Jumat, 08 Februari 2019

Sayembara Dewi Kunthi


 Halo semua, saya kembali. Kali ini saya akan menceritakan bagaimana ayah para Pandawa, Pandu Dewanata, mendapatkan istri-istrinya, Dewi Kunthi dan Dewi Madrim. Di sini juga akan diceritakan bagaimana Dewi Gendari, ibu para Kurawa menikah dengan Dretarastra, dan Arya Suman yang kelak bernama Patih Arya Sengkuni bisa menjadi punggawa di Hastinapura. Kisah sayembara Dewi Kunthi ini juga menjadi titik temu paling penting dalam pertalian kekeluargaan antara Wangsa Baharata dan Wangsa Yadawa. Sumber yang saya pakai berasal dari Kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa, serial televisi Karmapala karya Imam Tantowi, blog-blog pedalangan yang beredar di internet, dan Kitab Pustakaraja Purwa karya Raden Ngabehi Ronggowarsito.

Di tempat lain, pada suatu hari, Kerajaan Hastinapura sedang mempersiapkan calon raja baru. Prabu Kresna Dipayana telah mendapat undangan dari Kerajaan Mandura bahwa akan diadakan sayembara memperebutkan putri Prabu Kuntiboja, Dewi Kunthi. Ibu ratu Sayojanagandi*1 bertanya pada putra sulungnya itu “ Anak prabu, aku memang tidak ragu untuk melepas Pandu dan saudara-saudaranya untuk ikut sayembara karena hubungan persaudaraan, tapi aku masih sangsi, apakah keturunan Mandura adalah keturunan orang-orang budiman?  Sebab ini menyangkut masa depan Hastina selanjutnya” Prabu Kresna Dipayana menjelaskan “Ibu, sepengetahuan hamba, keturunan Mandura juga sebenarnya masih sedarah dengan kita. Selain dari darah Dinda Bandonsari, tapi juga dari leluhur, sama dengan kita. Sama-sama keturunan Prabu Yayati. Kita berdarah Baharata, mereka berdarah Yadawa*2.” Setelah mendapat penjelasan tersebut, ibu ratu bersedia untuk melepas tiga pangeran itu bersama para punakawan.”Ki Lurah Semar dan punakawan semua, tolong jaga putra-putraku. Ingatkan mereka kalau mereka salah jalan” Semar menjawab “ Baik, ndoro Abiyasa. Percayakan mereka pada kami”
Di kerajaan Mandura sendiri, telah banyak para raja dan pangeran datang berduyun-duyun untuk mengikuti sayembara. Kebetulan pula,Narasoma dan Dewi Madrim yang sedang mengembara mendengar sayembara itu. Merekapun mendaftar sebagai peserta sayembara. Sayembara itu berupa sayembara pilih. Siapapun yang dipilih Dewi Kunthi, dialah pemenangnya. Diantara para raja dan pangeran itu, Narasoma dan Dewi Madrim duduk berdekatan dengan pintu masuk keraton. Ketika Dewi Kunthi melihat ke sekeliling, tidak ada para raja dan pangern yang menjadi kriterianya dan menarik hatinya, termasuk Narasoma. Karena waktu terus berjalan, akhirnya dengan terpaksa Dewi Kunthi mengalungkan puspamala pada Narasoma. Para raja dan pangeran merasa tidak terima. Mereka akhirnya menyerang Narasoma. Merasa dapat kesempatan mencoba ilmu barunya, Narasoma merapal ajian Candhabirawa. Seketika muncullah seorang raksasa jelmaan ajian itu. Para raja dan pangeran yang sedang kalap itu menyerang Candhabirawa secara membabibuta. Tak disangka cipratan darah Candhabirawa berubah menjadi ratusan raksasa bajang lalu menyerang mereka. Para raja itu lari tunggang langgang meninggalkan arena sayembara. Candhabirawa pun masuk lagi ke dalam tubuh Narasoma. Di saat itu pula rombongan Dretarastra, Pandu Dewanata, dan Arya Widura datang bersama para punakawan. “Ampun paman prabu Kuntiboja, hamba Pandu Dewanata. Ini kakak hamba Dretarastra dan adik hamba, Arya Widura. Kami datang dari Hastinapura. Saya hendak mengikuti sayembara memperebutkan putri paman” Prabu Kuntiboja menjelaskan “Wahh, anakku, Pandu. Maaf beribu maaf. Kamu datang terlambat. Putriku, Dewi Kunthi sudah memilih Bambang Narasoma”. Pandu Dewanata merasa kecewa tapi tetap menghormati keputusan sang prabu. Mereka akhirnya memilih pulang kembali ke Hastinapura.
Belum sampai di pintu gerbang keraton, Narasoma dan rombongan Prabu Kuntiboja menghalangi perjalanan mereka. Narasoma turun dari kudanya dan menantang Pandu “hai Pandu, ku dengar kau ksatria sakti mandraguna. Bagaimana kalau kita bertanding. Kalau aku menang, Hastina harus jadi bawahanku” Pandu tidak tertarik dengan taruhan semacam itu lalu melengos pergi. Narasoma marah merasa diremehkan lalu menawarkan hadiah bila Pandu yang menang. “ Bagaimana jika kau yang menang Dewi Kunthi jadi milikmu?”Pandu yang tidak suka dengan sikap jumawa Narasoma lalu membalas “ aku tambah, adikmu Dewi Madrim juga akan menjadi milikku” “Ok, Deal !”. Pandu Dewanata meminta izin pada Prabu Kuntiboja agar sayembara ini menjadi sah “ Paman prabu, mohon disaksikan sayembara ulang ini sesuai taruhan yang kami sepakati*3”. Prabu Kuntiboja memberikan izinnya “Aku akan menjadi saksi pertandingan ini”
Pertarungan mereka dimulai. Awalnya mereka hanya beradu panah, lalu beradu keris, dan terakhir beradu tangan kosong. Karena sama-sama hebat dan tak ada yang kalah, akhirnya mereka saling beradu ajian. Narasoma mengeluarkan ajian Candhabirawa. Candhabirawa menyerang Pandu. Pandu membalas serang ajian itu dengan Aji Brajadenta.
Candhabirawa mengeroyok Pandu Dewanata
Tak disangka semakin dilukai, jumlah Candhabirawa semakin banyak. Lama-kelamaan, Pandu mulai kewalahan menghadapi Candhabirawa. Karena takut terjadi apa-apa pada adiknya, Tiba-tiba Dretarastra masuk ke pertarungan menyerang Candhabirawa dengan aji Leburgeni. Bukannya berkurang justru jumlah Candhabirawa semakin banyak. Di saat sedang terdesak tersebut, Ki lurah Semar memberi nasihat pada Raden Pandu dan Dretarastra lewat aji Pameling. “Raden berdua, untuk mengalahkan Candhabirawa, jangan menyerang secara fisik. Seranglah secara batin. Hentikan mengeluarkan ajian dan mulailah mengheningkan cipta” “ Terima kasih, Ki lurah. Saran yang bagus”. Dretarastra dan Pandu mulai berhenti merapal ajian dan segera bersemedi mengosongkan segala hawa nafsu. Secara tiba-tiba, Candhabirawa terkulai lemas dan mulai menghilang satu persatu. Candhabirawa yang tersisa masuk kembali ke dalam tubuh Narasoma. Tiba-tiba, Pandu Dewanata merapal aji Pangrupak Jagad*4 dan tubuh Narasoma terbenam ke dalam tanah secara mendadak.
Narasoma menyerah kalah dan mengaku telah berlaku jumawa. “Maafkan aku, Pandu atas sifat jumawaku. Sebenarnya aku ikut sayembara ini untuk mencari alasan agar bisa mencoba ilmu baruku. Aku sudah punya istri dan aku sudah bersumpah tak akan menduakannya dan lagipula Dinda Kunthi juga tidak ikhlas memilihku. Dinda Kunthi, sekarang silahkan ambil puspamala ini. Kalungkan ini ke leher calon suamimu” tanpa bertanya lagi, setelah Narasoma keluar dari tanah dan menyerahkan puspamala itu, Dewi Kunthi mengalungkan puspamala itu ke leher Pandu Dewanata. “Dinda Madrim, sekarang ikutlah bersama Pandu . Dia sekarang calon suamimu. Aku akan yakinkan ayahanda prabu merestui hubungan kalian” “Baik, kakang Narasoma. Sampaikan salam ku pada ayahanda prabu, bunda ratu dan kakak ipar” Dewi Madrim tersipu malu lalu menaiki kereta dan duduk bersama Dewi Kunthi. Rombongan Hastinapura kembali melanjutkan perjalanan pulang. Sementara Narasoma dengan kudanya memecut kembali ke Mandaraka dan Prabu Kuntboja kembali ke Mandura.
Di lain tempat, di kerajaan Gandara, sang raja yang bernama Prabu Suwala telah meninggal dunia telah digantikan oleh putranya, Raden Arya Suman bergelar Prabu Trigantalpati. Hari itu, Prabu Trigantalpati ingin mengikuti sayembara Dewi Kunthi bersama kakaknya, Dewi Gendari dan adik-adiknya, Arya Hanggayaksa, dan Arya Surawasanta. Ketika dalam perjalanan itu, Prabu Trigantalpati melihat rombongan kereta Hastinapura yang membawa Dewi Kunthi. Menyadari dirinya terlambat, terpikirlah cara licik untuk merebut Dewi Kunthi dari kereta itu. Dengan kesaktiannya, Prabu Trigantalpati menculik Dewi Kunthi dari kereta dengan terbang melayang diantara pepohonan. Dewi Kunthi meminta tolong. Pandu Dewanata menyadari hal itu lalu mengejar si penculik dengan aji Sepiangin*5sementara rombongannya mengikuti dari belakang.
Setelah Prabu Trigantalpati kembali ke rombongannya, Pandu Dewanata dan rombongan menemukannya. “Hai penculik. Beraninya kamu menculik calon istriku. Pakaianmu raja tapi kelakuanmu denawa*6. Tak pantas kau memakai mahkota itu” Prabu Trigantalpati malah berkata ketus dan sesumbar “Hei Pangeran. Sebenarnya aku ingin mengikuti sayembara di Mandura, tapi karena aku terlambat, bagaimana kalau kita perang tanding. Bila aku menang Dewi Kunthi jadi milikku dan bila aku kalah, kakak perempuanku jadi milikmu”. Pandu merasa orang yang mengajaknya taruhan itu sudah hilang akal “ Tuan raja, apa kau sudah hilang akal. Kau mempertaruhkan kakakmu? Memangnya seberapa cantik kakakmu?” Prabu Trigantalpati membalas “ohh kakakku itu sangat cantik, di negeriku dan negeri Pancala dan Kosala sudah terkenal cantiknya. Itu kakakku sedang duduk di kereta”. Pandu Dewanata menengok ke kereta tempat Dewi Gendari duduk. “ Rayi prabu! Ngapain disitu. Ayo kita lanjut perjalanan”.Memanglah Dewi Gendari cantik tapi kelakuannya terkesan galak dan terlihat penuh ambisi. Walau demikian, Tanpa ba-bi-bu lagi, Pandu melayani taruhan  Prabu Trigantalpati. Mereka pun saling bertarung. Mereka memang sakti tapi karena jumawa, Prabu Trigantalpati dapat didesak dengan mudah. Sambil menggerutu, Prabu Trigantalpati mengais tanah berdebu. Arya Widura yang awas dan waspada melakukan ngeragasukma*7 dan membantu Pandu. “Kakang Pandu, hati-hati, dia ingin menaburkan debu ke mata kakang” “ Terima kasih, rayi Widura. Sekarang kembali lah ke ragamu. Seketika kemudian, sukma Arya Widura kembali masuk ke raganya. Ketika Prabu Trigantalpati menaburkan debu, Pandu menghindar lalu memiting lehernya. “menyerah kau atau ku patahkan lehermu, raja culas!!!” Prabu Trigantalpati menyerah kalah dan memboyong Dewi Gendari ke Hastinapura. Bahkan Trigantalpati melepas takhtanya di Gandara lalu diserahkan ke adiknya, Arya Hanggayaksa dan ikut bersama kakaknya ke Hastinapura. Setelah melepas takhta, raja culas itu berganti nama dan kembali memakai nama lamanya, Arya Suman.
Setelah beberapa hari, tiga pangeran dan para punakawan sampai di keraton Hastinapura. Prabu Kresna Dipayana, Maharesi Bhisma, dan ibu ratu Sayojanagandi menyambut mereka dan keberhasilan Pandu Dewanata karena berhasil memboyong Dewi Kunthi, bahkan juga Dewi Madrim dan Dewi Gendari. Pandu Dewanata berniat membagi tiga putri itu pada kaka dan adiknya.Widura tidak mau menikah dulu karena masih ingin belajar tentang ilmu hukum “Kakang Pandu, terima kasih atas tawaranmu. Tapi aku masih ingin belajar ilmu hukum. Lagipula aku sudah punya Nini Dewi Padmarini dan kami sudah berkomitmen.”. kemudian Pandu menawarkan pada kakaknya dua istri namun Dretarastra menolak “Rayi, kau sudah bekerja keras dan memenangkan sayembara, lebih baik kau saja yang beristri dua. Biar aku saja yang beristri satu”. Karena sudah diputuskan maka Dretarastra dipersilahkan memilih terlebih dahulu.
Para putri boyongan terkejut bahwa mereka akan dipilihkan. Para putri boyongan berdoa agar tidak dipilih Dretarastra. Diantara mereka bertiga, hanya Dewi Gendari yang panik. Arya Suman mencari akal agar sang kakak tidak jadi dipilih. Satu ide pun muncul, Arya Suman menyuruh sang kakak melumuri tubuhnya dengan lendir ikan. Hari pemilihan pun tiba. Detarastra pun berjalan sambil menanyai usia mereka. Dewi Kunthi menjawab usianya 21 tahun, Dewi Madrim usianya 19 tahun, dan ketika mendekati Dewi Gendari, Dretarastra mencium bau amis ikan. Hal itu membuatnya teringat akan makanan kesukaannya, ikan bakar. ketika ditanya soal usia, Dewi Gendari menjawab usianya 23 tahun. Diakhir pemilihan, Dretarastra menjatuhkan pilihannya pada Dewi Gendari. Dewi Gendari syok dan lari meninggalkan pertemuan. Sambil meratapi nasibnya, Dewi Gendari berlari menuju ke taman istana lalu menyobek sebagian jariknya.
Sumpah Dewi Gendari
Sobekan jarik itu ditutupkan ke matanya lalu Dewi Gendari melakukan sumpah “Kau telah menghancurkan hatiku, Pandu. Karena kau, masa depanku suram. Ini taka adil bagiku. Disini, di taman ini, di saksikan para dewata di langit, aku bersumpah tidak akan melihat matahari lagi seumur hidupku! Aku bersumpah, keturunanku harus lebih banyak daripada keturunanmu, Pandu Dewanata! Aku juga bersumpah, kau akan mendapat celaka di tempat aku berdiri sekarang, Pandu!” Seketika langit di atas kerajaan Hastinapura menjadi gelap gulita. Petir dan angin bergemuruh. Menandakan sumpah itu didengar dewata. Arya Suman yang mengikuti Dewi Gendari merasa sedih karena tak tega melihat kakaknya bersedih, ikut bersumpah “Kalian orang Hastinapura, sudah menghancurkan hati kakakku. Aku bersumpah! Akan ku pecah belah kedamaian yang ada di negeri ini dan aku bersumpah akan menjadikan keturunan kakakku berjaya di negeri ini! Apapun caranya!” seketika suara gemuruh di langit menjadi semakin menakutkan. Sumpah Arya Suman juga didengar dewata.
Begitulah, sejak menikahi Dretarastra, Dewi Gendari selalu menutup matanya dengan kain di siang hari dan hanya membukanya di saat malam hari. Kesetiaan itu dipegang Gendari yang berprinsip suami istri haruslah adil dan setara, seia dan sekata. Arya Suman juga memulai tugasnya sebagai juru tulis istana di kota Gajahoya.

*1 Sayojanagandi adalah nama lain dari ibu ratu Durgandini Satyawati. Disini, saya memakai nama ini agar tidak rancu dengan Endang Ratna Setyawati, istri Narasoma/Salya
*2 Yadawa adalah sebutan untuk keturunan Prabu Yadu, putra sulung Prabu Yayati dari Kandaparasta dengan Dewi Dewayani, putri Maharesi Sukra yang kemudian bercampur dengan keturunan Sri Ramawijaya dari garis Prabu Ramabatlawa. Prabu Yadu bersaudara satu ayah dengan Prabu Puru, putra bungsu Prabu Yayati dengan Dewi Sarmista. Prabu Puru adalah kakek buyut Prabu Baharata, pendiri Kerajaan Hastinapura. Wangsa Yadawa inilah yang mendirikan Kerajaan Mandura, Lesanpura, Kumbinapuri, Dwarawati, dan Cedi. Kebanyakan rakyat mereka adalah petani buah-buahan dan para peternak sapi.
*3 Pada masa itu, sayembara ulang dengan taruhan putri boyongan hasil sayembara sebelumnya dan saudari dari penantang masih diperbolehkan.
*4 Ajian yang mampu menciptakan gempa bumi dan menenggelamkan siapapun kedalam bumi yang terkena ajian ini.
*5 Ajian Sepiangin adalah ajian kecepatan yang mampu membuat si pemakai bisa berjalan cepat sekencang angin. Ajian ini juga bisa menciptakan badai dahsyat untuk menggelapkan dan mengaburkan pandangan lawan lalu si pemakai bisa melarikan diri disaat lawan sedang lengah.
*6 Denawa adalah nama lain dari yaksa hutan atau bangsa raksasa yang tidak berbudi. Denawa biasanya merampok dan membunuh siapapun yang masuk ke hutan kekuasaan mereka.
*7 ngeragasukma adalah suatu kemampuan untuk memisahkan raga kasar dan roh dan melakukan perjalanan dengan menggunakan raga halus/roh dan meninggalkan raga kasar/jasmani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar