Kamis, 09 November 2023

Mohasura Ngraman

 Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan, kisah kali ini mengisahkan Kerajaan Dwarawati yang ditimpa masalah dengan ilusi Prabu Mohasura yang menghilangkan cinta dan kasih sayang di abtara raksyat dan keluarga Prabu Sri Kresna. Akhirnya, Mohasura bisa dikalahkan oleh Begawan Mahodara yang merupakan penjelmaan Batara Ganesha sang dewa ilmu pengetahuan dengan bantuan para Pandawa dan Kakek Semar. Kisah ini mengambil sumber dari Serial Kolosal India Radha Krishna dan  https://www.hindustantimes.com/india/eight-incarnations-of-lord-ganesha/story-MtDl3KeLr8MVP2P6cYkd6I.html dengan pengubahan dan penyelarasan dengan pewayangan Jawa.

Tiga hari sejak Pandawa membuka samaran di negara Wirata, para Pandawa diizinkan Prabu Matswapati untuk membangun kembali kekuasaan di alas Kamyaka. Dengan kekuatan ajaib dari arsitek kepercayaan para Pandawa yakni Prabu Mayasura, sepenggal bagian istana Indraprastha yakni ruang balairung dan rumah kesatriayan yang ada di Wanamarta berpindah ke alas Kamyaka. Namun di tempat lain, tepatnya di kerajaan Dwarawati, masalah datang. Terjadi perang antara negeri Dwarawati dengan pasukan siluman yang dipimpin Prabu Mohasura, raja Negara Kamarodra. Prabu Mohasura adalah murid dari Maharesi Sukra yang berpaling dari kebenaran dan menjadi pengikut Dewasrani yang jahil. Dengan

Prabu Sri Kresna mengungsi ke Alas Kamyaka
kekuatan sihirnya, ia membuat ilusi. Dengan dibantu patihnya yakni Patih Apasmara ia hilangakn rasa cinta, rasa damai, dan kebersamaan di seluruh Dwarawati. Pasukan Narayani yang terkena ilusinya saling menyerang satu sama lain. Pengaruh ilusinya bahkan merambah ke seluruh Dwarawati. Di sekitar istana, para penduduk saling bertengkar sesama sendiri. Suami bertengkar dengan isterinya, adik bertengkar dengan kakaknya. Keadaan di dalam istana pun sama kacaunya. Anak-anak Prabu Sri Kresna saling bersitegang,  para isteri Prabu Sri Kresna juga mengalami hal yang sama, mereka bertengkar satu sama lain.Bahkan dua permaisuri utama Dwarawati, Dewi Radha dan Dewi Rukmini hampir saling membunuh satu sama lain karena hal yang sebetulnya sepele. Prabu Sri Kresna susah hati, negerinya tak karuan,cinta kasih menghilang karena adanya pengaruh ilusi. Maka ia memutuskan untuk mengungsikan sejumlah besar rakyat dan keluarganya. Kerajaan Dwarawati pun kosong sehingga Prabu Mohasura dengan berleluasa menduduki negeri itu. “hahaha...akhirnya si titis Wisnu itu pergi juga tapi aku masih khawatir.” Patih Apasmara bertanya “apa yang kau khawatirkan, gusti prabu? Kita sudah singkirkan Kresna dari sini. Apa yang harus ditakuti darinya sekarang?” Prabu Mohasura berkata “kau ini bagaimana sih, Kresna itu putra Basudewa. Basudewa punya adik bernama Kunthi. Kunthi menikahi raja Pandu dari Hastinapura. Bersama dengan Madrim putri raja Mandraka, mereka punya anak yakni lima Pandawa. Aku kasih tahu nih, patih! sama seperti Kresna, para Pandawa itu sakti mandraguna, apa lagi si Wrekodara dan Arjuna. Pasti sekarang Kresna hendak meminta bantuan kepada mereka. Sekarang kita harus luruk juga para Pandawa sebelum Kresna meminta bantuan mereka” Patih Apasmara pun segera memerintahkan para prajurit mencari keberadaan para Pandawa dan Sri Kresna. Namun sepertinya mereka kesulitan untuk mencari mereka karena para Pandawa memang belum membuka samarannya di muka umum selain kepada keluarga Matswapati.

Prabu Sri Kresna segera mencari tempat pengungsian. Lalu ia teringat kerajaan Wirata dan para Pandawa. Tempo setahun lalu, Prabu Sri Kresna datang kepada para Pandawa di Wirata sebagai Gopadewi dan tepat hari ini adalah tiga hari setelah para Pandawa mebuka samaran. Maka ia segera ke Wirata. Namun sesampainya disana, Prabu Sri Kresna mendapat kabar dari Prabu Matswapati kalau para Pandawa ada di pinggir alas Kamyaka. Menurut sang raja Wirata para Pandawa mendirikan désa baru pengganti Amarta.maka berangkatlah rombongan Prabu Sri Kresna ke alas Kamyaka. Singkat cerita, di alas Kamyaka, Para Pandawa, Dewi Drupadi, dan Kakek Semar beserta para punakawan menerima kedatangan pengungsi dari Dwarawati di desa baru. Di sana, Prabu Sri Kresna bertemu dengan kakek Semar dan para Pandawa. Para Pandawa gembira kembali berjumpa dengan sang Gowinda terutama Arjuna. Arjuna bisa kembali bertemu dengan para isteri dan anak-anaknya, apalagi setelah mendengar kalau Prabakusuma sudah menikahi Mustakaweni. Mereka saling bertukar rindu “adik-adikku para Pandawa, bagaimana kabar kalian selama ini?” “puji pada para dewa-dwi, kami baik-baik saja selama pengasingan dan penyamaran. Berkat bantuan eyang prabu Matswapati kami bisa sampat di titik ini.” Jawab Yudhistira. Arjuna kini gantian memberikan selamat kepada sang Gowinda ”Madhawa, selamat atas pernikahan Anirudha dan Usha juga. Aku turut bahagia mendengarnya” “tentu saja, Parta. Aku ucapkan terima kasih padamu juga.” Arya Wrekodara bertanya “ woo..kakangku Jlitheng..ada apa kakangku dan kakang-kakang mbok datang kemari rame-rame? kami baru saja membangun desa ini,belum bisa melayanimu dan keluargamu?” “adhiku, Bhima, aku dan segenap kelurga juga rakyatku kemari ingin mengungsi.” Nakula lalu diikuti Sadewa nimbrung. Nakula bertanya “lha kakang, ada masalah apa di Dwarawati kok sampai mengungsi?” “benar, kakang. sepertinya masalah yang kakang hadapi ini menyangkut rakyat banyak.”timpal Sadewa. Prabu Sri Kresna pun menceritakannya secara runut kronologi tentang serangan Prabu Mohasura. Para Pandawa, Dewi Drupadi, dan Kakek Semar mendengarkan dengan saksama dan merasa prihatin mendengar apa yang terjadi di Dwarawati. Prabu Sri Kresna lalu meminta pendapatnya mengatasi Mohasura. Kakek Semar lalu menerawang ke masa depan, lalu ia berkata “wolahdlaha ndoro prabu...aku rasa solusi untuk masalah ini sudah teratasi... yang bisa mengalahkan Mohasura hanyalah seorang yang berperut gendut dan penuh pengetahuan di hutan Widyajanggala.” “Hutan Widyajanggala? Dimana itu, pamanku Semar?” kakek Semar berkata kalau hutan Widyajanggala ada diseberang alas Kamyak berdekatan dengan daerah tak bertuan. Tanpa pikir panjang lagi, Prabu Sri Kresna dan kakek Semar disertai ke lima Pandawa berangkat ke hutan yang disebutkan itu.

Sementara itu, jauh di tengah hutan Widyajanggala, tinggal seorang resi berperut gendut bernama Begawan Mahodara. Dari wajahnya tak mencerminkan dia orang yang positif. Matanya sayu dan lemas, wajahnya dekil nan lusuh dan pakaiannya kusut masai tak seperti para begawan atau guru pada umumnya, lebih mirip seorang pengembara atau petapa liar. Sang Begawan mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan terutama cara membangun pikiran yang positif tanpa meracuni hati, menjernihkan hati dengan tapa brata yang tak biasa dan lain sebagainya. Suatu hari, datang wasi/murid pendeta yang belum diangkat sebagai resi bernama Wasi Acyuta dan Wasi Nayawuri. Kedatangan mereka disertai kelima calon pendeta lelaki. Mereka bertanya berbagai hal tentang berbagai pemikiran positif termasuk pemikiran positif yang beracun. Begawan Mahodara mampu menjelaskan semuanya. Wasi Acyuta dan Wasi Nayawuri terpuaskan akan jaeaban sang begawan lalu berubah ke wujud asal mereka yakni Prabu Sri Kresna, para Pandawa, dan Kakek Semar. Sementara Begawan Mahodara berkata bahwa ia sudah tau jati diri mereka “owalah....kau rupanya Sri Kresna..juga kakek Semar...dan kalian para Pandawa....selamat datang di pertapaanku yang sederhana. Apa gerangn yang membuat raja dari Dwarawati, juga kakek Semar dan para Pandawa datang kemari?”

Sang raja Dwarawati lalu menceritakan serangan Mohasura yang membuat kerajaan Dwarawati kini ada di bawah kendalinya, bahkan cinta hilang dari Dwarawati. Maka Prabu Sri Kresna bantuan sang Begawan untuk mengalahkan Mohasura. Begawan Mahodara bersedia membantunya asal ia diberi imbalan makan modaka dan ladu. Prabu Sri Kresna dan para Pandawa sepakat. Singkat cerita, sang Begawan berperang melawan Mohasura yang mengangkat dirinya sebagai raja Dwarawati. Para Pandawa dan Prabhu Sri Kresna membantu Begawan Mahodara. Dalam perang tanding itu, Begawan Mahodara mengalahkan banyak raksasa dan siluman. Bahkan ia berhasil membunuh dua panglima terkuat Prabu Mohasura yakni Ditya Durdubi dan Ditya Jananari. Patih Apasmara juga berhasil dikalahkan oleh Prabu Sri Kresna. Kini tinggal Prabu Mohasura sendirian. Dengan kekuatan ilusinya, ia meniupkan berbagai pemikiran negatif, kecurigaan, dan pola pikir beracun. Sang Begawan lalu kembali ke wujud aslinya yakni Batara Ganesha, sang dewa kebajikan dan ilmu pengetahuan. Semua orang disana lalu menghormat kepada sang dewa berkepala gajah kecuali Mohasura.

Batara Ganesha diejek oleh Prabu Mohasura sebagai dewa yang tidak tau apa-apa hanya terkungkung di balai pustaka kahyangan. Sang dewa berkepala gajah itu murka dan memperlihatkan 8 wujud krodha, yakni sebagai Ekadanta (membawa gading besar), Wignaraja (berwujud raja berkepala gajah membawa keris), Dumrawarna (wujud yang dikelilingi awan berwarna-warni lengkap dengan senjata trisula), Lambodhara (berwujud resi berkapala gajah berperut besar membawa kitab Lontar dan tombak), Ganapati alias Gajanana (berwujud prajurit berkepala gajah perkasa yang garang membawa pedang), Pileyar (wujud anak-anak berkepala gajah membawa pentungan dewa), Muskawahana (Wujud Ganesa raksasa mengenderai tikus raksasa membawa mangkuk darah), dan sang Wigneswara (berwujud Ganesa membawa kapak dan sabit).

Kekalahan Mohasura oleh delapan wujud Ganesha
Ganesha berkata kalau sebetulnya Mohasura lah yang picik. Dia berpikir bisa menaklukan Dwarawati hanya dengan mengusir sang raja yang sah dan membuat keluarganya saling bertengkar dengan kekuatan ilusi. Pikiran Mohasura sudah dikendalikan dengan racun dan sifat-sifat negatif dunia. Ke delapan wujud krodha Ganesha itu menyerang Mohasura dengan bersama-sama. Mohasura pun tewas seketika dengna delapan senjata menancap di tubuhnya. Trisula, pedang, tombak, keris pentungan, kapak, sabit, dan gading menancap di tubuh Mohasura sampai lukanya menganga dmana-mana dan sebagai serangan terakhir, jasad sang raja Kamarodra pun ditindih oleh mangkuk raksasa milik Ganesha sehingga menjadi remuk tak berbentuk lah wujud Mohasura. Setelah itu kedelapan wujud krodha Ganesha kembali bersatu dengan Batara Ganesha. Berbahagialah kakek Semar, prabu Sri Kresna, dan para Pandawa. Kerajaan Dwarawati kembali ke tangan Sri Kresna dan para Pandawa diundang untuk tinggal sementara di Dwarawati sambil menunggu keputusan dari Hastinapura tentang nasib mereka dan sesuai janji, Batara Ganesha dijamu oleh Prabu Sri Kresna dengan kue modaka dan ladu terbaik yang banyak.setelah terpuaskan, Batara Ganesha kembali ke kahyangan Glugutinatar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar