Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan, kisah kali ini mengisahkan Kerajaan Dwarawati yang ditimpa masalah dengan ilusi Prabu Mohasura yang menghilangkan cinta dan kasih sayang di abtara raksyat dan keluarga Prabu Sri Kresna. Akhirnya, Mohasura bisa dikalahkan oleh Begawan Mahodara yang merupakan penjelmaan Batara Ganesha sang dewa ilmu pengetahuan dengan bantuan para Pandawa dan Kakek Semar. Kisah ini mengambil sumber dari Serial Kolosal India Radha Krishna dan https://www.hindustantimes.com/india/eight-incarnations-of-lord-ganesha/story-MtDl3KeLr8MVP2P6cYkd6I.html dengan pengubahan dan penyelarasan dengan pewayangan Jawa.
Tiga hari sejak Pandawa membuka samaran di negara Wirata, para Pandawa diizinkan Prabu Matswapati untuk membangun kembali kekuasaan di alas Kamyaka. Dengan kekuatan ajaib dari arsitek kepercayaan para Pandawa yakni Prabu Mayasura, sepenggal bagian istana Indraprastha yakni ruang balairung dan rumah kesatriayan yang ada di Wanamarta berpindah ke alas Kamyaka. Namun di tempat lain, tepatnya di kerajaan Dwarawati, masalah datang. Terjadi perang antara negeri Dwarawati dengan pasukan siluman yang dipimpin Prabu Mohasura, raja Negara Kamarodra. Prabu Mohasura adalah murid dari Maharesi Sukra yang berpaling dari kebenaran dan menjadi pengikut Dewasrani yang jahil. Dengan
Prabu Sri Kresna mengungsi ke Alas Kamyaka |
Prabu Sri Kresna segera
mencari tempat pengungsian. Lalu ia teringat kerajaan Wirata dan para Pandawa.
Tempo setahun lalu, Prabu Sri Kresna datang kepada para Pandawa di Wirata sebagai
Gopadewi dan tepat hari ini adalah tiga hari setelah para Pandawa mebuka
samaran. Maka ia segera ke Wirata. Namun sesampainya disana, Prabu Sri Kresna
mendapat kabar dari Prabu Matswapati kalau para Pandawa ada di pinggir alas
Kamyaka. Menurut sang raja Wirata para Pandawa mendirikan désa baru pengganti
Amarta.maka berangkatlah rombongan Prabu Sri Kresna ke alas Kamyaka. Singkat
cerita, di alas Kamyaka, Para Pandawa, Dewi Drupadi, dan Kakek Semar beserta
para punakawan menerima kedatangan pengungsi dari Dwarawati di desa baru. Di
sana, Prabu Sri Kresna bertemu dengan kakek Semar dan para Pandawa. Para
Pandawa gembira kembali berjumpa dengan sang Gowinda terutama Arjuna. Arjuna
bisa kembali bertemu dengan para isteri dan anak-anaknya, apalagi setelah mendengar
kalau Prabakusuma sudah menikahi Mustakaweni. Mereka saling bertukar rindu
“adik-adikku para Pandawa, bagaimana kabar kalian selama ini?” “puji pada para
dewa-dwi, kami baik-baik saja selama pengasingan dan penyamaran. Berkat bantuan
eyang prabu Matswapati kami bisa sampat di titik ini.” Jawab Yudhistira. Arjuna
kini gantian memberikan selamat kepada sang Gowinda ”Madhawa, selamat atas
pernikahan Anirudha dan Usha juga. Aku turut bahagia mendengarnya” “tentu saja,
Parta. Aku ucapkan terima kasih padamu juga.” Arya Wrekodara bertanya “
woo..kakangku Jlitheng..ada apa kakangku dan kakang-kakang mbok datang kemari
rame-rame? kami baru saja membangun desa ini,belum bisa melayanimu dan
keluargamu?” “adhiku, Bhima, aku dan segenap kelurga juga rakyatku kemari ingin
mengungsi.” Nakula lalu diikuti Sadewa nimbrung. Nakula bertanya “lha kakang,
ada masalah apa di Dwarawati kok sampai mengungsi?” “benar, kakang. sepertinya
masalah yang kakang hadapi ini menyangkut rakyat banyak.”timpal Sadewa. Prabu
Sri Kresna pun menceritakannya secara runut kronologi tentang serangan Prabu
Mohasura. Para Pandawa, Dewi Drupadi, dan Kakek Semar mendengarkan dengan
saksama dan merasa prihatin mendengar apa yang terjadi di Dwarawati. Prabu Sri
Kresna lalu meminta pendapatnya mengatasi Mohasura. Kakek Semar lalu menerawang
ke masa depan, lalu ia berkata “wolahdlaha ndoro prabu...aku rasa solusi untuk
masalah ini sudah teratasi... yang bisa mengalahkan Mohasura hanyalah seorang
yang berperut gendut dan penuh pengetahuan di hutan Widyajanggala.” “Hutan
Widyajanggala? Dimana itu, pamanku Semar?” kakek Semar berkata kalau hutan
Widyajanggala ada diseberang alas Kamyak berdekatan dengan daerah tak bertuan.
Tanpa pikir panjang lagi, Prabu Sri Kresna dan kakek Semar disertai ke lima
Pandawa berangkat ke hutan yang disebutkan itu.
Sementara itu, jauh di
tengah hutan Widyajanggala, tinggal seorang resi berperut gendut bernama
Begawan Mahodara. Dari wajahnya tak mencerminkan dia orang yang positif.
Matanya sayu dan lemas, wajahnya dekil nan lusuh dan pakaiannya kusut masai tak
seperti para begawan atau guru pada umumnya, lebih mirip seorang pengembara
atau petapa liar. Sang Begawan mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan terutama
cara membangun pikiran yang positif tanpa meracuni hati, menjernihkan hati
dengan tapa brata yang tak biasa dan lain sebagainya. Suatu hari, datang
wasi/murid pendeta yang belum diangkat sebagai resi bernama Wasi Acyuta dan
Wasi Nayawuri. Kedatangan mereka disertai kelima calon pendeta lelaki. Mereka
bertanya berbagai hal tentang berbagai pemikiran positif termasuk pemikiran
positif yang beracun. Begawan Mahodara mampu menjelaskan semuanya. Wasi Acyuta
dan Wasi Nayawuri terpuaskan akan jaeaban sang begawan lalu berubah ke wujud
asal mereka yakni Prabu Sri Kresna, para Pandawa, dan Kakek Semar. Sementara
Begawan Mahodara berkata bahwa ia sudah tau jati diri mereka “owalah....kau
rupanya Sri Kresna..juga kakek Semar...dan kalian para Pandawa....selamat
datang di pertapaanku yang sederhana. Apa gerangn yang membuat raja dari
Dwarawati, juga kakek Semar dan para Pandawa datang kemari?”
Sang raja Dwarawati lalu
menceritakan serangan Mohasura yang membuat kerajaan Dwarawati kini ada di
bawah kendalinya, bahkan cinta hilang dari Dwarawati. Maka Prabu Sri Kresna bantuan
sang Begawan untuk mengalahkan Mohasura. Begawan Mahodara bersedia membantunya
asal ia diberi imbalan makan modaka dan ladu. Prabu Sri Kresna dan para Pandawa sepakat. Singkat cerita, sang Begawan
berperang melawan Mohasura yang mengangkat dirinya sebagai raja Dwarawati. Para
Pandawa dan Prabhu Sri Kresna membantu Begawan Mahodara. Dalam perang tanding
itu, Begawan Mahodara mengalahkan banyak raksasa dan siluman. Bahkan ia
berhasil membunuh dua panglima terkuat Prabu Mohasura yakni Ditya Durdubi dan
Ditya Jananari. Patih Apasmara juga berhasil dikalahkan oleh Prabu Sri Kresna. Kini
tinggal Prabu Mohasura sendirian. Dengan kekuatan ilusinya, ia meniupkan
berbagai pemikiran negatif, kecurigaan, dan pola pikir beracun. Sang Begawan
lalu kembali ke wujud aslinya yakni Batara Ganesha, sang dewa kebajikan dan
ilmu pengetahuan. Semua orang disana lalu menghormat kepada sang dewa berkepala
gajah kecuali Mohasura.
Batara Ganesha diejek oleh Prabu Mohasura sebagai dewa yang tidak tau apa-apa hanya terkungkung di balai pustaka kahyangan. Sang dewa berkepala gajah itu murka dan memperlihatkan 8 wujud krodha, yakni sebagai Ekadanta (membawa gading besar), Wignaraja (berwujud raja berkepala gajah membawa keris), Dumrawarna (wujud yang dikelilingi awan berwarna-warni lengkap dengan senjata trisula), Lambodhara (berwujud resi berkapala gajah berperut besar membawa kitab Lontar dan tombak), Ganapati alias Gajanana (berwujud prajurit berkepala gajah perkasa yang garang membawa pedang), Pileyar (wujud anak-anak berkepala gajah membawa pentungan dewa), Muskawahana (Wujud Ganesa raksasa mengenderai tikus raksasa membawa mangkuk darah), dan sang Wigneswara (berwujud Ganesa membawa kapak dan sabit).
Kekalahan Mohasura oleh delapan wujud Ganesha |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar