Rabu, 31 Mei 2023

Prabu Danuasmara (Partajumena Krama)

 Hallo semua, penikmat dan pembaca kisah pewayangan. Kisah ini menceritakan tentang kisah perjalanan dan pernikahan Bambang Partajumena putra Prabu Sri Kresna. ia dikaruniai dua isteri yakni Dewi Mayawati dan Dewi Rukmawati alias Kusumadewati putri Arya Rukmana. Dikisahkan ia juga menjadi raja Dadapaksi bergelar Prabu Danuasmara. Kisah ini mengambil sumber dari Kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa dan blog albumkisahwayang.blogspot.com

Alkisah, Prabu Sri Kresna dihadap lima permaisurinya, Patih Udawa, Arya Sencaki, dan Prabu Baladewa. Mereka sedang membahas Bambang Partajumena, Putra Sri Kresna dengan Dewi Rukmini yang sampai saat ini belum pulang ke Dwarawati. Padahal sebentar lagi akan diadakan sayembara Dewi Rukmawati (Kusumadewati), putri Arya Rukmana dari Kumbinapuri. Prabu Kresna berkata akan ada masalah yang dihadapi Partajumena. Dewi Radha dan Dewi Rukmini jadi khawatir namun sang prabu bisa meyakinkan kedua permaisurinya itu. Prabu Kresna meminta kakaknya, Prabu Baladewa agar tetap menunggu di sayembara Dewi Rukmawati untuk mewakilkan keponakannya itu.

Bambang Partajumena saat ini dikurung seorang raja raksasa bernama Ditya Sambhura. Ditya Sambhura mendengar kalau ada ramalan berkata bahwa ia akan mati di tangan putra Dewi Rukmini. Ia lalu meminta Dewi Mayawati, isterinya untuk membunuh Partajumena dan mengambil jantungnya. Namun Dewi Mayawati berbohong dan mengganti Partajumena dengan jantung kera. Di dalam rumah Dewi Mayawati, Bambang Partajumena bertanya "Mayawati, kenapa aku tidak dibunuh saja? Bukankah akan lebih mudah bagimu membunuhku?" " Ampun pangeran, saya tidak tega. Apalagi kau putra rajaku, Sri Kresna. Kalau kau ingin selamat dari Sambhura, akan ku ajarkan semua ilmu ilusi, gendam, dan maya."

Partajumena mengalahkan Sambhura
Singkat cerita, Mayawati mengajari ilmu gendam dan ilusi kepada Bambang Partajumena. Setelah cukup mumpuni, Bambang Partajumena melawan Ditya Sambhura dengan menyamar sebagai penggembala sapi. Ilusi yang diciptakan Partajumena jauh lebih kuat daripada Ditya Sambhura sehingga Ditya Sambhura dapat dikalahkan. Dewi Mayawati pun diperistri namun janda Ditya Sambhura itu bersedia hanya jadi selir Partajumena saja. Partajumena paham dan mengangkat Mayawati sebagai selir.

Singkat cerita, di tengah perjalanan ke Kumbinapuri, bertemulah Prabu Baladewa dengan seorang raja ke negara Kumbinapuri bernama Prabu Danuasmara dari kadipaten Dadapaksi. Sang raja itu tampan berwibawa. Ia ingin melamar Dewi Rukmawati. prabu Baladewa marah besar karena keponakannya akan dilangkahi seorang ksatria yang tidak jelas asal-usulnya. Prabu Baladewa berusaha mengalahkan raja muda itu namun entah kenapa sang raja Mandura kehilangan stamina sangat cepat. Pada akhirnya, ia kalah dan bersedia ikut kepada Prabu Danuasmara malah meminta sang raja Mandura melamar kan Dewi Rukmawati kepadanya. Ketika sampai di Kumbinapuri, saat itu yang melamar Dewi Rukmawati yang bertahan cuma dua orang, pihak Prabu Danuasmara dan pihak Lesmana Mandra dari Hastinapura. Patih Sengkuni menyindir Parabu Baladewa suka melamarkan anak orang, dulu anak Duryudhana sekarang anak orang yang tidak jelas. Padahal anak sendiri belum diperhatikan jodohnya. Prabu Baladewa terbakar emosi kerna aibnya diungkit. Arya Rukmana segera melerai perdebatan tak berfaedah itu dan meminta putrinya memberitahu siapa yang ia ingin nikahi. Dewi Rukmawati pun berkata " ampuni saya atas keragu-raguan saya...saya tidak bisa menerima dua diantara kalian kecuali diantara gusti Lesmana atau paduka Danuasmara mampu membawakan Gamelan Lokananta di pernikahan saya nanti." Patih Sengkuni menyebut Dewi Rukmawati sebagai bocah ingusan yang banyak mau dan banyak mengkhayal. Namun tanpa diduga, Prabu Baladewa berkata "baik, kami mampu mewujudkan syarat itu." Usai berkata begitu, Prabu Baladewa bersama Prabu Danuasmara pergi meninggalkan Kerajaan Kumbinapuri. Patih Sengkuni dan rombongan Kurawa pun menyusul pergi. Patih Sengkuni dan Begawan Dorna meminta bantuan dari Dewi Wilotama, mantan isteri Begawan Dorna untuk meminjamkan Gamelan Lokananta. Dewi Wilotama setuju dan segera melesat pergi ke kahyangan.

Entah karena apa, Prabu Baladewa merasa kalau Prabu Danuasmara tidak asing bahkan ada semacam ikatan yang kuat dengannya. Sang raja Mandura diajak ke istananya di Dadapaksi. Ketika sampai, Prabu Baladewa kagum dengan keindahan istana itu. Prabu Baladewa dijamu dengan mewah. Lalu sang raja Dadapaksi membisiki sesuatu yang benar-benar mengejutkan bagi sang Balarama. Prabu Baladewa diminta oleh raja muda itu untuk menjaga istana Dadapaksi sementara ia akan pergi mencari syarat sayembara yakni Gamelan Lokananta. Di tengah jalan, Prabu Danuasmara bertemu kakek Semar dan tiga putranya yakni Gareng, Petruk, dan Bagong. Kakek Semar lalu menebak " gusti ini pasti gusti prabu Danuasmara dari Dadapaksi." Prabu Danuasmara kaget lalu berkata " eh..iya Gusti Semara." " Panggil saja Kakek Semar, gusti." Prabu Danuasmara bertanya kenapa kakek Semar bisa tau dia Prabu Danuasmara. Kakek Semar menjelaskan kalau Prabu Kresna memintanya untuk membantu seorang raja muda dari Dadapaksi. Katanya itulah cara menemukan keberadaan Bambang Partajumena yang selama ini menghilang. Prabu Danuasmara seketika kaget namun ia menahannya. Prabu Danuasmara meminta bantuan kepada kakek Semar untuk meminjamkan Gamelan Lokananta dari kahyangan. Kakek Semar berkata "kalau ingin dapat gamelan itu, gampang sekali.... Ikut aku sekarang." Seketika dengan kecepatan kilat, kakek Semar dan Prabu Danuasmara menghilang.

Prabu Danuasmara dan Kakek Semar sampai juga di kahyangan. Batara Indra bersama ratusan bidadara-bidadari menyambut kedatangan mereka. Batara Indra bertanya "apa perlu uwa dan kanda Kamajaya ke kahyangan." Prabu Danuasmara tidak paham apa yang dimaksud Batara Indra. Kakek Semar berkata jangan terlalu dipikirkan. Rupanya Prabu Danuasmara tidak tahu bahwa ia sebenarnya salah satu penitisan dari Batara Kamajaya. Kakek Semar meminta Prabu Danuasmara mengatakan apa keinginannya " ampun, pukulan....hamba ingin meminjam Gamelan Lokananta untuk sarana sayembara pernikahan saya." Batara Indra lalu bilang "oh....cuma itu saja....akan aku pinjamkan. Tapi setelah pernikahanmu selesai, kembalikanlah." Prabu Danuasmara bersedia. Batara Indra mengeluarkan cupu (kotak perhiasan). Gamelan Lokananta seperangkat itu dengan ajaib masuk dan muat di dalam cupu kecil itu. Batara Indra meminta agar Prabu Danuasmara berhati-hati. Sang raja Dadapaksi itu berterimakasih atas kemurahan sang raja para bidadara dan bidadari itu.

Di tengah perjalanan pulang, datang para Kurawa bersama raksasa bernama Wilasura. Ditya Wilasura berusaha merebut cupu sakti milik sementara Para Kurawa mengeroyok pertahanan Prabu Danuasmara namun Prabu Danuasmara cerdik. Ia menggunakan kekuatan maya (ilusi) dan membuat para Kurawa kalang kabut. Ditya Wilasura juga berhasil dikalahkan.

Danuasmara menyerang Wilasura
Ditya Wilasura kembali ke wujud aslinya yakni Dewi Wilotama. Setelah mengalahkan Wilasura, Prabu Danuasmara berhasil mengalahkan para Kurawa dengan kekuatan ilusi pula. Para Kurawa dibuat linglung dan lupa diri sementara, seakan-akan mereka berada di surga.

Di kerajaan Kumbinapuri, Arya Rukmana telah mendapat kabar kalau Prabu Danuasmara telah berhasil membawa Gamelan Lokananta. Segera Dewi Rukmawati turun ke keraton diikuti oleh ayahnya. Namun yang mengejutkan, bukan Prabu Danuasmara yang ada di sana melainkan Bambang Partajumena yang telah memakai baju pengantin bersama keluarganya yakni Prabu Kresna bersama Dewi Radha, Dewi Rukmini, dan 16.008 isterinya, Patih Udara, Arya Sencaki, Prabu Baladewa. Di belakangnya juga ada Arjuna ditemani Dewi Sumbadra bersama Abimanyu dan Siti Sundari. Arya Rukmana murka merasa dipermainkan, bukan Danuasmara yang berhasil mendapatkan Gamelan Lokananta melainkan Partajumena yang bahkan tidak datang di sayembara. Prabu Baladewa menjelaskan bahwa Prabu Danuasmara adalah Partajumena sebagai raja Dadapaksi. Lalu dengan kekuatan maya, Bambang Partajumena mengubah pakaian pengantinnya sebagai busana raja. Seketika peampilannya berubah sebagai Danuasmara. Arya Rukmana menjadi reda kemarahannya. Perdamaian antara keluarga Kresna dengan Arya Rukmana kembali erat. Pernikahan antara Bambang Partajumena dan Dewi Rukmawati berlangsung dengan sangat meriah diiringi alunan lembut tabuhan Gamelan Lokananta dan senandung dari seruling Pemikat Rahsa yang dimainkan Prabu Kresna.

 

Sabtu, 27 Mei 2023

Bambang Kandhihawa (Srikandhi Lanang)

 Hai semua penikmat dan pembaca cerita pewayaangan. Kisah ini menceritakan tentang Dewi Srikandhi yang menyamar sebagai Bambang Kandhihawa bertukar kelamin dengan Begawan Amtuna yang merupakan penyamaran Arjuna dengan cara tak biasa. Berkat pertukaran itu, Dewi Srikandhi bisa menjadi ayah dari Arya Nirbitakawaca, yang kelak menjadi Prabu Niwatakawaca, yaitu raja raksasa yang kelak akan dilawan Arjuna dan Dewi Supraba. Dikisahkan pula karena Arjuna dan Srikandhi berkimpoi dalam keadaan tukar kelamin,, lahir pula seorang ksatria yang kelak membantu para Pandawa bernama Bambang Kesatradewa. Kisah ini mengambil sumber dari Kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa, blog albumkisah wayang.blogspot.com dan beberapa sumber lain.

Alkisahnya, Dewi Srikandhi isteri Arjuna sedang mencari-cari suaminya yang hilang entah kemana. Maka ia menyamar sebagai lelaki atas bantuan Batara Narada bernama Kandhihawa. Rupanya dalam wujud penyamaran itu, putri kerajaan Manimantaka yakni Dewi Durniti jatuh hati. Tanpa tedeng aling-aling, Prabu Jayasudiga, ayah Dewi Durniti menjodohkan mereka. Dilangsungkan lah pernikahan antara Kandhihawa dengan Durniti. Namun samaran Srikandhi ada celahnya. Batara Narada hanya mengubah penampilannya tapi tidak bagian tubuhnya. Penampilan boleh lelaki tapi dia tetap perempuan tulen. Ketika hendak malam pertama, Bambang Kandhihawa menghilang dari Manimantaka. Ia kabur karena ia tidak sanggup melihat wajah kecewa isterinya menyadari bahwa suaminya adalah perempuan tulen. Ketika ia kabur ke hutan, Bambang Kandhihawa bertemu dengan seorang resi berparas buruk rupa bernama Begawan Amtuna alias Stunakarna. Sang resi itu berkata " hei nak....ahhh aku bingung harus menyebutmu le atau nduk...tapi terserahlah....kau pasti punya masalah dengan kewanitaanmu. Aku bisa membantumu. Dalam setahun ini, aku bersedia meminjamkan lingga milikku dan kau bisa menyerahkan yonimu padaku." Setelah berpikir keras, Kandhihawa setuju " baiklah aku setuju....aku akan menerima lingga milikmu di tubuhku."

Bambang Kandhihawa dan Begawan Amtuna bertukar kelamin
Lalu kedua insan itu saling berpelukan dan seketika mulai melakukan senggama. Di saat senggama itu pula, terjadi sebuah keajaiban. Kelamin pria sang resi pindah ke tubuh Kandhihawa dan begitu sebaliknya, kelamin wanita Kandhihawa pindah ke tubuh Begawan Amtuna. kini Begawan Amtuna berubah menjadi wanita dan Bambang Kandhihawa sudah menjadi pria tulen

Setelah menghilang beberapa hari, Bambang Kandhihawa kembali ke Manimantaka. Dewi Durniti yang sudah khawatir dengan suaminya bahagia kembali lalu berkata " Syukurlah...kakanda kembali....aku khawatir sekali. Kakanda di saat malam pertama, kita belum merasakannya. Ayo kakanda....kita ke kamar asmara kita." "Ayo, dindaku yang ayu comel molek.....kakanda juga ingin merasakannya." Malam itu, Kandhihawa dan Durniti saling bermesraan, berkasih-kasihan di atas ranjang berbalut riasan bunga dan wewangian. Puncaknya, mereka lalu membuka baju dan melakukan permainan asmara, nafsu, dan tarikan renjana yang menggairahkan satu sama lain. Di saat melakukan demikian, tanpa sadar ada ruh yang merasuk ke tubuh Bambang Kandhihawa. Itu adalah ruh Arya Durnita, kakak Durniti yang sudah lama meninggal. Dikisahkan, Durnita meninggal muda karena mengakhiri hidupnya sendiri. Alasannya karena tak sanggup untuk menahan hasrat sensual kepada sang adik. Ruh Durnita pun mulai merasuk ke tubuh Kandhihawa sambil berkata " aku dan dindaku tidak bersatu dalam wujud fisik, tapi akan ku satukan hasratku dan hasratku lewat laki-laki baik ini." Perkimpoian mereka sangat nikmat dan memuaskan. Setelah puas, mereka semakin sayang dan cinta.

Demikianlah, Bambang Kandhihawa dan Dewi Durniti pun hidup berumah tangga dengan perasaan bahagia. Setelah berganti kelamin sebagai laki-laki dan dirasuki ruh Arya Durnita, kini Bambang Kandhihawa bagaikan lupa diri bahwa ia sebenarnya adalah Srikandhi yang sedang menyamar. Tak disangka, anak hasil perkimpoiannya dengan Durniti pun lahir. Lahirnya laki-laki. Namun masalah pun seakan tak mau berhenti. Dewi Durniti mengalami komplikasi pasca melahirkan yang membuat dia kehilangan banyak darah. Tak sampai 24 jam, Dewi Durniti dinyatakan sudah tiada. Bersamaan itu pula, ruh Arya Durnita ikut keluar dari tubuh Kandhihawa, menyusul sang adik menuju alam kelanggengan. Sedihlah seluruh Manimantaka terlebih Kandhihawa. Sementara itu, jabang bayi yang baru saja dilahirkan Dewi Durniti tersebut menangis keras karena haus dan lapar. Bambang Kandhihawa berusaha mencarikan ibu susu tetapi si bayi selalu menolak apabila digendong wanita lain. Akhirnya Bambang Kandhihawa merasa putus asa. Ia pun menusuk jarinya sendiri dan meminumkan darahnya ke mulut si bayi. Sungguh ajaib, begitu menelan darah ayahnya, tubuh bayi itu berangsur-angsur berubah menjadi dewasa dalam waktu singkat. Sekarang ia telah tumbuh sebagai seorang pemuda berbadan gagah. Bambang Kandhihawa menamai anak itu Nirbitakawaca.

Sejak ditinggal isterinya, Kandhihawa merasa kesepian. Nirbitakawaca kasihan pada ayahnya dan berniat mencarikan sang ayah itu pendamping baru. Kebetulan ia mendengar ada seorang putri yang cocok. Maka datanglah Nirbitakawaca ke Amarta tepatnya ke Madukara. Kebetulan disana Prabu Yudhistira, Arya Wrekodara, dan Prabu Kresna ada disana membahas menghilangnya Arjuna dan Srikandhi selama setahun ini. Ia datang melamar Dewi Sumbadra, isteri Arjuna yang kabarnya telah menjanda. " Ampun, Arya Wrekodara yang perkasa....aku Nirbitakawaca, putra Kandhihawa dari Manimantaka hendak melamar Dewi Sumbadra untuk ayahku." Arya Wrekodara yang kebetulan di Madukara murka mendengarnya. Iparnya dianggap sudah janda. Namun Prabu Yudhistira punya pandangan lain . Begini katanya " Adhi, menurutku sah-sah saja kalau dinda Sumbadra dianggap sudah janda. Sudah setahun ini dinda tidak mendapat nafkah lahir batin dari adhi kita, Arjuna. Rapi semua akan ku kembalikan pada kanda prabu Sri Kresna." Prabu Kresna berkata " aku sebagi wakil Sumbadra bersedia saja asal dinda Sumbadra dibawakan pohon Dewandaru dan Jayandaru dari kahyangan, baru dinda Sumbadra akan ku serahkan pada Kandhihawa. Apa kau sanggup nak?" Arya Nirbitakawaca menyatakan sanggup. Tanpa ba-bi-bu lagi, sang putra Kandhihawa menuju kahyangan. Arya Wrekodara bertanya " lha..... kanda Jlitheng kok gitu? Wes jelas masio sudah dianggap bercerai tapi dalam berkasnya dinda Sumbadra dan adhi Jlamprong masih sah suami isteri." Prabu Kresna menjawab " tenang adhi, ini cuma siasat saja. Aku punya firasat pemuda itu akan menjadi sarana kemunculan dinda Parta dan dinda Srikandhi." Setelah mengutarakan niatnya, Prabu Kresna pun mohon pamit kepada Prabu Yudhistira untuk kemudian mengajak Arya Wrekodara mengawasi gerak-gerik Nirbitakawaca dari kejauhan.

Di kahyangan, Arya Nirbitakawaca berniat meminta benda yang dimaksudkan Prabu Kresna. Tapi ada suara hatinya berkata " Klo minta baik-baik pasti ditolak sama Batara Indra....lebih baik pohon Dewandaru dan Jayandaru ku curi saja." Berubahlah niat Nirbitakawaca. Ia menyusup ke kahyangan Kawidodaren, tempat tinggal para bidadari. Di sana ia diam-diam mengintip para bidadari yang sedang berada di kaputren bidadari. Ia mengintip dari balik lubang kecil di tembok. Terlihat di sana ada Dewi Supraba, Dewi Lèng lèng Mandanu, Dewi Warsiki, Dewi Tunjungbiru, Dewi Surendra, Dewi Wilotama, Dewi Gagarmayang dan Dewi Prabasini yang baru saja selesai mandi dan hanya memakai kemben basahan saja, hendak membuka pakaian itu. Dewi Supraba dan Dewi Surendra yang paling awas merasakan ada orang tidak benar yang berusaha mengintip mereka " Dinda! kakangmbok! Kalian tenang dulu ada orang yang hendak mengintip kita." Dewi Supraba menyadari ada sebuah lobang kecil dan terlihat dari ekor matanya ada mata seseorang yang mengintip. Dewi Supraba meminta senjata milik Surendra tapi sang saudara sedang tidak bawa senjata, melainkan sebuah kancip, pisau untuk mengiris buah pinang. Segera saja Dewi Supraba mengambil kancip itu dan memasukkannya ke dalam lubang itu. Nirbitakawaca yang sedang terkesima mengintip kecantikan Dewi Supraba tidak menyadari datangnya bahaya. Ia tidak sempat lagi menghindar, sehingga matanya tertusuk kancip itu. Mata yang tertusuk itu pun terluka parah dan menjadikannya picak (buta sebelah).

Berita keributan di kahyangan Kawidodaren terdengar oleh para dewa. Terjadilah perang antara pasukan Manimantaka dipimpin Nirbitakawaca dengan pasukan para dewa. Dewi Supraba dengan lantang berkata " dasar pemuda lancang ....kelakuanmu bak dênawa!" Seketika wujud Nirbitakawaca berubah wujud jadi raksasa/dênawa dengan mata picak. Mengamuklah putra Kandhihawa dengan kekuatannya. Batara Indra segera melemparkan petirnya dan jdaarr....Nirbitakawaca terjatuh ke tengah laut. Pengawal sang pangeran, yakni Patih Jayasaramba dan Tumenggung Jayaprakosa segera melapor kepada Bambang Kandhihawa dan Prabu Jayasudiga. Mereka marah dan bergerak ke kahyangan dengsn kekuatan penuh. Begitu terlihat pasukan Manimantaka mendekati kahyangan, Batara Narada segera mencari orang yang bisa membuat pasukan itu bertekuk lutut.

Sementara itu, Begawan Amtuna yang selama setahun ini menjelma sebagai perempuan telah berganti nama menjadi Begawan Mitunawati. Ia bersama putranya, hasil perkimpoiannya dengan Kandhihawa yakni Bambang Kesatradewa. Suatu keajaiban, walau masih berusia satu tahun, Bambang Kesatradewa sudah mahir berbicara, berjalan, dan berlari. Bambang Kesatradewa bertanya "ibu, kita sudah lama disini tapi tidak melihat ayah. Katakan dimana ayah." Begawan Mitunawati berkata " ayahmu itu bukan ayahmu melainkan ibumu, dan aku bukan ibumu tapi ayahmu. Aku sebenarnya seorang kesatria dari Amarta. Namaku Arjuna. Aku dan ibumu melakukan tukar kelamin setahun lalu sehingga seperti ini." Kesatradewa kaget mendengar hal itu. Meski begitu, ia tetap ingin bertemu sosok ibunya itu. Lalu datanglah Batara Narada membawa kabar " Amtuna atau bisa kupanggil Arjuna...kami para dewa membutuhkan bantuanmu..." " bantuan apa yang bisa ku berikan, pukulun Batara?" Batara Narada menceritakan segalanya. Begawan Amtuna menyanggupi dengan syarat agar Kandhihawa jangan dihukum. Demikianlah, Arjuna mulai membuka penyamaran namun tetap berkelamin wanita akhirnya memutuskan untuk bersedia menjadi jago para dewa. Ia lalu berangkat bersama Batara Narada menuju Kahyangan. Bambang Kesatradewa turut dibawa serta.

Di Kahyangan, Bambang Kandhihawa masih mengamuk menghadapi pasukan Dorandara. Tiba-tiba datang Arjuna, menghadang dan segera menghujaninya dengan anak panah. Kandhihawa sibuk menangkis hujan anak panah tersebut sehingga membuat dirinya menjadi lengah. Kesempatan ini segera dimanfaatkan Arjuna untuk membaca mantra. Seketika Bambang Kandhihawa diam saja seperti kena pukau. Arjuna segera memeluk pria banci itu. Beberapa saat kemudian, kelamin mereka pun kembali bertukar seperti sediakala. Arjuna kini kembali berkelamin laki-laki, sedangkan Bambang Kandhihawa kembali berkelamin perempuan. Prabu Jayasudiga kaget melihat mantunya dipeluk pria lain. Mengira mantunya itu hendak diajak hubungan sesama jenis, Prabu Jayasudiga menyerang Arjuna. Namun datang Bambang Kesatradewa menghalanginya. Prabu Jayasudiga mengamuk seraya berkata " hei anak kecil...minggir dari jalanku!" Sang Prabu lalu menginjak-injak Bambang Kesatradewa. Namun terjadi keajaiban, meski diinjak-injak Bambang Kesatradewa tidak kesakitan bahkan langsung berubah wujud menjadi pria dewasa dalam sekejap. Dengan panah Sarotama pemberian ayah yang sekaligus ibunya, Bambang Kesatradewa menembak raja raksasa itu dan tewaslah ia. Patih Jayasaramba dan Tumenggung Jayaprakosa menyerah dan mohon ampun kepada para dewa. Batara Narada muncul dan mengampuni mereka berdua. Keduanya pun dipersilakan untuk pulang ke Manimantaka. Batara Narada berkaea "kalian berdua jangan khawatir. Nirbitakawaca tidak mati karena serangan Indra. Dia sedang menjemput takdirnya. Sekarang dia sedang bertapa di dalam laut. Kalian tunggu saja dia, dia akan baik-baik saja." Maka pulanglah Patih Jayasaramba dan Tumenggung Jayaprakosa. Mereka pun berganti nama menjadi Mamangdana dan Mamangmurka.

Setelah kembali menjadi wanita, Kandhihawa seolah terbangun dari mimpi. Sejak merawat dan mengasuh Nirbitakawaca, ia bagaikan hilang ingatan. Suatu hari alam pikiran bawah sadarnya berkata bahwa wanita tercantik di dunia adalah Dewi Sumbadra, maka ia pun berhasrat ingin menikahi madunya sendiri. Rupa-rupanya hasrat birahi sebagai lelaki juga muncul karena ia memakai kelamin suaminya, dan ia tidak mampu untuk mengendalikan.

Bambang Kandhihawa kini telah mendapatkan kesadarannya kembali. Sekarang ia ingat bahwa dirinya adalah Dewi Srikandhi yang sedang menyamar, dan lawannya adalah suami sendiri. Namun, untuk menguji cinta suaminya, terpaksa ia pura-pura tidak mengenali suaminya itu dan tetap menantang melanjutkan pertempuran. Raden Arjuna sendiri telah mendapatkan kembali kejantanannya pun langsung merayu sang isteri " duh dinda, aku kangen...duh jangan merajuk begitu." Lama-lama luluh juga Srikandhi " kakanda jahat.....sudah setahun ini ku cari kanda dimana tapi malah ngilang tanpa pamit." Arjuna menjelaskan kalau ia ingin merasakan jadi wanita tulen. Lalu datang Prabu Kresna, Arya Wrekodara, dan Bambang Kesatradewa. Arjuna dan Srikandhi menghaturkan salam. Prabu Kresna bertanya " Parta, kenapa sejak awal kau tidak datang kepada Kandhihawa dan merebut kembali kejantananmu?" Arjuna menjawab "Madhawa, ini suratan takdir kami. Selama ini aku sering menikah sana-sini dengan banyak wanita. Mungkin Yang Kuasa mengharuskanku memiliki kelamin wanita selama setahun ini. Itulah sebabnya aku tidak menemui Kandhihawa. Aku juga tidak berani pulang, tidak mungkin aku ketemu para para istri dengan berkelamin perempuan."Srikandhi lalu bertanya " kanda, siapa anak muda di sebelahku?"

Arjuna memperkenalkan Bambang Kesatradewa
Arjuna berkata " ini anak kita, Kesatradewa. Waktu kita bertukar lingga dan yoni dulu, rupanya Dewata terlah mempertemukan benih kita lalu ditanam ke dalam tubuhku. Jadi begitulah, anak kita juga tidak jelas harus memanggil kita ayah atau ibu karena kita melakukan peran ganda sebagai ayah sekaligus ibunya." Srikandhi terkesan mendengarnya. Bambang Kesatradewa menghormat pada Srikandhi, sosok yang telah membawanya ke dunia ini. Srikandhi senang bisa punya anak dari suaminya setelah sekian lama mendambakan seorang anak, meski dengan cara tidak biasa. Karena semua masalah selesai, mereka pun kembali ke Amarta. Di Amarta, Kesatradewa bertemu para saudaranya sesama putra Arjuna. Oleh Srikandhi, putranya ia beri jejuluk Bambang Suryanegara.

 

Kamis, 25 Mei 2023

Wahyu Cakraningrat

 Hai semua, pembaca dan penikmat wayang sekalian. Kisah kali ini mengisahkan perjuangan tiga anak Pandawa, Kurawa dan Yadawa untuk mendapatkan Wahyu Cakraningrat. Perjuangan mereka diwarnai beberapa kejadian ajaib. Sumber kisah ini berasal dari blog albumkisahwayang.blogspot.com dan sumber-sumber dari internet.

Alkisah di Jawadwipa akan turun sebuah pulung/keberuntungan yang diberikan langsung oleh Batara Guru sang Mahadewa yakni Wahyu Cakraningrat. Siapapun yang akan mendapat wahyu atau pulung ini kelak ia atau keturunannya bisa menjadi raja besar di Jawadwipa. Prabu Kresna segera mengabarkan hal ini kepada para Pandawa. Para Pandawa berembug siapa yang pantas mendapatkan wahyu tersebut. Lalu semua orang sepakat kalau Pancawala yang pantas mendapatkan wahyu Cakraningrat. Prabu Yudhistira berusaha meyakinkan putranya itu untuk mendapat wahyu tersebut namun di luar dugaan, Pancawala tiada berminat menjadi raja. Justru ia mengusulkan sepupunya, Abimanyu saja yang mendapat wahyu itu. Abimanyu tidak mau karena kesannya melangkahi saudara tua." Kakang, aku tidak bisa. Ini menyalahi adat. Seharusnya kakang yang berhak dapat, bukan aku." Namun Pancawala terus mendesak bahkan bersumpah " kalau Dinda Abimanyu berhasil mendapat Wahyu Cakraningrat, aku bersumpah kelak keturunanku bersedia melayanimu dan keturunanmu selamanya." Abimanyu terharu mendengar kakak sepupunya sampai bersumpah begitu, maka demi mewujudkan sumpah sang kakak, Abimanyu diiringi kakek Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong bersedia mencari wahyu itu di hutan Krendhayana.

Sementara itu, Prabu Duryudhana meminta sang putra, Lesmana Mandrakumara untuk meraih wahyu itu. Dengan ogah-ogahan, si pangeran manja itu berkata " ayah, untuk apa wahyu itu kalau aku sendiri kelak jadi raja besar. Lagipula ada atau tidak, tak ada pengaruhnya buatku." Prabu Duryudhana marah besar karena putranya menolak. Sang raja Hastinapura itu mengancam tidak akan memberinya istana megah. Raden Lesmana Mandrakumara kaget dengan sikap ayahnya yang sekarang lebih tegas. Prabu Duryudhana menyabarkan putranya itu dan berkata "sebagai seorang calon raja, kau harus prihatin sekali lagi...kau tidak mau kan ketinggalan dengan anak-anak Pandawa?" mendengar perkataan itu, dendam di hati sang Sarojakesuma itu bangkit dan membara. Pada akhirnya, Raden Lesmana Mandrakumara bersedia pergi untuk meraih wahyu itu dengan syarat harus dikawal para pamannya dan disediakan makan minum yang cukup. Sementara di Dwarawati, Raden Samba sangat kecewa dengan sikap ayahnya yang hanya memberitahu Abimanyu soal Wahyu Cakraningrat. Kebencian Samba kepada Abimanyu kian menjadi karenanya. Dulu ketika Abimanyu masih kecil sudah dipecundangi dan baru-baru ini juga, ia dijebak Irawan, adik Abimanyu. Samba sangat iri dan merasa dianaktirikan oleh Abimanyu yang cuma keponakan sekaligus menantu sang ayah. Dewi Radha dan Dewi Jembawati berusaha menyabarkan Samba namun Samba marah-marah dan mendorong kedua ibunya itu. Bahkan ia mengata-ngatai Dewi Radha "Radha, kau jangan ikut campur...kau disini bukan istri ayahku!!.....kau hanya babu ayahku...urus aja urusanmu sendiri. Dengan cara apapun aku harus mendapat wahyu itu!!!" Samba memutuskan akan pergi sendiri mencari wahyu Cakraningrat mesti tanpa restu orang tua.

Singkat cerita, Raden Lesmana Mandrakumara sudah sampai duluan dengan dikawal para Kurawa menaiki kereta emas. Sebelum melakukan tapa brata, Lesmana Mandrakumara makan dan minum dengan nyaman. Lalu ia masuk ke hutan tempat wahyu itu akan turun. Kawasan hutan itu dijaga ketat para Kurawa yang dipimpin Arya Dursasana. Lalu datang lah Raden Samba yang seorang diri dengan perasaan berkecamuk di dadanya. Para Kurawa menghalangi Raden Samba untuk masuk. Namun entah karena dipicu kemarahannya kepada Dewi Radha, kedengkian nya pada Abimanyu, atau memang kekuatannya yang berlipat ganda sejak pernah memegang trisula Batara Guru, Raden Samba dengan sombongnya mempecundangi para Kurawa dengan kabur lebur cepat dari seketipan mata. Raden Samba bertapa di sisi lain Hutan Krendhayana.

Tiga pencari Wahyu Cakraningrat 
Sementara itu, Abimanyu harus berjuang bahkan sebelum sampai ke hutan Krendhayana. Ia membantu orang tua yang tersesat dulu, lalu mengobati orang sakit bahkan melawan para perampok di desa. Tak jarang akan ada penduduk yang mengeluh aneh-aneh kepadanya, lalu marah-marah tidak jelas seakan menyalahkannya. Abimanyu benar-benar ditempa sedemikian rupa bahkan sebelum duduk bertapa brata di sana. Ketika sampai di pinggir hutan, ia mengintip dari balik semak-semak kalau hutan itu dijaga ketat para Kurawa. Lalu, Abimanyu mencari jalan lain. Ia memilih duduk bertapa brata di selatan hutan dan duduk di atas sebuah batu yang tidak rata.

Di atas hutan Krendhayana, muncul bola cahaya yang merupakan wujud dari wahyu Cakraningrat. Cahaya itu lalu turun kepada Lesmana Mandrakumara. Sebelum masuk ke tubuh Lesmana, cahaya itu bertukar jadi sosok macan raksasa yang mengaum sangat memekakkan telinga. Lesmana Mandrakumara sangat ketakutan. Mukanya begitu pucat pasi sampai ngompol di celana tapi ia berusaha untuk mengabaikannya toh sebelumnya, ia pernah diuji dengan yang lebih seram dari ini. Akhirnya, wahyu Cakraningrat manjing ke dalam tubuh si pangeran mahkota Hastinapura itu. Raden Lesmana Mandrakumara merasa gembira hati dan bangga diri. Maka ia mengajak para pamannya untuk minum-minum sampai mabuk tanpa peduli kalau sekarang ia ada di hutan suci tempat Batari Durga biasa bertapa. Raden Lesmana Mandrakumara juga kedatangan seorang wanita cantik. Ia ikut menari bersamanya. Lalu datang seorang pengemis meminta makanan. Lesmana Mandrakumara lalu dengan kasar mengusir pengemis itu " hei...orang tua, pergi kau!! Ini bukan warung makan!" Pangeran manja itu mendorong pengemis itu sampai jatuh. Seketika wanita cantik itu menolong pengemis itu. Seketika keduanya bertukar wujud jadi hantu yang sangat menyeramkan, yang satu matanya bolong satunya lagi berlumuran darah. Raden Lesmana Mandrakumara ngeri ketakutan setengah mampus. Hantu itu semakin lama semakin dekat dan menghantam perut Lesmana. Seketika bola cahaya jelmaan wahyu Cakraningrat itu keluar dan terbang menjauh. Kedua hantu itu berkata "pangeran aleman dan manja sepertimu tidak pantas dapat wahyu Cakraningrat!!" Begitu dua makhluk halus itu menghilang, Lesmana Mandrakumara pun pingsan.

Sekarang giliran Raden Samba. Ketika wahyu Cakraningrat itu turun kepadanya, ia diuji dengan wahyu itu menjelma sebagai ular raksasa yang melilit badannya. Raden Samba tetap teguh bertapa tanpa ada raut ketakutan sedikitpun. Raden Samba pun terpilih juga jadi wadah wahyu Cakraningrat. Raden Samba merasa kekuatannya jadi berganda-ganda. Si pangeran mahkota Dwarawati itu sangat membanggakan diri bahwa dengan kekuatan sendiri bisa mendapatkan wahyu tersebut. Maka pulanglah Samba ke Dwarawati dengan hati yang sombong dan angkuh karena Wahyu Cakraningrat sudah berada pada dirinya. Tiba-tiba Kurawa mengejar dan meminta wahyu yang sudah berada pada diri Samba. Sudah barang tentu Raden Samba tidak memperbolehkan. Terjadilah peperangan yang sengit. Ternyata tidak ada yang bisa melawan kekuatan Raden Samba. Mereka lari tunggang langgang dan tidak ada lagi yang berani berhadapan dengan Raden Samba. Dengan larinya para Kurawa itu berarti mereka telah kalah dan tidak akan berani lagi mengganggu perjalanannya. Samba merasa dirinya paling kuat dan sakti mandraguna. Dia berani mengatakan ”akulah segalanya.” Bahkan Raden Samba telah berani mengukuhkan ”Akulah orang yang akan menurunkan Raja-raja.” setelah berkata begitu, Samba secara samar-samar mendengar suara Dewi Radha dan Dewi Jembawati berkata " eling anakku, eling... mendapatkan wahyu itu banyak godanya. Eling!!! Jangan lengah sedikit pun jua!!" Dasar Samba, dia tetap bersikap angkuh. Di tengah jalan, Samba kedatangan seorang perempuan cantik yang mengaku bernama Dewi Mundiasih. Lalu disaat yang bersamaan, datang dua ibu Samba yakni Dewi Radha dan Dewi Jembawati. Perempuan cantik itu berkata akan menikahi Samba. Samba kesengsem dan setuju. Lalu Dewi Radha mengingatkan agar Samba tetap eling. Lagi-lagi, Raden Samba menolak dan justru marah-marah dinasehati Dewi Radha malah ia membentak Radha " Diam, babu!! Kau bukan siapa-siapa disini!! kau hanya perusak hubungan!! Minggat dari Sini!!" Samba mendorong Dewi Radha sampai jatuh. Dewi Mundiasih pun pergi sambil berkata " Wahyu Cakraningrat tidak pantas bagi orang berhati dengki, jemawa, dan tukang hujat." Seketika bola jelmaan Wahyu Cakraningrat keluar dari tubuh Samba. Raden Samba jatuh lemas kehilangan tenaga. Dewi Radha dan Dewi Jembawati segera menolong putra mereka itu. Raden Samba tak bisa berbuat apa-apa lagi. Ia pun pasrah dipapah kembali ke kadipaten Paranggaruda.

Lalu tibalah giliran Abimanyu mendapat kesempatan jadi wadah. Wahyu Cakraningrat itu menjelma sebagai gajah liar yang sedang marah. Pepohonan tumbang, semak terinjak-injak, batu-batu retak dan pecah. Bahkan gajah itu mengangkat belalai nya dan melilit tubuh Abimanyu dan diombang-ambingkan keatas dan kebawah. Namun Abimanyu tidak juga goyah. Sang Angkawijaya tetap tenang. Gajah liar itu lalu menurunkan Abimanyu dan seketika bertukar wujud kembali sebagai bola cahaya lalu merasuk ke dalam tubuh Abimanyu. Di luar tempat bertapa, kakek Semar melihat seberkas cahaya berkata kepadanya "Dewata akan memberikannya!" Kakek Semar dan para putranya bergembira karena sang bendara akan mendapatkan wahyu tersebut. Dan benar, Raden Angkawijaya telah keluar dari pertapaannya. Wajahnya kelihatan cerah bersinar, tubuhnya nampak segar utuh tanpa cela. Memang itulah tubuh yang telah berisi wahyu. Maka berangkatlah pulang dan mereka memperhitungkan bahwa apa yang diidamkan telah terlaksana dan tercapai. Ujian pertama untuk Abimanyu yakni para Kurawa yang baru saja dikalahkan Samba kini melabraknya meminta wahyu itu diberikan kepada mereka. Dengan sabar, Abimanyu menjelaskan kalau wahyu yang dimaksud adalah pemberian dewa yang tidak bisa dipaksakan kepada siapa ia akan turun. Arya Dursasana malah tidak terima lantas menyerang Abimanyu. Dengan lapang, Abimanyu menyerahkan dirinya. Ketika Arya Dursasana hendak menggaet tangan Abimanyu, datang bala bantuan yakni Gatotkaca, sang kakak sepupu menolong. Para Kurawa dilawannya. Alhasil para Kurawa lari tunggang langgang. Lalu datang lagi ujian kedua. Seorang wanita cantik bernama Dewi Mundiasih merayu Abimanyu minta dinikahi. Abimanyu berkata " ampun, ni sanak....aku bersedia kalau istriku mengizinkan aku menikah lagi.

Abimanyu mendapatkan Wahyu Cakraningrat
Dewi Mundiasih dengan tenang lalu menjelma sebagai bola cahaya dan berkata " aku adalah pasangan Wahyu Cakraningrat. Aku adalah wahyu Widayat. Aku akan datang kembali dalam bentuk istrimu yang kedua." Sejenak kemudian bola cahaya itu terbang pergi kearah negara Wirata. Abimanyu kemudian pulang dan mengabarkan kepada para Pandawa dan Prabu Kresna bahwa ia berhasil mendapatkan Wahyu Cakraningrat. Diadakanlah pesta syukuran kecil-kecilan.

Di kerajaan Wirata, Dewi Sudesna yang sudah semakin lanjut usia tengah mengerang kesakitan karena ia mengandung di usia yang sudah begitu tua yakni di usia 90 tahun dan kini akan segera melahirkan. Bersama suaminya, Prabu Matsyapati alias Durgandana yang sudah berusia 110 tahun dan para putra mereka yakni Arya Seta, Arya Utara, dan Arya Wratsangka menantikan kelahiran si jabang bayi. Sejenak kemudian, lahirlah bayi perempuan lalu datang seberkas cahaya merasuk kepada si jabang bayi. Wahyu Widayat menepati janjinya. Bayi itu oleh Prabu Matsyapati diberikan nama Dewi Utari. Kelak di masa depan, Abimanyu dan Utari berjodoh.

 

Rabu, 24 Mei 2023

Dewi Sunggatawati

 Hai semua pembaca dan penikmat wayang yang berbahagia, kisah kali ini menceritakan tentang menghilangnya Arjuna dan serangan kerajaan Bulukatiga terhadap kerajaan Dwarawati. Perang ini dapat diakhiri atas usaha seorang gadis bernama Dewi Sunggatawati dan ayahnya, Begawan Indrasakti. Kisah ini disadur dari sumbernya yakni blog albumkisahwayang.blogspot.com dan beberapa sumber dari internet.

Alkisahnya, sesaat setelah datang kabar duka tentang nasib negara Tasikmadu, Selamirah dan Awu-awu Langit, Arjuna pergi ke desa Indragiri, menjenguk isterinya yakni Dewi Saptarini takut-takut kalau Prabu Jarasandha menyerang tempat mereka tinggal. Namun setelah itu tidak ada kabar lagi sehingga terjadi sesuatu yang mengejutkan. Kisah ini bermula saat Dewi Sumbadra pergi dari Madukara diantarkan Gatotkaca dan Antasena menuju ke Dwarawati. Kepada Prabu Kresna dan Prabu Balarama (Baladéwa) berkata " kakak, aku membawa kabar kalau Kerajaan Amarta diserang suamiku. Kanda kulup sekarang hilang akal. Dia jadi raja Bulukatiga bergelar Janaka. Dengan sembrono, dia menyerang kakak ipar dan adik ipar. Dinda Srikandhi, dinda Larasati dan istri-istri lain begitu juga Abimanyu dan anak-anak yang lain dipenjarakan. Untung saja aku, Gatotkaca, dan Antasena masih bisa kabur." Prabu Baladewa marah sekali hendak pergi ke Amarta. Tapi di luar ekspektasi, Prabu Janaka datang bersama pasukannya menyerang Dwarawati. Kerajaaan Bulukatiga berperang dengan Dwarawati. Anehnya, kekuatan pasukan Narayani yang dipimpin Baladéwa, Setyaki, dan Udawa seakan menghilang dihadapan Prabu Janaka. Ketiga orang itu dibuat ketar-ketir. Ketiga senopati Dwarawati itu dibuat tak berkutik karena Prabu Janaka kekuatannya jadi berlipat ganda. Patih Udawa segera memerintahkan Pasukan Narayani menutup gerbang pulau Dwaraka.

Sementara itu, di sebuah gubuk di desa Indragiri, Begawan Indrasakti dan putrinya, Dewi Sunggatawati sedang memikirkan nasib mereka. Terlebih Begawan Indrasakti sekarang sakit. Ia meminta putrinya ke Dwarawati untuk bertemu dengan Dewi Sumbadra minta dibuatkan jenang madumangsa. Singkat cerita berangkatlah Dewi Sunggatawati ke sana. Namun di tengah jalan, ia tertarik dengan orang-orang yang sedang duduk di sebuah warung bermain kuclak (permainan dadu). Entah apa yang di pikirkan Dewi Sunggatawati, ia ikut bermain kuclak dan mempertaruhkan semua hartanya. Tapi endingnya, Dewi Sunggatawati kalah dan kehilangan hampir semua uangnya. Ketika seorang dari mereka berkata kalau sang gadis masih punya tubuh molek untuk dipertaruhkan, Dewi Sunggatawati menolak keras dan segera kabur melanjutkan perjalanan menuju Dwarawati. Singkat cerita ia sampai disana tapi banyak pasukan Bulukatiga mengepung pulau Dwaraka. Dewi Sunggatawati dengan diam-diam segera masuk lewat gerbang belakang. Rupanya di gerbang belakang, Dewi Sunggatawati bertemu dengan kakek Semar dan para putranya. Dewi Sunggatawati berkata "ampun, kakek. Aku diutus ayah untuk bertemu dengan Dewi Sumbadra, istri utama Arjuna. Bolehkah aku bertemu dengannya?" Kakek Semar seakan tahu siapa Dewi Sunggatawati mempersilakan gadis belia itu masuk ke istana Dwarawati.

Singkat kata, Dewi Sumbadra dan Dewi Sunggatawati bertemu dan gadis itu menceritakan apa maksud kedatangannya. Ia menyerahkan bungkusan yang dibawanya yang ia kira itu beras ketan untuk membuat jenang. Ketika Dewi Sumbadra membuka isi bungkusan itu, sang Bratajaya pingsan tak sadarkan diri karena di dalam bungkusan itu bukan berisi ketan melainkan baju terakhir yang dipakai suaminya, Arjuna. Prabu Baladewa yang masih kesal dengan penyerbuan Prabu Janaka melihat adiknya jatuh tak sadarkan diri dan merasa kesal. Ia lampiaskan kemarahannya kepada Dewi Sunggatawati sehingga langsung memukul kepala gadis itu. Seketika gadis cantik itu pun roboh kehilangan nyawa.

Kakek Semar hendak mencegah namun terlambat. Gadis yang diantarkannya kini telah tewas di tangan Prabu Baladewa. Tidak lama kemudian Prabu Kresna muncul didampingi Raden Samba. Mereka terkejut melihat Dewi Sumbadra pingsan dan ada pula mayat seorang gadis muda tergeletak dikelilingi para punakawan. Kakek Semar dan Dewi Sumbadra yang baru saja siuman menjelaskan semua kronologinya. Samba baru kali ini merasa kasihan kepada seorang gadis meminta ayahnya menghidupkan gadis cantik yang ada dihadapannya itu. Prabu Kresna lalu mengangkat Cangkok Wijayakusuma dan membaca mantra di atas kepala Dewi Sunggatawati.

Dewi Sunggatawati meminta dibuatkan jenang madumangsa
Seketika gadis itu pun hidup kembali seperti bangun dari tidur. Prabu Kresna berkata bahwa ajal Sunggatawati memang belum saatnya, sehingga masih bisa dihidupkan kembali menggunakan Cangkok Wijayakusuma. Dewi Sumbadra lalu bertanya apa yang harus ia lakukan saat ini. Prabu Kresna menjawab, “dinda masak saja jenang madumangsa dan serahkan secara langsung kepada Begawan Indrasakti.” Prabu Kresna yakin bahwa sang begawan inilah yang bisa mengalahkan Prabu Janaka dan membebaskan Prabu Yudhistira beserta para Pandawa lainnya. Singkat cerita, Dewi Sumbadra membuatkan jenang itu dan segera memberikan makanan itu. Begitu selesai, Dewi Sunggatawati memohon izin untuk pulang memberikan jenang itu dan menjemput sang ayah. Prabu Kresna ikut berangkat mengawal Dewi Sumbadra menuju desa Indragiri untuk menyerahkan jenang tersebut kepada Begawan Indrasakti. Sesampainya di sana, mereka melihat begawan tua itu terbaring lemah tidak berdaya. Pendeta itu tersenyum gembira melihat Prabu Kresna dan Dewi Sumbadra datang ke tempatnya.

Prabu Kresna berkata bahwa Dewi Sumbadra telah memasak jenang madumangsa menggunakan tangannya sendiri untuk mengobati penyakit Begawan Indrasakti. Dewi Sumbadra lalu maju dan menyuapi Begawan Indrasakti. Begitu memakan jenang tersebut, Begawan Indrasakti merasa tubuhnya segar dan juga pulih dari sakitnya. Sekarang Begawan Indrasakti telah sembuh dan bisa bangkit berdiri. Ia berterima kasih kepada Prabu Kresna dan berterus terang ingin meminang Dewi Sumbadra sebagai istri, untuk menggantikan ibu Sunggatawati yang sudah meninggal. Prabu Kresna menyebut Begawan Indrasakti sebagai orang tua tidak tahu diri, "dasar tua-tua keladi. Sudah diberi hati meminta jantung tapi sekarang rumah tangga adikku ini dengan Arjuna memang sedang ada masalah. Kemungkinan mereka akan bercerai. Sekarang Arjuna sedang hilang ingatan dan jadi raja Bulukatiga. Kalau sanggup mengalahkannya, akan kunikahkan kau dengan adikku yang cantik ini." "Baiklah, aku sanggup mengalahkan Janaka. Dan aku memegang janjimu, gusti prabu."

Singkat cerita, di depan gerbang kerajaan Dwarawati terjadi lagi pertempuran antara pasukan Dwarawati yang dipimpin seorang Begawan tua bernama Indrasakti melawan pasukan Bulukatiga dipimpin Prabu Janaka. Entah dengan kekuatan apa, pasukan Bulukatiga berhasil terdesak mundur dan mereka kucar-kacir meninggalkan Prabu Janaka seorang diri. Bahkan patih sang raja yakni Patih Tejalelana menyerah di hadapan Begawan Indrasakti. Sang patih diampuni oleh Begawan Indrasakti dan dipersilakan kembali ke Bulukatiga. Prabu Janaka marah besar melihat patihnya berkhianat dan segera menyerang Begawan Indrasakti dengan melontarkan panah-panahnya. Tak ingin ketinggalan, sang Begawan melawan juga. Duel panahan terjadi begitu epik. Hujan panah terjadi dimana-mana. Prabu Janaka lalu melepas panah yang disertai mantra, begitu pula dengan begawan Indrasakti. Panah-panah mereka saling mengenai sasaran masing-masing. Panah bermantra yang ditembakkan Begawan Indrasakti mengenai dada Prabu Janaka. Seketika wujud Prabu Janaka musnah, badar sebagai wujud aslinya, yakni Batara Kala sang dewa waktu dan malapetaka. Terkejutlah semua orang melihatnya. Selama ini yang memerangi Kerajaan Amarta dan Kerajaan Dwarawati adalah Raden Arjuna palsu. Sementara itu, panah yang dilepaskan Prabu Janaka juga mengenai tubuh Begawan Indrasakti. Seketika wujud Begawan Indrasakti pun musnah dan badar sebagai Arjuna yang asli. Melihat rencananya menaklukkan Kerajaan Dwarawati telah gagal, Batara Kala pun terbang ke udara, kembali ke Kahyangan Nusakambana. Perang pun berakhir. Arjuna segera membebaskan kakak adiknya, para putra dan keponakannya dari penjara.

Setelah semua orang dibebaskan, Arjuna bercerita bahwa saat menjenguk sang istri, Dewi Saptarini, desa Indragiri diserang Batara Kala yang bekerjasama dengan Prabu Tejalelana dari Bulukatiga yang menginginkan Dewi Sunggatawati. Karena serangan mendadak ini, Dewi Saptarini gugur membela desanya. Sebelum wafat, Dewi Saptarini meminta suaminya mencarikan jodoh untuk Sunggatawati. Arjuna kalap karena istrinya tiada lalu ikut berperang tanding membela tanah air istri dan anaknya, Sunggatawati. Namun Batara Kala menggunakan siasat liciknya sehingga ia kalah dan terkena kutukan sampai ia bertukar wujud sebagai seorang pendeta tua. Dan rupanya, Batara Kala justru mengkhianati perjanjian dengan Prabu Tejalelana dengan melorot kedudukannya jadi patih. Ia lalu pergi menyerang Kerajaan Amarta dan Kerajaan Dwarawati.

Prabu Kresna dan yang lain bersyukur segala persoalan telah selesai. Mengenai jodoh untuk Dewi Sunggatawati sesuai wasiat mendiang ibunya sebelum meninggal, maka lebih baik Raden Samba saja yang memenuhi hal itu. Sepertinya Samba dan Dewi Sunggatawati bisa menjadi pasangan yang serasi. Arjuna tidak keberatan. Ia pun menerima lamaran Prabu Kresna tersebut dengan senang hati. Semua orang gembira mendengarnya dan ikut merayakan perjodohan ini.