Hai semua, di postingan kali ini nama judulnya beda karena saya akan menceritakan kelahiran salah seorang tokoh sentral di kisah Mahabharata, yaitu Adipati Karna, anak sulung Dewi Kunthi dengan Batara Surya akibat mantra suci yang jadi judul postingan. Sumber yang saya pakai untuk menyusun kisah kali ini dari kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa yang dipadukan unsur-unsur pedalangan Jawa dengan pengembangan dan pengubahan seperlunya
Tujuh
belas tahun telah berlalu begitu cepat, para pangeran Hastina telah berhasil
mendapakan pendidikan ilmu tatanegara, kini pangeran itu akan menyelesaikan
pendidikan ilmu perang dari Mpu Krepa, murid dari Maharesi Bhisma. Di lain
tempat, di kerajaan Mandura, Prabu Kuntiboja dan permaisuri, Dewi Bandonsari
dihadap para putra dan putrinya. Mereka adalah Raden Basudewa, Dewi Sruta, Dewi
Kunthi alias Dewi Prita, Arya Rukma,dan Arya Ugrasena. Pada suatu hari, istana
Mandura kedatangan seorang tamu istimewa. Dia seorang resi sakti mandraguna.
Namanya Resi Durwasa. Prabu Kuntiboja sekeluarga menyambutnya dengan penuh rasa
hormat. “Bapa resi, sungguh satu kemuliaan yang besar, Bapa mau datang ke istana kami. Ada
keperluan apa Bapa resi datang kemari?” Resi Durwasa menjawab “ sudah jangan berlebihan begitu, sang
prabu. Hamba datang kemari mendapat wangsit dari Batara Siwa*1 untuk
menjadi guru bagi para pangeran dan putri Anda.” Prabu Kuntiboja merasa
mendapat kehormatan besar akhirnya menerima sang resi mengajar putra-putrinya
di Mandura.
Mulailah
pendidikan para putra dan putri Mandura di padepokan Banjarpatoman. Para putra
diajarkan ilmu tatanegara, ilmu perang, dan berbagai kesaktian fisik, sedangkan
para putri diajari keterampilan dan beladiri. Diantara mereka, yang paling
menonjol dalam menimba ilmu adalah Raden Basudewa dan Dewi Kunthi. Pada suatu
hari, adik kedua Raden Basudewa, Dewi Sruta tak sengaja melihat gurunya sedang
mandi di tepi telaga di pinggir hutan. Resi Durwasa tiba-tiba terkejut melihat
seekor ikan belut melewati kakinya. Sontak dia terkejut dan keluar dari air
dengan tanpa busana. Dewi Sruta yang mengintipnya dibalik pepohonan tertawa
melihat tingkah gurunya itu. Merasa ada yang mengintipnya, sang resi marah dan
mengeluarkan kutukan “ Hei orang yang mengintipku, kau berani menertawakan
seorang resi. Sekarang rasakan kutukan ku. Kelak bila kau punya anak, anakmu
yang lahir itu berkaki macam ekor belut dan bila sembuh, hidup mati anakmu
tergantung orang yang menyembuhkannnya !” Seketika langit bergemuruh tanda
kutukan itu dikabulkan dewata. Dewi Sruta merasa bersalah dan menyesali hali
itu. Dia langsung pergi dari situ sebelum ada yang tahu.
Setelah
setahun pendidikan, para putra-putri Mandura kembali ke istana. Dewi Sruta
sudah dilamar Raden Damagosa, pangeran kerajaan Cedi dan Raden Basudewa sudah
menikahi Dewi Maherah. Resi Durwasa merasa terkesan atas perkembangan
murid-muridnya, terlebih pada Dewi Kunthi. Pada suatu hari, sang resi meminta
Dewi Kunthi menemuinya. Dewi Kunthi yang juga biasa dipanggil Dewi Prita itu heran.
Dia pun bertanya. “ Mohon maaf, guru. Ada gerangan apakah ananda dipanggil? Apakah ada
kesalahan yang ananda perbuat, guru?” sang resi menjawab “tidak, anakku. Kamu
tak melakukan kesalahan. Tadi guru mendapat ilham tentang bayangan masa depanmu.
Karena itulah aku membawa mu kesini untuk ku anugerahi sebuah mantra suci,
mantra Aji Punta Wekasing Rahsa Tunggal*2.
Mantra ini bisa mendatangkan dewa dan dewa yang kau panggil akan memberikanmu
berkat, bantuan, bahkan putra sesuai keinginanmu. Tapi harap ingat ini, anakku.
Mantra suci ini jangan engkau baca sembarangan. Bacalah mantra ini di saat kau sangat
membutuhkannya.“ Singkat cerita, Resi Durwasa mengajarkan mantra suci itu pada
Dewi Kunthi. Sebenarnya sang dewi sangat penasaran pada fungsi mantra suci itu
tapi karena telah dilarang oleh gurunya, dia tak jadi merapalkannya
sembarangan.
Pada
suatu pagi, Dewi Kunthi hendak mandi. Dia begitu terpesona dengan sinar hangat
mentari pagi. Sang Dewi membayangkan wajah Batara Surya yang tampan
bersinar-sinar. Karena rasa penasaran dengan mantra suci itu, tanpa sadar
mulutnya merapal mantra Aji Punta Wekasing Rahsa Tunggal. Seketika, langit
menjadi gelap dan turunlah seorang dewa tampan bercahaya. Dialah Batara Surya,
sang dewa matahari. Sang dewa kemudian masuk kedalam alam mimpi dewi Kunthi.
Didalam mimpi, Dewi Kunthi terkejut karena benar-benar kedatangan Batara Surya
“Anakku, apa permintaan mu sehingga memanggilku dengan Aji Punta Wekasing Rahsa Tunggal?” “Ampun, pukulun. Hamba hanya
sekedar mencobanya dan ternyata memang benar”. Batara Surya merasa marah karena
dipermainkan namun melihat kemolekan tubuh Dewi Kunthi yang hanya memakai
kemben basahan, dia pun menggerayang tubuh Dewi Kunthi dengan sinar
sucinya.”karena kau sudah memanggilku tanpa alasan kuat, kau akan ku beri
seorang putra“ Dewi Kunthi terkejut “Bagaimana itu bisa terjadi? Aku masih
gadis dan aku masih belum mampu menjadi ibu bagi anakku? “. Belum selesai
pertanyaan itu dijawab, tiba-tiba, Batara Surya lenyap dan Dewi Kunthi kembali
ke alam sadar. Dewi Kunthi merasa serba salah dan bingung, terlebih lagi
setelah melihat perutnya membesar menandakan dia hamil .
Pertemuan Dewi Kunthi dan Batara Surya |
Sudah
satu minggu setelah peristiwa itu, Dewi Kunthi tidak mau keluar dari kaputren,
Prabu Kuntiboja khawatir akan keadaan putri bungsunya itu. “ putraku Basudewa,
tolong jemputlah adikmu, Prita. Sudah seminggu dia tidak keluar dari kamar
keputren. Ajaklah adikmu, Arya Rukma dan Arya Ugrasena” Raden Basudewa segera
melaksanakan perintah ayahnya “ Baik, Ayahanda. Mari rayi Rukma, rayi Ugrasena.”
Tanpa ba-bi-bu, Raden Basudewa, Arya Rukma dan Arya Ugrasena pun bergegas
menuju kamar Dewi Kunthi. Raden Basudewa menggedor pintu kamar “Prita, keluar.
Ayahanda memintaku menjemputmu keluar”. “Tidak bisa, kakang, aku sedang gak mau
diganggu. Kakang pergi saja. Katakan pada ayahanda bahwa aku baik-baik saja”. Merasa curiga, Raden Basudewa, Arya Rukma, dan
Arya Ugrasena mendobrak pintu kamar Dewi Kunthi. Terkejutlah mereka melihat
saudari bungsu mereka sedang mengandung. Raden Basudewa amat marah dan menuduh
adiknya itu telah melakukan zina.”Prita,!! Apa yang telah kau lakukan? Perbuatanmu
bisa membawa aib bagi negara, putri raja hamil tanpa kawin. Mau ditaruh dimana
muka ayahanda dihadapan para raja, Haah. Sekarang beritahu aku siapa yang
menghamilimu?” Dewi Kunthi diam seribu bahasa. Dia tak mungkin memberitahu
bahwa yang menghamilinya adalah seorang dewa.
Tiba-tiba
Prabu Kuntiboja datang ke kaputren brsama Resi Durwasa. Resi Durwasa yang weruh
sadurunge winarah*3 tahu bahwa muridnya itu sedang mengandung
akibat merapal mantra Aji Punta Wekasing
Rahsa Tunggal. Dia datang untuk membantu Dewi Kunthi melahirkan. Begitu sang
resi menyentuh perutnya, kandungan Dewi Kunthi langsung matang dan dia melahirkan
tanpa kesakitan. Bayi itu lahir dengan sehat dan berwajah tampan. Berkat
pertolongan sang resi, Dewi Kunthi kembali perawan. Resi Durwasa menjelaskan
pada Prabu Kuntiboja bahwa cucunya itu adalah keturunan Batara Surya. Dewi Kunthi
memberi nama putranya itu Karna Basusena sebagai pengingat bahwa dia sejak
lahir sudah memakai baju zirah dan anting di telinganya. Pada esok harinya,
Resi Durwasa membawa Dewi Kunthi sekeluarga ke pinggir sungai Gangga. Agar tidak
terus menjadi buah bibir di kerajaan, Resi Durwasa menyarankan agar bayi Karna dibuang
ke sungai Gangga. Dewi Kunthi memohon sambil menangis agar putranya itu tidak
dibuang.
Namun Resi Durwasa menjelaskan padanya bahwa ini adalah jalan takdir
yang harus dialami putranya itu. Resi Durwasa memberi tahu Dewi Kunthi bahwa
kelak putranya itu akan menjadi orang besar bila di bawa keluar dari kerajaan
Mandura. Dewi Kunthi menangis “Anakku, maafkan ibumu ini tapi ibu terpaksa
karena kau dianggap aib bagi kerajaan, kakek, dan para pamanmu. Maafkan aku. Semoga di
tempat lain kita bisa berjumpa lagi” Sambil berlinang air mata, Dewi Kunthi menaruh
bayi Karna di dalam kendaga*4 dan melarungnya ke sungai Gangga. Karena terlalu sedih, Dewi Kunthi jatuh pingsan dan langsung digotong ke istana.
Bayi Karna dilarung ke sungai Gangga |
Di
lain tempat di tanah Awangga, hiduplah seorang sais kereta kerajaan Hastinapura
dan istrinya. Namanya Ki Adiratha dan Nyai Rada. Mereka tak punya keturunan. Mereka
berdoa setiap pagi memohon agar mendapatkan seorang putra. Pada suatu pagi,
ketka membersihkan kereta istana di sungai Gangga, Ki Adiratha dan Nyai Rada
menemukan sebuah kendaga dan ketika dibuka ternyata berisi seorang bayi tampan
yang memakai zirah dan anting. Mereka berdua amat senang dan gembira.“ Dinda,
ternyata Hyang Widhi mengabulkan permohonan kita. Kita akhirnya punya seorang
putra. Karena kita menemukannya saat matahari baru terbit, aku akan beri nama
dia ‘Suryaputra’ “ nama yang bagus sekali, kanda. Tapi sebaiknya begini,ini
kita dapat anak ini tiban. Daripada kita membuat geger para tetangga, kita akan
pangil dia Aradeya saja. Bagaimana, kanda?” “Ya, Aku setuju. Nama Aradeya juga
bagus. ”Sejak saat itu Aradeya diasuh oleh Ki Adiratha dan Nyai Rada dan besar
di kalangan kaum sudra*5.
*1 Batara
Siwa adalah salah satu nama gelar Batara Guru. Selain Siwa, Batara Guru juga
memiliki banyak gelar lain, diantaranya Sanghyang Manikmaya, Sanghyang Trinetra,
sang Jagatnata, Sanghyang Girinata, sang Nilakanta, sang Caturbuja dan lain-lain.
*2 Aji Punta
Wekasing Rahsa Tunggal adalah semacam Aji Pameling tingkat tinggi yang hanya
khusus ditujukan oleh para dewa. Hanya orang tertentu yang diberi kehormatan
memiliki mantra suci ini.
*3 Weruh
sadurunge winarah maksudnya sudah bisa memprediksi apa yang akan terjadi di
masa depan.
*4 Kendaga
adalah semacam peti atau keranjang.
*5 Sudra
adalah kasta terendah dalam kebudayaan Hindu. Ada catur wangsa/ empat kasta
dalam kebudayaan Hindu, yaitu Brahmana/agamawan, pendeta, resi, dan para ulama,
Ksatria/para raja dan bangsawan, Waisya/para pengusaha, petani, karyawan resmi,dan
para saudagar, serta Sudra/ para buruh serabutan, pembantu, dan para budak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar