Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan! Kisah kali ini menceritakan perjalanan Arya Sadewa untuk menyembuhkan ibunya, Dewi Kunthi yang sakit lewan bantuan Batari Durga yang berakhir bukan hanya dewi Kunthi berhasil sembuh, tapi juga berhasil meruwat Batari Durga kembali menjadi cantik. Kisah ini mengambil sumber dari https://caritawayang.blogspot.com/2015/04/sudamala.html dengan perubahan dan penambahan seperlunya.
Suatu ketika, Batara Guru
pernah menguji Batari Durga dengan berpura-pura sakit dan minta obat berupa
susu sapi putih milik seorang penggembala muda. Batari Durga bersedia. Maka ia
memintanya namun sang penggembala meminta syarat yakni harus tidur dengannya.
Durga tentu saja tidak mau tapi si penggembala mengancam kalau ia tidak akan
mendapatkan susu itu di tempat lain. Mau tidak mau, Batari Durga setuju "
baiklah, aku akan memenuhi syarat darimu." Lalu ketika ia dan si
penggembala tidur bersama, Si penggembala berubah wujud kembali sebagai Batara
Guru. Batara Guru menganggap isterinya itu tidak setia. Batari Durga hendak
membela diri tapi tak diberi kesempatan. Maka Batara Guru mengutuk Batari Durga
menjadi raksasa bernama Ra Nini. Ra Nini pun tinggal di Alas Krendhawahana
ditemani oleh Dewi Kalikamaya.
Di Negara Hastinapura,
Prabu Duryudhana kedatangan dua orang raksasa Kalanjaya dan Kalantaka yang
bersedia membantu menumpas Pandawa bersama para prajurit Hastinapura. Di tengah
perjalanan dihadang oleh Prabu Gatotkaca dan para putra Pandawa, sehingga
terjadi pertempuran. Anehnya, kekuatan para putra Pandawa tidak mampu
mengalahkan Kalanjaya dan Kalantaka. Pertempuran itu pada akhirnya dimenangkan
para Kurawa. Sementara itu di Kadipaten Upalawaya, Para Pandawa yang sedang
bermuram durja, dihadapkan Prabu Sri Kresna membicarakan perihal Dewi Kunthi
yang sedang menderita sakit dan belum ditemukan cara penyembuhannya, sedangkan
Arya Sadewa yang diutus untuk menghadap Maharesi Abiyasa, belum kunjung tiba.
Tak lama kemudian datang Arya Sadewa yang menghaturkan sabda Resi Abiyasa
" aku menerima kabar dari kakek Maharesi. Penyakit kanjeng ibu jadi
seperti ini karena kerasukan. Untuk menolong kanjeng ibu, harus meminta bantuan
pada Ida Batari Durga." Prabu Sri Kresna mengusulkan agar para Pandawa
mengucapkan nadar (janji) yang ditujukan kepada Dewi Kunthi. Arya Sadewa
mengajukan diri untuk memenuhi nadar itu. Arya Sadewa dan Dewi Kunthi pun pergi
meninggalkan Upalawaya. Sang kakak, Arya Nakula tidak tega melihat adiknya
melakukan ini sendirian. Maka ia mohon pamit untuk menyusul. Bersamaan dengan
ini datang musuh yang ingin menumpas para Pandawa hingga terjadi pertempuran,
Arya Wrekodara dan tiga Pandawa dapat dikalahkan dan nyaris ditelan oleh
raksasa Kalanjaya dan Kalantaka. Untungnya Prabu Sri Kresna menolong mereka. Namun
Arya Nakula menghilang entah kemana.
Dewi Kunthi yang sedang sakit jiwanya pergi bersama Arya Sadewa jauh ke tengah Alas Krendhawahana, tempat bersemayamnya Batari Durga.
Arya Sudamala |
Begawan Tamba Petra dan
kedua putrinya, Endang Soka dan Endang Pradapa membicarakan perihal mimpi
bertemu dengan seorang kesatria bernama Arya Sudamala. Di tengah pembicaraan,
datang Arya Nakula dalam keadaan terluka. Rupa-rupanya, saat menghilang setelah
pertarungan dengan dua raksasa, ia berhasil menyelamatkan diri lalu melanjutkan
pencarian. Dalam perjalanannya, ia tersasar ketika mencari adik dan ibunya.
Endang Pradapa segera menolongnya. “Ki sanak mari, kita masuk ke rumah.
Sepertinya ki sanak bukan orang sini” “benar, Ni sanak. Aku Arya Nakula dari
Upalawaya sana. Aku tersasar ketika diserang raksasa Kalanjaya dan Kalantaka.”
Lalu beberapa hari setelah kedatangan Arya Nakula, datang seorang pengemabara
dan ibunya. Mereka ialah Arya Sudamala dan ibunya, Endang Briha. Arya Sudamala
berkata bahwa ia akan melamar Endang Soka. Namun Arya Nakula menghalangi niat
Sudamala. " Hei orang asing...kau ini barus datang sudah mau melamar anak
orang....kau benar-benar murahan." Arya Sudamala marah namun berhasil
ditahan oleh ibunya Endang Briha. Namun Nakula terus mengejek Sudamala . Tak
tahan lagi, terjadilah pertarungan antara Arya Nakula dengan Arya Sudamala. Keduanya
bertarung dengan sangat sengit, tak ada satu pun dari mereka yang kalah ataupun
menang. Endang Soka berusaha melerai " kalian berdua hentikan ! Kalau
memang pernikahanku jadi masalah! Aku memilih tidak kawin!?" "Kakak,
apa yang kau lakukan?! Kau sudah mendapat wangsit Dewata akan menikahi
Sudamala. Bagaimanapun aku akan menikahinya." Dalam hati, Endang Soka
bahkan sudah jatuh cinta walau belum pernah bertemu pandang. Endang Pradapa menjelaskan
kalau benar datang wangsit Dewata kepada kakaknya kalau dia akan menikahi Arya
Sudamala. Arya Nakula merasa bersalah. Ia minta maaf pada Sudamala. Sudamala
berkata "kakang Pinten tidak perlu minta maaf, aku sudah memaafkan
kakang." Arya Nakula kaget bagaimana Sudamala tau nama masa kecilnya
" kau memanggilku Pinten?! Kenapa kau bisa tau?" Hanya adikku Sadewa
yang memanggilku dengan nama itu." " Arya Sudamala tertawa
"hahahaha.... tentu saja kakang. Aku ini Sadewa, adikmu kakang. Dan ini
kanjeng ibu. Dia sudah sembuh." Arya Nakula memeluk adik kembarnya itu.
Beberapa hari kemudian, acara pernikahan antara Sudamala dengan Endang Soka dan
Nakula dengan Endang Pradapa pun digelar mewah. Begawan Tambapetra senang
putri-putrinya sudah menemukan jodohnya.
Prabu Sri Kresna, Prabu
Yudhistira, Arya Wrekodara dan Arjuna mencari Dewi Kunthi, Arya Nakula, dan
Arya Sadewa, yang masih belum kembali. Pada saat itulah datanglah Kalanjaya dan
Kalantaka sehingga terjadi pertempuran seru. Kekuatan mereka terdesak, lalu
datang rombongan Nakula, Sadewa beserta isteri mereka. Arya Sadewa berdoa
kepada Yang Mah Kuasa lalu menyentuh dahi kedua raksasa itu. Terjadi keajaiban,
akhirnya kedua raksasa tumbang tak berdaya lalu berubah ujud sebagai wujud asal
mereka, yakni Gandarwa Citragada dan Citrasena. Para Pandawa gembira dengan
kesembuhan Dewi Kunthi. Namun Prabu Sri Kresna merasa ada tanda alam tidak baik
dan arahnya dari kerajaannya sendiri. Prabu Sri Kresna bergegas pergi untuk
menyelesaikan konflik di sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar