Halo guyss. Kali ini saya mengisahkan kisah hidup Prabu Drupada sebelum menjadi Raja Pancala dan mantan sahabtnya, seorang yang kelak menjadi menjadi guru ilmu perang para Pandawa dan Kurawa. dia adalah Resi Dorna yang semasa muda bernama Bambang Kumbayana. Dikisahkan pula, perginya Kumbayana dari jazirah Atasangin menyusul Sucitra, lahirnya putra Resi Dorna yaitu Bambang Aswatama yang ajaib dan kisah ditutup dengan pengembaraan Resi Dorna ke berbagai negeri di pulau Jawa hingga sampai ke Hastinapura. Sumber dari kisahini berasal dari Kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa yang dipadukan dengan Kitab Pustakaraja Purwa karya Raden Ngabehi Ronggowarsito dan serial kolosal Indonesia Karmapala karya Imam Tantowi
Syahdan,
di jazirah Atasangin hidup lah sepasang resi bersaudara sepupu, Resi Arya Durpara
dan Resi Baradwaja. Mereka adalah putra dan keponakan Prabu Maruta, raja
Hargajambangan, keturunan kesekian dari Batara Brahma dari putranya Bambang
Bremara. mereka lari dari kerajaan itu karena kerajaan hancur terkena bencana
alam. Dahulu kala, kedua resi muda itu dimintai bantuan Prabusepuh Baharata, raja
pertama Hastinapura untuk membantu kelahiran canggahnya, Raden Dewamurti yang
kelak menjadi Prabu Pratipa, ayah Prabu Sentanu. Karena rasa syukurnya, Prabu
Baharata berdoa kepada dewata agar dua resi muda yang telah membantunya itu
dikaruniai umur panjang sehingga bila mereka memiliki putra, putra mereka kelak
bisa mengabdi pada Hastinapura setelah tujuh raja berganti. Doa dari seorang
raja saleh terkabul dan setelah bertahun-tahun lamanya, akhirnya dua resi itu
mendapatkan seorang putra. Resi Arya Durpara berputra Bambang Sucitra dan Resi
Baradwaja berputra Bambang Kumbayana. Karena Resi Durpara sudah meninggal sejak
Sucitra masih kecil, maka Sucitra dibesarkan Resi Baradwaja bersama Kumbayana dan
berguru padanya pula. Keakraban dan persahabatan mereka bagai saudara kandung.
Susah senang mereka jalani bersama. Sucitra bahkan berjanji pada Kumbayana“Kumbayana,
persahabatan kita telah abadi. Apapun yang kau inginkan, aku juga ingin. Kelak
bila aku mendapatkan kemuliaan, akan aku berikan separuh kemuliaan itu denganmu,
sahabatku.” Kumbayana tersentuh dan akan selalu mengingat janji itu sehingga
pada suatu ketika, Sucitra merantau ke pulau Jawa karena mendapat wangsit dari
dewata untuk berguru pada Prabu Pandu Dewanata, raja Hastinapura yang ketujuh.
Kumbayana disebrangkan oleh Kuda Sembrani |
Bambang
Kumbayana yang masih di jazirah Atasangin melanjutkan berguru ilmu perang, ilmu
seni bersenjata, dan memanah pada Batara Ramabargawa, guru Maharesi Bhisma
sehingga menjadi ahli strategi perang, pemanah sakti mandraguna, dan pandai menggunakan senjata
kedewataan yang lain. Pada suatu hari, dirinya mendengardari para kafilah dagang bahwa Sucitra telah mendapat
kemuliaan dan menjadi raja di Pancalaradya bergelar Prabu Drupada. Dirinya berniat
untuk bertolak ke Pulau Jawa untuk menyusul sahabatnya itu. Perjalanan sampai
ke tepi laut cukup panjang hingga berbulan-bulan. Akhirnya sampailah Kumbayana
di pinggir pantai namun tak terlihat satupun perahu atau kapal melintas.
Kumbayana merasa putus asa dan mengucapkan sebuah janji “haii siaapun yang di bumi ini, bantulah aku ke sebrang laut ini dan akan kuberi imbalan yang setimpal. Siapapun yang mau menyebrangkan aku ke pulau Jawa, kalau dia laki-laki akan kujadikan saudara dan bila perempuan akan ku jadikan istriku”. Tak lama kemudian, datanglah seekor kuda sembrani putih*1turun dari langit. Sang kuda meringkik memberikan isyarat agar Kumbayana naik ke punggungnya. Setelah naik, sang kuda sembrani segera terbang melintasi samudera menuju pulau Jawa.
Kumbayana merasa putus asa dan mengucapkan sebuah janji “haii siaapun yang di bumi ini, bantulah aku ke sebrang laut ini dan akan kuberi imbalan yang setimpal. Siapapun yang mau menyebrangkan aku ke pulau Jawa, kalau dia laki-laki akan kujadikan saudara dan bila perempuan akan ku jadikan istriku”. Tak lama kemudian, datanglah seekor kuda sembrani putih*1turun dari langit. Sang kuda meringkik memberikan isyarat agar Kumbayana naik ke punggungnya. Setelah naik, sang kuda sembrani segera terbang melintasi samudera menuju pulau Jawa.
Walau
terbang, nyatanya perjalanan tetap melelahkan dan membuat Kumbayana suntuk
sehingga dia tertidur pulas. Di dalam tidurnya, Kumbayana bertemu seorang
perempuan cantik bernama Dewi Krepi. Mimpi itu membuat dirinya menggerayangi
sang kuda dan air mani Kumbayana menetes terbawa angin lalu masuk ke alat
kelamin kuda sembrani. Selama perjalanan itu, sang kuda sembrani hamil. Ketika
sampai di daratan pulau Jawa, sang kuda jatuh terduduk. Kumbayana terkejut ketika
memeriksa kelamin kuda itu, ternyata sang kuda adalah kuda betina ”Asta....ga,
Gusti Jagad dewa Batara, kuda yang kunaiki betina? Bunting? Mau melahirkan pula?
Aduuhhh pusing, pusing kepalaku. Ngomong apa aku pada Sucitra kalau aku kawin
dengan kuda?” Walaupun bingung dan malu, namun sebagai balas budi, Kumbayana tetap
membantu sang kuda melahirkan. Keajaiban terjadi, bukan anak kuda yang keluar
tapi bayi manusia. Hanya suara tangisannya mirip ringkikan kuda. Segeralah
digendong putranya yang baru lahir itu. Sang kuda sembrani yang masih nampak lemah
tiba-tiba berubah menjadi seorang wanita cantik. Sang wanita itu kemudan
memperkenalkan diri sambil meraih putranya dari tangan Kumbayana
“Kakang
Kumbayana, perkenalkan, aku Wilotama. Aku adalah kuda sembrani yang sudah kau
perlakukan aku sebagai istri walau hanya dalam waktu singkat. Aku sebenarnya
bidadari yang terkena kutuk pasu menjadi kuda sembrani. Aku hanya bisa badar ke
wujud asliku bila melahirkan bayi manusia...... Maafkan aku, kakang. aku tak
bisa memberikan air susuku untuk putra kita. Aku harus segera kembali ke
Kahyangan. Namai putra kita Bambang Aswatama dan carilah istri untuk bisa
menjadi ibu susu untuk putra kita........dan atas restu juga keinginanku,
siapapun jodoh kakang walau dia perawan tua sekalipun, dia akan menjadi istri
dan ibu yang baik bagi kakang dan putra kita. Aku pamit, kakang Kumbayana.
Penyelamat hidupku” Dewi Wilotama mengembalikan bayi Aswatama kepada Kumbayana
lalu segera terbang kembali ke kahyangan. Kumbayana seakan tak mendapatkan
kesempatan bicara hanya bisa pasrah melihat sang istri meninggalkannya.
Bambang Aswatama,Putra Kumbayana dan Dewi Wilotama |
Tak
ingin berlarut dalam kesedihan, Kumbayana dan bayi Bambang Aswatama kembali
melanjutkan perjalanannya hingga tibalah mereka di sebuah bukit. Di kaki bukit
itu, terdapat sebuah hutan yang di tengahnya terdapat tanah lapang yang
disekelilingnya terdapat sebuah taman bunga alami yang dihiasi bunga-bunga angsoka
lima macam warnanya.”Hmm tempat yang asri sekali. Sejuk mataku memandang. Aku
putuskan akan membangun rumah disini dan mendirikan padepokan.” Baru saja
sampai tempat itu, datanglah sepasang kakak beradik lelaki perempuan. Yang
lelaki nampak berwajah awet muda walaupun usianya tak lagi muda belia namun dan
yang perempuan sama juga, wajahnya cantik meskipun usianya sudah 30 tahun.
Mereka tidak lain adalah Mpu Krepa dan Dewi Krepi. Mpu Krepa datang mendapat
wangsit dewata untuk membawa kembar perempuannya itu ke taman bunga soka lima
warna untuk menemui seseorang bernama Kumbayana. Mpu Krepa pun memperkenalkan
diri pada Kumbayana“ Permisi tuan, apa anda bernama Kumbayana? Perkenalkan,
saya Mpu Krepa dan ini saudari saya, Krepi. Kami putra dan putri Raja Purungaji
yang mengabdi di Hastinapura. Saya mendapat wangsit dewata untuk membawa
saudari saya menemui saudara Kumbayana” Kumbayana dan Dewi Krepi yang saling
bertemu pandang sama-sama tersipu malu. Kumbayana tersipu malu karena pernah
bertemu dengannya di dalam mimpi. Tanpa pikir panjang, Kumbayana melamar Dewi
Krepi “ Krepi, sebenarnya aku malu. Aku duda beranak satu. Tapi aku berusaha
menepis rasa malu ini. Maukah kau menjadi pendamping hidupku?” “hihihi, kakang.
Sebenarnya aku sudah mencintaimu dalam mimpi-mimpiku jadi buat apa aku menolakmu.
Apapun cacat kekurangan kakang, akan ku terima apa adanya” Dewi Krepi pun
mengiyakan dan segera melangsungkan pernikahan beberapa hari kemudian.
Disela-sela kebahagian itu, Kumbayana juga menamai padepokan yang telah ia
bangun. Karena di bangun di dekat taman bunga angsoka lima warna, maka
padepokannya itu dinamai padepokan Sokalima.
Keluarga Sokalima |
Selama
bertahun-tahun, mahligai rumah tangga Kumbayana berjalan amat harmonis. Bambang
Aswatama yang pertumbuhannya cepat kini sudah beranjak remaja. Namun pada suatu
hari di saat musim dingin, persediaan makanan dan susu sudah menipis sedangkan
sapi-sapi milik Kumbayana sedang tak produktif. Teringatlah Kumbayana terhadap
janji Sucitra padanya dahulu. Baru dia tahu bahwa Sokalima berada di dekat
perbatasan negara Pancalaradya. Bermodalkan janji Sucitra hari itu, Kumbayana
datang ke keraton Pancalaradya.
Kebetulan
sekali, Prabu Drupada sedang ada penghadapan di keraton dihadiri Arya Gandamana
dan Patih Drestaketu, para menteri dan punggawa. Disela-sela acara tiba-tiba
datanglah Kumbayana menyelonong tanpa permisi dulu dan memanggil Prabu Drupada
dengan seenaknya layaknya masih di jazirah Atasangin sambil memeluk Drupada “
Sucitra, hebat kamu sekarang. Tak sekedar jadi orang kaya tapi raja satu
negara. Ini aku, Kumbayana, sahabat karibmu. Aku mau minta satu ekor sapi perah
untuk padepokanku...hahahaha. Inilah namanya putaran Cakra Manggilingan. Derajatmu
naik ke atas sedangkan aku....tersungkur ke bawah.....hahahaha.... tapi tak
apa, kau tetap sahabatku...hahaha....kau pernah berjanji akan membagi kemuliaanmu disini...hahaha” melihat tingkah
Kumbayana yang tidak tahu sopan santun, Prabu Drupada merasa malu lalu melepaskan
pelukan Kumbayana dan menjawab ketus“Siapa kamu? Lancang!Tidak sopan!
Datang-datang tanpa permisi dan memanggilku seenaknya. Aku ini raja, tahu. Kau
mau seekor sapi? Tak masalah, akan kuberi 100 ekor sapi sebagai sedekah
padamu!!!” Bak disambar petir,Kumbayana terkejut dengan pernyataan Prabu
Drupada lalu memaki-makinya “heii Sucitra, kau tidak kenal aku. Aku Kumbayana,
sahabat karibmu. Aku datang kemari untuk menagih janjimu padaku. Jangan sombong
karena kau diatas, aku dibawah. Aku juga tak serendah itu sampai meminta
sedekah, Sucitra. Rupanya kacang telah lupa kulit, sama sepeti dirimu”. Prabu
Drupada langsung membentak Kumbayana“ Heii orang goblok. Keluar dari sini!!” “
tidak akan, Sucitra. Penuhi janjimu padaku”. Arya Gandamana yang sudah gerah
melihat iparnya dimaki-maki oleh orang asing langsung menyambar tubuh Kumbayana
lalu membawanya keluar keraton dan menghajarnya tanpa ampun.
Kumbayana berusaha
membalas namun pukulan Arya Gandamana terlalu mantap. Akibat dihajar Arya
Gandamana, wajah dan tubuh Kumbayana menjadi cacat dan penuh luka. Kedua
matanya menjadi sipit dan sulit terbuka lebar, tangan kirinya patah dan
meninggalkan cacat, hidungnya juga remuk dan membengkok. Prabu Drupada dan Patih
Drestaketu berusaha melerai Arya Gandamana “Raden Gandamana, sudahlah. Tahan
amarahmu. Jangan lampiaskan kemarahanmu pada Arya Suman kepadanya. Biarkan aku
yang mengurusnya. Prajurit, bawa Kumbayana keluar gerbang” “tidak perlu, tuan
Drestaketu. Saya bisa jalan sendiri dan kamu Sucitra maksudku Gusti Prabu
Drupada, akan ku balas penghinaanmu dan sakit hatiku lewat anak muridku nanti.
Ingat itu.” Kumbayana pun berjalan tertatih-tatih kembali ke Sokalima.
Kumbayana dihajar Arya Gandamana |
Dewi
Krepi dan Bambang Aswatama yang menyambut Kumbayana terkejut melihat wajah dan
tubuhnya penuh luka dan lebam. Mereka berdua dibantu para cantrik berusaha
mengobati. Setelah beberapa hari. Kumbayana sembuh namun tetap saja tangan kirinya
pernah patah membuat sendi pergelangan tangannya menjadi mengsle*2.
Luka-luka di wajahnya sudah sembuh namun matanya tetap saja sulit terbuka lebar
dan hidungnya akan selamanya bengkok. Karena kini wajah dan tubuhnya telah
dicederai dan dinistakan hingga menjadi cacat, Kumbayana yang telah madeg pandita mengganti namanya menjadi
Resi Dorna yang artinya “telah ternistakan”. Setelah sembuh. Resi Dorna
memutuskan untuk mengembara ke negara lain untuk mencari kemuliaan dengan
caranya sendiri. Lama sekali dia mengembara sehinggalah dia sampai di
Hastinapura.
*1 Kuda Sembrani adalah
kuda dalam mitologi Jawa yang digambarkan memiliki sayap besar dan bisa terbang
dengan cepat. Kuda ini konon hanya dimiliki para dewa dan para raja sakti. Nama
kuda sembrani bahkan menjadi inspirasi nama kereta api di Indonesia, yaitu KA
Sembrani.
*2 mengsle maksudnya
bergeser, berpindah dari tempat yang seharusnya.