Holla para readers. Kisah kali ini mengisahkan kisah awal kelahiran dari sulung Pandawa. Yups, ini kisah kelahiran dari Puntadewa alias Yudhistira. Dalam kisah Mahabharata versi India dan yang ditayangkan di serial kolosal di televisi, Pandawa lahir akibat 'hubungan' para istri Pandu dengan para dewa tapi disini saya mengikuti alur pedalangan Jawa menceritakan Pandawa adalah murni anak biologis Prabu Pandu Dewanata yang dibantu oleh para dewa pada saat dipertemukannya benih dan saat kelahiran mereka. Disini juga dikisahkan kelahiran para pangeran kerajaan Wiratha, yaitu Raden Arya Seta, Arya Utara, Arya Wratsangka/Sangka dan Patih Nirbita. Sumber yang saya gunakan berasal dari Kitab Pustakaraja Purwa karaya Raden Ngabehi Ronggowarsito yang dipadukan dengan kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa dan blog-blog pedalangan di internet yang lalu saya kembangkan sendiri.
Telah
hampir setahun Prabu Pandu hidup menyepi di padepokan Saptarengga mengekang
hawa nafsunya dan memohon pada dewata sebuah sarana untuk berputra. Di
padepokan, Dewi Kunthi dan Dewi Madrim dibantu para punakawan dengan sabar
menemani Prabu Pandu bersemedi. Pada suatu hari,ketika Pandu khusyuk bersemedi,
terdengarlah wangsit dewata “Anakku, Pandu. sebentar lagi akan datang orang
yang memberimu sarana untuk berputra. Tunggulah dia”
Pada
suatu pagi di akhir musim dingin, datanglah dua pendeta agung ke gunung Saptarengga..
Mereka adalah Resi Durwasa dan Maharesi Abiyasa. Para penghuni padepokan dan
punakawan sangat menaruh hormat pada mereka. Ki Lurah Semar menyambut
kedatangan mereka, “selamat datang sang resi dan ndoro Abiyasa. Ada angin
apakah sehingga ndoro sekalian mampir ke sini?” Resi Durwasa pun menjawab
“Tidak ada yang sekedar kebetulan di dunia ini, betulkan itu, Kakang Semar? Aku
kesini datang mendapat wangsit dari Dewata agung untuk memberikan buah mangga
ini. Mangga ini bukan sembarang mangga. Ini buah Manggadewa Tangganingjiwa*. Berikan buah ini pada bendoro Kakang.
Aku akan membantu anak prabu Pandu Dewanata untuk berputra. Beritahukan ini
pada anak prabu, Madrim dan anak muridku, Kunthi”. Ki Lurah Semar segera
memberitahu Prabu Pandu tentang berita ini. Harapan baru bagi Prabu Pandu telah
muncul. Dengan tergopoh-gopoh, Prabu Pandu, Dewi Kunthi, dan Dewi Madrim yang
baru selesai melakukan persembahyangan menghormat pada mereka. Kemudian setelah
Resi Durwasa menjelaskan semuanya, Prabu Pandu segera bersemedi dan Resi
Durwasa segera mengupas lalu meletakkan buah Manggadewa Tangganingjiwa di
pangkuan Pandu Dewanata . Kemudian Resi Durwasa membacakan mantra.
Ajaib, atas seizin Hyang Widhi, muncul setitik cahaya penjelmaan air mani, benih Prabu
Pandu keluar dari kelaminnya dan masuk meresap ke dalam daging buah mangga itu.
Oleh Resi Durwasa, buah Mangga itu dipotong-potong itu menjadi lima bagian dan dibagikan
pada istri-istri Prabu Pandu Dewanata. Dewi Kunthi memakan tiga potong dan Dewi
Madrim memakan dua potong yang berukuran sama besar. Setelah itu, Maharesi
Abiyasa meraba perut kedua menantunya dan mengatakan “ Kunthi, kelak kamu akan
mendapatkan tiga anak dan kamu Madrim, akan memperoleh anak kembar. Jangan
khawatir, daging Manggadewa Tangganingjiwa telah menempel di dinding rahim
kalian dan bila waktunya tiba, akan berubah menjadi bayi. Bila kalian akan
melahirkan, rapalkan mantra suci Aji Punta Wekasing Rahsa Tungggal seperti yang
telah diajarkan Resi Durwasa, maka para dewa akan membantu proses persalinan kalian.
Sekarang tugas kami telah selesai disini, kami berdua harus segera pergi. Kami
akan berkunjung kerajaan Wiratha membantu eyang kalian, Prabu Matsyapati. Kami
pamit” kedua pendeta agung itu langsung pergi dan hilang ditelan kabut pagi
yang indah
Manggadewa Tangganingjiwa |
Di
kerajaan Wiratha, Prabu Matsyapati telah lama menikah dengan Dewi Sudesna,
putri angkat Resi Parasara dan Dewi Durgandini Satyawati dan baru kali ini
hamil. Kini Dewi Sudesna hamil bersamaan dengan kakak iparnya, Dewi Kandini,
istri Arya Setatama dan di waktu yang bersamaan pula, mereka akan melahirkan.
Arya Setatama, adik Maharesi Abiyasa, gugur di medan pertempuran dua bulan
sebelumnya, mempertahankan negara Wiratha dari amukan Prabu Gajahsora, seorang raja
serakah dari tanah seberang yang terpikat dan hendak merebut kedaulatan Wiratha
dan Dewi Kandini, istrinya. Proses persalinan Dewi Sudesna dan Dewi Kandini
mengalami kesulitan besar dan rasa sakit yang hebat. Di saat yang genting itu,
Maharesi Abiyasa dan Resi Durwasa datang di saat yang tepat. Prabu Matsyapati
menyambut mereka “Ampun Kakang Maharesi dan Bopo resi Durwasa, atas penyambutan
kami yang ala kadarnya karena istri dan kakak ipar hampir melahirkan” “ tidak
apa, rayi prabu. Kami justru datang kesini untuk membantu Dinda Sudesna dan Dinda
Kandini” Dengan kesaktiannya, Resi Durwasa mengeluarkan empat rimpang bunga
teratai berbeda warna, rimpang putih, kuning, merah, dan jingga dari kolam di
pinggir keraton.“Yang mulia Matsyapati, rebuslah empat rimpang teratai ini di empat
wadah berbeda. Lalu air rebusannya minumkan pada istri dan kakak ipar Yang
mulia.”
Setelah mendapat empat rimpang itu, Prabu
Matsyapati memerintahkan mbok emban untuk merebas ke empat rimpang teratai itu
sesuai yang dijelaskan Resi Durwasa. Di kamar bersalin, Dewi Sudesna yang
sedang berbaring kesakitan meminum air rebusan rimpang putih, kuning, dan
merah, sedangkan Dewi Kandini meminum air rebusan rimpang jingga. Sungguh
sebuah keajaiban, setelah satu jam kemudian, mereka dapat melahirkan tanpa rasa
sakit. Dewi Sudesna melahirkan tiga bayi laki-laki sehat dan Dewi Kandini melahirkan
seorang bayi laki-laki juga. Tiga putra Dewi Sudesna pun dinamai bedasarkan
warna rambut dan kulit mereka. Yang berambut hitam keperakan dijadikan kakak
tertua, diberi nama Arya Seta. Yang berambut coklat kemerahan diberi nama Arya
Sangka atau Arya Wratsangka dan bayi yang berkulit kekuningan diberi nama Arya
Utara. Sedangkan putra Arya Setatama dan Dewi Kandini, berambut jingga
kecoklatan, oleh Prabu Matsyapati diberi nama Arya Nirbita. Setelah itu,
Maharesi Abiyasa meraba perut adik angkatnya, Dewi Sudesna.
Dia mengatakan sesuatu pada Prabu Matsyapati “
rayi prabu, setelah aku meraba perut Dinda Sudesna, aku mendapat wangsit dari
dewata kelak puluhan tahun lagi, Dinda Sudesna akan melahirkan lagi. Bayi itu
akan menjadi pembawa wahyu hebat. Bila nanti dia lahir dan berkelamin
perempuan, namakan dia Utari.” Prabu Matsyapati bertanya pada Maharesi
Abiyasa.”Kakang Maharesi, kenapa dia tdak lahir sekarang? Kenapa harus setelah
puluhan tahun?” “begini, rayi prabu. Menurut penglihatanku, kelak putrimu itu
akan menjadi jodoh salah satu cicit keturunanku yaitu dengan cucu putraku,
Pandu Dewanata. Aku tidak berani menyebutkan lagi karena hanya sampai disitu
dewata memberiku penglihatan”. Prabu Matsyapati mengerti dan setelah dirasa
cukup. Maharesi Abiyasa mohon pamit segera kembali ke Pertapaan Saptaharga dan
Resi Durwasa kembali ke pertapaan Banjarpatoman di Mandura.
Sepuluh bulan setelah memakan Manggadewa Tangganingjiwa, Dewi Kunthi yang sudah hamil
besar, tiba-tiba mengalami kesakitan hebat. Prabu Pandu Dewanata dan Dewi
Madrim membantu Dewi Kunthi untuk merapal aji Punta Wekasing Rahsa Tunggal
untuk meminta dewata membebaskannya dari kesakitan karena melahirkan. Dewi
Kunthi mulai merapal ajian itu sambil memanggil Batara Dharma. Seketika Batara
Dharma muncul dan membantu Dewi Kunthi melahirkan. Setelah beberapa saat, rasa
sakit yang dialami Dewi Kunthi menghilang dan dia langsung melahirkan seorang
putra berkulit bersih tanpa darah setetespun. Kelahiran sang putra disertai bau
harum dan wangi di seluruh padepokan Saptarengga.
Anugerah dari Batara Dharma. |
Setelah
menolong, Batara Dharma memberikan anugerah pada bayi itu “ sang prabu, putramu
telah ku anugerahi dengan kebijaksanaan yang tinggi, keteguhan hati dalam membela
kebenaran, sifat ikhlas yang besar, dan dia mampu disegani siapapun yang memusuhinya karena karismanya.” Setelah memberikan anugerah, Batara Dharma menghilang
kembali ke kahyangan. Sebagai bentuk rasa syukur kepada dewata, Prabu Pandu
memberi nama putranya itu Puntadewa. Dewi Kunthi memberinya nama Wijakangka,
Dewi Madrim memberinya nama Dharmakusuma, dan Ki Lurah Semar memberinya nama sang
Ajatasatru. Dua tahun kemudian, Dewi Kunthi kembali hamil untuk kedua kali dan
kali ini kehamilannya sangat unik. Baru lima bulan, kehamilannya sudah sebesar
kehamilan tujuh bulan. Bersamaan itu pula di Hastinapura, istri Adipati
Dretarasta, Dewi Gendari juga telah hamil 13 bulan dan tak kunjung melahirkan.
*Manggadewa Tangganingjiwa adalah buah mangga yang tumbuh di kahyangan
dan menjadi salah satu makanan para dewa sehingga siapapun yang mendapat lalu memakan buah
ini sambil membuat permohonan, maka oleh dewata agung akan dikabulkan .Dalam kebudayaan
agama Hindu di India, terutama dalam kitab Vedas, mangga adalah salah satu buah suci, dianggap sebagai makanan para dewa. Daun mangga sering dijadikan dekorasi ritual di dalam kebudayaan Hindu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar