agar Wrekodara yang maju sebagai penantang. Prabu Jarasandha tertawa "hei petpa, tidak ada yang bisa mengalahkan aku... penantang darimupasti akan langsungkalah." Arya Wrekodara berteriak "woooo.....raja tapi gumedhe banget...jangan besar kepala dulu...ayo lawan langsung. Gausah kakean cangkem.!!!" Gulat pun dimulai. Pergulatan itu sangat sengit, tak ada yang kalah maupun menang. Keduanya sama-sama sakti. Pergulatan itu menghasilkan awan debu dimana-mana. Hingga pada suatu kesempatan, Wrekodara mampu menghabisi Jarasandha. Namun baru saja selesai, Jarasandha hidup kembali. Begitu saja terus sampai acara itu berlangsung tujuh hari tujuh malam. Prabu Sri Kresna berpikir cara untuk mengalahkan Jarasandha. ia teringat kalau kalau Jarasanda asalnya dua bayi yang disatukan maka untuk mengalahkannya harus dengan membelah tubuhnya lalu membuanganya berlawanan Arah.

Arya Wrekodara membelah tubuh Jarasandha
Prabu Sri Kresna memberikan isyarat kepada Arya Wrekodara dengan membelah rumput menjadi dua lalu dilempar ke arah berlawanan. Singkat cerita, Jarasandha berhasil dikalahkan Wrekodara dengan membelah tubuhnya lalu melemparkannya ke arah berlawanan. Para raja pun dibebaskan.

Singkat cerita, di hari yang ditentukan, lebih dari seratus raja dari berbagai negara di daratan Aryawata (Jawadwipa dan Hindustan) berkumpul di Amarta di awali oleh Prabu Salya dari Mandaraka, lalu Prabu Baladewa dari Mandura, lalu diikuti raja-raja lain dan yang terakhir datang ialah Prabu Duryudhana dari Hastinapura ditemani Adipati Karna, Patih Arya Sengkuni dan Arya Dursasana. Karena saking banyaknya tamu, Istana Indraprastha sampai penuh sesak. Maka Prabu Mayasura, raja gandarwa yang telah membantu Pandawa membangun Amarta memperbaiki balairung dan mahligai, lalu diubah jadi membesar dengan sendirinya mengikuti jumlah tamu undangan. Hari itu para Pandawa, beserta isteri-isteri, anak-menantu mereka, dan tentu saja Prabu Sri Kresna berpakaian sangat indah gemerlapan, berseri-seri wajah mereka bak bulan purnama. Upacara itu menghadirkan tujuh orang brahmana agung yakni Maharesi Bhisma, Maharesi Abiyasa, Begawan Dorna, Empu Krepa, Begawan Jayawilapa, Begawan Sidiwacana, dan Resi Gowasena. Upacara pun dimulai. Para resi memimpin doa keselamatan diikuti para Pandawa dan keluarganya beserta para raja. Setelah doa bersama, api pemujaan membumbung tinggi memakan berbagai sesajian yang disediakan para Pandawa tanda upacara itu direstui para dewa. Sebagian sesaji juga dibagi-bagikan kepada para raja. Prabu Yudhistira telah ditetapkan sebagai raja yang merdeka dan atas persetujuan para raja diangkat sebagai Samrat (Maharaja Diraja). Upacara Sesaji Rajasuya hampir selesai. Tinggal penunjukan siapa yang pertama kali memperoleh kehormatan untuk memberikan berkat kepada Prabu Yudhistira sebelum naik ke takhta. Mayoritas para raja menyarankan agar Prabu Sri Kresna yang maju untuk memberikan berkat kepada Prabu Yudhistira. Sebagai titisan Wisnu, Prabu Sri Kresna yang pantas mendapatkan kehormatan itu. Maka majulah Prabu Sri Kresna menuntun Prabu Yudhistira menuju ke takhta. Prabu Duryudhana diam saja tapi dalam hatinya ia kesal karena para Pandawa berhasil membuat negeri Amarta menjadi makmur dan merdeka.

Namun, sesuatu yang tak terduga terjadi. Berdirilah seorang raja, yakni Prabu Sisupala dari negara Cedhi yang masih kerabat Prabu Sri Kresna dan para Pandawa menyatakan ketidaksetujuannya. Sebagai pendukung Prabu Jarasandha, ia membenci Kresna. Dengan nada bicara yang kasar, ia menghina para Pandawa "kalian sangat bodoh menunjuk Kresna sebagai tamu kehormatan!" Prabu Sisupala mengumbar semua aib Kresna" Tau kah kalian Pandawa, Kresna ini sudah jelek, hitam, hidup pula....dia tak lain gembala hina. Dia anjing Yadawa....contoh merosotnya klan kita" Prabu Yudhistira masih bersabar berkata "kakang Prabu Sisupala, jika kau tidak setuju, seharusnya dari tadi kau bicara....." Prabu Sisulapa memotong "lalu apa urusanmu? Mulutku urusanku.....kau sendiri disuap berapa dengan si pencuri susu itu sampai mau menjadikannya sebagai tamu kehormatanmu?" Lagi pula, kau juga tidak layak jadi raja....patutnya kau mengemis bersama adik, istri dan anak menantumu...sama seperti ayah mu dulu di pertapaan..." Prabu Sisupala lalu menghina ayah Prabu Baladewa, Prabu Sri Kresna, dn Dewi Sumbadra “hei kalian tiga anak yadawa terhormat...ayah kalian, Basudewa telah berbuat seeenaknya pada nyai Yasodha sehingga punya anak-anak lain selain kalian. Kalian bertiga tak lebih dari anak seekor anjing gudik.....anjing gudik yadawa hahahahahahahaa.....” Arya Wrekodara dan ketiga adiknya juga Prabu Baladewa murka mendengar ayah dan paman mereka, Prabu Pandhu Dewanata dan Prabu Basudewa dihinakan namun ditahan oleh Prabu Yudhistira. Prabu Sisupala seakan mendapat angin tidak takut dan terus menghina Prabu Sri Kresna. Ia mengatakan bahwa harusnya Prabu Duryudhana raja Hastinapura yang mendapat penghormatan mulia, karena ia adalah raja paling kaya di antara para raja semuanya. Prabu Yudhistira berkata " ini sudah kesepakatan kita bersama para raja. Maka kakang prabu harus ikut...jika tidak mau silakan, tapi kakang tidak ada hak disini untuk menghina kakang Prabu Sri Kresna." Prabu Sisupala menyahut" hahahaha.....anjing si Kresna mulai menggonggong." Prabu Sri Kresna berusaha bersabar sembari menghitung. Prabu Sisupala terus menghina Prabu Sri Kresna "Kresna yang kalian agung-agungkan itu tak lebih dari pemain perempuan. Sudah banyak kena pesonanya. Dewi Radha yang sudah menikah dengan Ayan Yadawa rela jadi isteri simpanannya.....hahahaha......isterinya juga 16.000 semuanya bekas Narakasura...Rukmini yang cantik didapatnya dari melarikannya dan menghina Rukmana kakaknya....Bahkan isterimu, Drupadi juga wanita simpanannya." Prabu Yudhistira lalu bangkit berdiri menahan marah, karena isterinya dihina" "Sisupala, Jaga Mulutmu!" Prabu Sri Kresna lalu ikut bangkit lalu berkata " Cukup, Sisupala! Ingat batasanmu! Hitung Kesalahanmu! Ingatlah apa yang telah ku janjikan dengan Ibumu! Aku bersedia Mengampuni Seratus Dosamu Asal Tidak Dihadapan Seratus raja!" Prabu Sisupala justru tertawa-tawa "aku tidak takut...Dasar anjing Yadawa! Munafik! begal! begundal! kecu! pemain perempuan! Kau gembala hina! Pencuri, maling, rompak, perampok, penjahat, tukang sihir....!!!!!!" Prabu Sri Kresna tidak tahan lagi.

Prabu Sri Kresna memenggal kepala Sisupala dengan Cakra
Kemarahannya sudah memuncak. Tepat itu hitungannya sudah lebih dari seratus dan semuanya itu di hadapan lebih dari seratus raja. Prabu Sri Kresna seketika turun dan menghajar Prabu Sisupala. Prabu Sisupala meski terus dihajar terus menghina Kresna. Kemarahan sudah diambang batas. Prabu Sri Kresna melemparkan Cakra Widaksana miliknya dan jrassss.....kepala Sisupala terpenggal, menggelinding ke luar istana. Maka tewaslah sang raja Cedhi. Prabu Sri Kresna meminta maaf kepada hadirin karena ini adalah suratan takdir yang harus ia dan Sisupala alami.

Singkat cerita, setelah jasad Prabu Sisupala di perlakukan dengan layak, upacara kembali dilanjutka. Dan akhirnya, prosesi Sesaji Rajasuya telah berakhir. Para tamu satu persatu pamit pulang ke negara masing-masing. Prabu Duryudhana masih kesal hati dengan terbunuhnya Prabu Sisupala. Ia pun melenggang pergi. Namun, di tengah jalan, ia lalu berkeliling penasaran ingin melihat seperti apa indahnya istana Indraprastha milik para Pandawa. Konon beberapa bagian dari istana Indraprastha ini ditambahi oleh Batara Wiswakarma dan Prabu Mayasura melengkapinya dengan tipuan ilusi. Ia melihat api menyala-nyala yang ternyata jalan batu bata. Ketika melewati jalanan berlapis permadani, Petruk mengingatkannya agar berhati-hati karena di depan ada kolam air. Prabu Duryudhana tidak percaya dan menuduh Petruk hendak mempermainkannya. Ternyata benar, permadani yang diinjak Prabu Duryudhana adalah kolam air. Raja Hastinapura itu pun tercebur ke dalamnya. Basah kuyuplah seluruh tubuhnya dengan kepala mendarat duluan. Kebetulan Dewi Drupadi sedang lewat di tempat itu. Ia pun tertawa dan menyebut "Hahaha...sepertinya raja Hastinapura buta seperti ayahnya. Duryudhana putra Dretarastra yang tidak melihat." Prabu Sri Kresna lalu datang mengingatkan sahabatnya itu untuk tidak menghina Duryudhana “dinda Drupadi sahabatku, jangan menghinanya seperti itu....adinda jangan membuatnya tersinggung. Aku takut akan terjadi hal buruk nantinya di kemudian hari,” Dewi Drupadi sadar dan menyesali perbuatannya. Sementara itu, Raja Hastinapura itu sangat marah mendengar cacat ayahnya disinggung. Ia buru-buru merangkak naik dan pergi meninggalkan tempat tersebut. Patih Sengkuni datang menyambut Prabu Duryudhana yang basah kuyup. Dewi Drupadi lalu meminta maaf atas ucapannya yang tidak mengenakkan. Namun, rasa marah dan dendam terlanjur berkecamuk di hati Prabu Duryudhana atas penghinaan ini. Ia bersumpah harus bisa ganti mempermalukan Drupadi di depan umum. Patih Sengkuni menghibur rajanya. Ia pun berjanji akan membantu membalaskan sakit hati Prabu Duryudhana

Selasa, 15 Agustus 2023

Gatotkaca Winisuda (Brajadhenta Mbalela)

 Hai semua pembaca dan penikmat kisah-kisah pewayangan, kisah kali ini menceritakan penobatan Gatotkaca sebagai raja baru Pringgondani. Penobatan ini terganggu dengan memberontaknya Brajadhenta karena hasutan Sengkuni.Kisah ini mengambil sumber dari blog albumkisahwayang.blogspot.com dan blog caritawang.blogspot.com.

Karena sudah cukup umur dan pengalaman, Maharani Arimbi, permaisuri Pringgondani akan turun takhta digantikan oleh putranya, Gatotkaca. Sementara itu, adik nomor dua sang Arimbi yakni Adipati Brajadhenta kedatangan Patih Sengkuni. Sang patih Hastinapura itu berkata " gusti Brajadhenta, kok enak sekali anda menyerahkan takhta kepada orang yang tidak berhak?" " Apa maksudmu, Patih? Siapa yang tidak layak?" Patih Sengkuni berkata kalau pelantikan Gatotkaca sebagai raja Pringgondani adalah tidak tepat karena putra laki-laki Prabu Tremboko masih hidup dan lagi, kakak perempuannya itu bisa menjadi Maharani disebabkan Arimba, kakak tertua mereka terbunuh oleh campur tangan Bratasena yang kini menjadi suami Arimbi. Dan lagi, Gatotkaca dinilai tidak layak karena terlalu muda. " Kau benar juga, Patih. Ini tidak benar." Lalu datang Arya Brajamusthi, sang adik mengundang sang abang agar hadir di pelantikan sang keponakan. Brajadhenta sudah menentukan sikap" aku tidak setuju kalau ananda Gatotkaca jadi raja baru Pringgondani. Seharusnya kita sebagai putra-putra rama prabu Tremboko." Brajamusthi berkata " kakang ngomong apa sih...tempo hari kita semua sepakat tapi kenapa sekarang kakang berubah pikiran?" Adipati Brajadhenta berkata kalau hanya ia atau anak-anak kandung Prabu Tremboko yang pantas jadi raja Pringgondani. Brajamusthi menyarankan agar sang abang mau menjernihkan pikiran dulu, jangan gampang termakan omongan. Brajadhenta marah-marah lalu mengusir Brajamusthi.

Brajamusti merasa tidak ada gunanya berlama-lama lagi. Ia pun mohon pamit kembali ke Kerajaan Pringgondani.

Setelah Arya Brajamusti pergi, Patih Sengkuni memberi saran agar Adipati Brajadhenta tidak membiarkan adiknya itu melapor kepada Arimbi. Maka prajurit kadipaten Glagahtinunu dikerahkan menggempur Arya Brajamusthi dan pasukannya. Singkat cerita, terjadilah perang antara koalisi pasukan Glagahtinunu Brajadhenta dan para Kurawa melawan pasukan Pringgondani dikomandoi Brajamusthi.

Sementara itu, Gatotkaca pergi berziarah ke candi pendharmaan kakeknya, yakni Prabu Tremboko di Pringgondani dan Prabu Pandhu Dewanata di perbatasan negara dekat Hastinapura.

Gatotkaca bertemu sukma dua kakeknya
Semoga dengan ziarah ke pendharmaan, ia bisa jadi raja yang sama bijaknya dengan kedua-dua kakeknya itu. Ketika hendak pergi meninggalkan pendharmaan, ada suara yang memanggil manggil Gatotkaca. Tak lama, muncullah dua sosok, yang satu berwujud laki-laki tinggi besar dan satunya lagi lelaki berbadan ramping. Mereka tak lain adalah sukma Prabu Tremboko dan Pandhu Dewanata. Seumur hidup baru kali ini Gatotkaca melihat wajah kakeknya, meskipun tampak samar-samar antara ada dan tiada. Ia pun segera manembah bakti kepada dua kakeknya itu dengan perasaan haru.

Setelah memberikan restu kepada cucunya itu, roh Prabu Tremboko pun bercerita tentang dirinya "cucuku, dulu pernah aku berguru kepada Pandhu." Pandhu Dewanata pun melanjutkan, "benar kakang Tremboko, Saat itu aku memberikan kakangku ini ilmu kesaktian berupa Aji Brajadhenta dan Aji Brajamusthi. Karena belajar ilmu tersebut, tiba-tiba dari paha kiri dan kanannya keluar dua bayi raksasa. Kakekmu Tremboko pun menjadikan mereka sebagai putra." Prabu Tremboko lalu berkata " aku sedih harus mengatakan ini. Tapi kau harus siap. Sekarang kau sebagai cucuku dan cucu kakang Pandhu akan dilantik menjadi raja Pringgondani. Itu artinya usia Brajadhenta dan Brajamusthi mungkin tidak akan lama lagi. Mereka akan segera musnah, kembali sebagai ilmu kesaktian yang bersatu dalam dirimu, Gatotkaca." Pandhu juga berkata " sekarang ini juga, Patih Sengkuni yang dulu pernah mengobrak-abrik persahabatan kami akan sekali lagi mengobrak-abrik kedamaian dan keutuhan dalam dinasti keluarga Braja... Ada perang anatara Pringgondani dengan Glagahtinunu semua berkat komporan Sengkuni."

Gatotkaca prihatin mendengarnya. Ia lalu berkata "duh eyangku berdua....aku tak sanggup kalau harus membuat pilihan sesulit ini. Ibarat makan simalakama, tak makan mati ayah dimakan mati ibu....semua serba salah. Aku tidak ingin keduanya terluka. Lebih baik aku mengundurkan diri daripada kehilangan kedua pamanku. Dengan begitu, perang akan berhenti." Prabu Tremboko menegur cucunya itu. "Cucuku, meski kau tidak melawan atau mundur jabatan dari calon raja, pamanmu juga past akani tiada, entah besok atau kapanpun. Tak ada yang abadi di dunia fana ini. " "Benar kakang Tremboko, pilihan ini memang sulit, tapi kalau tidak memilih hasilnya juga akan lebih sulit. Justru apabila kamu menolak menjadi raja, yang kasihan adalah rakyat jelata yang tidak mempunyai seorang pemimpin yang cakap. Takdir ini sudah ditentukan begini begitunya. Mau sebagaimana pun kita hendak mengubah jalannya takdir, tetap saja Brajadhenta dan Brajamusthi akan mati karena saling bertarung. Cucuku, sekarang mantapkan lah hatimu. Kami selaku kakekmu akan selalu mendukung jalanmu." Gatotkaca memantapkan hatinya dan bertekad membantu pasukan Pringgondani.

Di tengah-tengah perang, Arya Brajamusthi terdesak oleh kesaktian Adipati Brajadhenta. Pasukan Pringgondani mulai terdesak. Arya Wrekodara, Maharani Arimbi, Arya Brajawikalpa dan Arya Prabakesha juga turut membantu Arya Brajamusthi. Arimbi segera berubah wujud kembali sebagai raksasi dan menyerang Brajadhenta " adhiku.....kenapa kau segitunya dengan anakku, dia juga keponakanmu? Lagipun, Ini sudah kesepakatan kita bersama dulu. Baiknya kau menyerah baik-baik. Aku tidak ingin ada permusuhan diantara keluarga kita." " Persetan Arimbi! Aku tetap tidak setuju kalau Gatotkaca jadi raja di Pringgondani." Mau sekuat apapun Arimbi, tetap dia akan terdesak juga karena kalah pengalaman dengan adiknya. Ia pun kembali ke wujud cantiknya. Arimbi mulai menggunakan sihirnya. Ia menciptakan ilusi sehingga waktu di sekitarnya melambat. Dengan waktu yang melambat, Arimbi berusaha menyembuhkan para prajurit yang terluka dan memberikan waktu pada Arya Brajamusthi untuk memulihkan diri. Lalu datanglah Gatotkaca membantu pasukan Pringgondani. Arya Wrekodara dan Maharani Arimbi menyambut kedatangan putranya itu. Gatotkaca menjelaskan kalau ia mendapat pesan dari dua kakeknya, Prabu Tremboko dan Prabu Pandhu Dewanata kalau akan ada dua orang yang akan tiada dalam perang ini. Namun seketika wajah Gatotkaca menjadi murung dan menyimpan beban. Maharani Arimbi dan Arya Wrekodara bertanya " waaa...anakku, kalau memang ana seng harus tiada dalam perang, iku suatu kewajaran. Tapi lapo’o saiki awakmu malah merengut?" lama Gatotkaca diam, bergeming seribu bahasa. Lalu, Arya Brajamusthi pun bangkit berdiri dan berkata " ini pasti tentang nasib ku dan kakang Brajadhenta. Orang yang dimaksud rama prabu dan rama besan itu kami. Kami lahir dari ajian kesaktian maka kami akan kembali sebagai aji kesaktian. Aku punya keinginan terakhir, izin kan aku kembali bertarung melawan kakang Brajadhenta." Terkejutlah seluruh keluarga Braja. Maharani Arimbi memohon agar sang adik tidak mengorbankan diri, tapi sebelum berhasil, tangannya ditepis oleh putranya. Dengan mata sembap, Gatotkaca berkata "ibu, sudah...ini sudah keputusan paman Brajamusthi. Tolong hargai keinginan terakhir paman sekali ini saja. Aku juga akan turut membantunya. Anggap saja ini ujian pertamaku sebagai raja baru." Arimbi paham meskipun ia sadar akan berduka lagi setelah ini. Sang putri Tremboko itu segera melepas ilusi sihirnya dan waktu pun kembali berjalan normal.

Gatotkaca memantapkan hati, lalu ia dan Brajamusthi maju menerjang Adipati Brajadhenta untuk memberikan kesempatan kepada ayah, ibu dan dua pamannya juga para prajurit untuk mundur. Setelah keluarganya aman, Gatotkaca pun menyembah Adipati Brajadhenta dan meminta maaf atas serangannya tadi. Ia berkata " ampun pamanku, aku ikhlas menyerahkan takhta Pringgondani asalkan paman berhenti merusak negara sendiri dan mau menyerah baik-baik." Brajadhenta justru marah mendengarnya. Peduli setan, Gatotkaca! Aku tidak sudi menerima belas kasihanmu. Yang aku inginkan hanyalah menunjukkan kepada rakyat kalau aku lebih pantas jadi raja daripada yang lain. Sekarang aku tantang kau, Gatotkaca untuk bertanding. Kita tentukan siapa yang lebih unggul dan lebih layak memimpin negara!" Usai berkata demikian, Adipati Brajadhenta pun menyerang Gatotkaca. Pertarungan pun terjadi. Gatotkaca hanya menghindar dan sesekali menangkis serangan pamannya, tanpa membalas sama sekali. Hal itu membuat dirinya lama-lama terdesak. Hingga akhirnya, Adipati Brajadhenta mengerahkan Aji Gelap Sakethi membuat tubuh Gatotkaca terlempar ke udara. Seketika, Arya Brajamusthi menolong keponakannya itu lalu ia maju menerjang sang kakak. Gatotkaca tak kuasa menahan kesedihannya lebih-lebih kali ini sebelum sang paman melawan, ia sempat melambaikan senyumnya.

Tapi sepertinya Arya Brajamusthi semakin terdesak. Kesaktian sang kakak tak main-main. Sebagai pilihan terakhirnya, Ia pun segera bertukar wujud sebagai cahaya dan merasuk ke tubuh Gatotkaca lewat tangan kiri. Seketika Gatotkaca kerasukan dan ia menyerang Adipati Brajadhenta dengan sangat kuat. Adipati Brajadhenta kembali menyerang Gatotkaca dengan gencar. Meski sedang kerasukan, Gatotkaca masih bisa memiliki kesadarannya. Ia pun hanya menangkis dengan tangan kanan karena masih bimbang jika harus kehilangan kedua paman. Namun, lama-lama serangan Brajadhenta semakin dahsyat, membuat Arya Gatotkaca terus terdesak. Pada saat-saat genting itulah, tanpa disadari Gatotkaca, ia secara spontan menggerakkan tangan kiri. Tangan kirinya itu tepat menghantam dada Adipati Brajadhenta. Seketika Adipati Brajadhenta pun roboh kehilangan nyawa. Bersamaan itu pula, Arya Brajamusthi keluar dari tangan kiri keponakannya itu dalam keadaan sekarat.

Gatotkaca menangis di samping kedua pamannya. Dipegangnya tangan Arya Brajamusthi yang masih hangat namun nafasnya sudah tersengal berat." Duh paman....duh nasibku malang merana.....harusnya tidak begini caranya....aku harus bilang apa pada ibu nanti...." Suara tangisan Gatotkaca terdengar dan menarik perhatian semua orang. Arimbi yang baru datang diikuti Brajawikalpa, Prabakesha dan Kalabendana seketika jatuh terduduk dan menumpahkan duka kehilangan dua orang yang mereka kasihi. Tiba-tiba Gatotkaca melihat sukma Adipati Brajadhenta berdiri di hadapannya. Sukma Adipati Brajadhenta menghibur Gatotkaca agar jangan bersedih hati. "Anakku...jangan susah hati....dengan cara kematianku dan Brajamusthi. Mungkin dengan cara ini memang lebih baik. Kami mati sebagai kesatria bukan sebagai makhluk hina......Ramalan dari kakekmu itu sudah lama ku dengar makanya dengan cara berperang ini, aku bisa mati dengan cara yang terhormat...sudah Gatotkaca, jangan terlalu sesali aku....aku pergi juga tidak sendiri lagi..." Tiba-tiba apa yang dikatakan Adipati Brajadhenta terjadi. Badan Arya Brajamusthi mendadak dingin dan kehilangan nafas.

Ajian Brajadhenta dan Brajamusthi
Maka gugur pula Arya Brajamusthi menyusul kakaknya. Bertambah lah kesedihan keluarga Braja. Sukma dari Arya Brajamusthi seketika muncul di sebelah Adipati Brajadhenta. Ruh itu mengelus badan Gatotkaca dan berkata " anakku..jangan tangisi kematian kami berdua....ini sudah bagian dari tugas kami yang terakhir......sekarang tugasku dan kakang Brajadhenta sebagai manusia telah selesai. Sekarang aku titipkan seluruh kesaktianku dan kesaktian kakang padamu. Badan halusku akan bersatu di tangan kirimu dan badan halus kakang akan bersatu di tangan kananmu. Aku mohon padamu, keponakanku jangan pernah lupakan kami. Baik hidup atau pun mati, kami tetap ada di sampingmu dan selalu menjagamu." Seketika, muncul cahaya yang merasuk ke kedua tangan Gatotkaca. Cahaya yang masuk ke tangan kanan menjadi ajian kilat Brajadhenta dan yang masuk ke tangan kiri menjadi ajian guntur Brajamusthi.

Setelah gugurnya kedua pamannya, Gatotkaca memimpin pemakaman kedua pamannya dengan upacara kenegaraan yang khidmat. Dengan berhiaskan bunga yang ditaburkan para dewa. Bahkan para dewa sendiri pun menangisi kepergian dua sosok Adipati dan Senopati pemberani dari negara Pringgondani. Singkat cerita, setelah pemakaman selesai, upacara penobatan Gatotkaca sebagai raja pun digelar. Di undanglah seluruh negara di seantero Jawadwipa. Prabu Matsyapati, sang raja negara Wirata selaku raja tertua pun memimpin upacara. Prabu Kresna dan Prabu Baladewa pun ikut menjadi panitia prosesi upacara. Mereka berdua menyiramkan air kembang tujuh rupa, susu, arak manis dan yang terakhir dengan air suci dari bengawan Gangga ke kepala Gatotkaca tanda bentuk pemurnian dan penyucian sebelum menjadi raja. Lalu dilanjutkan dengan doa bersama dipimpin Maharesi Bhisma, Maharesi Abiyasa, Begawan Jayawilapa, dan Begawan Sidiwacana. Gatotkaca pun naik ke takhta singgasananya dan dipakaikan mahkota oleh Prabu Yudhistira.

Gatotkaca menjadi raja Pringgondani
Nampak gagah lah Gatotkaca memakai mahkota itu. Mulai saat itu, Gatotkaca resmi menjadi raja Pringgondani bergelar Prabu Purbaya alias Prabu Krincingwesi. Namun Gatotkaca meminta agar ia tetap dipanggil Prabu Gatotkaca. Untuk nama gelarnya akan dipakai di acara resmi saja. Setelah dilantik sebagai raja, Prabu Gatotkaca juga melantik patih baru yakni Patih Prabakesha dan Adipati baru Glagahtinunu yakni Adipati Wêsiaji, putra Adipati Brajadhenta . Untuk mengisi jabatan senopati baru, Arya Brajawikalpa pun ikut dilantik. Namanya juga diganti jadi Arya Prabagati. Sedangkan Arya Kalabendana jadi kepala rumah tangga kerajaan yang baru.

 

Minggu, 06 Agustus 2023

Wisanggeni Rabi


Hai pembaca dan penikmat kisah pewayangan sekalian, kisah kali ini menceritakan pernikahan cah ndugal kewarisan-nya Arjuna, yakni Wisanggeni dengan Dewi Kencanaresmi dengan sayembara mendapatkan Cupu manik Gambaring jagat. Kisah ini mengambil sumber dari blog albumkisahwayang.blogspot.com dengan perubahan seperlunya.

Dikisahkan, Dewi Kencanaresmi, putri dari Prabu Kencanadarwa raja Sonyapura dilamar Wisanggeni yang datang bersama Antasena "uwa prabu, adhiku Wisanggeni mau nglamar adinda Kencanaresmi. Mohon dipertimbangkan ngghi, uwa prabu." Tak lama datang pula, Arjuna bersama Patih Sengkuni dan Raden Lesmana Mandrakumara juga ingin melamar Kencanaresmi. Wisanggeni kaget ayahnya malah melamarkan anak orang lain dibandingkan anaknya sendiri " walah...bapak? Kok disini? Bapak kok gêlêm melamarkan anak orang lain tapi anak sendiri gak ditemani. Bapak macam apa pean, pak?" Arjuna berkata " anakku, Wisanggeni. Aku sudah terikat sumpah untuk melamarkan anak kakang Prabu Duryudhana....sudah kewajiban bapak sebagai ksatria yang tidak ingkar janji." Wisanggeni mendebat ayahnya kalau prinsip ksatria yang dianut sang bapak tidak pada tempatnya. Arjuna tidak terima didebat anaknya meski yang dikatakan putranya juga tidak salah. Terjadi perkelahian antara ayah dan anak. Lalu Prabu Kencanadarwa maju dan menghentikan perkelahian itu " cukup! Ini istana bukan ring tinju......ayah dan anak malah tidak sejalan, memalukan.....tidak boleh ada pertengkaran disini! Biarkan putriku yang menentukan pilihannya." Dipanggilah Dewi Kencanaresmi. Ia memberikan keputusannya " aku Kencanaresmi, putri negara Sonyapura sudah memberikan keputusan. Aku hanya akan menikah dengan syarat calon suamiku bisa membawakan Cupu Manik Gambaring Jagat kepadaku dan dia harus mendapatkannya dengan tangan sendiri." Patih Sengkuni lalu menyindir "putri raja kecil minta aneh-aneh." Wisanggeni lalu berseloroh " healah...sudah kalah sebelum perang....wong Hastinapura jirih dengan sayembara....kalah bolak balik." Antasena hanya tertawa ringan. Arjuna tidak terima namun ditahan oleh Patih Sengkuni. Kedua pelamar berkata sanggup memberioan syarat. Setelah itu mereka pamit pergi. Setelah keduanya pergi, datanglah Prabu Boma Sitija dan Patih Pacadnyana. Sang raja Trajutrisna mengungkapkan keinginannya " ampun uwa prabu, aku Boma Sitija berniat melamar Dewi Kencanaresmi." Prabu Kencanadarwa berkata kalau keinginan putrinya hanya menikahi orang yang bisa membawa Cupu Manik Gambaring Jagat. Mendengar jawaban itu, Prabu Boma pun mohon pamit undur diri meninggalkan Kerajaan Sonyapura.

Patih Sengkuni menyuruh Lesmana Mandrakumara dan Arjuna agar pergi duluan bersama Arya Widandini, adik nomor sepuluh Prabu Duryudhana. Ternyata Patih Sengkuni menyuruh para keponakannya untuk menjegal Antasena dan Wisanggeni. Arya Durmagati mengingatkan pamannya dengan logat bicaranya yang cedal " walah salah tho pamanku salah.....paman iki lali kalo kesaktiane Antasena. Antasena iku kebal kulitnya, bisa nyetlum, dan mendatangkan banjil dengan kekuatan airnya." Patih Sengkuni rupanya meremehkan karena selama ini Kurawa sering dipecundangi kakak-kakak Antasena, yakni Antareja dan Gatotkaca. Ia menyangka demikain " halalah...Durmagati. Antasena itu gak mungkin sesakti itu. Yang lalu itu Cuma kebetulan saja. Lah lihat aja badannya lebih kecil dari kakang-kakangnya. Wajahnya lugu begitu gak mungkin sakti juga." Singkat cerita, bertemulah Para Kurawa dengan Arya Antasena dan Wisanggeni. Terjadilah pengeroyokan disana. Namun seperti dugaan Durmagati, para Kurawa tidak mampu menandingi kesaktian Antasena dan Wisanggeni. Antasena segera membuat air bah dan Wisanggeni mulai memanaskan air bah itu. Seketika, Para Kurawa kucar-kacir menyelamatkan diri.

Singkat waktu, Arya Antasena dan Wisanggeni sudah tiba di Amarta. Mereka sudah ditunggu, kakak, adik, dan para sepupu mereka. Tak kurang juga ada Dewi Dresanala, ibu Wisanggeni dan Prabu Sri Kresna turut hadir di sana. Wisanggeni segera minta restu ibunya " ibuku, aku anakmu minta restumu untuk menikahi dinda Kencanaresmi dan memenuhi syarat darinya." Dewi Dresanala merestui anaknya " anakku, kebahagiaanmu adalah kebahagiaanku. Doaku selalu menyertaimu, tapi minta restu juga sama ayahmu." Wisanggeni berkata tidak bisa karena sang ayah juga sedang membantu Lesmana Mandrakumara melamar Kencanaresmi.

Wisanggeni meminjam Cupu Manik Gambaring Jagat
Prabu Sri Kresna juga berkata " lah dalah Wisanggeni, sainganmu sepertinya juga bertambah berat. Putraku Boma juga kepingin melamar Kencanaresmi. Sudah kubilang berkali-kali dia, tapi katanya ini permintaan istrinya, Hagnyanawati." Wisanggeni sedikit kecut masam wajahnya mendengar saingannya bertambah jadi tiga. Tapi tak menyurutkan langkahnya untuk tetap memenuhi syarat dari Kencanaresmi. Kakek Semar bersama Antasena menemani Wisanggeni menuju Kahyangan menemui Batara Guru, demi mendapatkan Cupu Manik Gambaring Jagat.

Singkat cerita, Wisanggeni, Kakek Semar, dan Antasena telah sampai di Kahyangan. Batara Guru menyambut kedatangan mereka " selamat datang kalian di kahyangan ini. Ada keperluan apa kalian datang kemari?" Bambang Wisanggeni kemudian mengutarakan maksud kedatangannya, " waaa...Batara....aku mau meminjam Cupu Manik Gambaring Jagat untuk syarat nikah dari Dewi Kencanaresmi." Batara Guru bersetuju karena memang seusai kitab perjodohan Batara Kamajaya, Wisanggeni berjodoh dengan Kencanaresmi.Maka Batara Guru mengeluarkan cupu atau kotak kecil seukuran kotak bedak lalu menyerahkan cupu itu kepada Wisanggeni. Namun, Batara Guru memberikan pesan "cucuku, kau boleh meminjamnya selama yang kau mau tapi bila saatnya tiba, aku akan menagihnya. Cupu Manik Gambaring Jagat kelak harus dikembalikan kepadaku, ketika Perang Bharatayuda, perang besar para Pandawa melawan para Kurawa akan digelar. Kelak bukan hanya kau Wisanggeni, Antasena kau juga akan mengantarkan saudaramu mengembalikan Cupu Manik Gambaring Jagat. Sekarang nikmati dan jalanilah hidup kalian dengan baik. Pergunakan waktu yang ada untuk membela kebenaran." Singkat kata, Bambang Wisanggeni, Arya Antasena, dan kakek Semar pamit kembali ke Bumi.

Di saat bersaman dengan turunnya Wisanggeni, Antasena, dan para Punakawan dari kahyangan, Prabu Boma Sitija dan Patih Pacadnyana menghadang perjalanan mereka, hendak merebut Cupu Manik Gambaring Jagat. Bambang Wisanggeni dengan tegas menolak menyerahkan Cupu Manik tersebut. Maka, terjadilah pertarungan antara dirinya melawan Prabu Boma, sedangkan Raden Antasena melawan Patih Pacadnyana. Prabu Boma Sitija terdesak melawan Bambang Wisanggeni yang lincah dan sakti. Ia akhirnya dapat dikalahkan oleh sepupunya tersebut. Bambang Wisanggeni pun bertanya " kakang, untuk apa sampeyan menginginkan Cupu Manik Gambaring Jagat, jika tidak tulus mencintai dinda Kencanaresmi." Prabu Boma Sitija terkejut mengetahui Bambang Wisanggeni dapat menebak isi hatinya. Ia pun berterus terang. "aku melakukan ini semua karena permintaan istriku, Hagnyanawati." Raja Trajutrisna itu bercerita kalau ia baru saja menikah dengan Hagnyanawati. Namun, istrinya itu selalu menolak jika Prabu Boma Sitija mengajak bermesraan. Sang raja yang bernama lain Sitija itu pun mendesak isterinya. Dewi Hagnyanawati bilang bersedia melayaninya apabila dimadu dengan sahabatnya, yaitu Dewi Kencanaresmi dari Kerajaan Sonyapura.

Antasena sambil meringkus Patih Pacadnyana ikut bicara. "Kakang Prabu kudune tegas, ojo gelem diperintah bojo seperti itu. Apa gunanya menikahi Kencanaresmi jika tidak mencintainya? Patutnya bojo kakang iku dipertanyakan. Dan lagi, jika kakang prabu memaksa menikahi perempuan yang bukan jodohnya, berarti padha wae kakang merebut calon pasangan hidup pria lain." Prabu Boma merenungi ucapan Antasena. Setelah berpikir, ia pun menyatakan mundur dari perlombaan ini. " Kau benar, adhiku Wisanggeni dan adhiku Antasena! Aku bertindak terlalu jauh dan buta cinta. Kakang patihku, kau balik duluan saja. Jelaskan pada dinda Hagnyanawati kalau aku kalah." "Sendika dhawuh, adhi prabu....aku juga merasa yang dilakukan Dinda Hagnyanawati itu salah. Aku juga akan menasehatinya setelah ini. Aku mohon diri." Singkat cerita, Patih Pacadnyana kembali ke Trajutrisna sedangkan Boma Sitija ikut Wisanggeni dan Antasena, ingin menyaksikan perkawinan antara sepupunya itu dengan Dewi Kencanaresmi.

Mendekat gerbang kota Sonyapura, rombongan Wisanggeni, Antasena, dan Prabu Boma Sitija berjumpa dengan rombongan dari Hastinapura. Di sana Begawan Dorna, Patih Sengkuni, dan Lesmana Mandrakumara meminta Arjuna untuk merebut cupu manik dari tangan putranya. Arjuna pun maju menyerang anaknya sambil berusaha merebut Cupu Manik Gambaring Jagat. Sementara itu Prabu Boma Sitija dan Arya Antasena melawan para Kurawa. Arjuna lama-lama terdesak pula dengan kesaktian putranya. Sambil bertarung, Arjuna terus meminta kepada putranya " Serahkan cupu manik itu.....dan kita akhiri pertengkaran ini." Wisanggeni tetap bertekad tidak akan memberikan cupu manik itu " Tidak akan aku berikan.....bapak kudune berkaca dari kejadian kakang Brantalaras dan kakang Sumitra. Adakalanya anak itu bukan cuma perlu diberi segala sandang pangannya, tapi juga perlu didengar dan dimengerti keinginannya......" Arjuna rupanya tidak mengindahkan malah terus menyerang Wisanggeni. Mau tidak mau, Wisanggeni harus melumpuhkan ayahnya. Ketika itu Wisanggeni mengeluarkan panah Agneyastra yang telah ia lambari aji Segarageni sedangkan Arjuna juga mengeluarkan panah yang sama. Keduanya segera merentangkan busur dan slap....kedua panah itu dilepaskan. Kedua senjata akan beradu di udara. Tanda-tanda alam tidak baik terjadi. Dunia menjadi panas kerna pengaruh dari dua panah dari Batara Brahma itu. Orang-orang disana ketar-ketir, namun Antasena tenang saja malah ditinggal ngopi. Petruk bertanya " lha ndoro...kok tenang gitu? Gara-gara ndoro Arjuna dan Wisanggeni bertarung, dunia dadi panas." Bagong pun berkata pula " ya ndoro... Wes sumuk kie..... gak nok kipas sisan......AC ya gak nok.....eh ...." Petruk dan Gareng memukul kepala Bagong " sempete guyon, Jon..." Antasena berkata "wis lah.... tenang saja....solusi untuk masalah ini akan datang." Para punakawan bertanya-tanya kepasa kakek Semar. Semar juga menjawab " wis lah anak-anakku, sebentar lagi dia datang." Jawaban yang sama dengan yang dilontarkan Antasena.

Tiba-tiba muncul bayangan hitam yang membesar dengan cepat menutupi langit dan memadamkan pengaruh dari dua Agneyastra. Bayangan itu lalu turun melerai pertarungan Arjuna dan Wisanggeni. Orang itu tidak lain adalah Prabu Sri Kresna, raja Dwarawati. Arjuna dan Bambang Wisanggeni pun sama-sama menghaturkan salam kepadanya. Sang putra, Prabu Boma Sitija juga ikut menghormat dan memberikan salamnya. Prabu Sri Kresna bertanya " ya ampun.....ada apa ini, Parta? ayah dan anak bertarung di jalan? Apa mau perang-perangan atau ludrukan?" Arjuna menjawab, " Ampun kakang Madhawa, aku berusaha menghalangi putraku hendak menikah dengan Kencanaresmi. Aku sudah berjanji kepada Guru Dorna, kakang Prabu Duryudhana, dan Banowati membantu mendapatkan Cupu Manik Gambaring Jagat demi Lesmana." Prabu Sri Kresna menyebut Arjuna aneh, karena janji yang ia ucapkan kepada Begawan Dorna dan Prabu Duryudhana adalah membantu pernikahan Lesmana, bukan membantu menghalangi putranya. Arjuna berkata " ya ini caranya, harus menghalangi putraku. Kalau tidak begitu, bagaimana Lesmana bisa menikah nanti?" " Ya kalau begitu Lesmana harus berusaha sendiri. Kau ini aneh, Parta. Tidak berkaca dari yang lalu-lalu. Ingat Brantalaras dan Sumitra. Pernikahan mereka bukan kau bantu malah kau sibuk dengan egomu. Yang kau darmakan bukan darma kesatria tapi keegoisan, rasa takut, dan ta'asub buta kepada gurumu. Kau tidak percaya diri, takut berlomba melawan anak sendiri. Lagipula, kalau putramu berhasil mendapatkan cupumanik itu, tandanya jodoh Kencanaresmi ialah putramu sendiri, bukan Lesmana. Sebagai ayah Wisanggeni, kau harusnya bangga, Parta! Anak mandiri, mampu menentukan tujuan hidup, hidup bahagia, dan bisa menikahi orang yang mereka cintai."

Arjuna menjadi bimbang. Ia harus membantu siapa ini. Tiba-tiba, Prabu Sri Kresna menjentikkan jarinya. Seketika waktu melambat. Semua orang seketika diam tidak bergerak. Hanya Arjuna, Prabu Sri Kresna, Wisanggeni, Antasena, Prabu Boma Sitija dan kakek Semar yang bergerak normal. Prabu Kresna dan Boma Sitija maju. Prabu Sri Kresna berkata "tadi juga putraku Sitija juga meminta hal yang sama, aku nasehati dia kalau langkahnya salah hendak menikah Kencanaresmi demi keinginan aneh menantuku. Akhirnya ia sadar dan sekarang membantu putramu." "Benarkah itu, Sitija?" Prabu Boma mengiyakan. Kakek Semar juga memberikan wejangan "ndoro, membantu orang itu boleh bahkan dianjurkan, tapi lebih baik bantulah dulu orang di keluargamu dulu sebelum membantu orang lain." Arjuna sadar kalau ia salah langkah. Ia bersujud minta maaf pada putranya karena sudah menelantarkan dan tidak membantunya. Sekarang Arjuna merestui Wisanggeni menikahi Kencanaresmi. Wisanggeni bahagia dan memaafkan ayahnya. Keduanya berbaikan.

Pernikahan Wisanggeni
Prabu Sri Kresna kembali menjentikkan jarinya. Laju waktu kembali normal. Kini Arjuna berbalik membantu Wisanggeni. Prabu Boma kembali menerjang rombongan dari Hastinapura. Arya Antasena ikut membantu lagi. Para Kurawa lagi-lagi babak belur menghadapi mereka berdua. Merasa terdesak, Begawan Dorna mengajak Patih Sengkuni dan yang lain untuk mundur, kembali ke Hastinapura.

Bambang Wisanggeni dan rombongannya melanjutkan perjalanan dan akhirnya sampai di Kerajaan Sonyapura. Kini dengan Arjuna dan Prabu Kresna berada bersama putra dan keponakannya yang akan melepas masa lajangnya. Wisanggeni maju dan menyerahkan Cupu Manik Gambaring Jagat kepada Dewi Kencanaresmi. Gadis itu perlahan menerimanya. Begitu membuka cupu pusaka tersebut, ia dapat melihat pemandangan di seluruh dunia, baik itu pemandangan alam nyata maupun alam gaib. Melihat putrinya tampak bahagia, Prabu Kencanadarwa pun menyatakan Bambang Wisanggeni sebagai pemenang sayembara. Hari itu juga ia menikahkan Bambang Wisanggeni dengan Dewi Kencanaresmi. Prabu Sri Kresna dan Arjuna kembali memberikan restu untuk pernikahan mereka. Pernikahan pun digelar tujuh hari tujuh malam.

Sabtu, 05 Agustus 2023

Sumitra Krama

Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan. Kisah kali ini mengisahkan pernikahan putra Arjuna dengan Endang Sulastri yakni Bambang Sumitra dengan Dewi Asmarawati putri Prabu Suryasmara. Demi menikahinya, Bambang Sumitra harus mendapatkan Bale Sasanamulya, Payung Tunggulnaga, dan Kuda Ciptawalaha. Pernikahan Sumitra dan Asmarawati digadang-gadang sebagai pernikahan termewah di jagat wayang mengalahkan pernikahan sang ayah.. Kisah ini mengambil sumber dari blog albumkisahwayang.blogspot.com dan beberapa sumber di internet.

Bertahun-tahun yang lalu, Prabu Suryasmara, raja Parangkancana pernah meminta bantuan Arjuna untuk meminta sedikit darahnya untuk kesembuhan sang istri yang hendak melahirkan. Begitu Arjuna memberikan tetesan darahnya, sang isteri raja berhasil melahirkan seorang putri dengan selamat dan sehat. Bersamaan dengan itu, negeri Parangkancana selamat dari paceklik. Prabu Suryasmara gembira hati. Ia beri nama putrinya itu Dewi Asmarawati dan berkata " semoga, putriku dan putramu bisa berjodoh." Arjuna tak ambil pusing dan meng-iya-kan perkataan sang raja.

Setelah 17 tahun berlalu, Prabu Suryasmara menerima di pasewakannya Bambang Sumitra, putra Arjuna dari Endang Sulastri untuk melamar sang putri " ampun Gusti prabu, hamba Sumitra putra Arjuna berniat melamar dinda Asmarawati. Mohon bisa dipertimbangkan keinginan hamba." Bersamaan pula pihak Hastinapura yang diwakili Patih Sengkuni dan Begawan Dorna juga ingin melamarkan Raden Lesmana Mandrakumara dengan sang putri. Sang raja dilema lalu dipanggilah Dewi Asmarawati untuk menentukan keputusannya. Lalu Dewi Asmarawati mengumumkan keputusannya " aku putri prabu Suryasmara sudah membuat keputusan. Aku bersedia menikah jika masing-masing pelamar bisa membawa Kuda Ciptawalaha, payung Tunggulnaga, dan Bale Sasanamulya lengkap dengan para bidadari kahyangan." Patih Sengkuni dan Bambang Sumitra menyatakan sanggup membawakan semua syarat-syarat itu. Setelah Bambang Sumitra pergi, Sesampainya di luar, Adipati Karna, Begawan Dorna, dan Patih Harya Sengkuni berunding bagaimana caranya memenangkan sayembara, karena pengalaman sebelumnya selalu saja pihak Pandawa yang unggul. Patih Sangkuni memberi usul “aku punya saran... baiknya ananda Adipati Karna berangkat ke Kerajaan Dwarawati untuk meminjam Kuda Ciptawalaha kepada Sri Kresna, sedangkan kakang Begawan Dorna pergi ke Madukara. Kakang pengaruhi Arjuna agar membela kita. biar aku dan para keponakanku yang  akan menghambat perjalanan pulang bambang Sumitra.” Setelah dicapai kata sepakat, ketiga orang itu pun pergi berpencar.

Patih Sengkuni segera memerintahkan para Kurawa, antara lain Arya Dursasana, Raden Kartawarma, Raden Surtayu, Raden Durjaya, Raden Durmuka, Raden Durmagati, Raden Citraksa, Raden Citraksi, ditambah pula dengan Prabu Jayadrata dan Adipati Aswatama “kalian pergi halangi Sumitra...terserah pakai cara apa...kalau bisa sergap Sumitra. biar pemuda itu terlambat menyampaikan berita kepada sang ayah.Dengan begitu, saingan Lesmana bisa berkurang.” Para Kurawa itu segera berangkat melaksanakan tugas. Mereka menyusul bambang Sumitra dan segera mengeroyok pemuda itu. Namun, Sumitra bukanlah pemuda sembarangan. Ia pun melayani serangan para Kurawa dengan mudah. Para Kurawa dibuat babak belur dan berguling-guling di tanah. Namun, Para Kurawa melakukan cara curang. Sumitra disekap dan hendak dibuang ke pinggir jurang. “Ahh...lepaskan aku....!!” perjalanan sang putra Arjuna terhambat. Namun datang bala bantuan dari Gatotkaca dan Antareja yang berhasil memporak-porandakan pasukan Kurawa. Bambang Sumitra pun berhasil diselamatkan.

Bambang Sumitra berhasil sampai ke Madukara. Di sana dengan ditemani Arya Antareja, Arya Gatotkaca, dan Kakek Semar mengabarkan kalau Dewi Asmarawati meminta Kuda Ciptawalaha dan Payung Tunggulnaga. Ia meminta sang ayah untuk membantunya. Arjuna hanya diam bergeming lalu sejenak kemudian justru berkata " sudahlah, nak. Batalkan saja pernikahanmu dengan Asmarawati. Permintaan Asmarawati aneh-aneh." Setelah berkata begitu, Arjuna berlalu pergi. Rupanya, Arjuna sudah ditunggu oleh sang guru, Begawan Dorna di wisma tamu. Begawan Dorna berhasil menjampi-jampi murid kinasihnya itu. Sekarang Arjuna lebih memilih membantu Raden Lesmana Mandrakumara. Bambang Sumitra merasa putus harapan. Sang ayah dirasa sudah pilih kasih. Kakek Semar dan para putra menawarkan diri untuk membantu.  Singkat cerita, kakek Semar memanggil Gatotkaca, Antareja, Antasena dan Wisanggeni untuk membantu Bambang Sumitra.

Antareja mendapatkan Kuda Ciptawalaha
Antareja berangkat ke Dwarawati meminjam kuda Ciptawalaha milik Prabu Sri Kresna. Sementara Gatotkaca akan meminjam Payung Tunggulnaga. Untuk Sumitra, Antasena dan Wisanggeni akan ikut kakek Semar menuju ke kahyangan.

Singkat cerita, Adipati Karna telah datang ke di keraton Dwarawati. Adipati Karna pun menyampaikan maksud kedatangannya, “Salam, kakangku Sri Kresna. Kedatanganku kemari  ingin meminjam Kuda Ciptawalaha sebagai persyaratan Lesmana Mandrakumara menikahi Dewi Asmarawati, putri Prabu Suryasmara. Sudikah kakang meminjamkan kuda itu?”.Prabu Sri Kresna teringat sesuatu “ kalau aku ingat-ingat, gusti Prabu Suryasmara dulu pernah punya keinginan bisa berbesan dengan Parta. Kalau yang menikahi Asmarawati adalah Lesmana, artinya gusti Prabu Suryasmara akan melanggar ucapannya sendiri. Aku harus berbuat sesuatu.” Prabu Sri Kresna pun mendapat firasat bahwa sebentar lagi utusan pihak Arjuna akan datang pula. Maka, ia tidak segera menjawab permohonan Adipati Karna, melainkan berusaha mengalihkan pembicaraan. “ah adhiku, Suryatmaja. Marilah kita berehat dulu... kau pasti lelah..... urusan kuda Ciptawalaha, aku berjanji akan meminjamkannya ke pihak yang pantas.” Karena sejak dulu Adipati Karna segan kepada Prabu Sri Kresna sehingga ia menerima tawaran raja bergelar sang Danardana itu untuk berehat. Akhirnya yang ditunggu-tunggu pun tiba. Antareja pun datang ia lalu berkata kepada uwa-nya tersebut “salam Uwa Prabu. Kedatanganku kemari hanya untuk satu tujuan , yaitu meminjam Kuda Ciptawalaha untuk kendaraan adhiku Sumitra agar ia bisa menikahi Asmarawati.” Adipati Karna tidak terima “tunggu kakangku! aku lebih dulu datang, maka aku yang lebih berhak atas kuda kakang.” Prabu Kresna berkata “Suryatmaja, aku kan belum memberikan jawaban pasti. Aku Cuma berkata hanya akan meminjamkannya kepada yang pantas. Untuk itu, agar kita tahu siapa yang pantas, adhi dan nanda Arya Antareja silakan berlomba. Barangsiapa mampu menangkap Ciptawalaha, maka dia yang berhak meminjam kudaku itu.” Adipati Karna menjawab tidak masalah.”aku tidak keberatan kakangku.... Aku putra Adirata dan ayahku ialah raja dari para kusir kereta. Sejak kecil, aku selalu dididik cara menjinakkan kuda dan mengendalikan kereta kencana. Kalau untuk mengejar dan menangkap Kuda Ciptawalaha bukanlah hal sulit bagiku.” Usai berkata demikian, ia pun keluar istana untuk bersiaga. Arya Antareja juga ikut keluar, disertai Prabu Sri Kresna.

Prabu Sri Kresna lalu memanggil Kuda Ciptawalaha. Kuda berbulu hitam legam itu datang menemui majikannya. Sang raja Dwarawati segera memerintahkan kuda itu untuk berlari sekencang-kencangnya dan baru boleh berhenti apabila salah satu dari Adipati Karna atau arya Antareja bisa menangkapnya. Kuda Ciptawalaha seolah mengerti bahasa manusia. Ia pun segera berlari meninggalkan Prabu Sri Kresna. Melihat Kuda Ciptawalaha sudah berlari, Adipati Karna dan Arya Antareja segera mengejar. Meskipun usianya lebih tua, tetapi tubuh Adipati Karna lebih kecil dan lebih lincah daripada Arya Antareja. Dengan mengerahkan segenap ilmu kesaktianya, ia mampu berlari sangat cepat dan hampir menyentuh ekor Kuda Ciptawalaha. Namun, Kuda Ciptawalaha dapat meningkatkan laju kecepatannya. Adipati Karna tidak kurang akal. Ia pun melepaskan ratusan panah yang mengurung Kuda Ciptawalaha seperti kerangkeng. Namun kuda sakti itu mampu melompati semua kerangkeng panah itu. Kedua orang itu terus berlari mengejar Kuda Ciptawalaha hingga keluar keraton Dwarawati bahkan sampai menyebarangi pulau Dwaraka hingga daratan Jawadwipa. Akan tetapi, sungguh di luar dugaan tiba-tiba Kuda Ciptawalaha amblas masuk ke dalam bumi. Antareja mulai menggunakan ajiannya “Ajian Rengkah Bhumi...menyelam!!” seketika Antareja ikut menyelam ke dasar bumi. Adipati Karna kaget dengan hilangnya kuda Ciptawalaha dan Arya Antareja. Di saat yang tak terduga, tiba-tiba bumi bergetar dan nampaklah Antareja sudah berada di atas punggung sang kuda Ciptawalaha. “Pmana, aku sudah berhasil. Sekarang tidak ada yang bisa menghalangi pernikahan adhiku Sumitra” Adipati Karna marah “tidak akan aku biarkan terjadi!” Adipati karna menembakkan panah-panahnya. Antareja segera memacu kuda Ciptawalaha dan kabur.

Sementara itu, Ketika rombongan Begawan Dorna dan Arjuna hendak menuju istana Indraprastha, datang tiga orang pengamen., dua perempuan dan satu perempuan. Musik yang mengalun sangat merdu, seronok hati yang mendengarnya... tabuhan genderang dan suling sangat memikat sukma, belum lagi dengan suara nyanyian penyanyinya. Saking merdunya,  sampai-sampai Begawan Dorna dan Arjuna tak menyadari kalau cuaca tiba-tiba berubah drastis. Tiba-tiba datang angin puting beliung yang menyapu Begawan Dorna dan Arjuna lalu melemperkan keduanya entah kemana. Rupanya, ini adalah siasat kakek Semar. Ketiga pengamen itu adalah gareng, Petruk dan bagong yang menyamar dan angin puting beliung tadi adalah ajian Bayu Paksi milik Gatotkaca untuk memperlambat kedatangan sang paman. Begitu halangan pergi, Arya Gatotkaca segera menemui uwanya, Prabu Yudhistira. “ampun uwa Prabu...kedatanganku ingin meminjam payung Tunggulnaga demi pernikahan adhi Sumitra.” Tanpa pikir panjang Prabu Yudhistira berkata “itu kabar baik...semoga dinda Arjuna berbahagia dengan hal ini,” Gatotkaca berkata “ampun uwa prabu, sekarang paman Arjuna sedang membantu para Kurawa. Entah apa yang dipikirkan paman...aku harap uwa bisa membantu menyadarkannya.” Prabu Yudhistira mengatakan pada Gatotkaca agar tidak punya syak wasangka dulu, barangkali Arjuna memang sedang mau membantu para Kurawa.” Prabu Yudhistira pun menyerahkan Payung Tunggulnaga kepada Arya Gatotkaca. Sang putra mahkota Pringgondani itu berterimakasih kepada sang uwa dan pamit untuk mengurus pernikahan Sumitra. Beberapa saat setelah Gatotkaca meninggalkan istana, begawan Dorna dan Arjuna datang dengan maksud meminjam payung Tunggulnaga.

Bambang Sumitra meminjam Bale Sasanamulya
Prabu Yudhistira berkata kalau  payung keramat itu sudah dipinjamkan kepada Gatotkaca sebelum kedatangan Arjuna. Arjuna kesal mendengarnya. Para Kurawa yang gagal mendapatkan Payung Tunggulnaga kini tinggal menunggu Bale Sasanamulya.

Di kahyangan, kakek Semar bersama Bambang Sumitra dan Bambang Wisanggeni menemui Batara Indra untuk meminjam Bale Sasanamulya dan para bidadari. Batara Indra mengizinkan "atas permintaan uwa Semar dan mengingat kamu putra dari putra angkatku, aku bersedia meminjamkan Bale Sasanamulya dan para bidadari setuju dengan itu." Batara Indra mengambil sebuah kotak dan berkata kalau Bale Sasanamulya sudah di dalam kotak itu beserta para bidadari di dalamnya. Jika sudah selesai, Sumitra bisa mengembalikannya. Bambang Sumitra berterima kasih dan segera kembali ke Bumi. Di tengah perjalanan kembali ke Amarta, Bambang Sumitra dan rombongan dihalangi para Kurawa yang hendak merebut Bale Sasanamulya. Bambang Sumitra dan kakek Semar kewalahan menghadapi para Kurawa. Bala bantuan pun datang. Bambang Wisanggeni dan Antasena yang sedari tadi mengikuti dari belakang membantu mereka. Para Kurawa pun kakang kabut melarikan diri.

Demikianlah, segala persiapan kini telah terkumpul. Kakek Semar beserta para punakawan lainnya, serta Arya Antareja, Arya Gatotkaca, Arya Antasena, dan Bambang Wisanggeni mengiring keberangkatan Bambang Sumitra menuju Kerajaan Parangkancana. Sesampainya di sana, mereka disambut Prabu Suryasmara sekeluarga. Tampak Bambang Sumitra duduk di atas kuda Ciptawalaha, dengan Payung Tunggulnaga dipegang oleh Gatotkaca di belakangnya. Dibelakang mereka pula, para Pandawa minus Arjuna diiringi para isteri mereka dan putra-putri mereka mengiringi. Tak kurang juga Prabu Sri Kresna diiringi ke sembilan isterinya. Prabu Suryasmara gembira apabila Bambang Sumitra yang berhasil memenangkan sayembara, karena itu berarti keinginannya bisa berbesan dengan Raden Arjuna dapat terwujud. Ia lalu menanyakan tentang persyaratan lain, yaitu Bale Sasanamulya dan bidadari pengiring. Kakek Semar lalu membuka kotak ajaib dari Batara Indra. Sambil menjapa mantra, ia memercikkan air ajaib dalam kotak tersebut ke arah halaman istana Parangkancana.

Pernikahan bambang Sumitra dengan Asmarawati
Seketika muncullah sebuah balai indah dan megah bagaikan turun dari kahyangan. Lalu dari dalamnya pula para bidadari muncul dipimpin Dewi Saraswati dan menjadi pengiring pernikahan. Setelah akad nikah diikrarkan, acara resepsi pun digelar keesokan harinya. Semar pun berganti pakaian sebagai raja dan menjadi koordinator acara pernikahan. Begitupun Gareng, Petruk dan Bagong juga dirias setampan mungkin. Nampak acara pernikahan antara Sumitra dan Asmarawati menjadi pernikahan termegah di muka bumi mengalahkan pernikahan sang ayah dengan Dewi Sumbadra dahulu. Dekorasi bale Sasanamulya ditata sedemikian mewah mirip istana Untarasegara yakni Mahligai Bentukaloka super megah dari Batara Wisnu. Para bidadari yang bermata indah menjadi pengiring dan panitia pernikahannya. Para bidadara yang tampan rupawan menjadi pramusaji dan event organizernya. Para dewa dipimpin Batara Indra dan Kamajaya menjadi penabuh gamelannya. Makanan dan minuman yang tersaji benar-benar berkualitas tiada tara, karena bahan-bahannya dari hutan gunung Kelasa, hutan paling suci di jagat raya milik Batara Guru. Cenderamata pernikahan untuk para tamunya juga tak main-main mahalnya, berupa perhiasan dan selendang emas bertatahkan berlian, intan, permata, dan ratna mutumanikam khas dari kahyangan Rinjamaya.

Namun di tengah pesta, datang Arjuna bersama para Kurawa dan Raden Lesmana Mandrakumara yang sudah memakai pakaian pengantin mengendari kuda hitam yang sangat mirip dengan kuda Ciptawalaha dengan dipayungi payung emas dan diiiringi para wanita cantik. Arjuna datang marah-marah kalau Sumitra sudah curang. Dan menganggap semua syarat sayembara yang dibawa sang putra itu palsu. Prabu Suryasmara lalu menyadarkan besannya itu kalau justru sarana sayembara yang dibawa putranya itu asli dan itu semua hasil usahanya sendiri. Prabu Suryasmara lalu berkata " Arjuna sahabatku, kenapa kau sangat berkeras hati pada putramu yang ini. Kepada Abimanyu, Irawan dan putra-putra lain pun berbeda perlakuan. Abimanyu kau sayangi, Irawan kau kasihi, kepada putra yang lain juga kau cintai tapi kenapa dengan Sumitra malah pilih kasih? Mana keadilan dan kasih sayang kakang sebagai ayah?" Kakek Semar lalu berbisik kepada Prabu Suryasmara sesuatu hal " Gusti prabu, sepertinya ndoro Arjuna kena guna-guna lagi. Makanya dia acuh tak acuh begitu. Gusti harus lakukan sesuatu buat menyadarkan ndoro." Maka Prabu Suryasmara dibantu Arya Wrekodara dan para putranya menyerang para Kurawa. Atas bujukan Dorna, Arjuna maju sebagai wakil para Kurawa. Terjadilah pertempuran antar besan dan saudara sekandung. Keduanya bertarung sengit sehingga di satu kesempatan, Prabu Suryasmara berhasil membuat jari Arjuna terluka dan mengucurkan darah. Seketika, Arjuna jadi linglung sejenak dan bertanya apa yang terjadi. Semar lalu menceritakan semuanya. Arjuna pun tersadar lalu memohon maaf kepada sang putra karena sudah bertindak terlalu jauh dan konyol, lebih mementingkan keinginan orang lain dengan mengorbankan keadilan dan kasih sayang terhadapnya. Bambang Sumitra memaafkan ayahnya dan mengajak sang ayah untuk ikut masuk ke pernikahannya. Karena rencana mereka gagal, para Kurawa lalu berusaha mengacau namun berhasil diusir oleh Arya Wrekodara dan ketiga putranya. Pernikahan Sumitra dan Asmarawati kembali dilanjutkan dengan meriah tanpa satu kendala apapun.