Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan, kisah kali ini menceritakan masa penyamaran para Pandawa di kerajaan Wirata. Selama masa penyamaran dan hidup sebagai orang biasa, para Pandawa berjasa menghentikan rencana makar (kudeta) untuk menggulingkan Prabu Matswapati dan mengusir pasukan koalisi Hastinapura-Trigarta. Kisah ini mengambil sumber kitab Mahabharata bagian Wirathaparwa karya Mpu Vyasa, serial Kolosal India Mahabharat Starplus, Radha Krishna Starbharat, http://kerajaandongeng.blogspot.com/2011/07/pandowo-ngenger.html, dan http://kerajaandongeng.blogspot.com/2011/07/pandowo-ngenger.html dengan perubahan dan penambahan seperlunya.
12 tahun setelah pengasingan Pandawa , kerajaan Wirata kedatangan seorang pendeta bijak bernama Tanda Wijakangka bersama istrinya, Endang Salindri. Mereka melamar kerja di keraton. Prabu Matswapati menjadikan Tanda Wijakangka sebagai penasihat pribadinya sekaligus kepala pasar di seluruh kerajaan Wirata. Dewi Sudesna suka dengan kemampuan Salindri menata rambut, maka ia dipilih menjadi hairstylist pribadinya.. Dua hari kemudian datang sepasang pria kembar bernama Damagranti dan Tantripala..."terimalah sembah bakti kami, yang mulia prabu dan permaisuri...izinkan kami untuk bekerja di keraton Wirata sebagai tabib para hewan dan pekatik kuda." Mereka pun diterima bekerja di kandang dan ladang kerajaan. Berselang sehari kemudian juga, datang sepasang kakak beradik bernama Abilawa dan Wrehanala. Abilawa jago memasak diterima sebagai kepala juru masak sekaligus tukang daging keraton, sedangkan Wrehanala adalah pria banci yang memiliki kemampuan menari yang luwes sehingga secara khusus, Dewi Sudesna menunjuknya menjadi guru kesenian di keraton terutama untuk putri satu-satunya, Dewi Utari. sejak kedatang enam orang itu, pamor negeri Wirata yang sudah hampir redup itu kembali bersinar. Berkat kebijaksanaan Tanda WIjakangka, perekonomian Wirata naik pesat dan banyak menandatangani berbagai kebijakan luar negeri. Ternak-ternak Wirata juga jadi lebih sehat dan berkualitas ekspor sejak Jagal Abilawa, Damagranti dan Tantripala datang ke Wirata. Kualitas ternak benar-benar diseleksi dan diperhatikan. Bukan cuma di bidang pangan, ekonomi, dan kesehatan, Wirata juga kembali menjadi kiblat budaya dan tren fashion di seluruh Jawadwipa dan Hindustan. Selain sebagai guru tari, Wrehanala juga aktif dalam mengkampanyekan cinta budaya dan seni dalam neger dan dibalik Dewi Sudesna, sang kiblat fashion Wirata, ada peran besar Salindri didalamnya. Karena kemumpuniannya, dalam kurun waktu satu sasih saja, Dewi Sudesna mengangkat Endang Salindri sebagai CEO pengurus salon kecantikan milik sang permaisuri Wirata. Para wanita di kerajaan Wirata, rakyat biasa maupun bangsawan istana berbondong-bondong ke salon kecantikan itu dan menjadi tren fashion di seluruh negeri.
Pada suatu ketika, ketika ada acara festival tahunan, datang seorang pengamen banci bernama Gopadewi ditemani empat pengiringnya yang wanita tulen. Di saat Wrehanala sedang menari, Gopadewi pun ikut naik ke panggung dan menari bersama. Wrehanala agak kaget namun keduanya bisa saling menyeimbangkan. Lalu ketika sesi istirahat, Gopadewi memeperkenalkan diri kepada Wrehanala sebagai sesama seniman tari. “Wrehanala aku dengar kau sangat jago menari, kalau boleh mari kita duet tarian.” Terima kasih, Gopadewi. Kau sendiri pun apa kurangnya. Mari Gopadewi kita ramaikan festival di Wirata ini.” Singkat cerita, kedua banci kaleng itu kembali menari bersama dengan sangat anggun dan lemah gemulai. Tariannya benar-benar memabukkan.
Gopadewi dan Wrehanala menari bersama |
Selama hampir 11 bulan,
kinerja keenam orang itu mendapatkan pujian dan menjadi terkenal di kalangan
keluarga raja. Bahkan kecantikan Salindri memikat hati saudara sulung Dewi
Sudesna, patih Kichaka. Suatu hari Patih Kichaka merayu Endang Salindri dan
mengungkapkan dia ingin menikahinya. Namun Endang Salindri menolak karena dia
sudah bersuamikan Wijakangka. Patih Kichaka yang tidak mau tahu mendapatkan
penilaian seperti itu sontak merah padam mukanya, marah karena tidak terima
ditolak mentah-mentah oleh wanita dan sesumbar hendak menantang suami Salindri.
Maka Salindri berkata "kalau gusti patih ingin mendapatkan saya, kalahkan
suami saya. Suami saya berteman baik dengan gendruwo paling kuat di seantero
Jawadwipa ini. Dia akan menemui saya malam besok." setelah patih Kichaka
pergi, Endang Salindri mendatangi Abilawa agar meladeni Kichaka. Keesokan
malamnya, Patih Kichaka menemui Salindri dan suaminya di pinggir hutan. Patih
Kichaka mendoroang Tanda Wijakangka sampai jatuh sambil menantang gendruwo
penjaga mereka. Lalu tanpa disadari Kichaka , dari balik kegelapan, Patih
Kichaka dipukuli hingga babak belur dan pingsan oleh makhluk bertubuh besar
yang ternyata Abilawa.
Ada rencana makar di Wirata karena Prabu Matswapati sudah semakin sepuh dan anak sulung pewaris takhta yakni Harya Seta memutuskan untuk tetap menjadi ajar (Begawan) bergelar Resi Seta sedangkan kedua putra sang prabu yang lain, Utara dan Wratsangka tidak mau menjadi raja dan Dewi Utari sang pewaris terakhir belum juga menikah.
Jagal Abilawa menantang Arya Rajamala |
Maka Arya Rajamala, adik Patih Kichaka membuat sayembara "paraa penduduk, mari ikutilah sayembara tanding! siapapun yang berhasil mengalahkanku, maka ia akan menjadi penggawa istana dan menjadi orang kehormatan di istana." Sebenarnya ini hanya siasat Rajamala, Kichaka dan saudara kembarnya, Rupakichaka agar keraton geger sendiri dan prabu Matswapati bisa leluasa dibunuh oleh Kichaka tanpa ketahuan Wrehanala lalu mendekati kakaknya, Abilawa "kakang sepertinya akan ada sesuatu di sayembara ini. kapan hari saat aku menari dengan Gopadewi di festival, dia membertuhu tentang singa dan tiga macan tutul. Aku rasa Gopadewi tau hal ini." "awakmu yakin tha Wrehanala?" Wrehanala meyakinkan kakaknya "ya iyalah, kakang.....masa'aku tau goroh neng awakmu?" Abilawa pun percaya. Lalu datang Abilawa mendaftarkan diri ikut sayembara. Kekuatan Abilawa jauh diatas Rajamala daalam sekali hentak dan pukul Rajamala roboh lalu patih Kichaka dan Arya Rupakichaka membawa jasad adiknya itu ke sendang (kolam) Watari. Ajaib, Rajamala kembali bangun setelah tubuhnya direndam di sendang itu. Abilawa kaget "kok bisa wong iku bangun lagi?" Maka dilanjutkan lagi sayembara hingga tujuh kali. lama-kelaman, stamina Abilawa terkuras dan semakin capek.
Wrehanala yang kala itu
tengah mengajar menari di dekat arena sayembara, minta izin kepada murid-muridnya untuk keluar sebentar
(sebenernya dia mengikuti tiga kakak beradik itu pergi). Wrehanala melihat
begitu Rajamala dimasukkan ke sendang Watari, langsung hidup lagi.
"Sepertinya ini sumber kekuatan gusti Rajamala."gumam Wrehanala.
Setelah mereka pergi, Wrehanala mendatangi sendang itu dan segera merapal ajian
panah Sirsha dan seketika air sendang bergejolak. Lalu saat Rajamala sekali
lagi diceburkan ke sendang, Rajamala akhirnya benar-benar tewas mendidih bahkan
tubuhnya ikut melebur. Kichaka dan Rupakichaka kaget saudaranya kali ini
benar-benar mati. Murka mereka melihat kenyataan ini. "Kurang ajar! pasti
ada yang menambahkan sesuatu ke sendang Watari ini." Dari sudut mata,
Rupakichaka melihat Wrehanala yang sedang bersembunyi lalu mengejarnya. Abilawa
menyadari sesuatu lalu menyusul adiknya. Rupanya benar, Wrehanala sedang dikejar
dua orang penting Wirata itu. Di dalam hutan, Kichaka dan Rupakichaka menemukan
Wrehanala dan hendak membunuhnya "hehe....sepertinya rencana kita membunuh
kanda prabu Matswapati harus ditunda . Kita bunuh saja banci ini." lalu
tanpa mereka sadari, kedua orang itu sudah dibuntutui. Secara tiba-tiba, leher Kichaka
dan Rupakichaka dicengkeram seseorang lalu kepala mereka dipiting...rupanya
orang itu ialah Jagal Abilawa. Abilawa memaksa mereka apa maksud sayembara
ini" cepat katakan apa maksud kalian! Kalau tidak, hukuman dari gusti
prabu akan sangat pedih. Begini-begini aku juga tangan kanan raja kalian!"
....Rupakichaka membocorkan Rencananya lagi kepada Abilawa. Karena tau ada
pilihan lain Kichaka juga mengakui perbuatannya. Lalu tanpa ampun lagi, kepala
dua orang patih Wirata itu dipelintir...Grataakk...tulang leher mereka
patah...kulit leher mereka putus. Patih Kichaka dan Rupakichaka tewas seketika.
Lalu Abilawa dan Wrehanala menjelaskan apa yang terjadi namun hanya sang prabu
percaya, begitu juga Tanda Wijakangka dan si kembar Damagranti-Tantripala yang
turut dijadikan saksi. Mereka percaya kalau ketiga kakak Dewi Sudesna sudah
berbuat makar sedangkan sang permaisuri yang memiliki dukungan dimana-mana
tidak percaya malah memintakan hukuman kepada dua orang itu. Ketiga orang ini
akan dimasukkan ke penjara namun terjadi sesuatu yang di luar dugaan.
Dengan tewasnya Rajamala, Kichaka dan Rupakichaka, kerajaan Trigarta dan Hastinapura berleluasa menyerang Wirata. Mereka lalu berkoalisi menghancurkan kerajaan sepuh itu. Keadaan Wirata semakin gawat. Namun sebagai warga negara yang baik, Endang Salindri segera mengusulkan pendapatnya " Gusti prabu, agar keluarga keraton selamat, mari ikut denganku. Kita akan ke ruang bawah tanah untuk sembunyi." Sedangkan Tanda Wijakangaka, Damagranti, Tantripala, Abilawa dan Wrehanala bersama Arya Utara, Arya Wratsangka dan para prajurit ikut berperang. Arya Utara sesumbar akan mengalahkan Trigarta dalam sehari saja. Dengan berkusirkan Wrehanala, ia maju ke medan perang. Namun begitu melihat bukan hanya Trigarta saja melainkan juga Hastinapura Ikut memerangi Wirata, nyali Utara seketika ciut dan hendak turun dari kereta kencana. Wrehanala lalu mengajaknya bicara empat mata di atas kereta "Gusti Utara, dimana semangatmu tadi? Apa karena ada Hastinapura, nyali paduka jadi ciut? Kemana sikap ksatria paduka?" "tidak bisa Wrehanala...walau dengan semangat bak Arjuna sekalipun...kita pasti kalah....kau lihat pasukan itu...pasukan besar." Wrehanala pun memaksa Arya Utara naik ke kereta lalu mereka bergerak ke sebuha hutan. Prabu Susarman sang raja Trigatra berkata dengan sombongnya "hahaha...anak si Matswapati mental pengecut... baru lihat aku bawa pasukan Hastinapura aja langsung terkencing-kencing." "hahahaha...betul sekali temanku Susarman, khari ini kemenangan Hastinapura dan Trigarta sudah dipastikan " sesumbar Duryudhana. singkat cerita, kereta kencana yang dinaiki Utara dan Wrehanala di sebuah hutan yang gelap. Wrehanala pun mendekati sebuah pohon beringin tua lalu duduk mengheningkan cipta. bersamaan dengan itu, Wrehanala melihat sudah mulai surup, matahari ternyata sudah tenggelam. Hari pecahnya perang itu terjadi genap tahun keempat belas sejak Pandawa diasingkan menjadi orang buangan dan hidup sebagai orang biasa. Karena sudah satu tahun lewat satu hari, maka Wrehanala membuka siapa jati dirinya "Pangeran Utara, sekarang sudah saatnya aku membuka diriku. Aku adalah Arjuna, Panegak Pandawa dari Madukara. Sekarang kembalikan semangat paduka...jangan menyerah." Utara kaget "benarkah itu, Wrehanala? suatu kehormatan bagiku bertemu denganmu, Arjuna sang Permadi."
Arya Utara menjadi kusir sangWrehanala |
Berita kemenangan Wirata
disambut gembira oleh Prabu Matswapati dan Dewi Sudesna. Terutama kemenangan
Arya Utara mengalahkan pasukan poros Trigarta dan Hastinapura. Namun Tanda
Wijakangka berkata "paduka prabu, menurut yang hamba lihat sewaktu di
medan laga, yang mengalahakan pasukan-pasukan itu sebenarnya
Wrehanala....paduka Arya Utara hanya membantu saja.." Prabu Matswapati
kesal karena menganggap apa yang diucapkan penasehatnya itu itu tidak benar.
Maka dipukullah kepala Tanda Wijakangka hingga berdarah...lalu tanpa sengaja ia
melihat bayangan Dewa Amral (raksasa putih bentuk krodha Batara Dharma) di belakang
Tanda Wijakangka. Lalu Datang Arya Utara membenarkan apa yang dikatakan Tanda
Wijakangka lalu menjelaskan bahwa Tanda Wijakangka sebenarnaya adalah Prabu
Yudhistira, Raja Amarta yang dibuang saat kalah judi dadu dengan Kurawa dan
Wrehanala ialah Arjuna yang menyamar sebagai banci. Prabu Matswapati kaget dan
baru menyadarinya. Arya Utara pun mengatakan bahwa Abilawa adalah Bhima
Wrekodara, Damagranti dan Tantripala adalah Nakula dan Sadewa, juga Endang
Salindri adalah Dewi Drupadi, istri Yudhistira. Prabu Matswapati dan Dewi
Sudesna menjadi tidak enak hati karena sudah memperlakukan cucu* sendiri dengan
tidak sepantasnya. Para Pandawa tidak merasa direndahkan seperti itu malah para
Pandawa merasa berterima kasih karena sang prabu sudah mau menampung mereka.
Sebagai bentuk penyambutan Para Pandawa, mereka dijamu dengan meriah. Maka hari
itu, Para Pandawa dan Dewi Drupadi membuka samaran mereka dan hukuman 13 tahun
dari Kurawa telah berakhir. Para punakawan pun mendengar kabar kalau para
Pandawa telah menyelesaikan hukuman pengasingan dan menyamar sebagai orang biasa. Mereka
segera ke Wirata dan bergembira bersama.
(* Prabu Matswapati
bernama asli Prabu Durgandana adalah saudara kembar Dewi Durgandini/Satyawati,
ibu dari Maharesi Abiyasa yang berarti nenek buyut dari Pandawa dan Kurawa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar