Senin, 27 Februari 2023

Dewi Juwitaningrat

 Hai hai.....salam buat para pembaca...Kali ii, penulis akan mengisahkan seorang perempuan yang menjadi penyebab keretakan hubungan antara Arjuna dan Sumbadra. namanya ialah Dewi Juwitaningrat. Karena ulahnya ini, Dewi Sumbadra dan Abimanyu menghilang dari Madukara dan hidup di tengah hutan lebat. Dikisahkan pula kisah pertemuan dari wujud ari-ari Gatotkaca dan diruwatnya Senggoto, anak Arjuna dengan Dewi Juwitaningrat. Tentunya akhir ceritanya agak beda dari versi yang beredar dimana Senggoto justru ditewaskan oleh Abimanyu, seolah Abimanyu ini karakternya kasar dan kurang ajar kepada saudara sendiri. Saya memberikan ending yang lebih halus. Sumber kisah ini berasal dari blog albumkisahwayang.blogspot.com, caritawayang.blogspot.com, dan beberapa sumber lainnya.

Suatu ketika, Arjuna sedang mempersiapkan kelahiran putranya dari Niken Larasati dan Endang Sulastri. Ketika berburu di hutan, Arjuna bertemu seorang wanita cantik. Wajahnya ayu ladak, mirip sekali dengan wajah Banowati. Arjuna menolongnya, mengira kalau itu Banowati yang minggat dari Hastinapura. “Banowati, kau kah itu?” “ya kakandaku Arjuna...aku telah minggat dari Hastinapura. Aku tidak tahan dicerca pamanda Sengkuni yang meragukan kesucian hatiku.” Arjuna merasa kasihan dan membawanya ke Madukara untuk tinggal sementara. Dewi Sumbadra kaget tiba-tiba ada Dewi Banowati. Ada sedikit perasaan yang membuatnya merasa ada sesuatu yang tidak baik dengan Banowati, seperti itu bukan Banowati.

Arjuna dan Dewi Juwitaningrat
Beberapa bulan setelah kedatangan Banowati ke Madukara, Niken Larasati dan Endang Sulastri melahirkan putra yang tampan. Namun bayi dari Endang Sulastri menderita sakit kuning sehingga Niken Larasati yang menyusuinya. Ketika hari pemberkatan nama, Arjuna menamai anaknya dari Larasati itu Bambang Brantalaras dan anak dari Endang Sulastri itu Bambang Sumitra. Keberadaan Banowati di Madukara mulai merusak keharmonisan antara Arjuna dan Sumbadra. Puncaknya, pada malam bulan gelap Dewi Sumbadra dan Raden Abimanyu tiba-tiba menghilang dari Madukara. Tapi anehnya, Arjuna bertindak biasa saja seperti terkena sihir pemikat. Para isteri Arjuna lainnya heran dengan sikap suami mereka. Arjuna tiba-tiba jadi tergila-gila dengan Banowati. Dilangsungkan lah pernikahan antara Arjuna dan Banowati. Atas permintaan Arjuna, Dewi Banowati lalu mengumumkan kalau ia mengganti namanya menjadi Juwitaningrat sebagai bentuk awal yang baru.

Selama pernikahan itu, kebiasaan makan Dewi Juwitaningrat berubah aneh. Ia lebih suka makan danging mentah. Setiap kali waktu makan harus ada semangkung daging mentah yang masih segar. 7 tahun berlalu bagaikan kilat, anak hasil pernikahan Arjuna dan Juwitaningrat sudah cukup besar. Ia dinamai Bambang Senggoto. Bambang Senggoto berparas buruk seperti raksasa. Sifatnya lumayan sombong dan suka menyabung ayam. Jagonya selalulah menang. Namun ada seorang pemuda 12 tahun dan kakaknya yang berusia 23 tahun menantang Bambang Senggoto. Mereka bernama Jaka Pengalasan dan Bambang Aribawa. Bambang Senggoto kemudian melihat Jaka Pengalasan juga membawa seekor ayam jago. “Hei pemuda miskin, kulihat kau bawa ayam jago yang bagus. Bagaimana kalau kita adu jago?”  “aku tidak mau, tuan pangeran. Ayam ini ayam yang akan kujual.”

Senggoto mengadu jago Jaka Pengalasan
Bambang Senggoto memaksa Jaka Penglalasan dan menghina ayam jagonya pasti kalah. Jaka Pengalasan naik darah dan ia pun meladeni remaja tersebut untuk menyabung ayam. Kedua ayam mereka pun diadu, dengan disaksikan orang-orang di pasar yang bersorak-sorak ramai. Maka, terjadilah pertarungan seru antara ayam Jaka Pengalasan melawan ayam Bambang Senggoto. Selang agak lama, ayam milik Bambang Senggoto pun tewas kehabisan darah karena terluka oleh paruh, cakar, dan taji lawan. Bambang Senggoto marah dan menangkap ayam milik Jaka Pengalasan, lalu menggigit lehernya hingga mati. Tidak hanya itu, Bambang Senggoto juga berniat menggigit Jaka Pengalasan untuk melampiaskan kekesalan. Bambang Aribawa segera maju melindungi adik angkatnya. Ia pun menempeleng wajah Bambang Senggoto hingga raksasa muda itu jatuh dan pingsan. Kabar pingsannya Senggoto di pasar membuat Gatotkaca murka. Ia menuju pasar itu dan menantang Aribawa. Bambang Aribawa meladeni tantangan Gatotkaca. Keduanya pun terlibat pertarungan sengit.

Raden Gatotkaca heran melihat sosok Bambang Aribawa yang mirip dengan dirinya. “Hei....kau yang membuat adikku pingsan!. Lawan aku kalau kau memang berjiwa ksatria.” “Pangeran Gatotkaca, adikmu ini telah menghabisi ayam milik adikku dengan semena-mena Jadi dia harus dihukum.” Gatotkaca marah dan terus menyerang Bambang Aribawa dengan membabi-buta. Mereka bertarung sengit, sama-sama gagah, sama-sama kuat dan perkasa. Namun, karena Raden Gatotkaca bisa terbang, lama-lama Bambang Aribawa pun terdesak kalah dan akhirnya roboh tak berdaya. Tenaganya habis dan sepertinya ia tidak dapat hidup lebih lama lagi. Menjelang ajal tiba, Bambang Aribawa bertanya siapa nama pemuda yang berhasil mengalahkannya. Raden Gatotkaca pun memperkenalkan dirinya “aku Gatotkaca, putra pangeran Bhima dan Dewi Arimbi.” Bambang Aribawa terkejut mendengar nama itu dan berkata “Gatotkaca kakakku, sesungguhnya aku saudaramu. Aku tercipta dari ari-ari yang ayah hanyutkan di sungai, lalu ditemukan oleh bapa Resi Mandarasa.” Raden Gatotkaca antara percaya dan tidak percaya mendengarnya. Namun waktu Bambang Aribawa tidak banyak. Bambang Aribawa pun gugur. Gatotkaca duduk bersimpuh memeluk jasad saudaranya itu, tiba-tiba tubuh Bambang Aribawa memudar dan berubah sebagai setitik cahaya yang merasuk ke dalam tubuh Gatotkaca.

Jaka Pengalasan menangisi kepergian saudaranya dan meminta keadilan kepada ayah Senggoto. “pangeran Gatotkaca...kau dan adikmu telah membuat kakakku meninggal, kau harus bertanggungjawab. Pertemukan aku dengan ayah pangeran Senggoto! Aku minta keadilan darinya.”Gatotkaca menawarkan agar ke Madukara. Gatotkaca segera menggendong Jaka Pengalasan dan Senggoto yang masih pingsan lalu terbang pergi. Sesampainya di Madukara, Arjuna kaget dan murka, putranya pingsan “siapa yang telah membuat anakku jadi begini?!” Jaka Pengalasan menjelaskan “kakakku yang melakukan hal itu, tapi sekarang ia sudah gugur di tangan Gatotkaca. Aku meminta agar Gusti pangeran menegakkan keadilan dan menghukum Gatotkaca atas meninggalnya kakakku!”. Arjuna tidak terima malah ia meminta ganti rugi atas pingsannya Senggoto” tidak bisa!! Kau dan kakakmu yang telah membuat keributan dengan ankku. Kau yang harusnya bertanggung jawab! Bayarkan ganti rugi atas ini semua atau kau akan ku penjarakan!!”  Jaka Pengalasan tidak bersedia “enak saja memilih kembali ke rumahnya di tengah hutan. Arjuna terkejut dan marah mendapat jawaban demikian. Ia pun mengeluarkan panah Sarotama dan berniat menghukum Jaka Pengalasan untuk menegakkan keadilan. Gatotkaca tak tega maka ia menyambar panah itu dan berkata kalau ini tanggung jawabnya. “paman, aku bersedia dihukum karena memang ini kesalahanku dan adhi Senggoto. Tapi jangan melawan seseorang yang tak bersenjata.!” Arjuna makin murka. Cinta buta kepada anaknya telah membutakan hati sang Permadi. Gatotkaca merasa akan ada hal tak baik. Maka, ia pun menyambar tubuh Jaka Pengalasan untuk dibawa terbang jauh. Raden Arjuna tidak mau menyerah dan segera mengejar mereka berdua menggunakan Aji Sepi Angin.

Raden Gatotkaca terbang di angkasa sambil meminta petunjuk Jaka Pengalasan, di mana tempat tinggalnya. Jaka Pangalasan heran kenapa ia membelanya. Gatotkaca merasa ia yang harus bertanggung jawab. Hukum harus ditegakkan seadil-adilnya. Jaka Pengalasan terharu dan mengatakan kalau tempat tinggalnya di Gunung Argapudya. Akhirnya, mereka pun sampai di Padepokan Argapudya. Resi Mandarasa dan Endang Cahyaningsih, ibu Jaka Pengalasan terkejut melihat Jaka Pengalasan pulang bersama Raden Gatotkaca. Mereka bertanya dimana Aribawa.”anakku, dimana kakakmu? kenapa kau malah bersama pangeran Gatotkaca?” Jaka Pengalasan menjelaskan segalanya. Mereka terharu tapi juga gembira. Aribawa menemukan alasan kelahirannya yakni menyatu dengan Gatotkaca.”gusti Pangeran Gatotkaca. kau tidak akan dihukum berat atas kesalahannmu karena inilah takdir. Namun aku akan memberikanmu ganjaran yang setimpal .Kau harus kucambuk seratus kali.” Ucap Resi Mandarasa. Dicambukilah tubuh putra Wrekodara itu. Lebam-lebam punggung si otot kawat tulang besi sampai melepuh. Tak lama kemudian muncul pula Raden Arjuna dan mendapati Gatotkaca dihukum cambuk. Arjuna murka hendak menyerang Resi Mandarasa namun di halangi oleh Endang Cahyaningsih. Malah sang putri Begawan itu menasehati Arjuna agar berlaku adil “Pangeran Arjuna, hentikan tindakan membabi buta ini.! Gatotkaca mendapatkan ganjaran atas perbuatannya. Bukan kah itu yang disebut keadilan? Keadilan sudah ditegakkan, pangeran. Cinta pangeran kepada anak telah membuat mata hati pangeran menjadi buta. Pikirkan sekali lagi. Jangan karena cinta buta, keadilan paduka pangeran jadi berat sebelah. Pemimpin sepertimu haruslah teguh dan menetapkan keadilan tanpa pandang bulu. Siapa yang bersalah harus dihukum.”  Arjuna merasa tertampar kenapa ia tidak bisa memberikan keadilan. Arjuna kagum dengan kecerdasan Endang Cahyaningsih. Tanpa sengaja, Endang Cahyaningsih berkata ia mendapatkan ilmu keadilan ini dari "kakanda kulup"

Arjuna heran kenapa ia bisa tahu itu dan memanggilnya kakanda kulup. Resi Mandarasa menjelaskan bahwa Endang Cahyaningsih yang dihadapannya itu adalah Dewi Sumbadra dan Jaka Pengalasan sebenarnya adalah Abimanyu. Arjuna kaget bukan kepalang. Bagaimana bisa isteri kesayangan itu ada di hutan ini. Resi Mandarasara menceritakan lima tahun lalu Dewi Sumbadra dan Abimanyu diculik oleh Nini Juwitaningrat, sahabat Arya Burisrawa dari Cindhe Kembang. Wujud asli Juwitaningrat adalah mirip raksasa. Itulah sebabnya kenapa Dewi Sumbadra dan Abimanyu tiba-tiba menghilang. Semua ini adalah rancangan Arya Burisrawa demi menikahi Sumbadra. Namun Dewi Sumbadra berhasil melarikan diri tapi ia jatuh terbentur batu lalu lupa ingatan. Sang resi yang kebetulan lewat situ menolongnya dan merawatnya seperti anak sendiri. Arjuna terharu dan memeluk kembali isteri dna anaknya yang lama hilang.

Singkat cerita, Raden Arjuna, Dewi Sumbadra, Raden Abimanyu, dan Raden Gatotkaca telah kembali ke Kadipaten Madukara. Kedatangan mereka pun disambut Dewi Srikandhi, Endang Sulastri, Niken Larasati, dan Dewi Ratri. Keempat wanita itu gembira melihat Sumbadra kembali bersama Abimanyu yang sudah besar. Arjuna menjelaskan kalau menghilangnya Abimanyu dan Sumbadra itu akal-akalan Juwitaningrat. Arjuna sangat marah ingin menghukum wanita yang sudah mempermainkan hati dan perasaannya “Beraninya dia menyamar sebagai Banowati dan mempermainkan perasaanku selama ini! Akan ku hukum dia!”  Dewi Srikandhi tanggap “kakanda tenang saja. Biar aku yang menghukumnya.” Srikandhi segera pergi ke dapur untuk menyeret Dewi Juwitaningrat. Tersangka pun terkejut menyadari penyamarannya telah terbongkar. Dewi Juwitaningrat pun kembali ke wujud raksasi dan menyerang Dewi Srikandhi.”hahaha sepertinya samaranku sudah terbongkar....waktunya untukku membalaskan sakit hati temanku, Burisrawa.” Kedua wanita itu lalu bertarung sengit. Dewi Srikandhi yang sudah bersiaga dapat memenangkan pertarungan. Dengan panahnya yang ampuh, ia pun berhasil menewaskan Dewi Juwitaningrat.

Prabu Yudhistira, Arya Wrekodara, si kembar Raden Nakula-Raden Sadewa, dan Prabu Kresna yang kebetulan berkunjung ke Madukara datang berbondong-bondong setelah mendengar keributan di istana. Arjuna menjelaskan semuanya. Mereka kaget namun juga ikut bersyukur dan bersuka cita karena masalah yang dihadapi Raden Arjuna telah teratasi. Tapi seketika wajah Arjuna terlihat lesu seperti memendam kedukaan. Rupanya, sebenci dan semarah apapun Arjuna kepada Dewi Juwitaningrat, ia tetap merasa kasihan dengan Senggoto yang merupakan darah dagingnya sendiri. “kakangku Madhawa, apa yang harus aku jelaskan pada Senggoto nanti? Ia tidak bersalah tapi menanggung dosa ibunya. Sekarang ia sudah tidak punya ibu lagi.”  Prabu Kresna paham dengan sifat Arjuna yang gampang merasa kasihan apalagi dengan penderitaan. Ia memberikan solusi. “Adhiku Parta.....cepat bawa tubuh Senggoto ke ke taman Maduganda. Aku akan mengobatinya di sana.” Dengan sigap, Arjuna dan lainnya membawa tubuh Senggoto yang semakin dingin itu. Setelah dibaringakan di tengah rumput taman istana itu, Bambang Senggoto mulai diobati segala luka-lukanya. Setelah semua obatnya sudah diberikan, Prabu Kresna menyapukan Cangkok Wijayakusuma ke tubuh Senggoto dan ajaib, Senggoto siuman dari pingsannya dan berubah menjadi anak berwajah tampan. Prabu Kresna meruwat keponakannya itu menjadi lebih baik.

Bambang Sumbada menjadi tampan
Setelah Senggoto benar-benar sadar dari pingsannya, Arjuna lalu menjelaskan segalanya. Senggoto seakan lahir kembali. Ia insaf dan mulai meninggalkan sifat sombong “terima kasih, ayahanda. Berkat kebaikan hatimu dan paman Kresna, aku mendapat kesempatan kedua untuk memulai hidup baru.” Seluruh keluarga bahagia lebih-lebih Dewi Sumbadra. Sang Bratajaya gembira karena berasa punya anak lagi. Dewi Sumbadra mempersaudarakan Abimanyu dan Senggoto. Nama Bambang Senggoto pun diubah menjadi Bambang Sumbada, mirip dengan nama ibu sambungnya. Arjuna mengadakan upacara syukuran atas kembalinya Dewi Sumbadra dan Abimanyu juga syukuran karena Bambang Sumbada telah dihidupkan kembali.

Selasa, 07 Februari 2023

Samba Mbalela

 Hai- hai...... lagi-lagi penulis menemukan ide untuk menulis cerita berikutnya. kisah kali ini mengisahkan kenakalan Raden Samba, sang putra mahkota Dwarawati dan kecemburuan ibunya, Dewi Jembawati. karena ulah keduanya, Dwarawati hampir tenggelam ke dasar lautan. Kisahnya disadur dari serial kolosal India Radha Krishna yang bersumber kitab Vishnu Purana, Garga Samahita, dan Brahma Waiwatra Purana dipadukan dengan kisah pedalangan Jawa.

Kresna Timbang

Setelah penobatan Raden Samba sebagai putra mahkota Dwarawati dan menamatkan pendidikan, para putra Kresna memilih jalan hidupnya sendiri. Bambang Partajumena pergi nglembara mencari ilmu kesaktian dan hakikat hidup . Arya Setyaka kembali memasuki asrama Maharesi Abiyasa demi mendalami berbagai ilmu. Bambang Gunadewa memulai hidup kepanditaan dan melakukan tapa brata. Prabu Boma Sitija menjalankan pemerintahan di Trajutresna.

Di istana Dwarawati yang megah, Prabu Kresna membagi cinta dan kasihnya kepada 16.010 isterinya. Semua dicintai secara setara dan sama rata. Namun dimana-mana pasti saja ada yang merasa kurang disayang, akhirnya jatuh pada sifat cemburu dan iri. Yakni Dewi Jembawati. Ia iri karena sering mendapati sang suami justru banyak menghabiskan waktunya bersama Dewi Radha dan Dewi Rukmini. Raden Samba tidak terima dengan itu sehingga ia bertindak tanpa pikir panjang. Suatu ketika, Raden Samba membubuhkan racun ke mangkuk bubur yang ditujukan kepada 16.009 ibu tirinya agar hanya ibunya saja yang disayang ayahnya. Namun hal itu diketahui oleh seorang tabib istana. Sang tabib secara diam-diam meracik ulang bubur itu sampai racunnya netral. Alhasil, semua isteri Kresna selamat. Raden Samba kesal hati rencananya gagal.

Di saat yang lain datanglah Arjuna dan Sumbadra yang tak lain ipar dan adiknya Kresna. Mereka membawa Abimanyu yang baru lima tahun. Nampak sekali Prabu Kresna sangat memanjakan keponakannya itu. Raden Samba kembali kesal hati. “apa-apaan ayahanda prabu...dia segitu sayangnya dengan anak Arjuna itu...apa istimewanya? Kalau tidak dibiarkan, ayahanda bisa pilih kasih lagi.” Rasa haus perhatian yang berlebihan itu membuat Samba nekat. Samba berniat meracuni Abimanyu dengan susu. Seorang anak berusia 12 tahun tega hendak meracuni sepupunya sendiri yang masih lima tahun. Seakan paham apa yang akan terjadi, Abimanyu saat itu malah menendang kaki Samba. Samba kesakitan dan membuat susu beracun yang dipegangnya malah tumpah semua.

Kecemburuan Jembawati terhadap Radha dan Rukmini semakin memuncak. Dewi Setyaboma, Kalindi dan lainnya berusaha membuat hati madunya itu lapang tapi namanya juga orang iri, kalau sudah begitu tidak bisa ditahan. Maka Jembawati menantang “cukup kalian semua!! Berhenti menenangkanku...apa kalian juga merasa disisihkan? Pikirkan....” semua isteri Kresna terdiam lalu dengan hasutan Samba Jembawati membuat tantangan “kalau kalian tidak mampu menjawabnya....aku akan meminta suami kita dilakukan sayembara timbang. Barang siapa yang bisa mengangkat suami mereka maka ia adalah yang paling disayangi suami mereka!” Singkat cerita, acara timbang itu dilakukan. Para Putra-putri Kresna kembali ke Dwarawati. Lalu sebuah timbangan raksasa diturunkan dari kahyangan oleh Batara Narada. Sayembara pun dimulai. Mula-mula dari isteri yang 16.010, lalu yang ke 16.009 dan seterusnya sampai tersisa sepuluh orang. Ajaibnya, semuanya bisa meningangkat suami mereka walau hanya kurang imbang dengan berat Prabu Kresna. Giliran Dewi Pertiwi yang hanya menaruh sebongkah batu kerikil dan tanah di timbangan. Hasilnya beda satu setengah angka. Lalu Dewi Bhadra yang memberikan riasan kepalanya, juga berhasil beda satu setengah. Lalu Dewi Charuharsini, Dewi Mitrawinda, Dewi Nagnajiti memberikan masing masing perhiasan mulai dari batu permata, mahkota, dan kerudung bunga. Hasilnya mencong sedikit. Giliran Dewi Kalindi. Ia memberikan satu kendil air dan hasilnya pun kurang satu angka lagi. Lalu giliran Dewi Setyaboma yang memberikan kalungnya. Hasilnya kurang sedikit lagi karena Dewi Setyaboma masih ada terikat dengan kecantikannya. Lalu giliran Dewi Jembawati yang memberikan kipas dari bulu angsa. Hasilnya sungguh di luar dugaan. Timbangannya malah tidak imbang, jomplang sekali perbedaanya pertanda Dewi Jembawati masih dipenuhi ego untuk memiliki selamanya.

Kresna Timbang
Raden Samba kesal hati hendak menghancurkan timbangan itu. Hal itu dicegah Bambang Partajumena dan Dewi Prantawati. Lalu giliran Dewi Rukmini. Atas saran dari Dewi Radha, ia memberikan sebuah gelang dari benang emas yang dililitkan bersama daun vrindha (daun kemangi). Hasilnya ternyata seimbang, sama dengan berat suaminya. Tanda cinta Rukmini sangat lah besar bagaikan pengabdian yang murni. Dewi Jembawati kaget bukan kepalang begitu para isteri Kresna lainnya. Lalu ketika giliran Dewi Radha, ia memberikan hanya sehelai bulu merak yang diikat daun vrindha dan hasilnya pun sama seperti Rukmini, seimbang. Dewi Jembawati terkejut sangat sampai lemas.

Lalu ketika Prabu Kresna diganti dengan setumpuk emas permata, Dewi Radha mampu mengangkat timbangannya dengan meletakkan satu tangan di sisi lain timbangan itu. Meski sudah jelas pemenangnya ialah Radha dan Rukmini, prabu Kresna menjelaskan bahwa ia mencintai para isterinya dengan sama dan setara. Penyebab hasilnya ada yang tidak imbang terletak di hati masing-masing. Prabu Kresna juga meminta maaf bila memang ada salah satu dari mereka yang kurang puas. Dewi Jembawati yang masih tidak percaya berlalu begitu saja lalu ia pergi bersama Samba ke kamar.

Samba Mbalela

Dewi Jembawati menyesal sudah membuat hal konyol ini. Cinta ada bukan untuk dipamerkan tapi dibuktikan dengan kasih yang murni dan tulus. Di dalam kamar, Dewi Jembawati duduk merenung. Namun Raden Samba memanasi-manasi ibunya bahwa ini adalah sihir Kresna. Raden Samba lalu sesumbar Demi kasih ibuku aku akan memisahkan ayahku dari Radha dan Rukmini.” Raden Samba lalu duduk bersemadi meminta senjata yang bisa memisahkan hubungan itu. Lalu datang Batara Guru mengabulkan doanya. Batara Guru memberika trisula dan genderang miliknya. Batara Guru berkata “pergunakan trisula dan genderang milikku ini dengan benar. Pisahkan setiap hubungan yang tidak sehat di alam dunia ini.”  Singkat cerita, Samba mencari keberadaan ayah dan kedua ibu tirinya itu.

Di tengah taman Banoncinawi, Prabu Kresna sedang bercengkerama dengan para isterinya. Lalu datang Samba yang membawa trisula dan genderang. Ia berkata dengan kasar “Radha, minggat kau dari sini!!! kau bukan siapa-siapa di sini tapi berani dikasihi oleh ayahku...kau benar-benar murahan....wanita jalang!!!.statusmu hanya pasangan ruhani jangan seenaknya mendekati ayahku. Dan kau Rukmini! kau harusnya pergi saja dari sini...cintamu hanya menghalangi kebahagiaan ibuku. Sekarang kalian berdua rasakan kemarahanku!!” Radha berkata dengan lantang kepada anak tirinya itu“Samba...aku ini juga ibumu. Jika kau cemburu maka aku dengan senang hati akan keluar dari Dwarawati ini. Tapi biarkan dinda Rukmini tinggal.” “tidak yunda Radha, jika kau pergi, maka aku dan kakanda Kresna juga akan pergi. Cintamu dan cintaku pada kakanda adalah dasar hubungan persahabatan kita.” Raden Samba kesal dan segera membunyikan genderang milik Batara Guru. Suaranya sungguh keras,mengganggu dan menggetarkan seisi alam semesta. Dewi Radha, Dewi Rukmini, dan 16.000 madu mereka kesakitan telinganya. Kepala mereka sakit dan pandangan berkunang-kunang. Prabu Kresna geram “Samba...tindakanmu arogan penuh nafsu. Ini bukan baktimu kepada ibu, tapi dosamu pada semua ibumu. Kenakalanmu menyamai Dewasrani yang jahat.....hentikan kebodohan ini!!” Raden Samba bukannya sadar malah gembira hati. Ia makin keras menabuh genderang Mahadewa itu. Prabu Kresna segera meniup seruling Pemikat Rahsa miliknya. Suara seruling itu beradu dengan suara genderang Batara Guru itu menimbulkan daya ledak yang tinggi. Karena sudah tidak kuat menahan suara itu  lagi, Radha dan para isteri Kresna lainnya kecuali Jembawati akhirnya pingsan tak sadarkan diri. Samba makin girang.

Tak cukup menganiaya ke 16.009 ibu tirinya, ia juga melempparkan trisula sakti Batara Guru ke arah Kresna. Di kahyangan, batara Guru dan Batari Durga hanya bisa melihat dengan pilu. Sahabatnya sang Wisnu itu akan diserang trisula miliknya. “baiklah, anakku...jika ini maumu, maka kuserahkan tubuhku ini pada trisula sang Mahadewa.” Prabu Kresna menghentikan tiupan serulingnya dan seketika, ia menerima trisula itu....jrass...tubuh Prabu Kresna rubuh tak sadarkan diri terkena hujaman mata trisula. Tiga luka menganga mengucurkan darah dan racunnya menyebar cepat. Sang raja Dwarawati sekarat. Bambang Partajumena, Arya Setyaka, Bambang Gunadewa, dan Dewi Prantawati berusaha menghentikan tindakan mbalĂ©la saudara mereka satu ini. Namun kesaktian Samba jadi berlipat ganda. Keempat saudaranya itu langsung dikalahkan dan dibuat tumbang juga. Tak cukup itu saja, Raden Samba diam-diam memindahkan kekuatan trisula Batara Guru ke tangannya. Dengan kekuatan itu, ia menciptakan ombak besar ke arah pulau Dwaraka. Kerajaaan Dwarawati hendak ditenggelamkannya bersama ayah dan 16.009 ibu tirinya. Ombak bersabung badai menderu, menerjang dan merusak seisi keraton Dwarawati atas perintah Samba. “Hari ini Dwarawati akan tenggelam demi ibuku! Dwarawati tenggelam karena ulahmu Radha dan Rukmini!” sahut Samba dengan tanpa dosa. Semakin lama, Dwarawati makin karam. Para penduduk lari ketakutan menyelamatkan diri. Korban jiwa yang tidak bersalah mulai berjatuhan. Lalu datang dari arah luar taman ki lurah Semar menolong Prabu Kresna. Ia segera mengusap bulu merak mahkota Kresna dan mengambil Cangkok Wijayakusuma dan mengibas-ngibaskan ke arah awan hujan. Dan seketika turun hujan penyembuh. Prabu Kresna, Dewi Radha, Dewi Rukmini, dan yang lainnya sadar kembali. 

Ki lurah Semar dan tiga putranya memapah Prabu Kresna kembali ke tempat tidurnya. Para isteri Kresna juga ditolongnya ke tempat yang aman dengan kesaktian Semar. Dewi Radha yang baru siuman segera membantu Kresna. “kakanda prabu, cinta kita semua adalah dasar pondasi dari Dwarawati. Di Dwarawati tidak boleh lagi ada kesombongan. Kakanda harus menyadarkan Samba dari kesombongannya. ”  Prabu Kresna murka dan seketika mengusap panah Aji Kesawa di punggungnya. Bertriwikrama lah ia jadi Brahalasewu. Raksasa jelmaan Wisnu itu segera mencebur ke laut dan mengangkat pulau Dwaraka. Keraton Dwarawati terangkat dari samudera. Semar benar-benar dibuat geram dengan tindakan semena-mena Samba. Di pinggir laut, Samba kaget tiba-tiba kerajaan Dwarawati selamat dari ombak pasang samudera dan muncul cahaya yang sangat terang dari sana. Ki Lurah Semar seketika mengeluarkan cahaya yang luar biasa terang dan membuat Raden Samba pingsan. Raden Samba yang bangun dari pingsannya dihadapkan dengan Semar dan ayahnya. Samba tidak terima semuanya baik-baik saja. Ki Lurah Semar segera menampar bocah kemaren sore itu “duh blegedang gedug hemmmell...anak kurang ajar!...anak raja kelakuan denawa......ibumu sudah menyadari kesalahannya malah kau mencari bencanamu sendiri.....” “ apa pedulimu? Orang tua buruk! Jelek! Gemuk! Hidup pula...cuih!!” Samba meludahi wajah Semar. Prabu Kresna terkaget dan diam, ketar-ketir hatinya. Anaknya berani meludahi Semar. Paham dengan keadaan ndoronya yang satu ini panik, Ki Lurah Semar mengerlingkan mata tanda ia berusaha akan sabar. Dengan tenang, Ki Lurah Semar memegang kening Samba dan mengacak-acak ingatan anak itu sehingga pingsan. Raden Samba dihukum menjadi linglung sampai ia sadar sendiri. Semar lalu berpesan “ndoro prabu...aku yakin kamu tahu ini juga....sewaktu aku melihat ingatan dan alam bawah sadar putramu yang satu ini.....aku melihat masa depan yang mengerikan......tak dapat dielakkan....semoga tidak segera terjadi.” Prabu Kresna sadar apa yang dimaksud dan berjanji akan membuat Samba menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Sitija Takon Rama (pernikahan Kresna dengan 16.000 wanita)

 Halo-halo........Kali ini penulis akan mengisahkan perjalanan Arya Sitija,  salah seorang putra Batara Wisnu dari Dewi Pertiwi yang mencari bapaknya yang di zaman ini menitis kepada Prabu Kresna. kisah ini agak berbeda dari yang biasanya. Dikisahkan pula, bagaimana Prabu Kresna mengalahkan musuh dewata yakni, Patih Mura, Prabu Bomantara, dan Prabu Narakasura. setelah mengalahkan mereka, Prabu Kresna melangsungkan pernikahannya dengan 16.000 wanita sekapan Narakasura demi menyelamatkan kehormatan mereka. Kisah ini bersumber dari kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa dan serial kolosal India Radha Krishna.

Sitija Takon Rama  (pernikahan Kresna dengan 16.000 wanita)

Dikisahkan pada suatu hari, putra Dewi Pertiwi dengan Batara Wisnu yakni Arya Sitija yang saat itu sudah berusia 5 tahun mencari bapaknya. Dewi Pertiwi ragu-ragu karena usianya masih sangat muda namun Arya Sitija bersikeras ingin tahu. Dewi Pertiwi akhirnya buka suara. Ia berkata “anakku, bapakmu adalah Hyang Wisnu. Sekarang ini ia adalah seorang raja Wangsa Yadawa bernama Prabu Sri Kresna. Negerinya bernama Dwarawati. Kau dan adikmu Siti Sundari pernah ke sana, tapi waktu itu kamu tidak ingat. Adikmu bahkan telah dijodohkan putranya adhi Parta.” “ibunda, aku sangat ingin bertemu kanjeng rama.” Dewi Pertiwi ragu-ragu namun atas pertimbangan ayahnya, Batara Nagaraja Ekawarna, sang dewi bumi mengizinkan anaknya pergi ke Dwarawati. Sebagai barang bukti, Dewi Pertiwi memberikannya cangkok Wijayamulya, pasangan dari Cangkok Wijayakusuma. Dewi Pertiwi menwanti-wanti putra kecilnya itu untuk berhati-hati menggunakan bunga ajaib itu. Di tengah perjalanan, ia lupa pesanan ibunya. Arya Sitija iseng-iseng mencoba khasiat Cangkok Wijayamulya. Ketika itu, ia melewati sebuah padmasana dan melihat ada sesajian teronggok di sana. Arya Sitija mengibaskan cangkok Wijayamulya dan ajaibnya, kekuatan bunga sakti itu menghidupkan kembali sarana sesajian berupa ancak yang diatasnya ada cobek yang berisi daging burung dara bakar. Ajaibnya, mereka hidup sebagai manusia. Manusia jelmaan burung dara bakar diberi nama Mahudara, jelmaan ancak namanya Ancakogra dan jelmaan cobek diberi nama Yayahgriwa.

Sesampainya di negara Dwarawati, Prabu Kresna dihadap para permaisurinya yakni Dewi Radha, Dewi Rukmini, Dewi Jembawati, Dewi Setyaboma, Dewi Kalindi, Dewi Charuharsini, Dewi Nagnajiti, Dewi Mitrawinda, dan Dewi Bhadra. Lalu Arya Sitija menghadap dan berkata “kanjeng rama... terimalah kedatanganku ini. Aku adalah anakmu dengan kanjeng ibunda Pertiwi. Izinkan aku untuk mengabdi padamu.” Mereka menerima kedatangan Arya Sitija. Prabu Kresna menerima putranya yang dari Dewi Pertiwi itu. “anakku kemarilah..... peluklah ayahmu ini” Prabu Kresna memeluk putranya lalu Arya Sitija menyerahkan Cangkok Wijayamulya. Ajaibnya, Cangkok Wijayamulya bersatu dengan Cangkok Wijayakusuma. Kesembilan ibu tirinya juga menyambut hormat padanya. Selama beberapa bulan, Arya Sitija tinggal di Dwarawati dan hidup sebagai seorang pangeran. Namun setelah bertemu ayahnya, ia masih merasa kosong. Ayahnya ada di dekatnya tapi isi hatinya seperti ada yang masih kurang. Ia ingin menunjukan bakti kepada ayah dan negaranya.

Syahdan daratan Jawadwipa gempar. Datang sebuah kabar berhembus kalau ada sepasang  raja yakni Prabu Bomantara dan Prabu Narakasura sedang menantang Batara Indra. Bahkan katanya, Prabu Narakasura ini sangat sakti mandraaguna. para dewa ciut nyali dihadapannya. Dikatakan bahwa pada jaman dulu Waraha, wujud Wisnu yang berupa manusia babi hutan bertarung dengan Ditya Hiranyaksa, adik dari Prabu Hiranayakasipu sang raja Alengka pertama. Sang raksasa itu menyatukan air kamanya dengan kama milik Waraha dan menjatuhkan kama itu ke sebuah batu. Batu itu rupanya mengandung dan melahirkan anak. Anak itu lalu dirawat Dewi Pertiwi dan dinamai Narakasura. Karena kenakalannya, Dewi Pertiwi lalu menyuruh Narakasura bertapa brata demi mendapatkan apa yang ia inginkan. Narakasura bertapa sehingga tubuhnya diselimuti bebatuan hingga masa penitisan Wisnu di jaman Duparayuga.  Di zaman itu, Kresna sudah menjadi raja. Batara Brahma mengabulkan tapabratanya. Ditya Narakasura mengatakan permintaanya “pukulun Batara, aku hanya minta satu permintaan yakni kesaktian hingga ia bisa menikahi 16.000 wanita.” “terkabullah!, Narakasura” Kini demgan kesaktian itu, ia bertindak semena-mena dan bersama saudara seperguruannya, Prabu Bomantara, mereka berhasil merebut anting emas milik Dewi Shaci, isteri Batara Indra dan istana Kawidodaren Batara Indra.

Prabu Kresna tak tinggal diam mendengar kahyangan diganggu dan ketentraman Marcapada goyah. Atas bantuan Semar, Prabu Kresna dan Arya Sitija, berhasil merebut Kotaraja Surateleng dan Prajyatisa, negeri milik Bomantara dan Narakasura. Kemudian muncullah Patih Prajyatisa yakni Patih Mura yang berkepala lima menyerbu Prabu Kresna dengan trisula beracunnya. Raksasa tersebut bagaikan gabungan matahari dengan lidah api yang menyilaukan. Raungannya menggetarkan dunia. Prabu Kresna terdesak dan melarikan diri e dalam sebuah gua. Patih Mura mengejar dan berkata “hai Wisnu seciut itukah nyalimu? Kemari dan lawanlah aku!!”  Patih Mura segera memperbanyak dirinaya menjadi lima. Di dalam gua, terkejutlah ia mendapati disana ada banyak cermin. Di sana ia mendapati Prabu Kresna ada lima orang. “Mura, kau sudah menyebabkan kerusakan dengan memaksa 16.000 wanita kepada Narakasura. Rasakanlah kemarahan sang Wisnu ini.” Prabu Kresna yang menjadi lima itu seketika melontarkan dua panah sekaligus. Panah pertama mematahkan trisula menjadi tiga bagian, panah kedua menghantam mulutnya. Mura mengayunkan gadanya yang dibalas dengan gada juga oleh Prabu Kresna. Selanjutnya Prabu Kresna memotong kelima kepala Mura, badannya yang besar bagaikan gunung jatuh ke laut. Tujuh anak-anak Mura menyerang sang raja Dwarawati itu. Dengan mudahnya sang Narayana mengalahkan senjata mereka dan sekaligus membunuh semuanya. Prabu Kresna mendapatkan julukan barunya yakni Hari Murari.

Akhirnya, prabu Kresna dan Sitija kini berhadapan dengan dua raja angkara itu. Arya Sitija melawan Bomantara sedangkan Prabu Kresna melawan Narakasura. Meski baru lima tahun, Arya Sitija mampu mengimbangi kekuatan Bomantara. Namun hal yang ditakutkan Kresna terjadi. Arya Sitija mulai terdesak dengan kesaktian prabu Bomantara lalu ia dihajar hingga terlempar jauh ke kawah Candradimuka. Prabu Kresna terhenyak putranya terlempar. Ketika menuju kahyangan, ia mendapati kawah Candradimuka bergejolak dahsyat. Prabu Kresna syok. Putranya jatuh ke kawah itu. Tiba-tiba, Arya Sitija berhasil keluar dari dalam kawah dalam wujud anak remaja berusia 23 tahun dan menjadi semakin sakti mandraguna. Prabu Bomantara kaget Arya Sitija berhasil selamat dari panasnya kawah para dewa itu. Sekarang gantian, kekuatan Arya Sitija yang jauh diatas Prabu Bomantara. Dengan tangan kosong, Prabu Bomantara berhasil ditewaskan. Prabu Kresna bangga putranya kini telah berubah menjadi dewasa dalam sekejap dan bersama-sama mengalahkan salah satu musuh dewa.

Prabu Narakasura murka karena saudara seperguruannya kalah dan tewas. Saat melihat sang raja Dwarawati duduk bersama para isterinya di atas Garudeya Brihawan, Narakasura melontarkan panah yang mematikan. Prabu Kresna membalas dengan menggunakan panah Paksi Kukila, panah yang mempunyai sepasang sayap, yang menghancurkan pasukan Narakasura. Prabu Kresna terbang menghancurkan pasukan gajah raksasa yang akhirnya ditarik mundur ke kota.

Narakasura Lena
Tinggal Narakasura sendiri yang melawan Kresna. Dia menyerang Garuda dengan senjata yang dulu berhasil menaklukkan Batara Indra. Serangannya tidak membawa hasil. Saat berusaha menyerang untuk kedua kalinya, Cakra Widaksana memenggal kepala Prabu Narakasura dan akhirnya raja Prajyatisa itu kalah dan tewas.” Inilah karma untukmu, Narakasura..menghina 16.000 wanita dengan menyekap dan merogol kehormatan mereka.....Rasakanlah seksaan ini.”

Prabu Kresna mengembalikan istana milik Indra, juga perhiasan milik Dewi Shaci. Sekembalinya dari kahyangan, Prabu Kresna berpikir karena kerajaan Surateleng dan Prajyatisa sudah kosong maaka ia mengangkat putranya, Sitija sebagai raja Surateleng-Prajyatisa. Prabu Sitija berganti nama menjadi Boma Sitija alias Narakasura Boma. Kerajaan Surateleng Prajyatisa digabungkan dan diganti namanya juga menjadi Trajutresna. Putra Prabu Narakasura yakni Pacadnyana sebagai Patih mendampingi Boma Sitija. Selanjutnya, prabu Kresna masuk ke dalam istana Narakasura di mana raja tersebut menyekap 16.000 orang putri. Dia membebaskan semua putri tersebut. Salah satu dari mereka mewakili semua berkata “tuanku narayana.......terima kasih kerna sudah membebaskan kami semua. Tapi sekali lagi tolonglah kami dari anggapan masyarakat. Kami telah disekap raja Narakasura dan kehormatan kami telah dirogolnya. Kami sudah tidak berharga lagi di tengah masyarakat.” “tolonglah kami, gusti prabu!” “Tolonglah kami!” sahut yang lainnya. “Tolong jadikan kami 16.000 orang puteri ini sebagai isterimu, yang mulia.” benar, kesemua puteri itu memilih Kresna sebagai suami. Prabu Kresna dihadap para sembilan isterinya. Semua akhirnya menyetujui kalau suami mereka menikahi mereka semua. Dengan kekuatan dewata miliknya, Prabu Kresna memboyong mereka semua ke Dwarawati dan memperbanyak dirinya menjadi 16.000 orang dan menciptakan 16.000 rumah yang semewah istana – dan dia pun menjalankan kehidupan rumah tangga ideal bersama istri-istrinya.

Sabtu, 04 Februari 2023

Jalan Cinta Gandawati dan Endang Sulastri

 

Hai-hai.....Kisah kali ini akan mengisahkan perjalanan cinta Arjuna mendapatkan Dewi Gandawati dan Endang Sulastri. Dikisahkan pula usaha Semar menyadarkan Arjuna yang sedang lalai dengan hubungan antaranya dengan dirinya. Juga dikisahkan pula Semar menemukan kembali isterinya yang telah lama minggat. Sumber kisah ini berasal dari blog albumkisahwayang.blogpot.com bengan pengubahan dan tambahan seperlunya

Sayembara Tasikmadu

Di seberang laut Jawadwipa, terdapat kerajaan yang sangat indah bernama Tasikmadu. Sang prabu yang bertakhta disana yakni Prabu Madusena memiliki dua anak, putra-putri yakni Raden Gandasena dan Gandawati. Pada suatu ketika, Prabu Madusena dan Raden Gandasena ingin membuat sayembara untuk mencarikan calon suami bagi Gandawati. Disebarkanlah undangan ke berbagai negara. Salah satunya ke Pancalaradya, Hastinapura, dan Amarta. Dari Pancalardya, Arya Drestajumena diterjunkan kesana oleh ayahnya, Prabu Drupada. Hastinapura mengirimkan Prabu Anom Jayadrata untuk mewakilkan Arya Dursasana sedangkan Amarta? Tentu saja Arjuna yang akan ikut dengan persetujuan istri-istrinya.

Singkat cerita, sayembara pun digelar. Prabu Madusena menjelaskan bahwa barangsiapa yang bisa mengalahkan putranya, Raden Gandasena maka sang putri bisa memilihnya sebagai calon suami. Calon dari berbagai negeri berdatangan. Di tengah jalan, pangeran dan putri dari negeri Dasarna yakni Raden Suwarna dan Dewi Suwarni sedang mengebut perjalanan agar sampai ke Tasikmadu. Namun tiba-tiba datang sebagian para Kurawa mencoba menjegal kedatangan ksatria Dasarna itu. Raden Suwarna dibuat kewalahan namun dengan bantuan adiknya, Dewi Suwarni, para Kurawa yang menghalangi mereka bisa dikalahkan. Sementara itu, sebagian Kurawa yang dipimpin Prabu Anom Jayadrata sudah sampai lebih dulu di sana. Mereka menjajal kesaktian pangeran itu. Apalah yang mereka, orang-orang yang tak pernah berprihatin ini,  andaikan untuk merobohkan Gandasena. Jayadrata yang dijagokan mewakili Dursasana, kalah. Terlempar keluar panggung. Lalu, Dursasana maju sendiri, nyungsep. Kartamarma penasaran, melompat ke panggung, dalam beberapa jurus langsung klenger. Lalu, mereka main keroyokan, keok. Satu demi satu terpelanting keluar panggung. Semua Kurawa linglung karena ajian Pedut Wisa “Kurawa memang gak ada yang mbejaji. Kojur, kojur!  Dursasana, Kartamarma, pulang!” Sengkuni memimpin ponakan-ponakannya pulang. Setelah itu giliran Arya Drestajumena yang melawan Gandasena. Kesaktian dan kekuatan api yang dikerahkan Drestajumena mendal. Malah dengan ajian Pedut Wisa, Arya Drestajumena kalah dalam keadaan linglung. Penonton pun kecewa. Sudah nyaris satu pekan tapi tak ada satupun yang berhasil mengalahkan Gandasena.

Prabu Madusena khawatir karena jago-jago dari berbagai negara justru keok dan ditakutkan putrinya akan jadi perawan tua. "Anakku, kesaktianmu dalam perkara ini bisa mencelakakan dindamu sendiri. Kekuatan ananda justru memagari dindamu dari jodohnya. Bagaimana kalau nanti ternyata  memang tidak ada yang bisa mengalahkanmu, Gandasena? Senang kamu melihat adinda kesayanganmu jadi perawan tua?”

“Rama Prabu, Gandasena bukan siapa-siapa. Masih banyak orang sakti di luar sana. Di atas langit masih bertumpuk langit, Rama.”

“Benar katamu. Tetapi, bukan mustahil orang-orang sakti tadi tidak ingin lagi mencari istri. Mereka sudah hidup tenteram bersama keluarga….”

“Rama Prabu, jangan lagi dinda Gandawati yang cantik ngujiwat. Gadis-gadis buruk rupa pun pasti punya jodoh. Bahkan sato kewan sak wana pun punya jodoh masing-masing….” Setelah berlayar menyeberangi lautan, Raden Arjuna akhirnya tiba di pulau tempat Kerajaan Tasikmadu berada. Ia pun menghadap Prabu Madusena dan memperkenalkan diri, serta menyampaikan niat ingin mengikuti sayembara memperebutkan Dewi Gandawati. Prabu Madusena sangat kagum dan menaruh hormat karena sudah lama mendengar nama besar para Pandawa yang terkenal di mana-mana. Dewi Gandawati tersipu-sipu melihat wajah rupawan sang Lelananging Jagad. " Anakku, den Bagus Arjuna. Sebaiknya urungkan niatmu. Kesaktian Gandasena susah ditandingi. Banyak para ksatria keok bahakan para sepupumu para Kurawa dan ipar kakakmu, Drestajumena dimentahkan putraku."

"ampun Gusti Prabu, saya akan tetap ikut sayembara ini meskipun harus saya harus mati demi gusti putri Gandawati." Jawab tegas Arjuna. Raden Gandasena tertawa dengan keberanian Arjuna dan menantangnya.  Sekarang gantian Prabu Madusena yang ketar-ketir akan keselamatan putranya.  “Gandasena, sebaiknya sayembara ditutup. Jangan kamu mempermalukan diri di hadapan Raden Arjuna.”

Gandasena tertawa, lalu katanya, “Orang lain boleh takut, tetapi Gandasena tidak, Rama Prabu.”

“Jagad dewa bathara, Gandasena, kamu tidak tahu siapa Raden Arjuna..... Dia itu Jagoning dewa, lelananging jagad….”

“Rama Prabu,” tukas Dewi Gandawati yang sejak tadi diam.

“Ada apa, nanda putri?”

Tetapi, Dewi Gandawati tidak menjawab. Batinnya sibuk menata perasaannya. Inilah yang terkenal sebagai Ksatria Bagus Tanpa Cacat itu. Hati Gandawati telah terpaut oleh Arjuna. Singkat cerita, Mereka lalu bertarung mengadu kesaktian. Raden Gandasena terkejut melihat Arjuna bisa mengimbangi kemampuannya. Setiap kali ia mengeluarkan ilmu kesaktian, selalu saja Arjuna mengeluarkan ilmu yang sama pula.

Prabu Madusena melihat kedua pihak saling mengadu kesaktian yang sama, tetapi sang panĂȘnggak Pandawa tampaknya lebih berpengalaman. Setelah bertarung cukup lama, Raden Gandasena akhirnya dapat diringkus oleh lawan dan dibanting keluar dari gelanggang. Segala kesombongan pemuda itu lenyap seketika. Ia tertunduk malu dan mengaku kalah kepada Raden Arjuna. Raden,  ternyata tahu ilmu yang kupakai?” tanyanya masih dengan napas memburu.

“Akulah murid pertama Begawan Wilawuk….”

“Duh, sembah saya, Raden. Saya juga murid Begawan Wilawuk.” Dengan demikian kemenangan diraih Arjuna. Dewi Gandawati dengan malu-malu mengalungkan kalung bunga ke leher Arjuna tanda ia siap memberikan hati dan jiwa raganya. Lalu datang rombongan dari Dasarna. Prabu Madusena mengatakan bahwa sayembara sudah ditutup.

Sayembara Tasikmadu
Gandawati sudah menjatuhkan pilihannya kepada Arjuna. Raden Suwarna marah karena ia terlambat. dia pun menyerang dan arena sayembara sehingga hancur namun hal itu berhasil ditangani Arya Drestajumena yang sedari tadi menonton iparnya itu. Raden Suwarna menyerah. Ketika hendak menghabisi Raden Suwarna, Dewi Suwarni adik sang pangeran Dasarna memohon agar kakaknya diampuni. Di saat mata saling bertatapan, Dewi Suwarni dan Arya Drestajumena merasa ada getaran hati. Arjuna menyadari hal itu, tanda Arya Drestajumena berjodoh dengan putri itu.

Singkat cerita, pada hari yang baik Arjuna menikahi Dewi Gandawati sementara itu Arya Drestajumena menikahi Dewi Suwarni. Beberapa bulan kemudian Arjuna harus kembali ke Amarta. Dewi Gandawati ikut untuk acara unduh mantu.  Arya Drestajumena pun ikut rombongan Arjuna. Maka di hari itu, upacara unduh mantu besar-besaran diselenggarkan di Amarta dan Pancalaradya. Acara pernikahan unduh mantu berlangsung tujuh hari tujuh malam. Dewi Sumbadra memperkenalkan diri sebagai permaisuri utama Arjuna disusul Dewi Larasati, Dewi Ulupi, Dewi Srikandhi, dan Dewi Ratri. Setelah beberapa bulan tinggal Amarta, Dewi Gandawati rindu dengan kampung halamannya, ia kurang betah tinggal di Amarta. Para madunya membujuknya agar tetap di Amarta apalagi sekarang ia hamil besar. Namun Gandawati tetap ingin pulang. Ia ingin putranya lahir di negaranya. Maka hal itu tidak bisa dihalangi. Arjuna mengantarkannya bersama Dewi Sumbadra dan Ulupi yang kepingin bertamasya ke sana.

Bambang Dewakesimpar

Sepulang dari Tasikmadu, ternyata Arjuna menikah lagi dengan Dewi Endang Sulastri. Semua berawal dari Arjuna yang membiarkan desa Karang Tumaritis akan digusur oleh Prabu Tejabirawa dan Patih Sarabirawa. Raja Bandakusapta itu sedang memenuhi permintaan putri negara Pulorajapeti, yakni Dewi Sutiragen dan Endang Sulastri. Sang Lurah Karang Tumaritis itu lalu minggat dari desa kecil itu karena ndoronya itu justru tak acuh, membiarkan saja. ditambah lagi Dewi kanastren yang sudah lama pergi dari desa. Karena terlalu lama tak kembali, Gareng, Petruk, dan Bagong juga balik meninggalkan Arjuna, mengikuti bapak mereka, dan di tengah perjalanan, ketiganya akhirnya mengikut kepada seorang pria yang ketampanan melebihi Arjuna yakni Bambang Dewakesimpar. Arjuna marah karena tiga pamannya itu tidak mendukungnya lagi malah ikut orang yang gak jelas asal usulnya. Bambang Dewakesimpar dengan tenang berkata “Hai raden, itu adalah hukuman untukmu karena terlalu meremehkan Ki Lurah Semar dan anak-anaknya. Sekarang kau kehilangannya. Rasakanlah itu sekarang...Sesali itu.” Terbakarlah hati Arjuna dan ia menantang Bambang Dewakesimpar bertarung. “Kau sombong sekali.....Apa gunanya memiliki wajah tampan tapi kalau tidak memiliki kesaktian yang cukup.” Bambang Dewakesimpar pun menerima tantangan itu. Mereka lalu bertarung sengit disaksikan ketiga punakawan. Raden Arjuna terkejut melihat kesaktian lawannya. Lama-lama ia merasa terdesak dan akhirnya mengaku kalah.

Bambang Dewakesimpar menasihati Raden Arjuna agar jangan bersikap sombong merasa paling tampan, paling sakti, paling kuat, paling pintar, paling terhormat, karena di atas langit masih ada langit. Arjuna mohon maaf “aduh ampun tuan....aku telah berbuat khilaf karena terdorong nafsuku. Aku bersedia mengabdi kepadamu, Bambang Dewakesimpar.” Bambang Dewakesimpar menerima pengabdian Raden Arjuna dan menjadikannya sebagai panakawan, bersaudara dengan Nala Gareng, Petruk, dan Bagong. Arjuna merasa sangat malu. Namun, sebagai pihak yang kalah ia tidak dapat membantah dan mau tidak mau harus menerima keputusan Bambang Dewakesimpar dengan lapang dada. Selama menjadi seorang punakawan, Arjuna merasakan rasanya menjadi rakyat jelata yang kadang suara hatinya tidak di dengar bahkan kepada sesama sendiri sekalipun. Arjuna berkali-kali mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari orang-orang desa dan pasar. Wajah indah rupawan, kemampuan memanah, dan kecerdasannya tak ada harganya lagi karena dia sekarang rakyat jelata. Benar-benar jelata yang dianggap hina dan papa.

Bambang Dewakesimpar dan para punakawan melanjutkan perjalanan. Mereka lalu bertemu Raden Sucitra, putra Prabu Sasrasudarma, raja Pulorajapeti yang ditugasi mencari jago untuk menghadapi Prabu Tejabirawa dan Patih Sarabirawa. Bambang Dewakesimpar bertanya “tunggu tuan, mengapa kedua orang itu harus dikalahkan. Bukannya dia yang akan menikahi kakakmu?” Raden Sucitra pun menceritakan “kakang mbokku, Dewi Sutiragen dilamar Prabu Tejabirawa dan ia mengajukan syarat kepadanya agar dibuatkan jalan lurus yang menghubungkan Kerajaan Pulorajapeti dan Kerajaan Bandakusapta.” Bambang Dewakesimpar mendengar dengan seksama dan ia pun bersedia menjadi jago Kerajaan Pulorajapeti menghadapi Prabu Tejabirawa. Namun, ia meminta imbalan Dewi Sutiragen harus menjadi istrinya. Raden Sucitra tidak berani memutuskan, tetapi jika memang Bambang Dewakesimpar mampu mengalahkan Prabu Tejabirawa, maka ia akan membantu meminta ayahnya untuk mengabulkan hal itu. Bambang Dewakesimpar menyanggupi. Mereka lalu berangkat bersama-sama menuju tempat Prabu Tejabirawa dan pasukannya yang masih tertahan di Desa Karang Tumaritis.

Prabu Tejabirawa dan Patih Sarabirawa masih sibuk berusaha menggusur Desa Karang Tumaritis. Di saat demikian datanglah Prabu Sasrasudarma bersama kedua puterinya, Dewi Sutiragen dan Endang Sulastri ingin memeriksa hasil kerja raja Bandakusapta itu. Tidak lama kemudian Bambang Dewakesimpar datang menantang mereka.”Hei Prabu Tejabirawa.....aku menantangmu untuk duel satu lawan satu...Gusti Prabu aku sudah mendengar penuturan Sucitra, putramu. Mohon izin untuk menjadi saksi pertempuran ini.” Prabu Sasrasudarma mengizinkan “aku izinkan! Putriku juga akan menjadi saksimu” dari jauh Dewi Sutragen tersipu dengan ketampanan Bambang Dewakesimpar.”adik, pria yang bernama Bambang Dewakesimpar itu tampan juga...aku suka deh..” “ya kakangmbok...apalagi dia punya punakawan tampan juga duhhh....jadi kepingin dinikahi.”  Terjadilah pertempuran, kedua orang tidak jelas itu bertarung sehingga Prabu Tejabirawa dan Patih Sarabirawa tidak mampu mengatasi kesaktian Bambang Dewakesimpar. Mereka pun bertempur dengan sengit hingga wujud masing-masing berubah. Bambang Dewakesimpar badar kembali sebagai Batara Ismaya sedangkan Prabu Tejabirawa juga badar menjadi Batara Antaga, dan Patih Sarabirawa menjadi Bilung Sarahita. Keluar cahaya amat terang yang mengaburkan pandangan Arjuna dan semua orang yang ada disana. Di sebalik cahaya terang itu, Batara Ismaya bertanya mengapa kakaknya menyamar sebagai raja segala. Batara Antaga pun berkata “Aku bosan menjadi pengasuh para kaum durjana. Mereka lebih suka menuruti hawa nafsu, menolak segala nasihat dan petuah yang aku berikan. Aku merasa tidak ada gunanya lagi punya suara tetapi tidak didengarkan. Lebih enak menjadi raja, aku merasakan bagaimana nikmatnya memerintah, bukannya diperintah orang. Adhi jauh lebih bagus nasibmu karena mengasuh kesatria berbudi baik. Mereka adalah ahli tapa yang cinta pada kebenaran, bukannya mengumbar nafsu pribadi seperti kaum durjana.”

 Batara Ismaya berkata “Kakang iri tanpa mengetahui yang sebenarnya terjadi. Semuanya serba sawang sinawang.  Menjadi pamong para kesatria jauh lebih sulit karena yang diasuh adalah para ahli tapa, dan itu berarti aku harus lebih rajin bertapa pula. Yang diasuh ahli puasa, maka harus rajin berpuasa pula demi menjadi contoh bagi mereka, sehingga nasihat tidak dianggap sebagai nasihat semu.” Ia juga berkata tugas kakangnya jauh lebih bagus nasibnya karena yang diasuh para kaum durjana. Apabila tidak dapat dibina maka tinggal dibinasakan saja.

Dialog Batara Ismaya dan Batara Antaga
Batara Antaga merasa ucapan adiknya ada benarnya juga. Selama ini ia kesal karena nasihat-nasihatnya tidak didengar oleh kaum durjana. Ia pun mengubah diri menjadi raja supaya bisa memerintah, bukan lagi diperintah. Namun, ternyata menjadi raja tidak seperti yang ia bayangkan. Tanggung jawabnya sangat besar dan kerjanya siang malam. Lebih baik menjadi punakawan saja, menyuarakan kebaikan meskipun tidak didengar. Batara Ismaya menjelaskan “kakang tidak perlu berkecil hati karena memang demikianlah tugas kita di muka bumi. Kita berdua adalah simbol hati nurani yang selalu berbisik tentang kebaikan. Itulah sebabnya kita bisa berada di mana-mana. Kadang kakang mengasuh raja ini, kadang juga muncul untuk mengasuh raja yang lain. Aku juga sama. Kadang aku mengabdi kepada ndoro Arjuna...kadang pula kepada ndoro Prabu Kresna...kadang juga kepada kesatria-kesatria baik hati lainnya. Demikianlah, setiap manusia walaupun seorang penjahat sekalipun pasti memiliki hati nurani. Hanya saja, suara hati nurani para penjahat seringkali tidak didengar. Orang yang pertama kali berbuat jahat pasti ada rasa penyesalan. Namun, semakin sering ia berbuat jahat, semakin kebal perasaannya, karena memang ia sudah tidak bisa lagi mendengar bisikan hati nuraninya. Sama seperti nasib kakang. Semakin jahat raja raksasa yang diasuh kakang, maka semakin kebal pula mereka terhadap nasihat kebaikan.” Batara Antaga dapat menerima penjelasan adiknya. Perlahan cahaya terang  memudar dan lenyap. Ketika membuka matanya, Arjuna, Gareng, Petruk, dan Bagong kaget ternyata Bambang Dewakesimpar adalah Ki Lurah Semar dan Prabu Tejabirawa adalah Ki lurah Togog. Ia lalu mohon pamit untuk kemudian pergi meninggalkan Desa Karang Tumaritis bersama Bilung Sarahita.

Arjuna meminta maaf karena sudah berbuat seenaknya kepada Ki Lurah Semar.” Ampuni aku, Hyang Ismaya...aku sudah meragukan dan meremehkanmu lagi. Selain kakangku Puntadewa dan kakang Prabu Kresna, Gusti Hyang Batara sudah menjadi ayah bagiku sejak ayahanda prabu meninggal. Tak pernah lelah Gusti Hyang Batara membimbingku. Sekarang ini aku sudah pernah di posisimu, izinkan aku memanggilmu paman Semar.” “aku memaafkanmu anakku..... aku juga akan mengangkatmu sebagai putraku bersama anak-anakku.” Raden Sucitra, Prabu Sasrasudarma, Dewi Sutiragen, dan Endang Sulastri kaget ternyata Bambang Dewakesimpar adalah Ki Lurah Semar, penjelmaan Batara Ismaya. Prabu Sasrasudarma merasa malu. Semar hanyalah seorang tua bertubuh bulat gemuk, berwajah jelek, dan juga dari kalangan rakyat jelata tetapi berani malamar putrinya. Ki Lurah Semar pun berkata “Lha gusti prabu..... yang hendak menjalani rumah tangga itu gusti prabu ataukah nimas Sutiragen? Lamaranku ini ditujukan kepada Dewi Sutiragen, maka biarlah dia saja yang menjawab bersedia atau tidak.” “Baiklah ki...akan ku panggil nimas Sutiragen kemari.”

Prabu Sasrasudarma pun memanggil Dewi Sutiragen untuk menanyainya apakah bersedia menjadi istri Ki Lurah Semar atau tidak. Sungguh di luar dugaan, ternyata putrinya itu menjawab bersedia dengan senang hati. Ki Lurah Semar senang mendengarnya. Ia pun berkata kepada Prabu Sasrasudarma bahwa Dewi Sutiragen adalah Dewi Kanastren, istrinya. Prabu Sasrasudarma merasa sangat malu dan ia pun mengakui bahwa Dewi Sutiragen memang bukan putri kandungnya, tetapi putri angkat yang dipersaudarakan dengan kedua anaknya yang lain, yaitu Raden Sucitra dan Endang Sulastri. Dewi Sutiragen pun berkata “Ayahanda prabu memang benar. Aku bernama asli Dewi Kanastren, istri Ki Lurah Semar yang sudah lama menghilang dari Desa Karang Tumaritis. Dewi Kanastren mohon pamit kepada Prabu Sasrasudarma dan ia berterima kasih banyak atas segala kasih sayang yang diberikan oleh ayah angkatnya itu selama ini. Prabu Sasrasudarma merasa sangat kehilangan, begitu pula dengan Raden Sucitra dan Endang Sulastri yang selama ini telah menganggap Dewi Kanastren sebagai kakak kandung. Endang Sulastri bahkan menangis dan ingin diajak serta apabila Dewi Kanastren pulang ke Desa Karang Tumaritis. Ia ingin agar selalu berada di dekat kakaknya tersebut.

Dewi Kanastren mendapat akal. Ia pun mengusulkan agar Endang Sulastri menjadi istri Arjuna saja. Dengan cara demikian, maka adiknya itu bisa selalu berada dekat dengannya, karena Desa Karang Tumaritis dan Kadipaten Madukara sama-sama berada di dalam wilayah Kerajaan Amarta. Melihat wajah Endang Sulastri yang cantik jelita, Raden Arjuna pun menyatakan setuju pada usulan Dewi Kanastren tersebut. Maka, ia segera melamar gadis itu kepada ayahnya. Prabu Sasrasudarma sudah sering mendengar berita tentang kehebatan Arjuna namun baru kali ini bisa bertemu dengannya. Berdasarkan pertimbangan tersebut, ia pun merestui Arjuna menjadi suami putri bungsunya.

Demikianlah, Prabu Sasrasudarma mengadakan upacara pernikahan antara Raden Arjuna dengan Endang Sulastri. Setelah satu bulan berlalu, Raden Arjuna memboyong Endang Sulastri menuju Kesatrian Madukara. Raden Sucitra yang tidak bisa jauh dengan adiknya juga menyatakan ikut serta dan ingin mengabdi di Kadipaten Madukara. Arjuna pun menerima pengabdian kakak iparnya itu dan menjadikannya sebagai patih. Dengan kembalinya sang isteri, Semar kembali juga ke desa Karang Tumaritis dan nama Dewi Kanastren diganti menjadi Nyai Sutiragen.

Rabu, 01 Februari 2023

Nakula-Sadewa Krama

 Hai-hai......Di kesempatan yang bagus ini, kali ini penulis akan mengisahkan kisah perjalanan Nakula dan Sadewa demi memperoleh jodoh mereka dengan ikut sayembara di kerajaan Selamirah. Dikisahkan pula janji Arya Dursasana untuk menikahi Dewi Saltani secara sah di mata hukum. Kisah ini bersumber dari blog albumkisahwayang.blogspot.com dan caritawayang.blogspot.com

Dewi Kunthi risau hati karena si kembar Raden Nakula dan Sadewa tidak pulang semenjak pesta kelahiran Irawan. Arya Wrekodara mengatakan ibunya jangan terlalu khawatir. Arjuna juga menyabarkan ibunya dan berusaha berpikir positif mungkin kedua adik mereka itu sedang ingin menyendiri. Lalu datang prabu Yudhistira mendapat kabar lewat semadinya kalau keberadaan Nakula dan Sadewa ada di Selamirah. Di sana, putri negeri itu, Dewi Rasawulan membuat sayembara barangsiapa yang bisa menjabarkan makna dari cinta sejati maka ia bersedia menikahi pria itu tidak peduli apapun latar belakang atau statusnya.

Kabar sayembara itu terdengar hingga negara Awu-Awu Langit. Raja negeri itu, Prabu Kridamarakata akan ikut putranya, Raden Endrakrata untuk sayembara itu. Singkatnya, sang pangeran mahkota Awu-Awu Langit berangkat ditemani ayah dan saudarinya, Dewi Suyati. Kabar itu juga terdengar hingga Hastinapura. Prabu Duryudhana menyuruh adiknya yang nomor dua, Arya Dursasana untuk ikut. PanĂȘnggak Kurawa itu keberatan “ampun kakang prabu, adikmu ini keberatan. Aku tidak mau menyakiti Saltani.” Prabu Duryudhana tahu kalau adiknya itu memang sudah menikah tapi hanya nikah siri. “adikku, aku tahu ini berat. Tapi kakang mau adikku ini punya isteri sah di mata hukum agar masa depan anak dan istrimu jelas, adikku.” Arya Dursasana berjanji “baik kakang prabu, aku berjanji akan mendapatkan putri Selamirah itu dan tapi jika aku gagal, aku juga berjanji akan menikahi Saltani secara sah di mata hukum.” Maka berangkatlah Arya Dursasana ditemani lima orang adiknya, yakni Durmagati, Durmukha, Wiwingsati, Widarus, dan Kartadentha.

Raden Nakula dan Raden Sadewa yang dicari-cari ternyata masih belum berangkat ke arena sayembara melainkan duduk bersemadi di sebuah gua di pinggir kotaraja Selamirah. Para punakawan berjaga-jaga di depan pintu masuk gua. Seberkas cahaya muncul dan datanglah Batara Aswan dan Batara Aswin, dewa tabib kembar yang juga ayah angkat si kembar. Dua tabib para dewa itu membangunkan putra-putranya dan bertanya kenapa belum berangkat juga. Raden Sadewa menjawab “ampun ayahnada batara, hamba masih ragu apakah Dewi Rasawulan adalah pasangan sejiwa bagiku atau kakakku.” Batara Aswan berkata dengan wajah rupawan, seharusnya ia dan kakaknya tidak perlu repot ikut sayembara. Wanita mana yang tidak klepek klepek dengan kehalusan dan keanggunan budi mereka ditambah wajah mereka yang tampan. Raden Nakula berkata “ayahaada batara, kami datang ke sayembara bukan cari isteri, namun menemukan pasangan sejiwa kami.” Batara Aswin bertanya apa bedanya isteri dengan pasangan sejiwa. Raden Sadewa menjelaskan kalau isteri itu wanita yang telah dinikahi secara sah kalau pasangan sejiwa itu pasangan yang bisa membuat pasangannya lebih matang dan dewasa dalam mengarungi kehidupan. Pasangan sejiwa bersedia dan tulus ikhlas selalu bersama dalam suka maupun duka, memberi semangat di saat terpuruk juga memberi penghargaan dan selamat di saat jaya.

Sadewa melanjutkan bahwa dalam hubungan harus ada saling terbuka, saling percaya, dan saling mendukung satu sama lain, tidak cuma ambil enaknya saja. Hubungan seperti pernikahan tidak bisa disandarkan pada kepentingan nafsu semata seperti ingin menikah pada yang rupanya menawan saja, menikah biar terlihat kaya atau terpandang, atau karena pelampiasan kebutuhan ragawi.  Sebuah hubungan apalagi pernikahan juga harus dibangun dari keinginan dari hati yang jernih, bukan karena paksaan atau takut pada ekspektasi orang lain. Banyak orang menikah karena takut akan penilaian orang lain, misal takut karena karena tekanan dari masyarakat akan dipanggil bujang lapuk atau perawan tua jika tidak segera menikah. Akhirnya ia mencari pasangan sekenanya saja tanpa memikirkan akibatnya nanti. Hal seperti itu bukan sebuah pernikahan tapi pemaksaan kehendak. Jika sudah begini, pernikahan tidak berakhir bahagia dan berakhir dengan perceraian, perpecahan bahkan dalam skenario terburuk, bisa terjadi pertumpahan darah antara satu atau kedua-dua pasangan tersebut.

Batara Aswan dan Batara Aswin terkesan mendengar jawaban si kembar. Mereka pun menjelaskan pertanyaan yang tadi mereka ajukan adalah ujian bagi keteguhan dan niat mereka. Tujuan kedua dewa tersebut turun dari kahyangan adalah untuk memberikan petunjuk kepada Nakula dan Sadewa. Raden Sadewa dapat bertemu dengan jodohnya apabila mengikuti sayembara yang diadakan Dewi Rasawulan. Sadewa berkata yang ikut akan ikut sayembara itu adalah kakaknya, Nakula. Ia segan karena kakaknya hingga saat ini belum juga menikah. Nakula justru tidak enak hati ia malah menyuruh adiknya saja yang ikut. Nakula justru akan menjadi pengawal adiknya. Sejak kecil ia pun sudah menyadari kalau Sadewa jauh lebih pandai dibanding dirinya. Maka, ia merasa adiknya itu jauh lebih pantas dalam mengikuti sayembara dibanding dirinya.

Raden Sadewa berkata “kakak,kita lahir dari rahim yang sama, dari rahim ibu Madrim. Kita  juga sama-sama dikaruniai wajah yang sama persis. Tentunya soal kecerdasan dan kemampuan pasti akan sama persis pula.” Raden Nakula menyanggah “tidak, adhi. Meski kita terlahir kembar, fakta menunjukkan jika saudara kembar sekalipun pasti punya perbedaan yang mencolok. Kau lebih rajin membaca kitab dan lontar sehingga lebih cerdas dan banyak wawasan sedangkan aku? aku lebih suka bersolek dan bermain-main sehingga sifatku jadi lebih suka bercanda.” Batara Aswan dan Batara Aswin melarang mereka berdebat saling mengalah. Keduanya memiliki kelebihan masing-masing, jadi tidak perlu meributkan siapa yang lebih bodoh siapa yang lebih cerdas. Maka berangkatlah kedua kesatria kembar itu.

Singkat cerita, datanglah Arya Dursasana bersama lima Kurawa mengikuti sayembara itu. Dewi Rasawulan dihadap ayahnya, Prabu Rasadewa bertanya “baik pangeran Dursasana, apa makna dari cinta sejati?” Arya Dursasana berkata “tuan puteri, cinta adalah perasaan suka terhadap lawan jenis. Rasa suka ini harus diperjuangkan untuk bisa memilikinya. Siapa pun yang jadi penghalang harus dilibas, jika perlu dilenyapkan. Cinta hanya bisa disebut cinta apabila dimenangkan.”

Dewi Rasawulan kurang berkenan terhadap jawaban Arya Dursasana. Ia pun menolak lamaran kesatria Banjarjungut tersebut. Arya Dursasana kecewa dan keluar meninggalkan istana Selamirah kembali ke Hastinapura.

Setelah rombongan Hastinapura pergi, datanglah si kembar, Nakula dan Sadewa menghadap Prabu Rasadewa. Raden Nakula menyampaikan maksud kedatangan mereka adalah untuk mengikuti sayembara, di mana adiknya, yaitu Raden Sadewa yang akan menjawab pertanyaan Dewi Rasawulan. Prabu Rasadewa segera menyampaikan hal ini kepada putrinya.

Dewi Rasawulan mengamati kedua pangeran yang baru datang tersebut. Keduanya kembar dan sama persis. Hanya saja, Nakula lebih rapi dalam berdandan dibanding Sadewa yang penampilannya biasa saja. Namun demikian, wajah Raden Sadewa tampak lebih tenang dan bercahaya dibandingkan saudara kembarnya. Dewi Rasawulan pun mempersilakan Raden Sadewa menjawab pertanyaannya, yaitu apa yang dimaksud dengan cinta sejati. Sadewa menjawab "tuan puteri, cinta ialah berkah dari Yang Mahakuasa agar makhluk hidup di dunia, khususnya manusia, memiliki semangat untuk meneruskan kelestarian jenisnya. Cinta juga ialah sumber semangat bagi manusia untuk bekerja dan berkarya. Namun, sayangnya banyak orang salah paham dengan makna cinta. Banyak yang tidak bisa membedakan antara cinta dan nafsu. Padahal, keduanya jelas berbeda. Cinta adalah perasaan ingin memberi, sedangkan nafsu adalah perasaan ingin menguasai. Karena itu ada istilah cinta sejati dan cinta buta. Cinta buta hanya mengenal 'aku', mengutamakan kenikmatan sesaat, dan mengekang jiwa, tapi dalam cinta sejati, tidak ada lagi ke-aku-an. Yang diutamakan adalah kebahagiaan pasangan. Cinta yang tulus itu memerdekakan jiwa, tidak mengenal rupa, harta, ataupun kemelekatan duniawi lainnya. Seperti dalam syair berbunyi 'gagaraning wong akrami, dudu bandha, dudu rupa, amung hati pawitane,' begitulah datangnya cinta sejati." Demikianlah, makna cinta sejati menurut Sadewa.

Dewi Rasawulan semakin penasaran lalu betanya “baik pangeran Sadewa, aku mau bertanya. Mengapa seseorang bisa jatuh cinta terhadap kekasihnya yang tidak tampan, tidak cantik, juga tidak kaya. Apa mungkin cinta bisa tumbuh begitu saja tanpa sebab? Apa mungkin cinta bisa tumbuh begitu saja tanpa alasan? Apa mungkin di dunia ini ada akibat tanpa didahului sebab?” Sadewa tampak tenang dan menjawab, “tuan puteri, segala sesuatu di dunia ini terikat hukum sebab-akibat. Ada akibat, pasti ada sebab. Cinta sejati yang tumbuh dalam hati pun ada sebabnya, tidak mungkin tumbuh begitu saja tanpa sebab.” Dewi Rasawulan bingung atas jawaban ini. Sadewa menjelaskan "tuan puteri, setiap manusia ditakdirkan memiliki pasangan sejiwanya masing-masing. Sebelum manusia dilahirkan ke dunia, setiap roh sudah ditentukan pasangannya. Namun, ketika sudah berada di dunia, manusia diberi kebebasan dalam menentukan jalan hidupnya. Yang sering terjadi ialah, manusia lebih menuruti hawa nafsu daripada mengikuti bisikan hati nurani. Ada manusia yang keras sekali mengejar lawan jenis yang bukan pasangan sejiwanya, hanya karena tertarik pada parasnya yang rupawan ataupun harta yang melimpah. Meskipun pasangan sejiwa sudah ditentukan di alam roh, namun ketika hidup di dunia, manusia diberi kebebasan untuk memilih, apakah memilih menuruti hawa nafsu, ataukah memilih mengikuti bisikan hati nurani. Semakin manusia mengumbar hawa nafsu, maka semakin sulit pula baginya untuk mendengar suara kalbu."

Dewi Rasawulan bertanya "baik pangeran Sadewa, apa sekarang ini masih ada orang yang bisa mendengar suara kalbunya?" Sadewa menjawab ada, contohnya adalah Dewi Rasawulan sendiri. Sejak awal Dewi Rasawulan sudah tahu kalau Raden Sadewa adalah pasangan sejiwanya, namun tetap mengajukan syarat harus bisa memenangkan sayembara terlebih dahulu, demi membuktikan apakah benar laki-laki ini adalah jodoh pilihan Yang Mahakuasa untuknya atau bukan.

Pernikahan Nakula dan Sadewa
Seketika tubuh Dewi Rasawulan gemetar, wajahnya memerah tersipu-sipu karena Sadewa dapat menebak isi hatinya. Prabu Rasadewa melihat Dewi Rasawulan tersipu malu, dan ia pun paham bahwa putrinya itu telah menentukan pilihan. Maka, ia segera menetapkan Sadewa sebagai pemenang sayembara dan diumumkan sebagai calon menantunya.

Nakula mengucapkan selamat atas keberhasilan adiknya dalam memenangkan sayembara.  Sadewa sendiri merasa segan, karena dirinya lebih muda tetapi lebih dulu mendapatkan jodoh dibanding sang kakak. Nakula menjawab dirinya sama sekali tidak iri pada keberhasilan Sadewa. Justru ia sangat senang kerana adiknya itu mendapatkan pasangan sejiwa yang sejati. Adiknya mendoakan kakaknya semoga Nakula bertemu  jodohnya sebentar lagi. Tak disangka-sangka, datanglah rombongan Raden Endrakrata dan Dewi Suyati. Pangeran dari Awu-Awu Langit itu minta izin untuk ikut sayembara. “ampun gusti prabu, saya pangeran Endrakertata dari Awu-Awu Langit izin ikut sayembara.” Prabu Rasadewa berkata “ampun pangeran Awu-awu Langit. Tuanku terlambat satu detik. Baru saja putriku menentukan pilihannya yakni dengan Sadewa, pangeran dari Amarta.” Raden Endrakrata hendak menantang Sadewa namun dihalangi oleh Nakula. Ia akan berdiri paling depan menghadapi Raden Endrakrata. Terjadilah pertarungan sengit antara Nakula dengan Endrakrata, dalam segi kesaktian jelas lebih jago Endrakrata namun dalam kelihaian permainan pedang dan keris, Nakula tak bisa dianggap enteng. Sabetan pedang Nakula membuat Raden Endrakrata kewalahan  Setalah beberapa lama, Raden Endrakrata menyerah kalah. Nakula lalu menatap Dewi Suyati. Saat mata saling memandang muncul getaran di hati masing-masing. Melihat demikian, prabu Kridamarakata mengangkat tangan Nakula dan berkata bahwa Nakula telah siap untuk jadi menantunya.

Keesokannya, pesta pun digelar di Selamirah tujuh hari tujuh malam. Dua pernikahan terjadi di hari bersamaan. Pernikahan dua bersaudara antara Nakula dengan Dewi Suyati dan Sadewa dengan Dewi Rasawulan. Lima Kurawa yang masih belum pulang berusaha menghalangi pernikahan itu namun datanglah Arya Wrekodara mengusir mereka. Setelah pesta selesai, rombongan Pandawa kembali ke Amarta. Sebelum kembali ke istana Indraprastha, para Pandawa datang ke Hastinapura untuk menyaksikan pesta pernikahan antara Arya Dursasana dengan Dewi Saltani. Dursasana menepati janjinya. Ia menikah sang pujaan hati secara resmi di mata hukum negara.