Sabtu, 02 Februari 2019

Aji Punta Wekasing Rahsa Tunggal : Karna Lahir


 Hai semua, di postingan kali ini nama judulnya beda karena saya akan menceritakan kelahiran salah seorang tokoh sentral di kisah Mahabharata, yaitu Adipati Karna, anak sulung Dewi Kunthi dengan Batara Surya akibat mantra suci yang jadi judul postingan. Sumber yang saya pakai untuk menyusun kisah kali ini dari kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa yang dipadukan unsur-unsur pedalangan Jawa dengan pengembangan dan pengubahan seperlunya

Tujuh belas tahun telah berlalu begitu cepat, para pangeran Hastina telah berhasil mendapakan pendidikan ilmu tatanegara, kini pangeran itu akan menyelesaikan pendidikan ilmu perang dari Mpu Krepa, murid dari Maharesi Bhisma. Di lain tempat, di kerajaan Mandura, Prabu Kuntiboja dan permaisuri, Dewi Bandonsari dihadap para putra dan putrinya. Mereka adalah Raden Basudewa, Dewi Sruta, Dewi Kunthi alias Dewi Prita, Arya Rukma,dan Arya Ugrasena. Pada suatu hari, istana Mandura kedatangan seorang tamu istimewa. Dia seorang resi sakti mandraguna. Namanya Resi Durwasa. Prabu Kuntiboja sekeluarga menyambutnya dengan penuh rasa hormat. “Bapa resi, sungguh satu kemuliaan yang besar, Bapa mau datang ke istana kami. Ada keperluan apa Bapa resi datang kemari?” Resi Durwasa menjawab “ sudah jangan berlebihan begitu, sang prabu. Hamba datang kemari mendapat wangsit dari Batara Siwa*1 untuk menjadi guru bagi para pangeran dan putri Anda.” Prabu Kuntiboja merasa mendapat kehormatan besar akhirnya menerima sang resi mengajar putra-putrinya di Mandura.
Mulailah pendidikan para putra dan putri Mandura di padepokan Banjarpatoman. Para putra diajarkan ilmu tatanegara, ilmu perang, dan berbagai kesaktian fisik, sedangkan para putri diajari keterampilan dan beladiri. Diantara mereka, yang paling menonjol dalam menimba ilmu adalah Raden Basudewa dan Dewi Kunthi. Pada suatu hari, adik kedua Raden Basudewa, Dewi Sruta tak sengaja melihat gurunya sedang mandi di tepi telaga di pinggir hutan. Resi Durwasa tiba-tiba terkejut melihat seekor ikan belut melewati kakinya. Sontak dia terkejut dan keluar dari air dengan tanpa busana. Dewi Sruta yang mengintipnya dibalik pepohonan tertawa melihat tingkah gurunya itu. Merasa ada yang mengintipnya, sang resi marah dan mengeluarkan kutukan “ Hei orang yang mengintipku, kau berani menertawakan seorang resi. Sekarang rasakan kutukan ku. Kelak bila kau punya anak, anakmu yang lahir itu berkaki macam ekor belut dan bila sembuh, hidup mati anakmu tergantung orang yang menyembuhkannnya !” Seketika langit bergemuruh tanda kutukan itu dikabulkan dewata. Dewi Sruta merasa bersalah dan menyesali hali itu. Dia langsung pergi dari situ sebelum ada yang tahu.
Setelah setahun pendidikan, para putra-putri Mandura kembali ke istana. Dewi Sruta sudah dilamar Raden Damagosa, pangeran kerajaan Cedi dan Raden Basudewa sudah menikahi Dewi Maherah. Resi Durwasa merasa terkesan atas perkembangan murid-muridnya, terlebih pada Dewi Kunthi. Pada suatu hari, sang resi meminta Dewi Kunthi menemuinya. Dewi Kunthi yang juga biasa dipanggil Dewi Prita itu heran. Dia pun bertanya. “ Mohon maaf, guru. Ada gerangan apakah ananda dipanggil? Apakah ada kesalahan yang ananda perbuat, guru?” sang resi menjawab “tidak, anakku. Kamu tak melakukan kesalahan. Tadi guru mendapat ilham tentang bayangan masa depanmu. Karena itulah aku membawa mu kesini untuk ku anugerahi sebuah mantra suci, mantra Aji Punta Wekasing Rahsa Tunggal*2. Mantra ini bisa mendatangkan dewa dan dewa yang kau panggil akan memberikanmu berkat, bantuan, bahkan putra sesuai keinginanmu. Tapi harap ingat ini, anakku. Mantra suci ini jangan engkau baca sembarangan. Bacalah mantra ini di saat kau sangat membutuhkannya.“ Singkat cerita, Resi Durwasa mengajarkan mantra suci itu pada Dewi Kunthi. Sebenarnya sang dewi sangat penasaran pada fungsi mantra suci itu tapi karena telah dilarang oleh gurunya, dia tak jadi merapalkannya sembarangan.
Pada suatu pagi, Dewi Kunthi hendak mandi. Dia begitu terpesona dengan sinar hangat mentari pagi. Sang Dewi membayangkan wajah Batara Surya yang tampan bersinar-sinar. Karena rasa penasaran dengan mantra suci itu, tanpa sadar mulutnya merapal mantra Aji Punta Wekasing Rahsa Tunggal. Seketika, langit menjadi gelap dan turunlah seorang dewa tampan bercahaya. Dialah Batara Surya, sang dewa matahari. Sang dewa kemudian masuk kedalam alam mimpi dewi Kunthi.
Pertemuan Dewi Kunthi dan Batara Surya
Didalam mimpi, Dewi Kunthi terkejut karena benar-benar kedatangan Batara Surya “Anakku, apa permintaan mu sehingga memanggilku dengan Aji Punta Wekasing Rahsa Tunggal?” “Ampun, pukulun. Hamba hanya sekedar mencobanya dan ternyata memang benar”. Batara Surya merasa marah karena dipermainkan namun melihat kemolekan tubuh Dewi Kunthi yang hanya memakai kemben basahan, dia pun menggerayang tubuh Dewi Kunthi dengan sinar sucinya.”karena kau sudah memanggilku tanpa alasan kuat, kau akan ku beri seorang putra“ Dewi Kunthi terkejut “Bagaimana itu bisa terjadi? Aku masih gadis dan aku masih belum mampu menjadi ibu bagi anakku? “. Belum selesai pertanyaan itu dijawab, tiba-tiba, Batara Surya lenyap dan Dewi Kunthi kembali ke alam sadar. Dewi Kunthi merasa serba salah dan bingung, terlebih lagi setelah melihat perutnya membesar menandakan dia hamil .
Sudah satu minggu setelah peristiwa itu, Dewi Kunthi tidak mau keluar dari kaputren, Prabu Kuntiboja khawatir akan keadaan putri bungsunya itu. “ putraku Basudewa, tolong jemputlah adikmu, Prita. Sudah seminggu dia tidak keluar dari kamar keputren. Ajaklah adikmu, Arya Rukma dan Arya Ugrasena” Raden Basudewa segera melaksanakan perintah ayahnya “ Baik, Ayahanda. Mari rayi Rukma, rayi Ugrasena.” Tanpa ba-bi-bu, Raden Basudewa, Arya Rukma dan Arya Ugrasena pun bergegas menuju kamar Dewi Kunthi. Raden Basudewa menggedor pintu kamar “Prita, keluar. Ayahanda memintaku menjemputmu keluar”. “Tidak bisa, kakang, aku sedang gak mau diganggu. Kakang pergi saja. Katakan pada ayahanda bahwa aku baik-baik saja”. Merasa curiga, Raden Basudewa, Arya Rukma, dan Arya Ugrasena mendobrak pintu kamar Dewi Kunthi. Terkejutlah mereka melihat saudari bungsu mereka sedang mengandung. Raden Basudewa amat marah dan menuduh adiknya itu telah melakukan zina.”Prita,!! Apa yang telah kau lakukan? Perbuatanmu bisa membawa aib bagi negara, putri raja hamil tanpa kawin. Mau ditaruh dimana muka ayahanda dihadapan para raja, Haah. Sekarang beritahu aku siapa yang menghamilimu?” Dewi Kunthi diam seribu bahasa. Dia tak mungkin memberitahu bahwa yang menghamilinya adalah seorang dewa.
Tiba-tiba Prabu Kuntiboja datang ke kaputren brsama Resi Durwasa. Resi Durwasa  yang weruh sadurunge winarah*3 tahu bahwa muridnya itu sedang mengandung akibat merapal mantra Aji Punta Wekasing Rahsa Tunggal. Dia datang untuk membantu Dewi Kunthi melahirkan. Begitu sang resi menyentuh perutnya, kandungan Dewi Kunthi langsung matang dan dia melahirkan tanpa kesakitan. Bayi itu lahir dengan sehat dan berwajah tampan. Berkat pertolongan sang resi, Dewi Kunthi kembali perawan. Resi Durwasa menjelaskan pada Prabu Kuntiboja bahwa cucunya itu adalah keturunan Batara Surya. Dewi Kunthi memberi nama putranya itu Karna Basusena sebagai pengingat bahwa dia sejak lahir sudah memakai baju zirah dan anting di telinganya. Pada esok harinya, Resi Durwasa membawa Dewi Kunthi sekeluarga ke pinggir sungai Gangga. Agar tidak terus menjadi buah bibir di kerajaan, Resi Durwasa menyarankan agar bayi Karna dibuang ke sungai Gangga. Dewi Kunthi memohon sambil menangis agar putranya itu tidak dibuang.
Bayi Karna dilarung ke sungai Gangga
Namun Resi Durwasa menjelaskan padanya bahwa ini adalah jalan takdir yang harus dialami putranya itu. Resi Durwasa memberi tahu Dewi Kunthi bahwa kelak putranya itu akan menjadi orang besar bila di bawa keluar dari kerajaan Mandura. Dewi Kunthi menangis “Anakku, maafkan ibumu ini tapi ibu terpaksa karena kau dianggap aib bagi kerajaan, kakek, dan para pamanmu. Maafkan aku. Semoga di tempat lain kita bisa berjumpa lagi” Sambil berlinang air mata, Dewi Kunthi menaruh bayi Karna di dalam kendaga*4 dan melarungnya ke sungai Gangga. Karena terlalu sedih, Dewi Kunthi jatuh pingsan dan langsung digotong ke istana.
Di lain tempat di tanah Awangga, hiduplah seorang sais kereta kerajaan Hastinapura dan istrinya. Namanya Ki Adiratha dan Nyai Rada. Mereka tak punya keturunan. Mereka berdoa setiap pagi memohon agar mendapatkan seorang putra. Pada suatu pagi, ketka membersihkan kereta istana di sungai Gangga, Ki Adiratha dan Nyai Rada menemukan sebuah kendaga dan ketika dibuka ternyata berisi seorang bayi tampan yang memakai zirah dan anting. Mereka berdua amat senang dan gembira.“ Dinda, ternyata Hyang Widhi mengabulkan permohonan kita. Kita akhirnya punya seorang putra. Karena kita menemukannya saat matahari baru terbit, aku akan beri nama dia ‘Suryaputra’ “ nama yang bagus sekali, kanda. Tapi sebaiknya begini,ini kita dapat anak ini tiban. Daripada kita membuat geger para tetangga, kita akan pangil dia Aradeya saja. Bagaimana, kanda?” “Ya, Aku setuju. Nama Aradeya juga bagus. ”Sejak saat itu Aradeya diasuh oleh Ki Adiratha dan Nyai Rada dan besar di kalangan kaum sudra*5.
*1 Batara Siwa adalah salah satu nama gelar Batara Guru. Selain Siwa, Batara Guru juga memiliki banyak gelar lain, diantaranya Sanghyang Manikmaya, Sanghyang Trinetra, sang Jagatnata, Sanghyang Girinata, sang Nilakanta, sang Caturbuja dan lain-lain.
*2 Aji Punta Wekasing Rahsa Tunggal adalah semacam Aji Pameling tingkat tinggi yang hanya khusus ditujukan oleh para dewa. Hanya orang tertentu yang diberi kehormatan memiliki mantra suci ini.
*3 Weruh sadurunge winarah maksudnya sudah bisa memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan.
*4 Kendaga adalah semacam peti atau keranjang.
*5 Sudra adalah kasta terendah dalam kebudayaan Hindu. Ada catur wangsa/ empat kasta dalam kebudayaan Hindu, yaitu Brahmana/agamawan, pendeta, resi, dan para ulama, Ksatria/para raja dan bangsawan, Waisya/para pengusaha, petani, karyawan resmi,dan para saudagar, serta Sudra/ para buruh serabutan, pembantu, dan para budak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar