Kamis, 19 September 2019

Perseteruan Dua Murid (Palguna-Palgunadi)


Salam sejahtera,pembaca yang budiman. Karena banyak kesibukan, penulis sampai belum memposting kisah. Kali ini penulis akan menceritakan pertemuan kembali Raden Permadi (Palguna) dengan Prabu Palgunadi (Bambang Ekalaya) yang berujung pada perselisihan yang memalukan nama Resi Dorna karena sang guru yang bersikap pilih kasih. Kisah di akhiri dengan Dewi Anggraini yang bunuh diri menyusul sang suami yang tewas di tangan Permadi. Di dalam Kitab Mahabharata, tokoh Ekalavya setelah mengorbankan jempolnya, mengabdi pada Prabu Jarasandha namun di kemudian hari, Ekalavya dapat dikalahkan oleh Sri Krishna. Dalam pewayangan jawa, Bambang Ekalaya hanya muncul sekali di saat para Pandawa sudah mendirikan negara Amarta. dalam kisah ini, penulis berusaha menggabungkan kedua versi di samping melanjutkan prolog di kisah sebelumnya. Sumber dari kisah ini dari blog albumkisahwayang.blogspot.com, Kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa, Kitab Pustakaraja Purwa karya Ngabehi Ranggawarsita, Serial kolosal indonesia Karmapala karya Imam Tantowi, dan kisah Palguna-Palgunadi versi R. A Kosasih yang telah diubah dan dikembangkan seperlunya.
Pada suatu hari yang cerah, kadipaten Sokalima kedatangan seorang raja berikut permaisurinya yang cantik bagai sinar bulan purnama. Sang raja nampak tampan dan gagah dengan wajah berseri itu bernama Prabu Palgunadi alias Bambang Ekalaya dari Paranggelung yang dahulu pernah datang berguru ke Sokalima dan sang permaisuri bernama Dewi Anggraini. Bambang Aswatama, pemimpin kadipaten menyambut mereka dengan sangat ramah. Bambang Aswatama kemudian mempersilakan Prabu Palgunadi dan Dewi Anggraini untuk masuk ke istana kadipaten. Mereka saling bertanya kabar lalu Prabu Palgunadi mengutarakan niatnya “kakang Aswatama, kedatanganku sebenarnya untuk kembali menimba ilmu. Ku dengar guru belum menurun satu ilmu padaku. Ilmu itu ilmu panah Durwenda Sapta Manunggal. Kalau bisa mendapatkan ilmu itu, maka tujuh senjata sekalipun bisa ditarik oleh busur dan berubah jadi ribuan panah. Dan setahuku hanya dinda Palguna* (Permadi; Arjuna) yang sudah kewarisan ilmu itu.” tak lama, datanglah Resi Dorna. Mereka lalu sembah sungkem pada sang guru besar itu. Setelah mengutarakan keinginannya untuk kembali berguru, Resi Dorna mengajak sang murid itu kembali berlatih di perguruan Sokalima, sementara Dewi Anggraini dipersilakan masuk ke istana kadipaten.
Di sela-sela waktu, Dewi Anggraini bertanya pada Bambang Aswatama “Kakang Aswatama! Aku mau bertanya. Bagaimana kanda Palgunadi dulu bisa diterima sebagai murid guru Dorna sedangkan waktu dulu setahuku, Sokalima belum bisa menerima murid selain para pangeran Hastinapura?” “ceritanya begini, menurut penuturan ayah, dahulu saat Pandawa dan Kurawa masih berguru pada ayah, anjing penjaga milik kakang Prabu Duryudana terkena panah dan dia marah-marah pada Permadi karena mengira dia yang memanah anjingnya itu dan waktu itu dia yang paling mahir memanah. Karena namanya telah dicemari, ayah dan Permadi mencari tahu siapa yang meakukan itu sehingga mereka sampai di sebuah gua. Di dalam gua itu ada sebuah arca besar berwujud mirip ayah dan seorang ksatria tampan bernama Ekalaya, suamimu. Ayah sangat terkesan atas kemampuan suamimu tapi Permadi berubah masam mukanya merasa tersaingi. Ayah mengerti bahwa murid kesayangannya tersaingi lalu dia kemudian mengatakan bahwa walau hanya belajar lewat arcanya, tetap sama saja dengan belajar dengannya langsung sehingga ayah minta persembahan daksina. Ayahku meminta jempol tangan kanan suamimu sebagai persembahannya. Suamimu mengerti bahwa tujuannya agar kemampuannya jauh berkurang, tapi suamimu sangat berjiwa besar. Dia memotong jempol tangan kanannya. Ayah kemudian menerimanya sebagai murid resmi dan Permadi memberikan nama Palgunadi pada suamimu juga menjadikannya saudara seperguruan. Setelah itu, entah bagaimana, kemampuan suamimu justru semakin bertambah  dan semakin sakti walaupun jempolnya telah terpotong. Itu yang masih menjadi teka-teki”  Dewi Anggraini terkesan pada kisah masa lalu suaminya dan kini dia tahu alasan kenapa jari suaminya itu berjumlah sembilan. Kemudian Dewi Anggraini minta izin untuk jalan-jalan di Sokalima. Bambang Aswatama mempersilakan istri sahabatnya lalu masuk ke dalam puri.
Di saat jalan-jalan, Dewi Anggraini bertemu Raden Permadi dan para Punakawan yang kebetulan menuju Sokalima untuk mengunjungi Resi Dorna. Raden Permadi yang masih galau karena cintanya pada Banowati telah pupus, kembali bergairah melihat rupa ayu Anggraini. Kemudian mereka saling berkenalan “ni sanak, perkenalkan aku Permadi, murid Guru Dorna. Sepertinya anda bukan orang sini. Ada keperluan apakah datang ke Sokalima?” “maaf tuan, saya Anggraini, saya istri kanda Prabu Palgunadi, salah satu murid Guru. Saya hanya berjalan-jalan disini sembari menunggu suamiku berlatih.” Raden Permadi terkejut saudara seperguruannya itu datang berkunjung kemudian menawarkan diri untuk mengantar Anggraini kepada suaminya dan Dewi Anggraini setuju.
Tutur kata Dewi Anggraini yang lembut dan sopan, wajahnya yang sangat cantik, dan pipinya yang merona membuat rasa cinta dalam dada Permadi kembali bergejolak. Walaupun Permadi sudah memiliki beberapa istri, rupanya kecantikan Anggraini tiada duanya dan sangat khas sehingga dirinya menjadi klepek-klepek. Karena tak mampu menahan perasaannya Permadi kemudian merayu Anggraini “Dinda, kamu cantik sekali bahkan lebih cantik daripara para peri yang berada di kahyangan. Andai saja kamu belum menikahi adhi Prabu Palgunadi, sudah barang tentu aku yang akan jadi suamimu.”  Dewi Anggraini menjadi kalut tak keruan. Di satu sisi, dia mengakui wajah dan paras Raden Permadi jauh lebih tampan dari suaminya namun di satu sisi dia sangat mencintai suaminya. Ki Lurah Semar paham perasaan Dewi Anggraini lalu menasehati Gareng dan adik-adiknya “anak-anakku, sebagai kaum lelaki, kita harus pandai menjaga norma. Wajar bila lelaki menyukai perempuan. Tapi jangan sampai menjadi orang ketiga dalam hubungan yang sudah sah” Gareng kemudian menyambung ucapan sang bapak “benar itu, romo. Dengerin itu kata-kata romo, Petruk! Bagong! orang yang jadi perebut kebahagiaan itu tak pantas disebut manusia sejati tapi lebih mirip burung kedasih. Sudah ngerebut malah mencelakai yang punya hubungan.”  “Betul itu” sahut Petruk dan Bagong. merasa disindir, Raden Permadi menjadi malu sendiri dan meminta maaf pada Dewi Anggraini “maaf, Anggraini. Aku tak bermaksud......” “sudah tidak apa, kakang Permadi. Tak usah dipikirkan. Wajar bila kau jatuh cinta.tapi biarkan cintamu berhenti pada cinta.” Raden Permadi terkesan akan sikaptegas Dewi Anggraini.  Tanpa disadari, mereka dibuntuti oleh Patih Arya Sengkuni. Melihat pemandangan itu, Patih Sengkuni terpikir sebuah ide untuk mengadu domba Prabu Palgunadi dan Raden Permadi. Patih Arya Sengkuni tahu bahwa Prabu Palgunadi datang berkunjung ke Sokalima sehingga sekalian saja dia mengadu domba mereka, syukur-syukur kalau Raden Permadi tewas di tangan saudara seperguruannya itu.
Patih Arya Sengkuni datang dan masuk ke dalam puri kadipaten Sokalima. Di sana ditemuinya Bambang Aswatama dan Prabu Palgunadi yang baru selesai berlatih, sedangkan Resi Dorna pergi ke sendang di pinggir peguruan untuk mengheningkan pikiran setelah melatih muridnya. Disana dia memberitahu kabar bahwa Raden Permadi telah berselingkuh dengan Dewi Anggraini “Syukurlah kalian sudah berkumpul disini. Aku memberitahu kabar penting.” “kabar apa paman Patih?” tanya Bambang Aswatama dan Prabu Palgunadi. “Haduduh......ketiwasan Aswatama! gusti Prabu Palgunadi! Permadi, saudara seperguruan gusti telah bermain selingkuh dengan istri gusti.” Bambang Aswatama yang sejak dulu membenci Permadi kemudian menjadi gerah begitu mendengarnya lalu ikut memanasi adik seperguruannya itu “aku dengar Permadi terkenal suka bermain wanita. Istrinya sudah segudang jadi dia pasti telah menggaet istri adhi prabu dengan ilmu gendam dan peletnya.” Prabu Palgunadi menjadi marah mendengarnya. Dia tak habis pikir saudara seperguruannya melakukan hal hina seperti itu. Prabu Palgunadi kemudian keluar dari dalam puri dan benar saja dia melihat Permadi sedang bersama istrinya. Lalu dia melabrak mereka dan mengata-ngatai Permadi ”Kurang ajar kau, Palguna. Dasar hidung belang. Kita bersaudara tapi ini yang kudapatkan darimu. Susu yang ku beri kau balas dengan tuba.” Raden Permadi marah namun ditahannya. Dewi Anggraini berusaha menyabarkan sang suami “kanda Prabu, sudahlah! tenangkan dan jernihkan pikiranmu. Ini hanya salah paham.” “salah paham kata dinda. Lalu untuk apa Permadi sampai repot-repot jalan bersamamu kalu bukan untuk merayumu. Dia pasti telah memeletmu dan menanam gendam di di mata dan hati dinda. Lelanang ing jagat ini benar memalukan Wangsa Baharata” Raden Permadi menjadi marah tak tertahan lagi “Cukup, kakang Prabu Palgunadi. Tuduhan kakang tak beralasan. Aku memang menyukai istri kakang, tapi hanya sebatas kagum. Aku sadar diri dinda Anggraini adalah istri kakang.” Prabu Palgunadi yang sudah gelap mata tak percaya apa yang dikatakan Permadi dan Dewi Anggraini. lalu teringatlah dia kejadian dulu waktu Resi Dorna meminta Palgunadi memotong jempol kanannya karena sayang dan kasihnya pada Permadi. Karena telah terbakar api kemarahan dan cemburu, Prabu Palgunadi menantang Raden Permadi ”Palguna, kau masih ingat waktu guru menyuruhku memotong jempolku sendiri hanya demi kasihnya padamu? Maka malam ini aku menantangmu. Kita buktikan siapa murid terbaik Sokalima. Aku atau kau? ” raden Permadi yang sama-sama berjiwa muda menerima tantangan itu.
Malam itu, semua orang, para cantrik-mentrik, Bambang Aswatama, Dewi Krepi, Mpu Krepa, dan para punggawa kadipaten berkumpul minus Resi Dorna yang masih bersemedi di pinggir sendang sementara Patih Sengkuni diam-diam meninggalkan Sokalima dan pulang ke Hastinapura. Kedua ksatria itu saling bertarung dengan lihai. Mula-mula mereka bertanding tangan kosong. Keduanya sama-sama kuat dan jurus-jurus yang mereka patrapkan sangatlah hebat. Meskipun Prabu Palgunadi hanya berjari sembilan, namun tetap dapat mengimbangi kekuatan Permadi. Lalu mereka beradu keris, keris mereka saling beradu dengan indah. Percikan api yang keluar dari keris yang beradu menerangi alun-alun perguruan dan kadipaten Sokalima. Keduanya tak ada yang kalah atau menang, seimbang sekali. Begitupun ketika mereka beradu tombak, pedang, gada, kujang, dan semua senjata perang.
Dua murid berseteru
Lalu yang terakhir adalah panahan. Busur pun ditarik dan jrass, ribuan anak panah meluncur dari kedua arah. Panah-panah milik Permadi beradu dengan panah-panah milik Palgunadi di udara. Hanya dalam hitungan detik saja, panah-panah milik Permadi meledak menciptakan kembang api berwarna-warni yang menerangi langit. Tak puas dengan itu, Permadi membalas serangan. Kini berbalik, panah-panah milik Palgunadi yang meledak. Kembang api yang tercipta tak kalah indah. Adu panah itu berlangsung lama sekali. Langit malam Sokalima yang gelap temaram berubah menjadi terang benderang layaknya siang karena daya kesaktian milik dua ksatria yang saling beradu itu. Malam itu juga, ada satu hal yang di sadari oleh Permadi. Permadi menjadi heran meskipun Prabu Palgunadi hanya berjari sembilan, kemampuan memanahnya bahkan mampu mengimbangi dan hampir di atas kemampuannya.
Cahaya terang dan bunyi ledakan dari pertarungan itu membuat Resi Dorna yang tengah mengheningkan pikiran terbangun dari tapanya dan segera menuju ke alun-alun. Di tengah jalan, Resi Dorna bertemu Prabu Kresna. Prabu Kresna mendapatkan firasat buruk mengenai Raden Permadi, sepupunya yang paling disayanginya. Benar saja, di alun-alun yang ramai, mereka melihat Permadi dan Palgunadi sedang beradu panahan dalam keadaan marah. Panah-panah mereka yang saling beradu dan meledak menciptakan kembang api yang sangat terang. Sampai di satu kesempatan kedua belah pihak akhirnya sama-sama terluka namun tak ada satu pun dari mereka yang mau menghentikan pertarungan harga diri itu. Harga diri sebagai murid terbaik Sokalima. Di satu kesempatan, Raden Permadi terdesak dan panah-panah Palgunadi sudah tak mampu dilawannya. Di saat yang genting itu, muncul bayangan hitam di kelebatan malam menyambar Permadi yang sudah sangat kelelahan. Sementara Palgunadi yang juga sangat keletihan akhirnya pingsan lalu digotong oleh para cantrik Sokalima menuju asramanya. Dewi Anggraini segera menyusul sang suami. Resi Dorna kemudian bertanya pada putranya apa yang terjadi. Bambang Aswatama menceritakan segalanya namun karena kebenciannya, dia menyudutkan Permadi secara membabi buta. Resi Dorna kecewa dengan penuturan anaknya yang telah ketularan wabah kebencian dari Para Kurawa itu”anakku, ketahuilah, walaupun Permadi punya banyak perempuan disekitarnya, dia tak akan mengambil istri orang yang sudah sah. Kau sudah dibutakan kebencian yang terlalu. Aku akan cari tahu sendiri apa duduk permasalahan yang sebenarnya.” Resi Dorna kemudian meninggalkan putranya itu.
Bayangan hitam yang menyambar Permadi tadi adalah Prabu Kresna. Keduanya untu sementara bersembunyi. Prabu Kresna segera mengeluarkan Cangkok Wijayakusuma dan mengobati luka-luka Permadi. Raden Permadi pun berterima kasih pada Prabu Kresna “Kakang Madawa, terima kasih atas pertolonganmu, tapi aku lebih suka gugur sebagai ksatria melawan saudara seperguruanku daripada lari sebagai seorang pengecut.” “Parta, kalau kau sampai mati karena melawan adhi Prabu Palgunadi, kau bukan gugur sebagi ksatria tapi modar sebagai korban fitnah patih Sengkuni. coba lihatlah ini ” Prabu Kresna segera mengeluarkan Kaca Lopian. Ketika melihat dari situ, terlihatlah sewaktu Permadi mengantar Dewi Anggraini ada Patih Sengkuni menguntit dari balik pohon lalu terlihat pula Patih Sengkuni mengadu domba Bambang Aswatama dan Prabu Palgunadi. Raden Permadi tertegun melihat pemandangan itu dari kaca Lopian dan tak menyangka bahwa Patih Sengkuni berada dibalik semua ini “lalu untuk saat ini, apa yang harus aku lakukan?” “Tabahkanlah hatimu dan bersikaplah sportif pada anak prabu atau malapetaka akan menaungi kita, muridku.” Raden Permadi dan Prabu Kresna terkejut ketika Resi Dorna tiba-tiba datang. Resi Dorna yang telah melihat semuanya menjelaskan ingin bersikap adil pada kedua murid kinasihnya itu. Dia akan berbicara dengan Prabu Palgunadi bila dia telah siuman. Untuk sementara, Resi Dorna menawari Raden Permadi dan Prabu Kresna menginap saja di Sokalima. Namun mereka menolak secara halus, terutama Permadi yang masih menjaga perasaan dengan Prabu Palgunadi dan Dewi Anggraini. Permadi merasa semua kejadian ini terjadi karena dirinya tak bisa menahan perasaan cintanya pada Dewi Anggraini. Untuk itu dia akan bersemedi dan menjernihkan pikirannya di sebuah gua yang tak jauh dari alun-alun Sokalima.
Malam merampat perlahan menuju subuh. Bunyi kentungan yang dipukul dua kali sayup-sayup terdengar menandakan sudah jam dua pagi. Para cantrik-mentrik Sokalima telah tertidur pulas. Namun tidak bagi Resi Dorna dan Dewi Anggraini. Mereka masih menunggui Prabu Palgunadi yang masih terbaring pingsan. Sejenak kemudian, Prabu Palgunadi terbangun dan dia melihat telah ditunggui istri dan gurunya. Mereka bersyukur Prabu Palgunadi tidak kenapa-napa. Resi Dorna kemudian bertanya apa duduk permasalahannya. Lalu Prabu Palgunadi menceritakannya secara keseluruhan. Resi Dorna mengerti lalu dia bertanya kembali “anak prabu, maaf bila gurumu ini lancang bertanya. Sejak kejadian pemotongan jempol itu, segalanya berubah tapi tidak pada dirimu. Walaupun kau kehilangan jempol kananmu, ilmu memanahmu tak berkurang sedikitpun bahkan semakin mahir. Apa rahasianya, anakku?” “Prabu Palgunadi terkesiap mendengarnya. Dia telah sadar bahwa pertanyaan ini cepat atau lambat pasti akan datang. Rahasia yang telah disembunyikannya rapat-rapat selama bertahun-tahun sejak peristiwa Guru Daksina itu akan terbuka. Dengan dada lapang, Prabu Palgunadi bercerita” Guruku, akan ku ceritakan segalanya. Tidak ada lagi rahasia diantara kita. Setelah aku mengorbankan jempol tangan kananku pada guru, terjadi sebuah keajaiban. Jempol itu menghilang dan muncul kembali sebagai cincin. Sang Batara Guru sendiri yang mengubah jempol itu menjadi cincin. Oleh sang Batara, cincin itu dinamai Cincin Mustika Ampal yang saat ini aku pakai di telunjuk kananku. Namun karena daya kesaktiannya, cincin Mustika Ampal ini seakan menyatu dengan jari telunjukku dan tak bisa dilepaskan lagi setelah aku mengenakannya.” Setelah mengetahui apa yang menjadi rahasia Palgunadi, Resi Dorna menyarankannya untuk berdamai saja”Anak prabu, menurut saran gurumu ini berdamailah dengan Permadi. Jangan menyebarkan bibit permusuhan lagi. Kalian saudara seperguruan. Jangan gegabah dan cepat mengambil kesimpulan.” namun Prabu Palgunadi menolak “Tidak, guru,  aku tak akan berhenti dengan kakang Palguna. Ini bukan hanya sekadar masalah siapa murid Sokalima yang terbaik, tapi ini masalah harga diri. Harga diri saya sebagai suami yang istrinya diganggu pria lain.” Resi Dorna merasa Palgunadi sudah mengambil jalan yang diambilnya, jalan yang diaangapnya sebagai ksatria sejati. “baik anak Prabu, aku tak akan menghalangimu. Aku sudah mewanti-wanti Permadi untuk bersikap sportif bila kau tetap di jalanmu.” Resi Dorna kemudian keluar kamar asrama menuju puri Sokalima. Resi Dorna tak sadar bahwa di punggungnya ada seekor klanceng (lebah putih) hinggap di punggungnya. Bambang Aswatama yang menyadari hal itu berusaha menepuk klanceng itu. Lalu klanceng itu terbang dan berubah menjadi bayangan hitam. Bayangan hitam itu rupanya lagi-lagi adalah Prabu Kresna. Dia sadar bahwa Prabu Palgunadi adalah orang baik tapi mudah terhasut. Orang semacam itu kelak akan menyusahkan para Pandawa kelak sehingga menurutnya lebih baik segera dimusnahkan saja. Lalu sukmanya yang berupa bayangan hitam memasuki alam mimpi.
 Di tempat lain, di sebuah gua yang tak jauh dari alun-alun Sokalima. Permadi sedang bersemedi memohon penyelesaian terbaik atas atas masalah perselisihannya dengan Prabu Palgunadi. Tanpa disadari, dia justru tertidur. Di saat demikian, dia bermimpi. Di dalam mimpinya dia melihat sebuah patung seorang pria yang tangan kanannya retak lalu retakan nya membuat jari telunjuk kanan patung itu jatuh. Tak berapa lama kemudian, patung itu roboh tak bersisa. Lalu terdengar suara sayup-sayup. Permadi mengenali suara itu. itu suara Resi Dorna.”anakku Arjuna sang Permadi, Kalau ingin mengalahkan anak prabu Palgunadi, patahkan penunjuknya.” Tak lama kemudian, Permadi terbangun dengan wajah bercucuran keringat. Di lihatnya Prabu Kresna dari tadi bersemedi tidak bangun sejak semalam. Kemudian sang raja Dwarawati itu bangun dari semedinya. Wajahnya yang tenang mengisyaratkan bahwa dia telah tahu apa yang ada di hati Permadi. Prabu Kresna memberikan semangat pada adik sepupunya itu “adhi Parta, jangan susah hati pada mimpimu itu. mungkin ini lah jalan yang harus dilewati saudara seperguruanmu.”
Pagi itu, Prabu Palgunadi dan Raden Permadi kembali bertarung di tengah lapangan alun-alun lagi. Kali ini keduanya sudah sama-sama segar bugar. Perang tanding kemarin memang hebat namun perang tanding pagi ini jauh lebih hebat. Adu panah diantara Permadi dan Palgunadi kini membuat langit pagi itu sangat terang benderang. Kecepatan mereka bagaikan kilat menyambar. Panah-panah beradu mengeluarkan suara gemuruh bagaikan suara halilintar. Angin menderu kencang. Prabu Palgunadi terus menyerang saudara seperguruannya itu seakan ingin Permadi segera mati. Sampai petang hari,pertarungan itu terus berlanjut. Tak ada satupun dari mereka yang kalah ataupun menang. Namun Permadi semakin terdesak. Akhirnya dia teringat mimpi tentang jari telunjuk patung yang jatuh itu. segera saja, Permadi merentangkan Busur Gandiwa dan merapal ajian Panah Sangkali.  Begitu panah di lepas dan jrass, panah berdesing, meluncur dengan kencang ke arah tangan kanan Palgunadi.
Prabu Palgunadi tak menyangka, jari telunjuknya yang memakai Cincin Mustika Ampal menjadi sasarannya. Karena tak sempat menghindar, panah Sangkali memotong jari telunjuk sang Prabu yang memakai Cincin Mustika Ampal. Jari telunjuk pun jatuh dan Prabu Palgunadi mengerang kesakitan lalu badannya lemas dan jatuh ke tanah karena dulu dia pernah bersumpah akan menjaga Cincin Mustika Ampal layaknya nyawa sendiri. Karena kini telah terlepas, jiwanya terguncang, kesaktiannya menghilang, dan jantungnya berhenti berdegup. Akhirnya Prabu Palgunadi meninggal dunia. Raden Permadi terkejut melihatnya. Begitupun Bambang Aswatama, dan semua yang hadir di situ. Dewi Anggraini  sangat syok dan menangis di hadapan jenazah suaminya. Resi Dorna lalu datang karena perasaannya tidak enak dan rupanya ini yang menjadi sumber tidak enak hatinya. Resi Dorna bertanya bagaimana caranya dia mengalahkan Prabu Palgunadi. Raden Permadi mengatakan bahwa dia mendapat mimpi dan ada suara resi Dorna yang membocorkan rahasia Palgunadi. Resi Dorna tertegun mendengarnya. Rahasia yang ditutup rapat-rapat Resi Dorna dapat terkuak oleh Permadi. Dia tak habis pikir bagaimana bisa rahasianya terbongkar begitu saja. Kini Prabu Palgunadi telah tewas. Tanpa banyak bicara, dia memungut jari telunjuk milik Palgunadi lalu menempelkannya ke tangan kanan Raden Permadi. Lalu muncullah sebuah keajaiban. Dengan seizin Sanghyang Widhi,  jari telunjuk itu menyatu di tangan kanan Raden Permadi bersama jari-jari lainnya. Menyatunya jari telunjuk itu juga menyebabkan Cincin Mustika Ampal juga ikut manjing di dalam tangan Permadi. Kini Raden Permadi memiliki sebelas jari dan sejak saat itu, Permadi dijuluki sang Siwil.
Karmapala untuk Guru Dorna
Sang siwil yang menjadi lelanang ing jagat dan ksatria pemanah terhebat di dunia. Bambang Aswatama kecewa dengan hasil adu tanding itu lalu dia menyumpahi Prabu Kresna karena tahu bahwa dia telah tahu Kresna lah yang membocorkan rahasia Palgunadi semalam “Kresna kau bangsat, kau sungguh curang. Kau titisan Wisnu tapi kau licik, kesaktianmu hanya digunakan untuk nasib Permadi saja. Aku bersumpah kelak kerajaanmu yang telah kau perintah akan menerima nasib kehancuran karena ulah buruk putramu.” Petir menggelegar, pertanda sumpah itu didengar dewata. Resi Dorna kemudian memarahi putranya itu karena memarahi dan mengutuki Prabu Kresna. Resi Dorna kemudian mendengar suara Palgunadi bergema di angkasa “Guru, rahasia yang kau tutup rapat telah bocor pada musuhku. Ketulusanku telah kau curangi. Kau pilih kasih, guru! Guru lebih menyayangi kakang Palguna. Guru, ingatlah tentang karmapalamu. Kelak saat ada perang besar dimana guru akan menjadi salah satu maha senapatinya, aku akan datang menjemput guru melalui perantara muridmu yang lahir dari api kebencian orang tuanya!” Resi Dorna merasa ngeri namun pasrah menerima apapun karma yang akan didapatkannya kelak.
Dewi Anggraini melakukan labuh geni
Singkat cerita, jenazah Prabu Palgunadi segera dibawa ke Paranggelung. Resi Dorna dan Raden Permadi ikut mengantarkan kepergian sang Prabu. Para punggawa dan putri-putri sang Prabu menangis sedih. Terlebih lagi Dewi Anggraini, dia sangat terguncang. Raden Permadi berusaha menghibur hati sang ratu Paranggelung “dinda Anggraini, jangan lah bersedih lagi. Ikut lah denganku ke Amarta. Meskipun tak ku jadikan istriku, aku akan selalu membuatmu bahagia.” “tidak perlu, kakang Permadi. Aku tak bersedia. Aku tahu kakang prabu kasar padaku sebelumnya, tapi dia hanya korban. Korban fitnah Sengkuni. Walau seperti apapun kakang Prabu memperlakukan aku, cinta dan kesetiaanku hanya untuk kakang Prabu. Kita sudahi kisah cinta ini. Biarkan cinta kakang padaku berhenti pada cinta saja. Jangan siksa perasaanku dan perasaan kakang, relakan aku. Aku akan ikut menyusul kakang Prabu ke Swarga Maniloka. Terima kasih, kakang Permadi. Kakang yang telah mencintaiku setulus hati.” Upacara ngaben pun telah siap. Begitu api pancaka telah berkobar, Dewi Anggraini naik ke puncak menara lalu menusuk perutnya sendiri dengan patrem. Dewi Anggraini roboh dan jatuh ke dalam api pancaka. Dewi Anggraini telah melakukan sati, labuh geni menyusul sang suami. Raden Permadi menangis melihat cintanya kini tewas menyusul suaminya. Saking sedihnya, dia tak mau lagi kembali ke Amarta dan memilih hidup menyepi di hutan menjalani tapa ngrame sebagai bentuk penebusan dosanya pada Prabu Palgunadi dan Dewi Anggraini.

*Arjuna memiliki banyak nama julukan, diantaranya Permadi (kasih sayang), Parta (putra Dewi Prita/Kunthi), Palguna (dia yang lahir di sasih Palguna), Dananjaya (dia yang bersenjata utama dhanu/busur panah), Gudakesha (penakluk kantuk), Jishnu (kemarahan yang hebat), Kumbalwali, Janaka, Jlamprong (bulu merak), Indraputra (putra Dewa Indra), Indratanaya (putra Batara Indra), Wibatsuh, Wrehanala/Brihanala (penari ulung), Pandusiwi (Putra Pandu), Danasmara (dia yang tak pernah menolak panah cinta), Bharatasatama (keturunan Baharata yang utama) dll

Sabtu, 07 September 2019

Diantara Permadi, Banowati, dan Suyudana (Suyudana Krama)


Salam semua, semoga pembaca diberi karunia oleh Yang Maha Pengasih. Kisah kali ini menceritakan pernikahan Prabu Anom Suyudana dengan Dewi Banowati yang turut mengakhiri dari cinta segitiga antara Permadi, Banowati, dan Suyudana. Kisah ini ditutup dengan pelantikan Suyudana menjadi raja Hastinapura bergelar Prabu Duryudana. Sumber kisah ini berasal dari Kitab Pustakaraja Purwa karya Ngabehi Ranggawarsita dan blog albumkisahwayang.blogspot.com yang telah dikembangkan dengan imajinasi penulis.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Raden Permadi dan Dewi Banowati saling jatuh cinta sejak pertama kali mereka bertemu. Namun, yang namanya garis nasib dan jodoh, sudah digariskan oleh Sanghyang Widhi yang Maha Esa. Manusia bahkan para dewa cuma bisa mengusahakan saja. Singkat cerita, jodoh Banowati adalah Prabu Anom Suyudana, raja muda Hastinapura. Pada hari yang baik, Prabu Anom Suyudana ditemani Adipati Karna, Arya Dursasana, Resi Dorna, dan Patih Arya Sengkuni datang dari Hastinapura ke Mandaraka untuk melamar Dewi Banowati. Walaupun Prabu Salya, sang ayah sudah setuju, seakan ingin hendak menolak takdir jodohnya, Dewi Banowati meminta persyaratan yang sangat berat untuk dipenuhi calon raja Hastinapura itu “Kakang Suyudana, aku mau menerimamu tapi asalkan kau mau menyanggupi syarat dariku.” “Apapun syarat itu, akan ku penuhi.” Dewi Banowati kemudian menjelaskan syarat-syarat itu “pertama, kakang harus sediakan seekor gajah putih lengkap dengan sang srati wanita untuk mengarak kita keliling kotaraja dan yang kedua, aku ingin dirias atau dipaes oleh pemuda paling tampan.” Seketika saja, wajah Prabu Anom Suyudana memerah padam menahan malu dan marah. Dia mengerti bahwa sang calon istri meminta dirias oleh pemuda paling tampan itu artinya dia ingin dirias oleh Permadi. Sang calon istri memang masih mencintai cinta pertamanya. Tapi mengingat kegagalannya meminang Drupadi, Rukmini, dan Setyaboma yang memang karena ikut sayembara tapi diwakilkan orang lain membuatnya harus berjuang sendiri. Dilapangkan dada dan pikirannya lalu secara tegas dia berkata seraya bersumpah,”baiklah, rayi Banowati. Aku bersumpah, akan ku penuhi semua syaratmu meskipun harus mengorbankan seluruh harga diriku.” Kemudian Prabu Anom Suyudana meminta Patih Sengkuni, Resi Dorna, dan Arya Dursasana untuk pulang duluan ke Hastinapura, sementara dirinya sendiri ditemani Adipati Karna akan mencari cara untuk memenuhi dua syarat itu.
Sementara itu di kerajaan jin Alas Klangenan, Prabu Jayalengkara bermimpi bertemu dengan seorang putri cantik bernama Banowati dari Mandaraka. setelah bangun dari tidurnya, dia dilanda angau (sakit cinta). Dimanapun dia melakukan sesuatu pasti terbayang dan ingin sekali menggerayanginya. Karena sudah tak tertahankan lagi, Prabu Jayalengkara memimpin pasukan Alas Klangenan untuk menggempur Mandaraka dan merebut sang putri pujaannya itu. Di tempat lain, Prabu Yudhistira, Dewi Drupadi, Arya Wrekodara, Raden Nakula dan Raden Sadewa beserta para Punakawan sedang dalam perjalanan ke Mandaraka. Di tengah jalan, Prabu Yudhistira mengkhawatirkan kepergian Raden Permadi yang belum pulang ke Amarta sejak membantu Prabu Kresna mendapatkan Dewi Setyaboma dan Resi Hanoman Mayangkara menangkap sukma Prabu Rahwana. Raden Wrekodara kemudian menenangkan hati kakaknya itu “Sudahlah, kakang Prabu. Gak usah khawatir. adhi Jlamprong pasti baik-baik saja. Sebelum aku pulang, dia sudah izin padaku untuk menemui salah satu istrinya, Dinda Manuhara.” Lalu mereka berpapasan dengan Prabu Anom Suyudana dan Adipati Karna. Prabu Yudhistira segera menghormat pada sang kakak tertua lalu dia bertanya padanya “kakang Adipati, kenapa kalian berada disini? Bukannya akan kakang Prabu Anom akan segera menikah dengan kakang mbok Banowati?” kemudian Adipati Karna menceritakan dua persyaratan untuk Prabu Anom Suyudana kalau ingin menikahi Banowati. Prabu Yudhistira menjadi prihatin lalu menyarankan agar mereka menemui Permadi di desa Andong Sumawi di rumah Resi Sidiwacana. Prabu Yudhistira kemudian meminta Ki lurah untuk menyertai Adipati Karna “kakang ki lurah, kalian ikutlah kakang Adipati dan Prabu Anom. Biar aku dan aik-adik yang duluan ke Mandaraka.” “sesuai permintaanmu, ndoroku. Mari anak-anakku.” Singkat cerita, para Punakawan mengikuti Adipati Karna dan Prabu Anom Suyudana untuk menemui Permadi di desa Andong Sumawi.
Benar saja, Raden Permadi yang dicari-cari memang sedang berada di desa Andong Sumawi. Dia sedang berbulan madu dengan sang istri, Dewi Manuhara. Semenjak ditolong oleh Dewi Manuhara, Raden Permadi menyimpan cinta pada Dewi Manuhara begitupun sebaliknya. Namun, Raden Permadi sadar diri bahwa dia sudah ditunangkan sejak kecil oleh Dewi Bratajaya, sepupunya sendiri. Dewi Manuhara merasa sedikit kecewa dan sadar bahwa tak mungkin seorang gadis desa menikahi seorang pangeran termahsyur sudah ditunangkan dengan putri raja pula. Demi membesarkan hati sang calon istri, dia berkata bahwa Dewi Manuhara tetap bisa menjadi istrinya meskipun bukan permaisuri dan boleh datang ke Amarta atau Madukara kapan saja. Dewi Manuhara merasa bersyukur sekali dan ikhlas menjadi istri peminggir saja. Dia sadar dia tak akan diboyong ke Madukara tapi akan tetap bersama sang ayah. Walau demikian, asalkan dia bisa melayani sang pangeran, itu sudah membahagiakan hatinya. Demikianlah Raden Permadi dan Dewi Manuhara menikah secara sederhana. Kini Raden Permadi sedang menikmati masa-masa bulan madunya. Di saat yang sama, datanglah Adipati Karna dan Prabu Anom Suyudana beserta para punakawan. Raden Permadi segara menghampiri mereka dan bertanya. Lalu Adipati membuka kata “begini adhi Permadi, aku dan kakang Suyudana membutuhkan bantuanmu. Kakang Prabu Anom kini akan menikahi rayi Banowati dan dia meminta syarat. Salah satu syaratnya Rayi Banowati ingin dirias oleh pemuda paling tampan. Yang aku tahu hanya kau lah pemuda paling tampan itu dan kau sendiri pandai merias diri.” Raden Permadi bergetar hatinya. Di dalam hatinya, dia masih menyimpan cinta tapi apa mau dikata, takdir berkata lain. Dia teringat pada kata-kata Batari Durga waktu pernikahan Prabu Baladewa dan Dewi Erawati tempo hari. Dia harus merelakan Dewi Banowati karena dia bukanlah jodohnya. Dengan wajah merah padam menahan perasaan kesal dan malu, dia mengiyakan permintaan sang kakak tertua dan Prabu Anom Suyudana.
Raden Permadi, Adipati Karna, dan Prabu Anom Suyudana memohon pamit kepada Resi Sidiwacana dan Dewi Manuhara. Sebelum mereka pergi, Resi Sidiwacana menawarkan diri membantu menemukan gajah putih dan srati wanitanya.”tunggu,nak. aku akan ikut kalian mencarikan gajah putih dan srati wanitanya. Aku punya teman lama bernama Ratu Clekutana, pemimpin para Gandarwi di hutan Pringgabaya. Putrinya, Nini Mirahdinebak seingatku, dia punya seekor gajah putih yang kalian cari.” Mereka berterima kasih sekali telah mendapatkan bantuan itu. Dewi Manuhara juga mendoakan sang suami agar berhasil dan dapat kembali ke Amarta dengan selamat. Raden Permadi berjanji kalau saat anak mereka lahir, dia akan datang lagi ke desa Andong Sumawi.
Singkat cerita, mereka berdelapan orang sampai di Hutan Pringgabaya. Permadi segera mengoleskan Lisah Jayengkaton ke sekitar mata sang kakak dan Prabu Anom Suyudana. Berkat minyak ajaib itu, mereka bisa melihat sebenarnya dari hutan Pringgabaya. tempat yang terlihat seperti kumpulan pohon, semak belukar, dan sulur-sulur ternyata adalah sebuah istana yang megah berhiaskan berlian dan emas. Alam gaib di hutan itu terbuka. Ketika memasuki istana itu, Ratu Clekutana dan Nini Mirahdinebak menyambut mereka menandakan kedatangan mereka diterima. Ratu Clekutana bertanya pada teman lamanya”Sidiwacana, ada angin apa kau sampai capek-capek datang kesini, sahabatku? “ “begini, keperluanku datang kesini untuk meminta izin padamu untuk meminjam putrimu dan gajahnya.” Ratu Clekutana mempersilahkannya namun putrinya memberikan syarat ”Ibu aku bersedia tapi dengan satu syarat.” Adipati Karna bertanya “Apa syaratnya? Kalau minta tumbal nyawa kakang Prabu, aku rela jadi gantinya.” “tidak, Adipati. Aku bukan makhluk kejam haus darah yang meminta tumbal nyawa sana-sini. Syarat itu akan kami bicarakan empat mata dengan Suyudana di taman belakang.” Untuk menjaga privasi mereka, Ratu Clekutana mengajak mereka kecuali Suyudana dan Mirahdinebak melihat-lihat hutan Pringgabaya dari sisi alam gaibnya.
Di taman belakang istana Pringgabaya gaib yang sepi tak ada siapapun disitu, Prabu Anom Suyudana dan Nini Mirahdinebak membicarakan apa persyaratannya. Nini Mirahdinebak berkata “kakang, sebenarnya syarat itu mudah sekali. Izinkan aku kelon denganmu di taman ini.” “apa? kalau syaratnya seperti itu, aku rasa aku tak sanggup jika harus tidur denganmu.” Nini Mirahdinebak merayunya, “ayolah kakang. ini akan menguntangkanmu. Kau bisa menikahi pujaan hatimu sekaligus gajahku akan jadi milikmu selamanya. Gajah putihku bernama Murdaningkung adalah gajah keturunan dari gajah Erawata milik Batara Indra. Kekuatan gajahku diatas kemampuan gajah rata-rata. Jadi akan menguntungkan dalam peperanganmu nanti.” Prabu Anom Suyudana menimbang-nimbang, pada akhirnya dia setuju dan bersedia tidur dengan Nini Mirahdinebak. Nini Mirahdinebak segera membuat aura pelindung mengelilingi taman itu dan memulai persetubuhan itu. Prabu Anom Suyudana menggerayangi dan melihat tubuh Mirahdinebak yang seksi namun berkulit hitam bagai arang itu menjadi ketakutan dan jijik sehingga dia memejamkan matanya. Begitu mereka sama-sama puas, mereka segera mengakhiri permainan enam sembilan itu dan segera mandi di sendang di tengah taman itu. Begitu menceburkan diri, Prabu Anom Suyudana seketika merasa kembali perjaka begitupun nini Mirahdinebak kembali perawan juga. Rupanya ini buah dari sumpah Suyudana sebelum mencari syarat-syarat pernikahannya tadi, dia berhasil mencari syarat-syarat itu tapi juga harus mengorbankan harga dirinya sebagai perjaka. Karena syarat-syarat telah terpenuhi, mereka segera menemui semuanya yang baru balik berkeliling hutan. Singkat cerita, Adipati Karna, Raden Permadi, dan Prabu Anom Suyudana beserta para punakawan dan Nini Mirahdinebak yang naik gajah Murdaningkung segera berangkat ke Mandaraka sementara Resi Sidiwacana kembali ke desa Andong Sumawi. Begitu meninggalkan Pringgabaya, istana itu menghilang kembali tertutupi oleh pepohonan, semak, dan sulur. Semuanya kembali menjadi hutan.
Sementara itu, di kerajaan Mandaraka sedang disiapkan pesta pernikahan Prabu Anom Suyudana dan Dewi Banowati. Arya Burisrawa sedang membantu memasang umbul-umbul dan panggung sementara Bambang Rukmarata menyusun dekorasi. Telah hadir pula para kerabat Mandaraka yakni, keluarga Hastinapura yaitu Prabu Dretarastra. Dewi Gendari, Patih Arya Sengkuni, dan Resi Dorna. Lalu datang pula keluarga Pandawa dari Amarta dan wakil keluarga Yadawa yaitu, Prabu Baladewa beserta Dewi Erawati, Prabu Kresna, dan Dewi Bratajaya. Semenjak dirinya diculik oleh sukma Prabu Rahwana tempo hari, Dewi Bratajaya memilih tidak pulang ke Mandura tapi menetap di Dwarawati berkumpul dengan ketiga iparnya. Tak lama setelah kedatangan keluarga Pandawa dan Yadawa, terdengarlah suara iring-iringan mempelai pria ke arah kotaraja. Terlihat Prabu Anom Suyudana begitu gagah mengendarai seekor gajah putih yang dikusiri Nini Mirahdinebak. Dibelakangnya, terlihat Adipati Karna dan Dewi Srutikanti mengendarai Kereta Jatisura. Di belakangnya lagi, disusul iring-iringan para Kurawa yang dipimpin Arya Dursasana, Raden Permadi dan para Punakawan. Hari itu, selain Prabu Anom Suyudana, para Kurawa, dan Adipati Karna yang nampak cemerlang dengan pakaian kebesaran mereka, Raden Permadi yang juga memakai pakaian kebesaran menjadi fokus bagi semua orang terutama Dewi Banowati dan Dewi Baratajaya. Dewi Banowati menjadi salah tingkah dan gagal fokus melihat sang pujaan hati yang kini akan menjadi masa lalunya itu. Dewi Bratajaya yang menyadari itu semua menyindir Dewi Banowati dengan gayanya yang lugas “Haduduh.... rupanya sang pungguk kembali melihat sang bulan. Aku sendiri heran siapa sih yang mau dinikahkan pada Dinda Banowati, Kakang Prabu Anom apa kakang Permadi sihh?” “adik, jaga ucapanmu. Ini pernikahan, bukan tempat menggunjing.” Prabu Baladewa menegur adiknya dan dengan sigap, Prabu Baladewa segera membawa sang adik bungsu pergi menghindar. Memang apa yang di kata orang, di mata Dewi Banowati maupun Dewi Bratajaya, Permadi adalah harta berharga. Sebaliknya, bagi Permadi baik Banowati maupun Bratajaya, cintanya kepada keduanya sama besar dan tak bisa berkurang sedikitpun.
Singkat cerita, Dewi Banowati segera memasuki kamar untuk dirias. Prabu Anom Suyudana ingin melihat tapi Dewi Banowati melarangnya karena menurutnya pemali bila mempelai pria melihat mempelai perempuan sedang dirias. Sembari dirias, Dewi Banowati mengajak bicara sang kekasih, namun Permadi tak menggubrisnya. Hanya wajahnya yang memerah padam menahan malu. Dewi Banowati bersedih dan menyatakan perasaannya sembari menitikkan air mata “kakang permadi, teganya kau. Aku hanya ingin bicara padamu. Aku mencintaimu tapi aku harus menikahi orang lain. Tak kecewakah kakang? Sungguh bila demikian, kakang tak lebih dari maniak cinta.” Permadi tak mampu lagi menahan perasaannya dan mengungkapkan isi hati juga “maafkan aku. Aku sebenarnya sangat cemburu. Aku kesal karena kau harus menikahi kakang Suyudana. Ingin rasanya aku menghabisinya agar bisa mendapatkanmu. Kalau perlu kita kawin lari saja.” Dewi Banowati terkejut mendengarnya lalu mengingatkan sang kekasih untuk melupakan niatnya itu. lalu dia mengingatkan Permadi bahwa jodoh sejatinya adalah Dewi Bratajaya “kakang, ku mohon berpkirlah jernih. Belajarlah untuk mengikhlaskan yang bukan milik kita. Lupakan aku dan bahagiakanlah rayi Bratajaya, kakang telah ditakdirkan berjodoh dengannya. Biarkan cinta diantara kita menjadi cerita dan kenangan.” Raden Permadi terharu dan bertanya mengapa dia bisa selapang dada seperti itu. Banowati bercerita bahawa beberapa hari sebelum dilamar oleh Prabu Anom Suyudana, dia mendapat sebuah mimpi dimana dia melihat perang dahsyat yang melibatkan ayahnya, kedua saudaranya, seluruh raja di Jawadwipa, para Kurawa dan para Pandawa. Diceritakanlah mimpi itu pada ayahnya. Prabu Salya menjelaskan bahwa perang dalam mimpinya itu adalah firasat dari sebuah takdir yang tak dapat dielakkan. Keturunan Pandu Dewanata ditakdirkan bermusuhan dengan keturunan Dretarastra dan puncaknya adalah perang besar di Tegal Kurusetra, Mahapralaya Baratayudha yang melibatkan seluruh negara di Jawadwipa. Karena itu, dia menerima lamaran Suyudana agar dia bisa menjadi mata-mata para Pandawa untuk mencari kelemahan Kurawa. Dewi Banowati bersumpah setia pada para Pandawa meskipun harus memberikan raganya pada Suyudana.
Permadi begitu terharu dan petahanannya jebol. Air mata yang ditahannya kini mengalir menganak sungai. Merekapun saling berpelukan erat hingga tanpa sadar, mereka terlena dan tak mampu lagi menahan perasaan sehinggalah kedua insan itu tergoda birahi yang meluap-luap dan terjadilah sebuah kecelakaan yang tak mereka sadari. Raden Permadi kemudian menggendongnya dan mendudukkannya di atas kasur. Raden Permadi kemudian melanjutkan riasannya.
Di luar kamar, Prabu Anom Suyudana duduk menunggu. Di dalam hatinya, kegelisahan dan perasaan cemburu berkecamuk karena Dewi Banowati lama sekali diriasnya. Karena tak mampu bersabar lagi, dia menggedar-gedor kamar Dewi Banowati yang terkunci dari dalam. Dibakar cemburu, Prabu Anom Suyudana menendang pintu itu dengan Ajian Sahasra Maushal. Akibatnya, pintu pun terbanting dan jebol. Betapa terkejutnya bahwa mereka masih berhias diri. Suyudana merasa curiga kenapa meriasnya lama sekali “rayi dewi, kenapa lama sekali?” “Tentu saja lama. Ini merias pengantin bukan dandan biasa. Harus teliti dan hati-hati. Salah-salah nanti malah jadi bahan gunjingan sana-sini. Aku kecewa pada kakang Suyudana. Kakang tak sabaran. “ Prabu Anom Suyudana membela dirinya “aku melakukan ini karena perasaan gelisah ini. Aku takut kehilanganmu. Sekarang aku tanya, apa kau didalam melakukan hal itu? aku akan kecewa sekali kalau kau sampai tak perawan.” Dewi Banowati marah-marah dikatai begitu dan dia membalas “kakang keterlaluan!!! Mau menangnya sendiri. Mau menikah cari yang perawan padahal diri sendiri belum tentu masih perjaka! Apa kakang sendiri berani bersumpah kalau kau masih perjaka? Berani tidak??” Suyudana terdiam tak berani bercakap karena sadar bahwa dia sendiri sudah tak perjaka sejak bermain cinta dengan Mirahdinebak, sang srati gajah Murdaningkung. Kemudian Prabu Anom Suyudana keluar dan mempersilakan Permadi untuk melanjutkan rias pengantin.
Siang harinya, upacara pernikahan antara Prabu Anom Suyudana dengan Dewi Banowati diselenggarakan lalu dilanjutkan dengan pesta resepsi yang sangat meriah. Prabu Anom Suyudana kemudian membawa sang istri berkeliling kotaraja naik gajah Murdaningkung.
Pernikahan Suyudana dan Banowati
Raden Permadi memerah wajahnya, sembab matanya menahan air mata karena bersedih hati melihat pujaan hatinya menikahi orang lain dan tahu bahwa di balik senyum Banowati yang sumringah itu, batin Banowati justru sedang berduka. Perasaan duka lara yang dialami Permadi perlahan hilang ketika memandang Dewi Bratajaya yang duduk di kursi undangan. Justru perasaan suka dan cinta menyembul dari retakan di hatinya. Permadi sendiri tak habis pikir bagaimana bisa dia bisa jatuh hati pada banyak wanita sekaligus dalam satu waktu. Di satu sisi dia sangat mencintai Dewi Bratajaya namun di sisi lain dia juga benar-benar sayang pada Dewi Banowati. Di sisi yang lain pula dia juga sangat kasih pada istri pertama dan keduanya,  Dewi Jimambang dan Dewi Manuhara yang ia tinggal di rumah orang tua mereka masing-masing. Anugerah cinta Permadi memang membawa kebahagiaan sekaligus kesedihan tersendiri.
Di saat Prabu Anom Suyudana dan rombongan berarak keliling kotaraja itu, mereka dikejutkan oleh kedatangan Prabu Jayalengkara dan para pasukannya yang datang tiba-tiba. “hei raja muda, serahkan perempuan di sampingmu itu atau ku obrak-abrik pestamu dan ku cincang isi perutmu.” Suyudana sangat marah mendengarnya. Dia ingin melawannya namun hal itu dicegah oleh Adipati Karna dan Arya Wrekodara. Mereka menawarkan diri untuk melawan Prabu Jayalengkara. Pasukan jin Alas Klangenan kemudian menyerang Adipati Karna yang seorang diri. Namun berkat olesan Lisah Jayengkaton dari adiknya, dia mampu mengalahkan pasukan jin itu. Sisa-sisa dari mereka lari tunggang langgang. Sementara itu, Prabu jayalengkara yang terus berlawan dengan Arya Wrekodara menjadi terdesak. Lalu dia menyandera Dewi Bratajaya yang sedang duduk di dekatnya. “huaahahahaha.....serahkan Banowati sekarang atau ku bawa perempuan cantik ini.” Arya Burisrawa menjadi beringas lalu dia menyerang sang raja jin Alas Klangenan itu dengan membabi buta. Sejak pertemuannya saat pernikahan Dewi Erawati, Arya Burisrawa diam-diam telah jatuh cinta pada Bratajaya. Namun Arya Burisrawa yang menyerang serampangan itu dapat dikalahkan dengan mudah oleh Prabu Jayalengkara. Lalu Arya Wrekodara kembali maju. Kali ini Permadi juga ikut melawan raja jin itu. Permadi yang marah melihat cintanya disandera segera merentangkan Busur Gandiwa dan merapal ajian Prahara Bana. Seketika panah-panah yang dikeluarkan Permadi mengeluarkan topan badai yang membawa terbang Prabu Jayalengkara. Dewi Bratajaya kemudian diselamatkannya. Ketika Prabu Jayalengkara melesat jatuh dari angkasa, Arya Wrekodara segera merapal ajian Angkusa Prana ikut melesat ke angkasa dan menyabetkan Kuku Pancanaka miliknya. Raja jin itu jatuh tewas dengan isi perut tercincang dan kepala remuk menghantam tanah lalu jasadnya menghilang bagaikan debu. Setelah para pasukan alas Klangenan pergi semua, arak-arakan itu kembali dilanjutkan dengan meriah.
Tiga puluh lima hari setelah pernikahan, Prabu Anom Suyudana memboyong Dewi Banowati ke Hastinapura. Sesampainya disana, Prabu Dretarastra, Dewi Gendari, Patih Sengkuni dan seluruh saudara-saudaranya, para Kurawa menyambut kedatangan mereka. Prabu Dretarastra mendekati putra tertuanya itu “Putraku, kini kau sudah dewasa dan sudah mendapatkan orang yang bisa diajak timbang-timbang. Sudah saatnya ku serahkan takhta ini.” Keesokan harinya, Maharesi Bhisma datang bersama Resi Dorna melantik Suyudana menjadi raja Hastinapura secara penuh bukan lagi sebagai raja muda.
Duryudana naik takhta menjadi raja Hastinapura
Setelah upacara pelantikan, Suyudana duduk di atas takhta bersama permaisurinya. Lalu dia berseru” para hadirin, mulai saat ini aku lah raja Hastinapura yang baru dan aku akan menamai diriku Duryudana.” Demikianlah, kini Negara Hastinapura memiliki raja baru yaitu sulung Kurawa, Prabu Duryudana. Jika makna dari Suyudana adalah“dia yang terbaik” maka Duryudana bermakna “dia yang tak pernah terkalahkan.” Maksud dari itu semua karena Prabu Duryudana ingin menghibur diri bahwa dia telah menang persaingan dari Para Pandawa dan Kresna.
*selain nama Suyudana, Duryudana memilik beberapa nama julukan lain, diantaranya Kurunata (putra sulung Dretarastra), Kurupati (sulung para Kurawa), Gendarisuta (anak Dewi Gendari), Kurendrapati (raja para Kurawa), Dretarastratmaja (putra Dretarastra), Jakapitana, Jayawitana, dan Tripamangsah.