Rabu, 12 September 2018

Lika-liku Dewi Satyawati




Hai semua, apa kabar kalian semua. Ini postinganku yang pertama. Di postingan ini, aku mau menceritakan cerita Mahabarata. Eiits, tapi ini Mahabarata versi Jawa, jadi ada beberapa perbedaaan dan ciri khas yang  gak ada di Mahabarata versi India. Dalam post ini saya mau bercerita asal- usul nenek buyut Pandawa dan Kurawa, Dewi Satyawati. Sumber ceritanya saya ambil dari Kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa yang saya selaraskan dengan unsur pedalangan Jawa dengan tak terlalu mengubah alur asli isi Kitab Mahabharata.

Syahdan di pinggir bengawan Yamuna, seorang dara cantik hidup sebagai nelayan. Satyawati namanya. Dahulu namanya Durgandini. Asalnya dia putri kerajaan Wirata, masih satu kerabat dengan kerajaan Hastina. Saudara kembanya, Durgandana adalah putra mahkotanya. Nasib yang amat berkebalikan.  Durgandini hidup jauh dari kebahagiaan walau tinggal di istana karena badannya menyebarkan bau bacin*0. Sang ayah, Prabu Wasuparisara berkata padanya “anakku, Durgandini.  Sebenarnya ayahanda tak ingin mengatakan hal ini. Sewaktu Ayahanda samadi, Ayahanda dapat wangsit dari Hyang Narada. Dia berpesan pada Ayahanda bahwa apabila ananda ingin sembuh dari bau bacin mu, lakukanlah tapa ngrame*1 dengan menjadi tukang tambang*2 di bengawan Yamuna”. Durgandini teramat sedih perasaannya tapi demi kesembuhannya dia rela meninggalkan istana.“Baiklah Ayahanda, demi kesembuhanku dan kemulian hidupku nanti, aku ikhlas meninggalkan kemewahan Istana. Mohon restumu, Ayahanda”.Mulai dari saat itu, Durgandini bertapa ngarame dengan menjadi tukang tambang  di  Bengawan Yamuna. Sepanjang hari dia secara sukarela menolong orang yang hendak menyebrangi bengawan meski tak sedikit yang jijik dengannya. Hal ini dilakoninya berbulan-bulan

Dewi Durgandini sembuh dari bau bacin
Hingga pada suatu hari, datanglah seorang resi muda yang tampan minta disebrangkan ke pertapaannya. Parasara namanya. Dia seorang resi keturunan Baharata dari Hastina. Kerana kasihan pada Durgandini, dia menawarkan bantuannya untuk mengobati bau badannya yang bacin. Bau bacin lepas dari badan Dewi Durgandini lalu hanyut ke dasar bengawan dan dimakan seekor ikan tambra*4. Seketika ikan itu bunting. Setelah sembuh dari bau bacinnya, badan wadag Durgandini menyebarkan aroma wangi semerbak. Parasara pun tergoda dengan cantiknya paras Durgandini. Tanpa mereka sadar, perahu tambang yang mereka tumpangi terdampar di sebuah pulau. Mereka pun menikah dan membangun bahtera rumah tangga di pulau itu.

Selang sembilan bulan kemudian lahrlah seorang bayi lelaki berkulit gelap dengan tali pusar putih. Bayi itu dinamai Abiyasa oleh Parasara, sedangkan Durgandini menamainya Raden Kresna Dipayana karena dia lahir di tengah pulau. Lalu ketika mereka hendak mengubur tali pusar Abiyasa, tiba-tiba tali pusar itu berubah menjadi bayi lelaki. Mereka menamainya Setatama. Lalu sewaktu Parasara menangkap ikan tambra raksasa di bengawan, tiba-tiba dari dalam perut ikan, lahirlah dua bayi. Yang satu lelaki satunya lagi perempuan. Dua bayi tu dinamai Arya Rajamala dan Dewi Sudesna. Keajaiban tak berhenti sampai disitu. Dua patahan dayung perahu tambang juga berubah menjadi dua bayi kembar. Bayi yang tercipta dari patahan dayung kiri mereka namai Kichaka dan dari dayung kanan mereka namai Rupakichaka. Semua dipersaudarakan dengan Abiyasa dan Setatama

Beberapa bulan setelah kelahiran Abiyasa, berita pernikahan Durgandini dan Parasara tersebar ke Wirata. Durgandana marah mendengarnya karena dirinya dan keluarganya merasa tak diundang. Durgandana melabrak lalu bertengkar dengan Parasara dan memaksa mereka bercerai. Mau tak mau, Parasara harus berpisah dengan Durgandini. Dibawalah Abiyasa dan Dewi Sudesna bersamanya. Durgandini marah kepada Durgandana. Karena sedih ditinggalkan Abiyasa dan Parasara, ditnggalkanlah Durgandana dan sebelum pergi, dia berpesan padanya untuk merawat dan membawa Arya Rajamala, Setatama, Kichaka, dan Rupakichaka ke Wirata.

Durgandini melanjutkan tapa ngramenya. Tapi malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih, perahu tambangn Durgandini terseret arus deras bengawan hingga ke pinggir sebuah desa nelayan. Desa itu bernama Desa Matsyah.. Dia kemudian dtemukan dan dirawat oleh kepala desa di desa itu. Namanya Ki Dasabala. Setelah menceritakan asal-usulnya, dia meminta ki Dasabala untuk menjadikannya anak angkat baginya. Ki Dasabala bersedia menampungnya dan mengangkat anak padanya. Dewi Durgandini merasa berterimakasih  “ Terima kasih, bopo Dasabala. Mulai hari ini panggilah aku Satyawati padaku. Itulah permintaanku, bopo”. Dasabala meluluskan permintaannya. Sejak saat itu Durgandini berganti nama menjadi Dewi Satyawati dan hidup sebagai nelayan di sana.


*0 : bau anyir ; bau busuk seperti ikan
*1 : tapa brata dengan berbuat baik pada orang banyak ; pelayanan masyarakat
*2 : orang yang bekerja menyebrangkan orang lain atau benda ke seberang sungai dengan perahu
*4 : Sejenis ikan mas. Sisiknya berwarna putih keperakan. Sirip berwarna hitam