Sabtu, 28 Januari 2023

Kresna dan Paundraka

 Hai-hai karena kepikiran buat nulis lagi, kisah kali ini mengisahkan tentang kembaran (doppelganger) Prabu Kresna bernama Paundraka. Keberadaannya nyaris membahayakan pernikahan Arjuna dan Sumbadra. Sumber cerita : Serial Drama Kolosal India Radha Krishna dan Suryaputra Karna dengan pengubahan dan penyelarasan dengan pewayangan Jawa.

Dikisahkan setelah mengalami putus cinta dengan Sumbadra dan gagal merebut Ulupi yang sedang mengandung tempo hari, Arya Burisrawa semakin angau ingin merebut Sumbadra. Patih Sengkuni berpikir tentang cara untuk memisahkan Arjuna dan Sumbadra yang baru saja dikaruniai putra itu. Ia lalu teringat sesuatu “keponakan ku Burisrawa...aku teringat pada temanku....raja Jarasandha dan dia punya sekutu yang bisa kita mintai bantuan.” “benarkah itu paman Sengkuni? Aku akan percayakan semuanya padamu, paman.. asalkan Arjuna bisa menderita dan Sumbadra jadi milikku., akan kutempuh jalan manapun.” Sengkuni segera melakukan lobi dengan Prabu Jarasandha (Jaka Slewah) selaku orang dekatnya setuju. Sang raja Giribajra itu menjelaskan“paman Sengkuni...sahabatku ini sangat lihai berkata-kata...ia dan adiknya orang yang paling nomor satu memusuhi Wangsa Yadawa terutama Kresna yang licik itu. Temanku ini juga punya dendam pribadi kepada Kresna karena menaklukan negerinya, Prabu Paundraka. Raja dari Paundrapuri” Prabu Jarasandha juga menjelaskan ciri-ciri sang Paundraka. Wajahnya sangat mirip dengan Prabu Kresna, bagaikan pinang dibelah dua. Cara berpakaian, mahkota bulu meraknya, bertutur kata, pola pikir, kesaktian dan kekuatan juga benar-benar sama persis. Bahkan namanya sangat mirip dengan sang raja Dwarawati yakni Paundraka Wasudewa. Ia punya adik bernama Raden Dantawakra yang juga amat muak dengan kisah para titisan Wisnu. Prabu Duryudhana yang ikut rombongan itu tertarik untuk ikut dalam drama perebutan istri orang ini namun Adipati Karna menyarankan kepada iparany” adikku gusti prabu Duryudhana.... jangan terlalu ikut campur urusan ini. Adhi prabu baru saja diangkat sebagai raja baru Hastinapura. Lagipula tidak baik merusak pagar ayu sebuah pernikahan.” Prabu Duryudhana menimbang-nimbang, antara keinginan adik iparnya atau mengamankan posisinya. Ia pun setuju dengan usulan Karna. Ia memutuskan tidak akan ikut campur dengan drama yang akan dibuat Burisrawa dan paman Sengkuni. Ia pun kembali ke Hastinapura bersama Adipati Karna.

Di istana Paundrapuri, Prabu Paundraka dan Raden Dantawakra menyambut kedatangan Patih Sengkuni. Dengan berbasa-basi, Patih Sengkuni mengutarakan niatnya untuk menjebak Arjuna dan Sumbadra dalam lingkaran ketidakharmonisan juga memperdaya seluruh klan Yadawa. “Gusti patih Sengkuni....tawaranmu ini nampaknya menarik...Kresna yang licik itu sudah membuat kerajaanku seperti ini. Dia juga membuat adikku Dantawakra kehilangan orang yang dikasihnya. Akan ku buat Kresna yang licin itu menderita berkali-kali lipat. Aku terima tawaranmu, gusti patih. Dantawakra bersiap-siaplah.....kita akan membuat Kresna merana berkali-kali lipat di tengah perpecahan keluarganya.” “baik kakang prabu....aku juga akan mendukungmu.” Oleh kesaktian sang kakak, wajah Dantawakra didandani menjadi sangat tampan. Sangat mirip dengan wajah Arjuna.

Singkat cerita, pada suatu ketika saat Prabu Kresna masih menemani Arjuna yang sedang di Yasarata, Prabu Paundraka menyusup ke Dwarawati. Ia berpura-pura menjadi Prabu Kresna. Dengan pakaian yang begitu mirip dan tutur kata yang sangat manis, ia mengelabui banyak orang. Mulai Prabu Baladéwa, Patih Udawa, Arya Setyaki, Dewi Radha, Dewi Rukmini, Dewi Setyaboma, Dewi Jembawati, bahkan Dewi Sumbadra dikelabuinya. Lalu datanglah Dantawakra yang menyamar jadi Arjuna palsu. Ia berencana membuat Dewi Sumbadra tidak nyaman dan menggugat cerai suaminya. Suatu hari, terjadi pertengkaran antara Arjuna palsu dengan Dewi Sumbadra. “cukup kakang kulup..... kemana sifat kakang yang dulu? Setelah dapat isteri baru kau tidak pernah begini.... kita sudahi saja....kita berpisah sampai disini! ” Lalu Sumbadra mengadu pada kakaknya, Prabu Baladéwa kalau Arjuna ternyata sangat kasar. Prabu Baladéwa marah dan mengadukan hal ini kepada adiknya, Prabu Kresna. “Arjuna! Beraninya kau melukai hati adikku!” Prabu Baladewa hendak menghajar Arjuna. Namun ia dihalangi oleh Prabu Kresna palsu.”hentikan kakang Balarama!” Di saat demikian, kebetulan patih Sengkuni dan Arya Burisrawa sedang datang berkunjung. Prabu Kresna palsu (Paundraka) menyambut kedatangan mereka. Atas usulan patih Sengkuni, pernikahan Arjuna dan Sumbadra tidak bisa dilanjutkan karena ketiadaan cinta dimasing-masing pasangan. Ia menyarankan agar Dewi Sumbadra untuk bercerai dengan Arjuna dan lebih baik dijodohkan kembali dengan Arya Burisrawa. Prabu Baladéwa setuju. Singkat cerita, Arjuna palsu dan Dewi Sumbadra bercerai. Lalu diadakan acara pertunangan Sumbadra dengan Burisrawa.

Acara pertunanagan itu digelar meriah. Dewi Sumbadra merasa ini tidak benar. Ia masih cinta dengan Arjuna. Namun ia sangat tidak tahan dengan kata-kata kasar mantannya itu. Di tengah acara, datanglah Prabu Kresna dan Arjuna asli. Seluruh majelis Dwarawati kaget melihat Prabu Kresna dan Arjuna ada dua. Arjuna asli kaget kenapa isterinya sekarang bertunangan dengan Burisrawa. Dewi Sumbadra kaget sehingga pingsan melihat kakak dan mantan suaminya ada dua orang. Prabu Kresna dan Arjuna palsu segera memerintahkan Arya Setyaki untuk memenjarakan peniru dirinya. Seakan terhipnotis, Arya Setyaki menaatinya. “kalian peniru kakang Prabu dan kakang Arjuna. Kalian harus dipenjarakan.” Prabu Kresna asli dan Arjuna asli bersikap biasa saja dan menerima hukuman itu. Mereka berdua dijebloskan ke penjara. Para isteri Kresna merasa tidak sampai hati maka memilih pergi dari Dwarawati dengan alasan ingin pergi ke pura pinggir kota. Di luar Dwarawati, para isteri Kresna yakni Dewi Radha beserta Dewi Rukmini, Jembawati, dan Setyaboma berunding apa rencana mereka selanjutnya. Setyaboma bertanya kepada Radha“Yunda Radha, bagaimana ini? Di istana ada dua kakanda Kresna dan adhi Parta.” Sambung Jembawati “benar yunda....ini semua membingungkan. Apakah ini permainan dari Patih Sengkuni demi memisahkan adhi Parta dengan dinda Sumbadra?” Dewi Radha lalu berkata “tenang dinda Jembawati,dan Setyaboma.... kita mengenal kakanda Kresna...kakanda tidak mungkin semudah itu menyetujui usulan paman patih Sengkuni. Prinsip kakanda Kresna berlandaskan cinta kasih sedangkan paman patih berlandaskan perpolitikan praktis. Ini kemungkinan sebuah konspirasi. Patih Sengkuni tidak melakukan ini sendirian. Pasti ini juga ada campur tangan Jarasandha. Apa kalian teringat sesuatu?”  Dewi Rukmini lalu teringat sesuatu “Yundha Radha...aku ingat sesuatu tentang kembaran kakanda. Di seberang negeri Kumbina, ada negara bernama Paundrapuri. Rajanya bernama Paundraka. Wajahnya, tutur katanya, pola pikirnya, dan bahkan tindak-tanduknya sangat mirip dengan kakanda.” Radha kaget“apa..dinda Rukmini? Paundraka? Dia sekutu Prabu Jarasandha yang pernah menyerang Mandura bersama Patih Kalayawana dulu saat Kangsa dikalahkan.”.Dewi Jembawati kaget “gusti jagat Dewa Batara.....jika benar yang dikatakan Yunda Radha, jangan-jangan Arjuna yang ada disana itu Dantawakra.”  Dewi Setyaboma gantian kaget dan menjelaskan “Kemungkinan itu dia, dinda Jembawati. ia juga hampir merogolku saat pencarian kakanda Kresna. Untungnya hal itu dihalangi ayahku” Dewi Radha menyarankan ketiga madunya untuk melakukan sembahyang di sebuah padmasana di pinggir desa Widarakandang, memohon petunjuk dari Dewata. Sepanjang siang dan malam, mereka berempat berdoa di depan padamasana. Tak lama, datang Batara Narada dan Semar . Batara Narada mengabarkan “kembaran suami kalian akan terkuak kedoknya. Kalian akan turut andil bagian di dalam nya.” Setelah Batara Narada dan Semar menghilang, keempat isteri Kresna menyamar sebagai penggembala perempuan dan pemerah susu sapi (gopika) yang suka menari-nari. Mereka akan menyerahkan upeti ke Dwarawati.

Para gopika datang di saat pernikahan antara Arya Burisrawa dan Sumbadra akan digelar. Mereka menawarkan diri untuk jadi penari di acara itu. Acara berlangsung semarak dengan tari-tarian dari para isteri Kresna yang menyamar itu sehingga para penjagaan istana menjadi lemah. Sementara itu, Ki Lurah Semar dan Batara Narada menyamar sebagai penjaga penjara dan membebaskan Prabu Kresna dan Arjuna yang asli. “ndoro Arjuna..ndoro prabu cepat keluar dari sini...biar aku dan adhi Narada yang mengurus disini.”  “terima kasih ki Lurah...akan ku rebut kembali isteri tercintaku. Sudah cukup dengan konspirasi rendahan ini!!”  singkat cerita, Ketika akan mendekati ijab kabul mendadak datang serangan ke kerajaan Dwarawati.

Kresna melawan Paundraka

Terlihatlah Prabu Kresna dan Arjuna asli menaiki kereta Jaladara menembaki istana dengan panah. “Paundraka! Dantawakra! Kalau kalian ingin menghancurkan Dwarawati hancurkan saja. Tapi ka;lau ingin menghancurkan cinta kami,langkahi mayat kami dulu.” Teriak Arjuna asli dari atas kereta Jaladara. Arya Burisrawa ketakutan melihat kemarahan Arjuna dan memilih lari tidak melanjutkan pernikahan ini. Ia bersama Patih Sengkuni lari ke Hastinapura.

Prabu Kresna dan Arjuna palsu tak mau kalah. Mereka menaiki sebuah kereta yang juga merupakan tiruan dari kereta Jaladara. Mereka saling berperang. Keduanya sama kuat sama sakti. Semua senjata yang dimilik Prabu Kresna asli dapat ditiru oleh Prabu Kresna palsu (Paundraka). Bahkan, Cangkok Wijayakusuma, Cakra Widaksana, Terompet Pancajanya, Gada Kumadaki, Kaca Lopian, dan Panah Aji Kesawa dapat ditirunya. Setiap kali Prabu Kresna asli mengeluarkan senjata, Prabu Kresna palsu pasti bisa mengeluarkan senjata yang sama. Prabu Kresna palsu menyombongkan diri, mengangkat dirinya sebagai titisan Wisnu yang sebenarnya.”hahahahaha......aku lah sang Wisnu yang asli dan dia yang palsu...akulah Yang Maha Kuasa!!” Semar menyadari di saat orang diliputi kesombongan, disitulah titik lemahnya akan kelihatan. Semar mengubah diri jadi bayangan dan berbicara kepada Prabu Kresna dan Arjuna asli “Ndoro prabu, kelemahan Kresna palsu itu ada di kepalanya, di jamang mahkotanya.” Prabu Kresna segera melemparkan seluruh senjatanya jadi satu ke arah kepala Prabu Kresna palsu. Prabu Kresna palsu segera memerintahkan Arjuna palsu terbang menjauh namun kemanapun mereka pergi, gabungan senjata-senjata asli itu mengejar mereka sampai akhirnya jamang mahkota Prabu Kresna palsu terpotong dan terlihat kepala botaknya. Seketika senjata-senjata itu berubah wujud jadi Cakra Widaksana secara gaib dan menghancurkan kepala Paundraka sampai meledak. Dengan tewasnya Paundraka, Arjuna palsu marah besar dan menyerang membabi buta  kearah kereta Jaladara. “kematian kakangku tidak boleh sia-sia...Arjuna! ayo kalahkan aku....!!” Arjuna geram dengan orang yang sudah membuat isterinya bercerai dengannya. Dengan penuh kemarahan Arjuna, berkat tembakan panah Sangkali, Arjuna palsu bisa ditewaskan dengan kepala meledak juga.


Prabu Kresna dan Arjuna segera membebaskan semua orang dari ilusi yang diciptakan Prabu Paundraka. Ia lalu mengeluarkan Cangkok Wijayakusuma dan mengibas-ngibaskannya ke awan menciptakan hujan benama Udan Toyamarta. Semua orang di Dwarawati terbebas dari sihir Paundraka. Arjuna dan Sumbadra rujuk kembali dan melanjutkan pernikahan mereka. Acara bangun nikah digelar meriah kembali. Di dalam penglihatan batin Kresna, ia melihat Dantawakra kembali ke wujud asalnya, bertukar wujud sebagai Wijaya, salah satu penjaga gerbang kahyangan Waikuntaloka yang pernah dikutuk sebagai musuhnya dalam tiga penitisan.

Irawan Lair

 

Hai-hai....di tahun yang baru ini, penulis akan mengisahkan kelahiran Bambang Irawan, putra Arjuna dengan Dewi Ulupi. Dikisahkan pula Antareja yang akan berguru kepada Begawan Jayawilapa dan bagaimana awal mula kedekatan hubungan anatara Antareja dan Bambang Irawan. Sumber yang penulis pakai ialah blog albumkisahwayang.blogspot.com dengan pengubahan dan pengembangan seperlunya.

Prabu Nilacandra dari Parangcandera dihadap patihnya, Patih Kalabandoga dan KI Lurah Togog dan Bilung Sarawita. Prabu Nilacandra bercerita kalau ia tadi malam bermimpi bercinta dengan perempuan cantik bernama Dewi Ulupi. Ki Lurah Togog berkata “waduh gusti...mending jangan diteruskan mimpi itu. Dewi Ulupi itu sudah ada yang punya.” Prabu Nilacandra beranya “ emang siapa yang punya, Ki Lurah?” “aduhh....gusti... gusti ini tidak tahu ya? Dewi Ulupi itu istrinya ndoro Arjuna, anggota Pandawa lima dan sekarang sedang hamil.” Prabu Nilacandra nampak kaget tapi ia lalu berkata “aku tidak peduli. Mau dia bersuami atau tidak, aku akan menikahinya. Kandungannya akan kugugurkan.” Togog merasa ndoroya ini akan berbuat jauh, maka ia tidak bisa mencegahnya. Prabu Nilacandra memerintahkan patih Kalabandoga untuk menculik sang isteri Arjuna itu di Desa Yasarata.

Di tengah jalan saat memasuki desa Karang Tumaritis, pasukan Patih Kalabandoga bertemu dengan Ki Lurah Semar, Gareng, Petruk dan Bagong yang juga akan ke sana.sang patih bertanya jalan ke Yasarata. Ki Lurah bertanya “ada tujuan apa ki sanak mau kesana?” “bukan urusan ki sanak tau apa tujuan saya.” Ki Lurah Semar merasa ada firasat tidak baik dengan kedatangan pasukan ini. Maka ia dan anak-anaknya menghadang patih Kalabandoga. Patih kalabandoga tak mau dihalangi jalannya maka ia menyerang Ki Lurah Semar dan anak-anaknya. Gareng Petruk dan Bagong tak tinggal diam. Gareng segera menyabetkan pecutnya. Petruk menghunus pethel (kapak) nya sedangkan Bagong yang dengan gaya slengekan mengalahkan para prajurit dengan kujang miliknya. Patih Kalabandoga tidak sadar berhadapan dengan siapa. Maka ia menyerang secara membabibuta. Gareng, Petruk, dan Bagong mundur selangkah. Desa Karang Tumaritis hampir saja rusak kalau saja rombongan Prabu Kresna dan Prabu Baladewa tidak datang. Prabu Kresna memberi salam “salam paman....sepertinya aku datang agak terlambat. Setyaki cepat bantu paman Gareng dan lainnya.” “baik kakang prabu..” ucap Setyaki. Dengan kesaktiuannya, Arya Setyaki mengeluarkan teriakan aji Singamulangjaya. Pasukan Parangcandera kucar-kacir dengan kerasnya teriakan Arya Setyaki yang bagaikan terompet Panacajanya Batara Wisnu itu. Patih Kalabandoga sendiri lari ke hutan. Prabu Baladewa menawari Ki Lurah Semar dan anak-anaknya untuk ikut bareng ke Yasarata. Ki Lurah Semar berterimakasih tapi ia memilih ikut dari belakang saja. Maka singkat kata, rombongan Kresna dan Baladewa berangkat dengan dibelakangnya ki Lurah Semar dan anak-anaknya.

Sementata itu di Kadipaten Jodipati, Raden Antareja sedang duduk sendirian di bale-bale. Ia melihat para pelayan dan prajurit menghormatinya. Di dalam duduk termenungnya, ia merasa sedikit kesal karena sudah lama ia mengirimkan surat lamarannya sebagai penggawa kepada sang paman, Prabu Yudhistira namun suratnya seakan digantung. Berkali-kali ia mengirimkan tapi endingnya sama saja. Panggilannya seakan tertolak. Perasaannya sebagai pelamar kerja terkoyak-koyak oleh keresahan dan perasaan digantung. Karena lelah memikirkannya, Raden Antareja ketiduran di bale-bale. Dalam tidurnya, ia bertemu kakeknya yakni Batara Anantaboga. “cucuku, aku tau apa keresahanmu. Kamu belum saja diterima kerja. Di istana kamu sering dipandang sebagai anak pangeran. Yang kamu inginkan dipandang sebagai penggawa negara.” “ betul...eyang batara. Aku sebenarnya juga iri sama adhi Gatotkaca yang sudah lebih dulu jadi penggawa. Aku ingin sekali berbakti pada negara ini, pada ayah dan para paman juga.” Batara Anantaboga paham apa kerisauan cucunya lalu ia berkata “Cucuku..berbakti kepada negara tidak harus menjadi penggawa. Menjadi warga negara yang baik, taat membayar pajak, menjaga nama baik negara, dan tidak membuat kerusuhan jua bentuk baktimu pada negara. Pamanmu mungkin sudah paham kalau kamu ini masih suka gegabah, mudah iri, dan gampang marah makanya ia menggantungmu. Adikmu menjadi penggawa karena memang sudah mempunyai kualifikasinya. Ia sudah berguru kepada Batara Tantra saat dulu, saat masih di kahyangan. Gatotkaca sudah digembleng dan diasah sifat-sifat raksasanya” “lalu apa bedanya adhi dengan aku? Aku juga sudah berguru kepada eyang batara.” Batara Anantaboga berkata ada bedanya. Berguru kepada yang punya ikatan darah langsung akan menimbulkan perasaan tidak tega dan cenderung memanjakan. Tentunya ilmu yang terserap tidak maksimal. Batara Anantaboga lalu menjelaskan “ Cucuku...kalau ingin berguru tanpa adanya rasa segan, pergilah ke Yasarata. Di sana ada mertua pamanmu Arjuna. Namanya Begawan Jayawilapa. Di sana semoga kamu bisa mengikis sifat-sifat burukmu, cucuku.” Raden Antareja lalu terbangun dari tidurnya dan datang ke penghadapan malam untuk meminta izin kepada ayah dan pamannya berangkat ke Yasarata. Prabu Yudhistira paham akan keinginan keponakannya lalu ia menawarkan untuk ikut rombongan Amarta “keponakanku, kamu yakin mau berangkat malam ini juga? Gak mau ikut bareng sama ayah dan paman-pamanmu? Kebetulan kami juga akan ke Yasarata karena istrimu pamanmu, bibi Ulupi akan segera melahirkan tapi kami akan berangkat tiga hari lagi.” “tidak Paman Prabu. Saya akan datang ke sana lebih dulu. Untuk urusan mencari ilmu, saya tidak bsa menunggu lama-lama. Semakin cepat saya di sana semakin baik.” Arya Wrekodara bangga dengan putranya. “anakku....ayah hanya bisa memberi restu. Doa ayah akan selalu bersamamu.” Arya Wrekodara memeluk putra sulungnya itu. Setelah pamitan, Raden Antareja dengan kesaktiannya bergerak dengan cepat menembus kegelapan malam.

Singkat kata, Patih Kalabandoga sampai di desa Yasarata malam hari itu. Patih Kalabandoga segera merpaalkan ajian Sirep. Dalam waktu tidak lama, para penduduk yang sedang ronda tertidur pulas bahkan Begawan Jayawilapa, Arjuna, dan Ulupi terkena sirep itu. Setelah memastikan semua orang sudah teler, sang patih Parangcandera masuk ke rumah sang begawan mencari keberadaan Ulupi. Setelah mencari ke sana-kemari, akhirnya Patih Kalabandoga berhasil menemukan Dewi Ulupi sedang tidur bersama Raden Arjuna. Ia pun maju hendak menarik tubuh wanita itu tetapi pagar gaib yang dipasang Arjuna sebelum tidur membuatnya jatuh terduduk. Sebanyak tiga kali Patih Kalabandoga berusaha meraih Dewi Ulupi, maka sebanyak tiga kali pula ia jatuh terduduk di lantai. Patih Kalabandoga paham apa yang telah membuatnya terlempar jatuh. Ia pun berlutut menyembah tempat tidur Dewi Ulupi dan Raden Arjuna untuk menawarkan pengaruh pagar gaib yang ada di situ. Begitu pagar gaib terbuka, ia langsung menggendong tubuh Dewi Ulupi dan memasukkannya ke dalam keranjang buah. Secepat kilat Patih Kalabandoga lalu pergi membawa kendaga itu meninggalkan desa Yasarata. Sementera itu, Arya Burisrawa sedang berkelana seorang diri meninggalkan Kesatrian Madyapura. Dalam hati ia masih menyimpan dendam karena gagal menculik Dewi Sumbadra tempo hari. Akibatnya, ia pun menjadi bulan-bulanan, dihajar dari kiri dan kanan oleh Raden Antareja dan Raden Gatotkaca. Meskipun Arjuna telah memaafkan perbuatannya, namun hatinya masih menyimpan dendam karena sejak peristiwa tersebut ia tidak boleh lagi mendekati Dewi Sumbadra. Bahkan, Prabu Baladewa yang selama ini selalu mendukungnya ternyata juga ikut marah dan melarangnya datang lagi ke Madukara.

Hari itu Arya Burisrawa mendengar kabar bahwa Raden Arjuna memiliki permaisuri lain bernama Dewi Ulupi yang sedang mengandung dan tinggal di Padepokan Yasarata. Ia pun terpikir siasat licik “Aku akan balas dendam padamu Arjuna. Akan kuculik Ulupi dan kugugurkan kandungannya.”  Sungguh kebetulan, di tengah jalan Arya Burisrawa berpapasan dengan Patih Kalabandoga yang sedang membawa kendaga. Ia pun menghentikannya dan bertanya “berhenti dulu kisanak!! Kau sepertinya akan pergi berdagang buah tapi tumben sekali keluar semalam ini. apa isi keranjang itu?” Karena wajah Arya Burisrawa yang mirip raksasa membuat Patih Kalabandoga mengiranya sebagai teman sendiri. Dasar watak Patih Kalabandoga juga lugas, membuatnya langsung berterus terang “Ohh keranjang ini?  Ini bukan keranjang biasa. Aku sebenarnya bukan pedagang. Aku patih Parangcandera, Kalabandoga. Aku mengemban misi penting. Keranjang yang aku panggul ini berisi Dewi Ulupi, istri Arjuna. Dia akan kupersembahkan kepada gustiku, Prabu Nilacandra.” Arya Burisrawa senang mendengarnya dan ia pun menyerang Patih Kalabandoga untuk merebut kendaga itu. Patih Kalabandoga terkejut dan membela diri. Keduanya lalu bertarung sengit. Dalam pertarungan itu Arya Burisrawa unggul. Ia pun menghabisi nyawa Patih Kalabandoga dan melemparkan mayatnya ke dasar jurang.

Arya Burisrawa lalu membuka tutup keranjang dan melihat Dewi Ulupi terbangun dari pingsan dalam keadaan terkejut. Ia pun memaksa wanita itu keluar dan berkata “hehehe...akhirnya kau kudapatkan...sini akan kugugurkan kandunganmu, supaya aku abisa balaskan dendamku pada Arjuna....hahahaha”. Dewi Ulupi ketakutan dan mencoba kabur. Arya Burisrawa pun mengejarnya sambil menari dan tertawa-tawa. Semakin Dewi Ulupi takut, ia justru semakin senang. Ia sengaja tidak langsung menangkap wanita itu tetapi ingin mempermainkannya terlebih dahulu seperti kucing hendak menangkap tikus. Arya Burisrawa menangkapanya dan memijat kuat perut sang permaisuri keempat Madukara itu...Dewi Ulupi meronta-ronta “lepaskan aku......aku tau kau Burisrawa. Kau yang sudah membuat Yunda Sumbadra mati suri tempo hari...lepaskan aku, akan ku laporkan kau pada suamiku...” Arya Burisrawa tak peduli malah terus memaksa terus memijit keluar bayi di kandungan Ulupi. Dewi Ulupi yang terus meronta akhirnya meronta akhirnya bisa melepaskan diri dan menghajar Burisrawa sampai jatuh terpelanting. Dewi Ulupi lari sekencang mungkin namun karena hari masih gelap, ia tidak melihat ada jurang. Ia pun terperosok jatuh. Tubuhnya melayang turun dan pasti tewas jika terbentur tanah. Namun, pertolongan tiba-tiba muncul di saat genting. Raden Antareja yang sedang menuju Yasarata kebetulan lewat dan langsung menyambar tubuh Dewi Ulupi. Perlahan-lahan ia membawa wanita hamil itu naik ke atas dan mendudukkannya di bawah pohon. Arya Burisrawa yang mengejar Dewi Ulupi terkejut melihat Antareja tiba-tiba muncul. Seketika ia pun teringat peristiwa tempo hari saat pemuda bersisik naga itu menghajar dirinya dalam wujud Dewi Sumbadra palsu di atas perahu. Antareja sendiri juga melihat Arya Burisrawa. Pemuda itu pun segera menyerang ke arahnya. Maka, terjadilah pertarungan di antara mereka berdua. Arya Burisrawa lagi-lagi kalah dan memilih kabur meninggalkan tempat itu.

Karena sang isteri tidak ada di rumah, Arjuna membangunkan ayah mertuanya untuk mencari Ulupi. Begawan Jayawilapa segera membangunkan penduduk desa. Mereka mencari-cari sang permaisuri Madukara itu. Tak berapa lama, datanglah Antareja menggendong Dewi Ulupi kembali ke Yasarata. Para warga yang melihat putri sang penghulu desa itu langsung melabrak Antareja mengira ia yang menculik Dewi Ulupi. Raden Arjuna terkejut melihat Raden Antareja bersama Dewi Ulupi, dan ia langsung menuduh keponakannya itulah si pelaku penculikan. “Antareja...beraninya kamu menculik bibimu sendiri....kamu akan...” Namun, Dewi Ulupi segera melerai dan menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya “ kakanda tunggu...jangan salahkan Antareja....Antareja yang telah menolongku dari Burisrrawa...dialah penjahat yang sebenarnya......” Raden Arjuna meminta maaf karena telah berburuk sangka kepada Raden Antareja. Ia lalu mengajak sang istri dan keponakannya masuk ke rumah. Akan tetapi, Dewi Ulupi tiba-tiba merintih kesakitan. Agaknya peristiwa penculikan tadi membuat kandungannya bermasalah. Para wanita dibangunkan untuk membantu persalinan Ulupi. Arjuna dan Antareja menunggu dengan harap-harap cemas. Di dalam kamar, Dewi Ulupi mengalami kesusahan. Bayi di kandungannya seakan menguji ibunya saat ia akan lahir. Begawan Jayawilapa mengelus perut putrinya itu. Atas bantuan ayahnya, Dewi Ulupi bisa melahirkan dengan aman dan selamat. Suara tangisan bayi memecah keheningan malam itu. Arjuna dan Antareja masuk ke kamar. Di sana, Begawan Jayawilapa menggendong cucunya. Dewi Ulupi melahirkan anak laki-laki yang sehat dan tampan, sangat mirip dengan wajah Arjuna. Raden Arjuna merasa bahagia tetapi ia belum mempersiapkan nama, karena tidak mengira putranya akan lahir sekarang. Begawan Jayawilapa pun mengusulkan, karena si bayi dilahirkan begitu cepat, seakan ingin menikmati dunia luar maka ia menamai cucnya Bambang Irawan. Dalam bahasa Sangsekerta, Irawan bermakna “dia yang memiliki keinginan untuk kenyamanan.”

Raden Antareja lalu mengutarakan maksud kedatangannya. Ia pun berterus terang “mohon maaf atas kelancangan saya. Kedatangan saya diutus Batara Anantaboga agar berguru kepada anda, kakek Begawan. Awalnya saya berniat menantang kakek bertarung mengukur ilmu kesaktian. tapi, sekarang saya merasa tidak perlu lagi berbuat seperti itu. Saya sekarang sudah bulat ingin berguru kepada anda.” Antareja memohon sambil membungkuk. Begawan Jayawilapa senang mendengarnya. Ia mengangkat kepala Antareja.

Irawan Lair
Ia menjelaskan masa lalunya“cucuku....dunia memang sempit. Dulu saya pernah mengabdi kepada gusti Batara sebagai patih. Sekarang saya akan menjadi guru bagi kamu, cucunya. Karena gusti Batara sudah berpesan demikian, aku dengan senang hati menerimamu, cucuku. Tetapi, kesaktian gusti Batara masih jauh di atas saya. Aku cuma seorang pendeta tua yang menyepi tinggal di desa.” Raden Antareja menyatakan dirinya sudah yakin terhadap Begawan Jayawilapa dan ia sudah membulatkan tekad untuk ikut tinggal di desa Yasarata, berguru segala macam ilmu kehidupan kepada sang pendeta. Begawan Jayawilapa menerima permohonan tersebut. Bersamaan dengan menyingsingnya sang fajar, Ia pun menggelung rambut panjang Antareja menjadi bulat, sebagai perlambang kebulatan tekadnya. Raden Arjuna dan Dewi Ulupi menjadi saksi. Ia ikut senang keponakannya berguru kepada mertuanya.

Keesokan harinya, rupanya rombongan Amarta datang lebih cepat karena kabar kelahiran anak Arjuna lebih cepat sudah tersiar keluar. Tak lama itu pula, rombongan Ki Lurah Semar beserta anak-anaknya, Prabu Kresna dan Prabu Baladewa bersama isteri mereka. Seluruh rombongan berbahagia dengan kelahiran Bambang Irawan. Prabu Kresna memberikan restu kelak ia akan berjodoh dengan putrinya. Prabu Baladewa mendoakan kelak Irawan bisa membesarkan negerinya. Di tengah suasan bahagia itu datang prabu Nilacandra. Dia berteriak-teriak “hei Arjuna.....kemarikan Ulupiku...dia jodohku...!” Arjuna dan Dewi Ulupi marah besar. Harga diri mereka sebagai suami istri hendak direnggut paksa. Raden antareja hendak maju tapi dihalangi Arjuna “tidak perlu, keponakanku. Ini masalah antara seorang suami dan kehormatannya. Aku yang akan menghadapi raja tak sadar diri ini.” Singkat cerita, keduanya bertarung di halaman pendopo Yasarata. Keduanya sangat sengit sehingga pada suatu kesempatan, Prabu Nilacandra keok tertikam Keris Polanggeni. Prajurit Parangcandera kucar-kacir dan segera membawa jasad sang raja. Upacara syukuran dilanjutkan kembali dengan meriah. Hari itu pula, Antareja dan Irawan dipersaudarakan. Bukan hanya sebagai sepupu tapi juga sebagai kakak adik. Sejak saat itu, Raden Antareja tinggal di desa Yasarata untuk berguru.