Halo semua, saya kembali. Kali ini saya akan menceritakan bagaimana ayah para Pandawa, Pandu Dewanata, mendapatkan istri-istrinya, Dewi Kunthi dan Dewi Madrim. Di sini juga akan diceritakan bagaimana Dewi Gendari, ibu para Kurawa menikah dengan Dretarastra, dan Arya Suman yang kelak bernama Patih Arya Sengkuni bisa menjadi punggawa di Hastinapura. Kisah sayembara Dewi Kunthi ini juga menjadi titik temu paling penting dalam pertalian kekeluargaan antara Wangsa Baharata dan Wangsa Yadawa. Sumber yang saya pakai berasal dari Kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa, serial televisi Karmapala karya Imam Tantowi, blog-blog pedalangan yang beredar di internet, dan Kitab Pustakaraja Purwa karya Raden Ngabehi Ronggowarsito.
Di
tempat lain, pada suatu hari, Kerajaan Hastinapura sedang mempersiapkan calon
raja baru. Prabu Kresna Dipayana telah mendapat undangan dari Kerajaan Mandura
bahwa akan diadakan sayembara memperebutkan putri Prabu Kuntiboja, Dewi Kunthi.
Ibu ratu Sayojanagandi*1 bertanya pada putra sulungnya itu “ Anak prabu, aku
memang tidak ragu untuk melepas Pandu dan saudara-saudaranya untuk ikut
sayembara karena hubungan persaudaraan, tapi aku masih sangsi, apakah keturunan
Mandura adalah keturunan orang-orang budiman? Sebab ini menyangkut masa depan Hastina
selanjutnya” Prabu Kresna Dipayana menjelaskan “Ibu, sepengetahuan hamba,
keturunan Mandura juga sebenarnya masih sedarah dengan kita. Selain dari darah
Dinda Bandonsari, tapi juga dari leluhur, sama dengan kita. Sama-sama keturunan
Prabu Yayati. Kita berdarah Baharata, mereka berdarah Yadawa*2.”
Setelah mendapat penjelasan tersebut, ibu ratu bersedia untuk melepas tiga
pangeran itu bersama para punakawan.”Ki Lurah Semar dan punakawan semua, tolong
jaga putra-putraku. Ingatkan mereka kalau mereka salah jalan” Semar menjawab “
Baik, ndoro Abiyasa. Percayakan mereka pada kami”
Di
kerajaan Mandura sendiri, telah banyak para raja dan pangeran datang
berduyun-duyun untuk mengikuti sayembara. Kebetulan pula,Narasoma dan Dewi
Madrim yang sedang mengembara mendengar sayembara itu. Merekapun mendaftar
sebagai peserta sayembara. Sayembara itu berupa sayembara pilih. Siapapun yang
dipilih Dewi Kunthi, dialah pemenangnya. Diantara para raja dan pangeran itu,
Narasoma dan Dewi Madrim duduk berdekatan dengan pintu masuk keraton. Ketika
Dewi Kunthi melihat ke sekeliling, tidak ada para raja dan pangern yang menjadi
kriterianya dan menarik hatinya, termasuk Narasoma. Karena waktu terus
berjalan, akhirnya dengan terpaksa Dewi Kunthi mengalungkan puspamala pada
Narasoma. Para raja dan pangeran merasa tidak terima. Mereka akhirnya menyerang
Narasoma. Merasa dapat kesempatan mencoba ilmu barunya, Narasoma merapal ajian
Candhabirawa. Seketika muncullah seorang raksasa jelmaan ajian itu. Para raja
dan pangeran yang sedang kalap itu menyerang Candhabirawa secara membabibuta.
Tak disangka cipratan darah Candhabirawa berubah menjadi ratusan raksasa bajang
lalu menyerang mereka. Para raja itu lari tunggang langgang meninggalkan arena
sayembara. Candhabirawa pun masuk lagi ke dalam tubuh Narasoma. Di saat itu
pula rombongan Dretarastra, Pandu Dewanata, dan Arya Widura datang bersama para
punakawan. “Ampun paman prabu Kuntiboja, hamba Pandu Dewanata. Ini kakak hamba
Dretarastra dan adik hamba, Arya Widura. Kami datang dari Hastinapura. Saya
hendak mengikuti sayembara memperebutkan putri paman” Prabu Kuntiboja
menjelaskan “Wahh, anakku, Pandu. Maaf beribu maaf. Kamu datang terlambat.
Putriku, Dewi Kunthi sudah memilih Bambang Narasoma”. Pandu Dewanata merasa
kecewa tapi tetap menghormati keputusan sang prabu. Mereka akhirnya memilih
pulang kembali ke Hastinapura.
Belum
sampai di pintu gerbang keraton, Narasoma dan rombongan Prabu Kuntiboja
menghalangi perjalanan mereka. Narasoma turun dari kudanya dan menantang Pandu “hai
Pandu, ku dengar kau ksatria sakti mandraguna. Bagaimana kalau kita bertanding.
Kalau aku menang, Hastina harus jadi bawahanku” Pandu tidak tertarik dengan
taruhan semacam itu lalu melengos pergi. Narasoma marah merasa diremehkan lalu
menawarkan hadiah bila Pandu yang menang. “ Bagaimana jika kau yang menang Dewi
Kunthi jadi milikmu?”Pandu yang tidak suka dengan sikap jumawa Narasoma lalu
membalas “ aku tambah, adikmu Dewi Madrim juga akan menjadi milikku” “Ok, Deal
!”. Pandu Dewanata meminta izin pada Prabu Kuntiboja agar sayembara ini menjadi
sah “ Paman prabu, mohon disaksikan sayembara ulang ini sesuai taruhan yang
kami sepakati*3”. Prabu Kuntiboja memberikan izinnya “Aku akan
menjadi saksi pertandingan ini”
Pertarungan
mereka dimulai. Awalnya mereka hanya beradu panah, lalu beradu keris, dan
terakhir beradu tangan kosong. Karena sama-sama hebat dan tak ada yang kalah,
akhirnya mereka saling beradu ajian. Narasoma mengeluarkan ajian Candhabirawa.
Candhabirawa menyerang Pandu. Pandu membalas serang ajian itu dengan Aji
Brajadenta.
Tak disangka semakin dilukai, jumlah Candhabirawa semakin banyak.
Lama-kelamaan, Pandu mulai kewalahan menghadapi Candhabirawa. Karena takut
terjadi apa-apa pada adiknya, Tiba-tiba Dretarastra masuk ke pertarungan
menyerang Candhabirawa dengan aji Leburgeni. Bukannya berkurang justru jumlah
Candhabirawa semakin banyak. Di saat sedang terdesak tersebut, Ki lurah Semar
memberi nasihat pada Raden Pandu dan Dretarastra lewat aji Pameling. “Raden
berdua, untuk mengalahkan Candhabirawa, jangan menyerang secara fisik.
Seranglah secara batin. Hentikan mengeluarkan ajian dan mulailah mengheningkan
cipta” “ Terima kasih, Ki lurah. Saran yang bagus”. Dretarastra dan Pandu mulai
berhenti merapal ajian dan segera bersemedi mengosongkan segala hawa nafsu.
Secara tiba-tiba, Candhabirawa terkulai lemas dan mulai menghilang satu
persatu. Candhabirawa yang tersisa masuk kembali ke dalam tubuh Narasoma.
Tiba-tiba, Pandu Dewanata merapal aji Pangrupak
Jagad*4 dan tubuh Narasoma terbenam ke dalam tanah secara
mendadak.
Candhabirawa mengeroyok Pandu Dewanata |
Narasoma
menyerah kalah dan mengaku telah berlaku jumawa. “Maafkan aku, Pandu atas sifat
jumawaku. Sebenarnya aku ikut sayembara ini untuk mencari alasan agar bisa
mencoba ilmu baruku. Aku sudah punya istri dan aku sudah bersumpah tak akan
menduakannya dan lagipula Dinda Kunthi juga tidak ikhlas memilihku. Dinda
Kunthi, sekarang silahkan ambil puspamala ini. Kalungkan ini ke leher calon
suamimu” tanpa bertanya lagi, setelah Narasoma keluar dari tanah dan
menyerahkan puspamala itu, Dewi Kunthi mengalungkan puspamala itu ke leher
Pandu Dewanata. “Dinda Madrim, sekarang ikutlah bersama Pandu . Dia sekarang
calon suamimu. Aku akan yakinkan ayahanda prabu merestui hubungan kalian”
“Baik, kakang Narasoma. Sampaikan salam ku pada ayahanda prabu, bunda ratu dan
kakak ipar” Dewi Madrim tersipu malu lalu menaiki kereta dan duduk bersama Dewi
Kunthi. Rombongan Hastinapura kembali melanjutkan perjalanan pulang. Sementara
Narasoma dengan kudanya memecut kembali ke Mandaraka dan Prabu Kuntboja kembali
ke Mandura.
Di
lain tempat, di kerajaan Gandara, sang raja yang bernama Prabu Suwala telah
meninggal dunia telah digantikan oleh putranya, Raden Arya Suman bergelar Prabu
Trigantalpati. Hari itu, Prabu Trigantalpati ingin mengikuti sayembara Dewi
Kunthi bersama kakaknya, Dewi Gendari dan adik-adiknya, Arya Hanggayaksa, dan
Arya Surawasanta. Ketika dalam perjalanan itu, Prabu Trigantalpati melihat
rombongan kereta Hastinapura yang membawa Dewi Kunthi. Menyadari dirinya
terlambat, terpikirlah cara licik untuk merebut Dewi Kunthi dari kereta itu.
Dengan kesaktiannya, Prabu Trigantalpati menculik Dewi Kunthi dari kereta
dengan terbang melayang diantara pepohonan. Dewi Kunthi meminta tolong. Pandu
Dewanata menyadari hal itu lalu mengejar si penculik dengan aji Sepiangin*5sementara
rombongannya mengikuti dari belakang.
Setelah
Prabu Trigantalpati kembali ke rombongannya, Pandu Dewanata dan rombongan
menemukannya. “Hai penculik. Beraninya kamu menculik calon istriku. Pakaianmu
raja tapi kelakuanmu denawa*6.
Tak pantas kau memakai mahkota itu” Prabu Trigantalpati malah berkata ketus dan
sesumbar “Hei Pangeran. Sebenarnya aku ingin mengikuti sayembara di Mandura,
tapi karena aku terlambat, bagaimana kalau kita perang tanding. Bila aku menang
Dewi Kunthi jadi milikku dan bila aku kalah, kakak perempuanku jadi milikmu”.
Pandu merasa orang yang mengajaknya taruhan itu sudah hilang akal “ Tuan raja,
apa kau sudah hilang akal. Kau mempertaruhkan kakakmu? Memangnya seberapa
cantik kakakmu?” Prabu Trigantalpati membalas “ohh kakakku itu sangat cantik,
di negeriku dan negeri Pancala dan Kosala sudah terkenal cantiknya. Itu kakakku
sedang duduk di kereta”. Pandu Dewanata menengok ke kereta tempat Dewi Gendari
duduk. “ Rayi prabu! Ngapain disitu. Ayo kita lanjut perjalanan”.Memanglah Dewi
Gendari cantik tapi kelakuannya terkesan galak dan terlihat penuh ambisi. Walau
demikian, Tanpa ba-bi-bu lagi, Pandu melayani taruhan Prabu Trigantalpati. Mereka pun saling
bertarung. Mereka memang sakti tapi karena jumawa, Prabu Trigantalpati dapat
didesak dengan mudah. Sambil menggerutu, Prabu Trigantalpati mengais tanah
berdebu. Arya Widura yang awas dan waspada melakukan ngeragasukma*7 dan membantu Pandu. “Kakang Pandu,
hati-hati, dia ingin menaburkan debu ke mata kakang” “ Terima kasih, rayi
Widura. Sekarang kembali lah ke ragamu. Seketika kemudian, sukma Arya Widura
kembali masuk ke raganya. Ketika Prabu Trigantalpati menaburkan debu, Pandu
menghindar lalu memiting lehernya. “menyerah kau atau ku patahkan lehermu, raja
culas!!!” Prabu Trigantalpati menyerah kalah dan memboyong Dewi Gendari ke
Hastinapura. Bahkan Trigantalpati melepas takhtanya di Gandara lalu diserahkan
ke adiknya, Arya Hanggayaksa dan ikut bersama kakaknya ke Hastinapura. Setelah
melepas takhta, raja culas itu berganti nama dan kembali memakai nama lamanya,
Arya Suman.
Setelah
beberapa hari, tiga pangeran dan para punakawan sampai di keraton Hastinapura.
Prabu Kresna Dipayana, Maharesi Bhisma, dan ibu ratu Sayojanagandi menyambut
mereka dan keberhasilan Pandu Dewanata karena berhasil memboyong Dewi Kunthi,
bahkan juga Dewi Madrim dan Dewi Gendari. Pandu Dewanata berniat membagi tiga
putri itu pada kaka dan adiknya.Widura tidak mau menikah dulu karena masih ingin
belajar tentang ilmu hukum “Kakang Pandu, terima kasih atas tawaranmu. Tapi aku
masih ingin belajar ilmu hukum. Lagipula aku sudah punya Nini Dewi Padmarini
dan kami sudah berkomitmen.”. kemudian Pandu menawarkan pada kakaknya dua istri
namun Dretarastra menolak “Rayi, kau sudah bekerja keras dan memenangkan sayembara,
lebih baik kau saja yang beristri dua. Biar aku saja yang beristri satu”.
Karena sudah diputuskan maka Dretarastra dipersilahkan memilih terlebih dahulu.
Para
putri boyongan terkejut bahwa mereka akan dipilihkan. Para putri boyongan
berdoa agar tidak dipilih Dretarastra. Diantara mereka bertiga, hanya Dewi
Gendari yang panik. Arya Suman mencari akal agar sang kakak tidak jadi dipilih.
Satu ide pun muncul, Arya Suman menyuruh sang kakak melumuri tubuhnya dengan
lendir ikan. Hari pemilihan pun tiba. Detarastra pun berjalan sambil menanyai
usia mereka. Dewi Kunthi menjawab usianya 21 tahun, Dewi Madrim usianya 19
tahun, dan ketika mendekati Dewi Gendari, Dretarastra mencium bau amis ikan.
Hal itu membuatnya teringat akan makanan kesukaannya, ikan bakar. ketika
ditanya soal usia, Dewi Gendari menjawab usianya 23 tahun. Diakhir pemilihan,
Dretarastra menjatuhkan pilihannya pada Dewi Gendari. Dewi Gendari syok dan
lari meninggalkan pertemuan. Sambil meratapi nasibnya, Dewi Gendari berlari menuju
ke taman istana lalu menyobek sebagian jariknya.
Sobekan
jarik itu ditutupkan ke matanya lalu Dewi Gendari melakukan sumpah “Kau telah
menghancurkan hatiku, Pandu. Karena kau, masa depanku suram. Ini taka adil
bagiku. Disini, di taman ini, di saksikan para dewata di langit, aku bersumpah
tidak akan melihat matahari lagi seumur hidupku! Aku bersumpah, keturunanku
harus lebih banyak daripada keturunanmu, Pandu Dewanata! Aku juga bersumpah,
kau akan mendapat celaka di tempat aku berdiri sekarang, Pandu!” Seketika
langit di atas kerajaan Hastinapura menjadi gelap gulita. Petir dan angin
bergemuruh. Menandakan sumpah itu didengar dewata. Arya Suman yang mengikuti
Dewi Gendari merasa sedih karena tak tega melihat kakaknya bersedih, ikut
bersumpah “Kalian orang Hastinapura, sudah menghancurkan hati kakakku. Aku
bersumpah! Akan ku pecah belah kedamaian yang ada di negeri ini dan aku
bersumpah akan menjadikan keturunan kakakku berjaya di negeri ini! Apapun
caranya!” seketika suara gemuruh di langit menjadi semakin menakutkan. Sumpah
Arya Suman juga didengar dewata.
Sumpah Dewi Gendari |
Begitulah,
sejak menikahi Dretarastra, Dewi Gendari selalu menutup matanya dengan kain di
siang hari dan hanya membukanya di saat malam hari. Kesetiaan itu dipegang
Gendari yang berprinsip suami istri haruslah adil dan setara, seia dan sekata.
Arya Suman juga memulai tugasnya sebagai juru tulis istana di kota Gajahoya.
*1 Sayojanagandi adalah
nama lain dari ibu ratu Durgandini Satyawati. Disini, saya memakai nama ini
agar tidak rancu dengan Endang Ratna Setyawati, istri Narasoma/Salya
*2 Yadawa adalah
sebutan untuk keturunan Prabu Yadu, putra sulung Prabu Yayati dari Kandaparasta
dengan Dewi Dewayani, putri Maharesi Sukra yang kemudian bercampur dengan keturunan
Sri Ramawijaya dari garis Prabu Ramabatlawa. Prabu Yadu bersaudara satu ayah dengan Prabu Puru, putra bungsu Prabu Yayati dengan Dewi Sarmista. Prabu Puru adalah kakek buyut Prabu Baharata, pendiri Kerajaan Hastinapura. Wangsa Yadawa inilah yang mendirikan Kerajaan
Mandura, Lesanpura, Kumbinapuri, Dwarawati, dan Cedi. Kebanyakan rakyat mereka adalah
petani buah-buahan dan para peternak sapi.
*3 Pada masa itu,
sayembara ulang dengan taruhan putri boyongan hasil sayembara sebelumnya dan
saudari dari penantang masih diperbolehkan.
*4 Ajian yang mampu
menciptakan gempa bumi dan menenggelamkan siapapun kedalam bumi yang terkena
ajian ini.
*5 Ajian Sepiangin
adalah ajian kecepatan yang mampu membuat si pemakai bisa berjalan cepat sekencang
angin. Ajian ini juga bisa menciptakan badai dahsyat untuk menggelapkan dan
mengaburkan pandangan lawan lalu si pemakai bisa melarikan diri disaat lawan sedang
lengah.
*6 Denawa adalah nama
lain dari yaksa hutan atau bangsa raksasa yang tidak berbudi. Denawa biasanya merampok dan membunuh siapapun yang masuk ke hutan kekuasaan mereka.
*7 ngeragasukma adalah
suatu kemampuan untuk memisahkan raga kasar dan roh dan melakukan perjalanan
dengan menggunakan raga halus/roh dan meninggalkan raga kasar/jasmani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar