Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan. Kisah kali ini menceritakan balas dendam anak Prabu Kangsa kepada Prabu Baladewa dan Prabu Sri Kresna dengan menyamar sebagai Sri Kresna dan hendak mengelabui para Pandawa agar Bharatayudha tidak jadi. Kisah ini mengambil sumber dari https://wayang.wordpress.com/2010/07/19/kresna-kembar/, https://caritawayang.blogspot.com/2012/09/kresna-kembar.html dan https://tokohpewayanganjawa.blogspot.com/2014/06/
Tiga hari setelah
gagalnya perundingan damai Kresna, datang ke Hastinapura seorang raja dari
Sengkapura. Yakni Prabu Sasrawindu, anak Prabu Kangsa musuh bebuyutan Balarama
dan Sri Kresna. Kedatangannya yakni ingin bergabung kepada Prabu Duryudhana
untuk mengamankan posisi panglima perang Bharatayuda di pihak Kurawa. Prabu
Duryudhana terpaksa menerima Prabu Sasrawindu karena ajakan begawan Dorna atas
rekomendasi Patih Sengkuni, Prabu Sasrawindu itu termasuk salah satu anak murid
dari begawan Dorna yang sangat mengidolakan Patih Sengkuni. Prabu Sasrawindu
berkata "aku bersedia membantu kalian para Kurawa untuk memusnahkan
Pandawa namun sebelum itu, aku mengajukan syarat. Beri aku kesempatan untuk
menangkap musuh bebuyutanku, Prabu Baladewa!" Syarat itu jelas membuat
gempar para Kurawa, karena Prabu Baladewa memang dekat dengan Hastinapura.
Apalagi dia adalah kakak ipar Prabu Duryudhana dan Adipati Karna, sang raja
Awangga. Sang guru, Begawan Dorna berkata " Sasrawindu, jangan membuat
masalah dengan kami para Kurawa. Jangan buat koalisi kami dengan negeri-negeri
tetangga bubar kucar-kacir untuk menghadapi Bharatayuddha." Tetapi tidak
dengan Patih Sengkuni, " tunggu Dorna kawanku. Menurutku yang akan
dilakukan Sasrawindu tidak salah. Ananda prabu Baladewa sudah tidak loyal
dengan Kurawa, sudah lama ananda Prabu Baladewa sering tidak datang jika ada
paseban agung di Hastinapura." Prabu Sasrawindu kemudian meyakinkan
"tolong pikirkan sekali lagi, gusti prabu Duryudhana. Permintaanku ini
adalah wajar. Karena ayahku, prabu Kangsa gugur di tangan dua gembala licik
itu, maka dari itu aku ingin menuntut balas kepada kêparat itu."
Prabu Duryudhana menjadi
bingung, maka ia bertanya kepada raja Awangga Adipati Karna, sahabat sekaligus
iparnya sesama mantu prabu Salya selain Prabu Baladewa sendiri. Karna berkata
"temanku, sebaiknya permintaan Sasrawindu kita luluskan. Tetapi juga
dengan syarat, kalau dia tidak berhasil maka Sasrawindu harus menerima hukuman
mati karena sudah membuat keributan di kubu Kurawa. Tetapi jika berhasil, maka
Sasrawindu akan langsung diangkat menjadi salah satu panglima Kurawa." Hal
ini dikatakan Karna sebab Prabu Sasrawindu sendiri sudah mendapat pertimbangan
dari sang guru dan menurut pengamatannya bahwa Prabu Sasrawindu jika sudah
berkata begitu, berarti dia memang punya kesaktian yang tinggi sehingga berani
berkata demikian. Setelah mendapat persetujuan dari Prabu Duryudhana, pasukan
Sasrawindu langsung bergerak ke Mandura, diikuti Begawan Dorna. Sedangkan wadya
bala Kurawa yang diikuti Patih Sengkuni dan dibawah pimpinan raja Awangga Karna
menyusul.
Di tapal batas Mandura,
prabu Sasrawindu berdiskusi dengan gurunya tentang cara menangkap Prabu
Baladéwa. Begawan Dorna berkata " kalau kamu mau pakai cara keras, kamu
akan kehilangan banyak prajurit, muridku. Tapi kalau kamu pakai cara apus-apus
atau menipu, kamu akan mendapatkan apa yang kau mau tanpa mengorbankan banyak
tenaga dan nyawa. Lagipula kalau Baladewa sampai tewas, adiknya, Sri Kresna
akan sangat marah dan sanggup menghidupkan kembali sang kakak pake Cangkok
Wijayakusuma." Prabu Sasrawindu lalu memutuskan" baiklah guru. Aku
memilih cara apus-apus. Toh aku akan menyiksa si Baladewa itu dulu sebelum ku
bunuh."
Sementara di Mandura,
Prabu Gatotkaca datang menghadap meminta Prabu Baladewa bersedia datang ke
Upalawaya. "Salam, uwa Prabu. Kedatanganku kemari atas permintaan dari
ayah dan paman Prabu Yudhistira juga uwa prabu Sri Kresna. Hal ini dimaksudkan
agar uwa menggantikan sementara posisi uwa Sri Kresna. Sejak datang dari
Hastinapura tiga hari lalu, ia bertapa di bukit Goloka demi mendapatkan wahyu
kemenangan bagi para Pandawa dalam Bharatayuddha." Prabu Baladewa setuju
menerima ajakan Gatotkaca, dia juga bercerita keadaan Hastinapura " aku
merasa bahwa Prabu Sasrawindu, raja Sengkapura sudah mulai mendapat hati di
kalangan Kurawa. Susahlah kalau macam ni. Makanya, aku berniat keluar dari
lingkup kekuasaan dan persahabatan dengan Kurawa. Kita jangan buang waktu lagi.
Ayo kita berangkat!" Belum berapa langkah meninggalkan istana, tiba-tiba
datanglah begawan Dorna menghadap, yang didampingi Sengkuni.
Begawan Dorna menghaturkan sembah, dan mengucapkan maksud kedatangannya kepada Prabu Baladewa, yaitu bermaksud mengundang sang Prabu ke sitihinggil Hastinapura untuk menghadiri paseban agung. Prabu Baladewa langsung menolak dan mengutarakan alasannya, bahwa ia sudah mendengar kabar bahwa Prabu Sasrawindu musuh bebuyutannya sudah diangkat menjadi panglima Hastinapura. Begawan yang bernama Kombayana itu berusaha meyakinkan Prabu Baladewa, namun tak berhasil. Akhirnya terjadi pertarungan, yang membuat koncatnya Begawan Drona keluar sitinggil. Prabu Gatotkaca kemudian disuruh oleh Baladewa untuk menghadapi Begawan Dorna, perang terjadi dan berkali-kali sang guru Agung Hastinapura itu harus mundur menghadapi kesaktian sang raja muda Pringgodani. Akhirnya, Begawan Dorna memanggil Sasrawindu, namun Sasrawindu juga terpental jauh ke belakang dan harus mengakui kekuatan Gatotkaca. " Aku akui kekuatanmu ok juga. Tapi itu tak akan lama lagi, putra Bhima!" Sasrawindu akhirnya mengambil senjata pusakanya, yaitu panah Kêmlandingan Seta. Begitu panah dilesatkan, panah itu berubah menjadi rantai super kuat dan melilit tubuh Gatotkaca. Seketika, Gatotkaca menjadi tidak berdaya dan dibawa ke Hastinapura untuk dimasukkan ke dalam penjara. Mendengar Gatotkaca dikalahkan, Prabu Baladewa naik darah dan segera turun laga, dibawanya bajak Nanggala miliknya yang dikenal sanggup menggempur gunung.
Sasrawindu menghadang Baladewa dan Gatotkaca |
Singkat cerita, Prabu
Sasrawindu telah sampai di dekat bukit Goloka. Ketika hendak memasuki gerbang
bukit Goloka, datang para isteri Sri Kresna yakni Dewi Radha, Dewi Rukmini,
Dewi Jembawati,dan Dewi Setyaboma. Mereka disana untuk mendampingi suami mereka
yang sedang bertapa di puncak bukit. Tentunya mereka berempat tak datang
sendiri. Keempat istri Sri Kresna itu ditemani oleh Patih Udawa, Resi Hanoman,
dan Arya Sencaki. Dewi Rukmini menghadang Sasrawindu" tunggu siapa kau?
Berani sekali kau datang ke Goloka." Prabu Sasrawindu berkata dengan nada
menghina " apa ini, pengawal Sri Kresna adalah gembala perempuan. Dunia
semakin edan ternyata. Gembala secantik kau tak pantas dengan Sri Kresna yang
penipu itu." Dewi Radha menepis tangan Sasrawindu "kau kurang ajar!
Beraninya kau menghina suami kami. Kami akan melakukan apapun demi kemuliaan
suami kami." Dewi Jembawati sudah naik pitam dan berkata "Yunda
Radha, sudah cukup beramah tamah dengan manusia sepertinya." Dewi
Setyaboma menyahut, " benar yunda, kita lawan raja angkara ini."
Ketika keempat isteri Kresna itu hendak maju, mereka dihalangi Patih Udawa
" tunggu, adinda semua! Jangan buang tenaga kalian. Biar kami yang
melawannya. Kalian lindungi Dimas prabu." Keempat isteri Kresna segera
naik ke atas bukit. Patih Udawa, Arya Sencaki, dan Resi Hanoman Mayangkara
bersiaga penuh agar tidak terjadi sesuatu yang dapat menggagalkan tapa
junjungannya.
Pasukan Sasrawindu sudah
tiba langsung mengepung , Resi Hanoman maju dan menghadang pasukan Sasrawindu
dengan Gagah. Setelah bertempur sekian lama, akhirnya raja Sengkapura itu
terdesak, ia lalu mengeluarkan ajian Pawana Krodha. Keluarlah badai dahsyat
yang menghantam Resi Hanoman, terpental sejauh-jauhnya. Melihat Hanoman kontal,
Sencaki maju. " Sasrawindu, lawan aku!" Pertarungan antar keduanya
berlangsung imbang, hingga akhirnya Sasrawindu mengeluarkan senjata saktinya
Kêmlandingan Seta yang membuat Sencaki tidak berdaya dan ia dibawa ke
Hastinapura sebagai tawanan. Melihat Sencaki juga kalah, Resi Hanoman memberi
perintah kepada patih Udawa dan prajurit Dwarawati untuk menyingkir dan meminta
bantuan ke Upalawaya. Resi Hanoman yang tadi kontal segera bertukar wujud jadi
cahaya dan sembunyi di balik gelung rambut Dewi Radha.
Sementara di dalam
pertapaan Prabu Sri Kresna beserta keempat isterinya yang baru tiba disana
duduk menekung, meditasi dan melepaskan sukma sejatinya. Sukma mereka melayang
hendak menemui dewata. Namun sebelum ia lepas dari raganya, Prabu Sri Kresna
berpamitan kepada raga kasarnya. Begitu empat isterinya. Mereka berlima menuju
alam Dewata. Bersamaan dengan itu masuklah Sasrawindu ke dalam pertapaan Bukit
Goloka. Dorna kemudian menyuruh Sasrawindu membangunkan Kresna, namun yang
ditemukan hanya raga Kresna dan empat isterinya yang sudah kosong tanpa sukma.
Begawan Dorna memiliki akal baru " Sasrawindu, cepat ambil pakaian Kresna
sekalian senjatanya termasuk senjata Cakra dan cangkok Wijayakusuma. Cepat
pakai!" Sasrawindu pun segera memakai pakain Sri Kresna dan seketika
Sasrawindu berganti rupa menjadi mirip sekali dengan Kresna, dan pergi ke
Upalawaya untuk menipu para Pandawa agar mau mengalah dan menyerahkan kadipaten
Upalawaya juga kepada Duryudhana. Namun, raga kasar Kresna dan keempat
isterinya ternyata masih terdapat lima anasir dan juga empat nafsu. Maka
tiba-tiba kelima tubuh yang dipanggil Raga Jati itu menangis sekaligus marah,
kemudian menjelmalah tubuh tanpa sukma sejati itu menjadi seekor macan besar
hitam mulus. Macan jelmaan raga Kresna dan para isterinya memiliki keinginan
untuk menyelamatkan para Pandawa dari tipu daya Prabu Sasrawindu yang telah
berubah wujud menjadi Kresna. Kemudian macan itu pergi istana Kurawa dan
bersembunyi di gerumbul semak dekat istana Hastinapura, mengawasi jika Pandawa
datang dan terbujuk, dia bermaksud mencegahnya.
Di kadipaten Upalawaya,
Udara berkata bahwa datang Prabu Sasrawindu hendak menangkap Sri Kresna. Namun
Tak dinyana datang Sri Kresna Gadungan berkata " kakak dan adik-adikku
para Pandawa. Wahyu kemenangan untuk kalian hanya satu. Kata Batara Guru,
kalian harus menyerah kalah dan menyerahkan kadipaten Upalawaya ini kepada
Duryudhana." Seperti terhipnotis, Prabu Yudhistira, Arya Wrekodara dan
Arya Nakula setuju " baiklah, kakang prabu. Kami akan menyerah
kalah." Namun tidak untuk Raden Arjuna dan Arya Sadewa. Mereka memilih
diam karena curiga dan segera meninggalkan sitihinggil. Arya Wrekodara marah
"cepat kalian setujui kakang Jlitheng!" Arjuna maju " tidak
kakang, ini aneh sekali. Kapan hari, kakang Madhawa berkata kalau perang sudah
tidak terhindarkan, kenapa sekarang berbalik begini? Ini sangat tidak masuk
akal. Coba pikirkan, tiba-tiba kakang Madhawa menarik kata-katanya lagi."
Sadewa menyahut, “betul kakang. Coba kakang semua berpikir jernih. Aku takut
ada yang sengaja membuat konspirasi." Namun Arya Wrekodara makin murka
seperti kesetanan. Buru-buru mereka berdua lari ke Karangtumaritis, tempat
tinggal kakek Semar.
Di tempat kakek Semar,
Arjuna dan Sadewa menjelaskan apa-apa yang telah terjadi. Kakek Semar berkata
" ada benda tak betul yang telah terjadi. Kalian cepat berlindung ."
Belum sempat mereka pergi terlalu jauh, datang serombongan prajurit Upalawaya
dipimpin Arya Wrekodara bersama Sri Kresna Gadungan itu. Mereka mengobrak-abrik
désa mencari Arjuna dan Sadewa. Arjuna berhasil lari namun nasib tak bagus
untuk Sadewa. Ia ketahuan dan Sadewa tetap bersikukuh menolak permintaan Kresna
palsu itu, Wrekodara naik pitam dan menghajar adiknya itu dan dilempar jauh.
Kakek Semar dan ketiga putranya mengejar ndoro mereka itu. Sementara itu Arjuna
kelelahan setelah lari. Ia datang ke sebuah rumah kecil. Di sana ada seorang
kakek tua. Kakek itu menghidangkan makanan untuknya namun tiba-tiba, Arjuna
jatuh pingsan dan tau-tau ia sudah berada di Hastinapura. Ia tidak ingat apa
yang terjadi bahkan ia lupa siapakah dirinya sendiri. Arjuna amnesia dan lupa
jati dirinya. Rupanya orang yang dibalik itu adalah Begawan Dorna dan Patih
Sengkuni.
Sementara itu, di bukit
Goloka, ada seorang pendeta muda Begawan Sukma Lelana, ia didampingi keempat
murid perempuannya yakni Endang Radhika, Endang Rukamai, Endang Setyasulasih,
dan Endang Setyasuwarna. Begawan Sukma Lelana meninggalkan bukit Goloka dan menuju
ke Hastinapura " murid-muridku...ayo kita ke Hastinapura. Ada hal penting
yang akan terjadi di sana." Keemapat muridnya menyahut " baik
guru....kami akan mendampingimu." Di tengah perjalanan, mereka berlima
bertemu para punakawan sedang mencari Sadewa. Semar dan Punakawan mengenali
jati diri sebenar dari sang pendeta cuma pura-pura tidak tahu saja. Ketika
membantu mencari, Sadewa yang ditemukan menggeletak setelah dihajar kakaknya
dalam keadaan tidak bernyawa. Begawan Sukma Lelana mengeluarkan tirta suci dan
diadakan upacara. Ajaib, Sadewa kembali hidup berkat Tirta suci Begawan Sukma
Lelana dan kesaktian Semar. Mereka semua segera melanjutkan perjalanan ke
Hastinapura. Singkat cerita, mereka pun sampai di keraton Hastinapura. Begawan
Sukma Lelana berkata " tuanku Begawan Dorna dan Patih Harya Sengkuni.
Ampuni kelancangan hamba dan keempat murid hamba. Kedatangan kami yakni untuk
memberi selamat dan mengajak bicara Prabu Sasrawindu. Kami ingin memberinya
berkat dan anugerah kepadanya."
Begawan Dorna mampu menebak siapa jati diri Begawan Sukma Lelana. Ia takut sekali. Ia lalu berkata pada Patih Sengkuni " rencana ini terancam gagal. Aku merasa Begawan Sukma Lelana akan membuat rencana kita berantakan." Kedatangan Begawan Sukma Lelana jelas membuat geram Sengkuni, ia meminta sang Begawan keluar dan menunggu keputusan di alun-alun Hastinapura." Tuanku Begawan, tunggulah di alun-alun. Kami akan memberikan keputusan kami." Dorna kemudian meminta para Pandawa untuk menghabisi nyawa sang Begawan. Pandawa pun menuruti apa yang menjadi perintah gurunya itu. Arjuna yang masih amnesia disuruh menghadapi sang pendeta muda itu. Sang penengah Pandawa yang juga merupakan murid kesayangan Dorna serta teman yang paling dikasihi Kresna akan menghadapi sang Begawan. Di dalam hati, Arjuna merasa ragu karena dharma ksatria yang ia pegang, yakni tidak menyerang seseorang tanpa alasan apalagi menyerang seorang pendeta atau brahmana. Dan lagi Arjuna merasa Begawan Sukma Lelana tidak berniat jahat kepada siapapun. Arjuna yang masih lupa ingatan masih mengingat dharmanya sebagai manusia dan sekaligus sebagai kesatria, namun ia kembali didoktrin gurunya untuk melawan pendeta muda itu. " Begawan, kau ingin mengajak bicara kakang Sasrawindu kan? Ayo ajak bicara aku dulu!" Terjadi pertempuran sengit. Berbagai senjata ia gunakan, semua ajian dia kerahkan, bahkan Pasopati akhirnya ia keluarkan, namun justru berbalik padanya. Arjuna menyerah dan meminta Wrekodara maju, namun Wrekodara pun tidak kuasa menghadapi Begawan Sukma Lelana. Bukan cuma mengalahkan keduanya, Begawan Sukma Lelana mengembalikan ingatan mereka " waadalah....kok aku ada disini? Jlamprong, kok bisa kita disini." Arjuna berkata " yang aku ingat, aku lari dari kejaranmu dan Sri Kresna Gadungan setelah itu aku makan di sebuah rumah kecil." Begawan Sukma Lelana berkata " kalian telah dicuci otak dan dibuat lupa ingatan. Untunglah aku bisa menyadarkan kalian."
Kresna Kembar |
Prabu Sri Kresna palsu
maju" Hei, Arjuna...aku Kresna yang asli! Dia yang palsu!" Keduanya
pun terlibat pertarungan. Terjadilah adu kesaktian dengan begitu hebatnya. Saat
itu datang Arya Sadewa dan kakek Semar ke Hastinapura. Arya Wrekodara dan
Arjuna gembira melihat adiknya masih hidup. Arya Sadewa lalu bersiul-siul sepertinya
sedang bicara dengan binatang lalu ia berkata dalam bahasa manusia“Sardula
Ireng keluarlah!” lalu secara ajaib, macan hitam jelmaan tubuh ragawi sang
Kresna muncul dan mengaum ke arah prabu Sri Kresna Gadungan itu dan dalam
sekejap, macan hitam itu bersatu dengan Begawan Sukma Lelana, maka terbentuklah
kembali ke sosok Sri Kresna. Endang Radhika, Endang Rakumai, Endang
Setyasulasih ,dan Endang Setyasuwarna kembali ke wujud asli mereka yakni Dewi
Radha, Dewi Rukmini, Dewi Jembawati, dan Dewi Setyaboma. Kini Berdiri tegak dua
sosok Kresna di alun-alun Hastinapura. Semua yang menyaksikan menjadi
tercengang dan tak berkedip memandang. Dua Kresna itu melanjutkan
pertarungannya, hingga salah satunya jatuh, kemudian mengeluarkan Cakra
Widaksana. Cakra dileparkannya, tetapi justru kembali ke tangan Kresna yang
satu. Akhirnya Kresna palsu malih rupa ke wujud aslinya, Prabu Sasrawindu,
karena kedoknya tidak mungkin bisa disamarkan lagi.Prabu Sri Kresna yang asli
pun berkata " Sasrawindu, kau sama seperti Paundraka......seseorang bisa
meniru rupa, pakaian, dan atribut, tapi seorang peniru tetap peniru. Kalian
jangan dibodohi oleh penampilan luar . Lihat ke dalam dirinya seperti yang
dilakukan Sadewa dan Arjuna." Sasrawindu bersumpah serapah" perduli
setan dengan dharmamu! Aku akan membalaskan dendam ayahku pada kau dan juga
kakangmu Baladéwa."
Sri Kresna kemudian mengambil jarak agar sanga Prabu Sasrawindu tidak menggunakan senjata Kêmlandingan Seta. Benar, Sasrawindu mengeluarkan senjata andalannya itu, dan ketika ia sudah siap mengarahkan pusakanya kepada Kresna, sang raja Dwarawati berteriak " Hanoman, sekarang!" " Baik Tuanku!" Tiba-tiba Hanoman datang setelah sebelumnya bersembunyi di balik kancing gelung Dewi Radha. Resi Hanoman Mayangkara menyerang Prabu Sasrawindu dengan jurus Angin Garudha dan ajian Pancabayu. Seketika datang angin yang sangat kencang membuat prajurit Sengkapura kucar-kacir dan pertahanan Prabu Sasrawindu buyar. Ketika Prabu Sasrawindu hendak mengarahkan panah Kêmlandingan Seta, sekonyong-konyong panah itu ditarik oleh rantai hitam yang merupakan lawan dari panah Kêmlandingan Seta yakni Kêmlandingan Ratri milik Sri Kresna. Dengan panah Kêmlandingan Ratri, Prabu Sri Kresna menghantam sebongkah batu sebesar puthuk (bukit) ke arah Sasrawindu, hingga akhirnya putra Prabu Kangsa itu mati gepeng berurai menjadi darah.
Sasrawindu Gepeng |