Selasa, 12 Februari 2019

Manggadewa Tangganingjiwa : Lahirnya Ksatria Berdarah Putih

Holla para readers. Kisah kali ini mengisahkan kisah awal kelahiran dari sulung Pandawa. Yups, ini kisah kelahiran dari Puntadewa alias Yudhistira. Dalam kisah Mahabharata versi India dan yang ditayangkan di serial kolosal di televisi, Pandawa lahir akibat 'hubungan' para istri Pandu dengan para dewa tapi disini saya mengikuti alur pedalangan Jawa menceritakan Pandawa adalah murni anak biologis Prabu Pandu Dewanata yang dibantu oleh para dewa pada saat dipertemukannya benih dan saat kelahiran mereka. Disini juga dikisahkan kelahiran para pangeran kerajaan Wiratha, yaitu Raden Arya Seta, Arya Utara, Arya Wratsangka/Sangka dan Patih Nirbita. Sumber yang saya gunakan berasal dari Kitab Pustakaraja Purwa karaya Raden Ngabehi Ronggowarsito yang dipadukan dengan kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa dan blog-blog pedalangan di internet yang lalu saya kembangkan sendiri.

Telah hampir setahun Prabu Pandu hidup menyepi di padepokan Saptarengga mengekang hawa nafsunya dan memohon pada dewata sebuah sarana untuk berputra. Di padepokan, Dewi Kunthi dan Dewi Madrim dibantu para punakawan dengan sabar menemani Prabu Pandu bersemedi. Pada suatu hari,ketika Pandu khusyuk bersemedi, terdengarlah wangsit dewata “Anakku, Pandu. sebentar lagi akan datang orang yang memberimu sarana untuk berputra. Tunggulah dia”
Pada suatu pagi di akhir musim dingin, datanglah dua pendeta agung ke gunung Saptarengga.. Mereka adalah Resi Durwasa dan Maharesi Abiyasa. Para penghuni padepokan dan punakawan sangat menaruh hormat pada mereka. Ki Lurah Semar menyambut kedatangan mereka, “selamat datang sang resi dan ndoro Abiyasa. Ada angin apakah sehingga ndoro sekalian mampir ke sini?” Resi Durwasa pun menjawab “Tidak ada yang sekedar kebetulan di dunia ini, betulkan itu, Kakang Semar? Aku kesini datang mendapat wangsit dari Dewata agung untuk memberikan buah mangga ini. Mangga ini bukan sembarang mangga. Ini buah Manggadewa Tangganingjiwa*. Berikan buah ini pada bendoro Kakang. Aku akan membantu anak prabu Pandu Dewanata untuk berputra. Beritahukan ini pada anak prabu, Madrim dan anak muridku, Kunthi”. Ki Lurah Semar segera memberitahu Prabu Pandu tentang berita ini. Harapan baru bagi Prabu Pandu telah muncul. Dengan tergopoh-gopoh, Prabu Pandu, Dewi Kunthi, dan Dewi Madrim yang baru selesai melakukan persembahyangan menghormat pada mereka. Kemudian setelah Resi Durwasa menjelaskan semuanya, Prabu Pandu segera bersemedi dan Resi Durwasa segera mengupas lalu meletakkan buah Manggadewa Tangganingjiwa di pangkuan Pandu Dewanata . Kemudian Resi Durwasa membacakan mantra.
Manggadewa Tangganingjiwa
Ajaib, atas seizin Hyang Widhi, muncul setitik cahaya penjelmaan air mani, benih Prabu Pandu keluar dari kelaminnya dan masuk meresap ke dalam daging buah mangga itu. Oleh Resi Durwasa, buah Mangga itu dipotong-potong itu menjadi lima bagian dan dibagikan pada istri-istri Prabu Pandu Dewanata. Dewi Kunthi memakan tiga potong dan Dewi Madrim memakan dua potong yang berukuran sama besar. Setelah itu, Maharesi Abiyasa meraba perut kedua menantunya dan mengatakan “ Kunthi, kelak kamu akan mendapatkan tiga anak dan kamu Madrim, akan memperoleh anak kembar. Jangan khawatir, daging Manggadewa Tangganingjiwa telah menempel di dinding rahim kalian dan bila waktunya tiba, akan berubah menjadi bayi. Bila kalian akan melahirkan, rapalkan mantra suci Aji Punta Wekasing Rahsa Tungggal seperti yang telah diajarkan Resi Durwasa, maka para dewa akan membantu proses persalinan kalian. Sekarang tugas kami telah selesai disini, kami berdua harus segera pergi. Kami akan berkunjung kerajaan Wiratha membantu eyang kalian, Prabu Matsyapati. Kami pamit” kedua pendeta agung itu langsung pergi dan hilang ditelan kabut pagi yang indah
Di kerajaan Wiratha, Prabu Matsyapati telah lama menikah dengan Dewi Sudesna, putri angkat Resi Parasara dan Dewi Durgandini Satyawati dan baru kali ini hamil. Kini Dewi Sudesna hamil bersamaan dengan kakak iparnya, Dewi Kandini, istri Arya Setatama dan di waktu yang bersamaan pula, mereka akan melahirkan. Arya Setatama, adik Maharesi Abiyasa, gugur di medan pertempuran dua bulan sebelumnya, mempertahankan negara Wiratha dari amukan Prabu Gajahsora, seorang raja serakah dari tanah seberang yang terpikat dan hendak merebut kedaulatan Wiratha dan Dewi Kandini, istrinya. Proses persalinan Dewi Sudesna dan Dewi Kandini mengalami kesulitan besar dan rasa sakit yang hebat. Di saat yang genting itu, Maharesi Abiyasa dan Resi Durwasa datang di saat yang tepat. Prabu Matsyapati menyambut mereka “Ampun Kakang Maharesi dan Bopo resi Durwasa, atas penyambutan kami yang ala kadarnya karena istri dan kakak ipar hampir melahirkan” “ tidak apa, rayi prabu. Kami justru datang kesini untuk membantu Dinda Sudesna dan Dinda Kandini” Dengan kesaktiannya, Resi Durwasa mengeluarkan empat rimpang bunga teratai berbeda warna, rimpang putih, kuning, merah, dan jingga dari kolam di pinggir keraton.“Yang mulia Matsyapati, rebuslah empat rimpang teratai ini di empat wadah berbeda. Lalu air rebusannya minumkan pada istri dan kakak ipar Yang mulia.”
 Setelah mendapat empat rimpang itu, Prabu Matsyapati memerintahkan mbok emban untuk merebas ke empat rimpang teratai itu sesuai yang dijelaskan Resi Durwasa. Di kamar bersalin, Dewi Sudesna yang sedang berbaring kesakitan meminum air rebusan rimpang putih, kuning, dan merah, sedangkan Dewi Kandini meminum air rebusan rimpang jingga. Sungguh sebuah keajaiban, setelah satu jam kemudian, mereka dapat melahirkan tanpa rasa sakit. Dewi Sudesna melahirkan tiga bayi laki-laki sehat dan Dewi Kandini melahirkan seorang bayi laki-laki juga. Tiga putra Dewi Sudesna pun dinamai bedasarkan warna rambut dan kulit mereka. Yang berambut hitam keperakan dijadikan kakak tertua, diberi nama Arya Seta. Yang berambut coklat kemerahan diberi nama Arya Sangka atau Arya Wratsangka dan bayi yang berkulit kekuningan diberi nama Arya Utara. Sedangkan putra Arya Setatama dan Dewi Kandini, berambut jingga kecoklatan, oleh Prabu Matsyapati diberi nama Arya Nirbita. Setelah itu, Maharesi Abiyasa meraba perut adik angkatnya, Dewi Sudesna.
 Dia mengatakan sesuatu pada Prabu Matsyapati “ rayi prabu, setelah aku meraba perut Dinda Sudesna, aku mendapat wangsit dari dewata kelak puluhan tahun lagi, Dinda Sudesna akan melahirkan lagi. Bayi itu akan menjadi pembawa wahyu hebat. Bila nanti dia lahir dan berkelamin perempuan, namakan dia Utari.” Prabu Matsyapati bertanya pada Maharesi Abiyasa.”Kakang Maharesi, kenapa dia tdak lahir sekarang? Kenapa harus setelah puluhan tahun?” “begini, rayi prabu. Menurut penglihatanku, kelak putrimu itu akan menjadi jodoh salah satu cicit keturunanku yaitu dengan cucu putraku, Pandu Dewanata. Aku tidak berani menyebutkan lagi karena hanya sampai disitu dewata memberiku penglihatan”. Prabu Matsyapati mengerti dan setelah dirasa cukup. Maharesi Abiyasa mohon pamit segera kembali ke Pertapaan Saptaharga dan Resi Durwasa kembali ke pertapaan Banjarpatoman di Mandura.
Sepuluh bulan setelah memakan Manggadewa Tangganingjiwa, Dewi Kunthi yang sudah hamil besar, tiba-tiba mengalami kesakitan hebat. Prabu Pandu Dewanata dan Dewi Madrim membantu Dewi Kunthi untuk merapal aji Punta Wekasing Rahsa Tunggal untuk meminta dewata membebaskannya dari kesakitan karena melahirkan. Dewi Kunthi mulai merapal ajian itu sambil memanggil Batara Dharma. Seketika Batara Dharma muncul dan membantu Dewi Kunthi melahirkan. Setelah beberapa saat, rasa sakit yang dialami Dewi Kunthi menghilang dan dia langsung melahirkan seorang putra berkulit bersih tanpa darah setetespun. Kelahiran sang putra disertai bau harum dan wangi di seluruh padepokan Saptarengga.
Anugerah dari Batara Dharma.
Setelah menolong, Batara Dharma memberikan anugerah pada bayi itu “ sang prabu, putramu telah ku anugerahi dengan kebijaksanaan yang tinggi, keteguhan hati dalam membela kebenaran, sifat ikhlas yang besar, dan dia mampu disegani siapapun yang memusuhinya karena karismanya.” Setelah memberikan anugerah, Batara Dharma menghilang kembali ke kahyangan. Sebagai bentuk rasa syukur kepada dewata, Prabu Pandu memberi nama putranya itu Puntadewa. Dewi Kunthi memberinya nama Wijakangka, Dewi Madrim memberinya nama Dharmakusuma, dan Ki Lurah Semar memberinya nama sang Ajatasatru. Dua tahun kemudian, Dewi Kunthi kembali hamil untuk kedua kali dan kali ini kehamilannya sangat unik. Baru lima bulan, kehamilannya sudah sebesar kehamilan tujuh bulan. Bersamaan itu pula di Hastinapura, istri Adipati Dretarasta, Dewi Gendari juga telah hamil 13 bulan dan tak kunjung melahirkan.


*Manggadewa Tangganingjiwa adalah buah mangga yang tumbuh di kahyangan dan menjadi salah satu makanan para dewa sehingga siapapun yang mendapat lalu memakan buah ini sambil membuat permohonan, maka oleh dewata agung akan dikabulkan .Dalam kebudayaan agama Hindu di India, terutama dalam kitab Vedas, mangga adalah salah satu buah suci, dianggap sebagai makanan para dewa. Daun mangga sering dijadikan dekorasi ritual di dalam kebudayaan Hindu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar