Kamis, 31 Januari 2019

Kelahiran Dretarastra, Pandu, dan Arya Widura


Halo semua. Baru saja nge-post kemarin ehh ada ide untung melanjutkan yang kemarin. Kali ini saya akan mengisahkan kisah kelahiran ayah para Pandawa dan Kurawa, yaitu Dretarastra, Pandu Dewanata, dan Arya Widura . Disini juga menceritakan kematian Prabu Wicitrawirya, pernikahan Maharesi Abiyasa dengan janda adiknya, Ambika dan Ambalika, dan ditutup dengan dilantiknya Maharesi Abiyasa menjadi raja sementara di Hastinapura. Sumber yang saya pakai adalah kitab Pustaka Raja Purwa yang dipadukan dengan Kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa dengan pengubahan yang seperlunya

Sudah tujuh tahun Prabu Wicitrawirya menikah dengan Dewi Ambika dan Ambalika, tapi mereka belum dikaruniai seorang putra satupun. Padahal adik perempuannya, Dewi Bandonsari baru menikah dengan Raden Kuntiboja dari Mandura sudah mengandung anak ketiga. Anak pertama mereka adalah Raden Basudewa dan Dewi Sruta sudah berusia 4 dan 2 tahun. Pada suatu ketika, Prabu Wicitrawirya sakit keras dan tak lama kemudian meninggal dunia dalam usia muda. Dewi Satyawati yang sudah semakin sepuh menjadi sedih hingga kurus kering badannya dan merasa ini adalah karma karena sudah serakah dalam hal tahta. Dalam samadi, dia menyesali hal itu “ Duh dewata agung, apakah ini karma karena aku telah mengambil hak anakku, Bhisma. Dulu Citragada kau ambil nyawanya dan sekarang putraku Wictrawirya yang menyusul. Karena aku, dinasti Baharata akan punah dan Bhisma sudah bersumpah tak akan menjadi raja apalagi menikah. Hamba memohon petunjuk-Mu untuk masalah ini”. Didalam sanggar pemujaan yang sunyi, Dewi Satyawati mendengar suara gaib “Satyawati, ketahuilah. Karma yang kau jalani sekarang anggaplah sebagai penebus dosa-dosamu di masa lalu. Kau akan menjad ibu suri yang paling beruntung karena keturunanmu akan menjadi keturunan mulia. Panggillah putra pertamamu, Abiyasa untuk menikahi janda adiknya itu karena darinya lah keturunan Baharata akan bersambung dan akan berjaya”.Dewi Satyawati seketika terbangun dari samadinya. Wangsit itu terngiang-ngiang di telinga sang ibu suri. Lalu ibu suri meminta Bhisma yang kini sudah menjadi pendita untuk memanggil Abiyasa ke Hastinapura “ Bhisma, ibu baru mendapat wangsit bahawa putraku Abiyasa lah yang bisa menyelamatkan dinasti Baharata dari kepunahan. Sekarang panggil lah dia ke sini. Mintalah dia untuk menikahi Ambika dan Ambalika” “ Baik, Ibunda ratu. Hamba akan memanggil rayi Abiyasa kesini”
Di padepokan Saptaharga, Maharesi Abiyasa sedang membaca kitab-kitab Weda dan Purana ditemani abdi setianya, Semar. Tiba-tiba dia mendapat aji Pameling*0 dari Maharesi Bhisma “ Rayi Abiyasa, baru saja ibu ratu mendapat wangsit bahwa rayi diperintahkan dewata untuk ke Hastinapura menikahi nini Dewi Ambika dan Ambalika” Maharesi Abiyasa keberatan “ kakang, bagaimana itu terjadi? Bagaimana mungkin seorang resi menikah dengan janda raja? Apa itu tidak menyebabkan aib dan lagi apakah rayi Ambika-Ambalika mau menerimaku?” Bhisma pun menjelaskan bahwa dulu ibu Ramawijaya, dewi Kusalya yang juga seorang janda sekaligus putri raja Ayodya menikah dengan begawan Dasarata yang juga seorang pendita dan setelah perdebatan yang alot, akhirnya Abiyasa mau menikahi dengan Ambika dan Ambalika.
Didalam kamar, Dewi Ambika merasa kurang sreg dan risau bila menikah dengan resi Abiyasa. “ Dinda dewi, aku keberatan bila harus menikah dengan Abiyasa. Ku dengar dia berkulit gelap, tidak terlalu tampan, dan mengeluarkn bau amis dibadannya. Bagaimana ini, dinda dewi? Apakah dinda mau dengannya saja” Dewi Ambalika menenangkan hati kakaknya itu “ Kanda dewi, seperti yang telah dijelaskan kanjeng ibu ratu, ini adalah suratan dewata untuk kita. Dewata sudah menjanjikan bahawa keturunan kita akan menjadi keturunan mulia. Kita akan menjalankan pernikahan ini dengan hati lapang” Lalu tak berapa lama, Maharesi Abiyasa sudah datang ke Hastinapura. Setelah selesai masa berkabung, Maharesi Abiyasa pun menikahi Dewi Ambika dan Ambalika.
Setahun setelah pernikahan itu hamillah Dewi Ambika dan Ambalika lalu setelah sembilan bulan, merekapun melahirkan. Kelahiran anak mereka bersamaan dengan lahirnya putra ketiga dewi Bandonsari di Mandura yang ternyata seorang perempuan. Dari dewi Ambika lahirlah putra yang tunanetra dan dari dewi Ambalika lahir seorang putra yang berleher tengleng*1 dan berkulit putih. Bhisma pun memberi nama mereka, putra dewi Ambika diberi nama Raden Kuru alias Dretarastra. Lalu putra dewi Ambalika diberi nama Pandu Dewayana dan Dewi Bandonsari memberi nama putri kecilnya itu Dewi Kunthi Nalibrata. Karena cucunya cacat, Dewi Satyawati bertanya bagaimana mereka melayani suami mereka. Dewi Ambika menjelaskan ketika malam pertama, dirinya takut melihat wajah suaminya yang dahsyat sehingga memejamkan mata sedangkan Dewi Ambalika menjelaskan karena melihat suaminya yang berkulit gelap dan baru pulang dari bersamadi, dirinya ketakutan hingga wajahnya menjadi pucat dan berusha memalingkan muka. Lalu sehari kemudian seorang dayang dewi Ambalika, Niken Darti melahirkan seorang putra yang berkaki pincang sebelah. Resi Bhisma heran bagaimana bisa Niken Darti bisa melahirkan padahal belum kawin. Niken Darti menjelaskan bahwa dia juga ikut melayani resi Abiyasa saat malam pertama karena dewi Ambalika memintanya untuk menggantikan dirinya di kamar. Dirinya pun hendak lari dari kamar saat Maharesi Abiyasa tidur dan dia sendiri baru sadar ketika keluar kamar. Akhirnya Bhisma pun memutuskan membesarkan anak Niken Darti bersama para pangeran Hastina pura dan diberi nama Arya Widura. Ibu ratu awalnya kurang stuju untuk membesarkan Arya Widura, tapi setelah meminta pertimbangan dari Abiyasa, dia pun setuju.


Untuk merayakan kelahiran mereka, diselenggarakan lah pesta selapanan*2 di istana, tiba-tiba inu ratu berteriak karena ketiga bayi pangeran menghilang. Menurut saksi mata, ketiga bayi di bawa terbang ke langit. Ki Lurah Semar berpendapat” Sebaiknya Raden berdua segera menghadap ke Kahyangan Jonggring Saloka. Sepertinya adikku, Batara Guru hendak menjadikan mereka jagoning dewa"*9

Para putra Hastina mengalahkan Prabu Nagapaya
Maharesi Abiyasa segera mengajak Maharesi Bhisma“Kakang Bhisma, mari ikut aku. Kita akan menghadap ke kahyangan” Bhisma mengiyakan “Mari, rayi.!” Mereka pun langsung menyusul para pangeran dengan kesaktian masing-masing.

Di kahyangan, para dewa kewalahan untuk mengalahkan Prabu Nagapaya dari Guobarong yang hendak menikahi salah satu bidadari kahyangan, Dewi Warsiki. Karena permintaannya ditolak, Prabu Nagapaya berubah menjadi naga dan menyerang kahyangan. Para dewa ketiwasan dan segera menutup lawang Selomatangkep*3. Tiba-tiba Batara Indra, Batara Bayu, dan Batara Dharma membawa keluar tiga bayi menuju lapangan Repat Kepanasan*4. Tiga bayi itu adalah Raden Kuru, Raden Pandu, dan Raden Arya Widura. Prabu Nagapaya pun mengejek “hahahaha. Para dewa sudah hilang akal. Tiga bayi kecil ini jagoning dewa? Hahahaha duh jagat makin edan” tanpa sadar bayi Raden kuru memegang ekor Prabu Nagapaya dan melemparkannya. Lalu bayi raden Pandu dan Arya Widura melemparinya dengan batu batuan dan api di Repat Kepanasan. Prabu Nagapaya mengerang kesakitan dan menumpahkan bisa panas ke tubuh tiga bayi itu. Bukannya mati, ketiga bayi itu malah berubah menjadi anak-anak berusia 10 tahun yang sudah bisa berjalan dan berlari. Raden Kuru alias Dretrarastra terus mengayun-ayun kan ekor Nagapaya dan Raden Pandu diberi sebuah panah sakti bernama panah Mustikajamus oleh Batara Mpu Ramayadi. Raden Pandu melemparkan panah itu dan tepat menembus jantung Nagapaya. Dia pun tewas dan berubah menjadi sebuah cupu berisi minyak. Maharesi Bhisma dan Maharesi Abiyasa yang baru datang bersyukur karena ketiga pangeran itu selamat bahkan tumbuh besar dengan cepat. Batara Guru merasa berterima kasih karena mereka terbebas dari Prabu Nagapaya. Sebagai hadiah, Batara Indra memberi cupu Lenga Tala*5 jelmaan Prabu Nagapaya dan Ajian Brajadenta-Brajamusti*6. Selain itu Raden Pandu diberi gelar “Dewanata” yang artinya sama dengan nama gelar Batara Indra “Suranata”. Batari Durga, istri Batara Guru memberikan Aji Leburgeni*7 pada Raden Kuru. Batari Durga juga menyarankan Maharesi Bhisma untuk mengganti nama Raden Kuru dan menggunakan nama lahirnya yaitu “Dretarastra” dan untuk Raden Arya Widura diberi ajian Kawidagdan Purnamasidi*8 oleh Batara Narada sehingga Arya Widura menjadi manusia yang bijaksana. Setelah dirasa cukup, Maharesi Bhisma dan Abiyasa mohon diri untuk kembali ke Hastinapura  untuk mendidik para pangeran tersebut.
Setelah kembali ke Hastinapura, ibu suri bersyukur melihat cucu-cucunya tumbuh dengan cepat. Sebagai ungkapan syukur, pesta selapanan itu pun kembali dirayakan. Setelah tujuh hari, Maharesi Bhisma mohon diri untuk membawa Raden Dretarastra, Raden Pandu, dan Arya Widura ke padepokan Saptaharga untuk memulai pendidikan dan belajar berbagai macam ilmu.
Para putra Hastina memulai pendidikan di Gunung Saptaharga
Sementara pemerintahan dipegang Maharesi Abiyasa. Awalnya Abiyasa menolak dan setelah perdebatan yang cukup alot akhirnya Maharesi Abiyasa dilantik menjadi raja semantara sampai para putranya cukup dewasa bergelar Prabu Kresna Dipayana.
*0 Aji Pameling adalah ajian untuk memanggil orang hanya dengan menyebut namanya saja. Seperti sebuah telepati.
*1  Tengleng maksudnya leher yang miring dan selalu terlihat menoleh
*2 Selapanan adalah hitungan 35 harian. Misalnya hari Anggara Kasih akan terulang lagi setelah 35 hari lagi. Biasanya selapanan digunakan sebagai pesta kenduri bagi bayi yang baru lahir
*3 Lawang Selomatangkep adalah pintu gerbang kahyangan. Dijaga oleh dua dewa berujud yaksa, Cingkarabala-Balaupata. Dua dewa berwujud yaksa ini akan menjaga pintu kahyangan dan mencegah siapapun yang hendak masuk ke kahyangan dengan raga kasarnya.
*4 Repat Kepanasan adalah alun-alun di depan kahyangan. Biasanya menjadi arena perang antara  dewa dan para musuh kahyangan.
*5 Lenga tala adalah minyak ajaib. Bila dilumurkan ke senjata, senjata itu menjadi semakin bertuah da bila dilumurkan ke tubuh, maka bagian tubuh yang terkena akan menjadi kebal senjata apapun
*6 Ajian Brajadenta-Brajamusti adalah ajian kesaktian. Siapapun yang memilikinya, kekuatannya akan menjadi setara dengan kekuatan dua raksasa dewasa
*7 Aji Leburgeni adalah ajian pertahanan diri. Siapapun atau apapun yang terkena ajian ini, akan menjadi remuk bahkan hancur berkeping-keping bagai terbakar
*8 Aji Kawidagdan Purnamasidi adalah ajian kecerdasan dan kewaskitaan. Hanya orang tertentu yang memilikinya. Siapupun yang memilikinya, akan menjadi seorang yang selalu waspada, bijaksana, dan bisa menganalisa apapun tanpa melenceng.
*9 Jagoning dewa maksudnya menjadi orang yang membantu para dewa menumpas para musuh kahyangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar