Senin, 02 Oktober 2023

Arjunawiwaha (Ciptaning Mintaraga)

 Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan, kisah kali ini mengisahkan Arjuna pergi bertapa di Gunung Indrakila dan mendapat kan panah sakti Pasopati. Dikisahkan pula Arjuna menjadi raja para bidadari selama tujuh hari bergelar Prabu Karitin setelah mengalahkan Ditya Niwatakawaca yang hendak meminang Dewi Supraba. saat menjadi raja bidadari itu, Dewi Supraba jadi permaisuri sang Arjuna sehingga lahir dari rahim sang bidadari itu seorang kesatria bernama Prabakusuma alias Bambang Priyambada. Pada akhir cerita mengisahkan kedatangan Resi Durwasa ke gubuk para Pandawa dan percobaan perkosaan Drupadi oelh Prabu Jayadrata. Kisah ini mengambil sumber dari Kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa, blog Wikipedia tentang Kakawin Arjunawiwaha, dan berbagai sumber lainnya di internet.

Lima tahun pengasingan, Wrekodara dan Arjuna memutuskan bertapa brata. Prabu Yudhistira, Nakula, Sadewa, Dewi Drupadi beserta Semar dan para punakawan berpindah semakin jauh ke dalam hutan Kamyaka. Wrekodara bertapa brata bersama Resi Hanoman, Sang resi wanara yang telah mengabdi pada Sri Rama itu prihatin. Setelah peristiwa Arca Resi Bhima Gupala, resi Hanoman mempersilakan pihak Pandawa menggambar dirinya di panji-panji kerajaan Amarta. ia lalu mengantar kembali Arya Wrekodara ke alas Kamyaka.

Sementara itu, kabar Arjuna benar-benar tak terdengar lagi...Arjuna seakan menghilangkan diri. Benar-benar tidak ada kabar tentangnya. Di saat yang sama, prabu Niwatakawaca dari Manimantaka (anak Srikandhi sebagai Kandhihawa dengan Durniti) mendendam hati pada Dewi Supraba karena telah membuat matanya picak. Maka ia bersama Patih Mamangmurka dan Tumênggung Mamangdana berikut pasukannya terbang ke kahyangan. Sang raja Manimantaka itu meminta pada Batara Indra untuk menyerahkan Dewi Supraba " gusti Batara, aku meminta padamu serahkan padaku Dewi Supraba." Batara Indra tidak berkenan apalagi waktu itu, Niwatakawaca sudah berbuat lancang mengintip putri-putrinya itu. Sang raja murka karena lamarannya ditolak mentah-mentah "Kau Berani Menolak Pinangan ku! Akan Kuratakan Kahyangan dan Kurebut Putrimu yang Berharga itu. Aku Abadi dan Tak Akan Dikalahkan Olehmu!" Pasukan pun dikerahkan. Para prajurit Manimantaka mengamuk dan melibas kahyangan. Patih Manimantaka, Mamangmurka merusak taman di kahyangan. Batara Indra murka " Mamangmurka, Lancang Kau! Kau Merusak Tamanku Seperti Babi!" Kata-kata Batara Indra menjadi kutukan. Patih Mamangmurka bertukar menjadi babi hutan. Meskipun demikian, ia terus merangsek dan menghancurkan segala tanaman dan pohon di kahyangan. Batara Indra menembakkan petir dan terjengkang jatuhlah sang patih Manimantaka ke gunung Indrakila. Prabu Niwatakawaca dan Tumênggung Mamangdana dibuat kesal karenanya.

Tujuh Bidadari menggoda Ciptaning
Melihat kondisi kahyangan semakin kacau dan gawat, Atas perintah Batara Guru, Batara Indra harus menemukan jago dewa. Batara Indra melihat dari penglihatan batin dan menemukan orang yang tepat. Yakni seorang begawan (petapa) bernama Ciptaning Mintaraga di gunung Endrakila. Ketujuh bidadari putri Indra yakni Dewi Supraba, Surendra, Gagarmayang, Lênglêng Mandanu, Tunjungbiru, Wilotama (Nilotama), dan Warsiki diperintahkan sang ayah turun ke bumi dan menguji keteguhan sang Begawan yang dimaksud.

Di keheningan sebuah gua di Gunung Indrakila, Begawan Ciptaning Mintaraga duduk bersila sedang tapa brata. Badannya yang ramping berpakaian kulit kayu dan berjubah bulu binatang lengkap dengan rambut terurai acak-acakan tak lantas membuat aura sang Begawan menjadi kuyu dan sayu, melainkan semakin menawan. Semua hewan yang melihatnya seakan ikut bersamanya bertapa brata. Sejenak kemudian, datang suara yang sangat lembut dan indah. Tujuh bidadari datang berpakaian serba indah dan dengan rupa cantik molek aduhai menggoda sang begawan. " Tuanku, lihat sini dong!" rayu Supraba. " Sini bang lihat wajah ayuku " goda Wilotama. " Ahhh...sayang...sandarkan kepala tuan dan rasakan renjana ini di pahaku..." goda Surendra dengan nada nakal dan ngalem. " Kakanda sayang....sekali-kali sini lihat moleknya aku!" ucap manis Tunjungbiru sembari membelai rambut kusut Ciptaning. " Babang tamvan, rasakan gairah cintaku." celoteh lembut Warsiki sembari menyandarkan kepalanya di dada Ciptaning. " Abang Ganteng, rasakan lembutnya tangan kami!" Ucap Lèng-lèng Mandanu dan Gagarmayang. Godaan yang sangatlah hebat dan benar-benar sanggup meruntuhkan iman. Bukan cuma digoda secara perkataan semata, para bidadari ini dengan totalitas menari dan memperlihatkan lekuk tubuh mereka yang molek dan aduhai. Namun sang Begawan tak tergoda sedikitpun. Sebaliknya para bidadari lah yang justru jatuh cinta pada aura dan ketampanan yang terpancar dari sang begawan. " Ahhh kakanda....nikahi aku.....abang ganteng....nodai aku!" Lalu secara bersamaan, Batara Indra ikut turun lalu menyembunyikan dirinya di balik awan. Di sana ia melihat para putrinya gagal menggoda orang itu. Malah sebaliknya mereka yang tergila-gila pada Ciptaning. Batara Indra merasa ia harus menguji sang Begawan itu sendiri.

Begawan Ciptaning dengan kekuatannya membuat semua bidadari itu tertidur dan merasakan indahnya cinta bersama dirinya di alam mimpi. Beberapa saat kemudian, Dari dalam hutan, muncul resi bernama Padya. Ia datang menguji pengetahuan Begawan Ciptaning. " Ciptaning, ku dengar dari berbagai orang yang pernah berjumpa denganmu, kau sangat cerdas dan ahlinya cinta. Makanya kau sampai membantu orang-orang dalam hal asmara. Aku ingin bertanya satu hal. Begawan Ciptaning mempersilakan "katakan apa pertanyaanmu, sang resi?" Resi Padya bertanya " apakah itu cinta dan apa bedanya dengan cinta buta?" Begawan Ciptaning menjawab pertanyaan Resi Padya. " Sang resi, cinta lahir perasaan yang tulus dan murni. Cinta yang sejati membebaskan siapa saja yang mendapatkannya dari segala rasa sakit. Itulah yang membedakannya dengan cinta buta. Cinta buta berlandaskan nafsu yang mengikat dan menyengsarakan yang mengalaminya. Kita kadang tidak bisa membedakan mana cinta dan cinta buta karena pembeda mereka yang tipis bagai rambut dibelah tujuh." Resi Padya terkesan dengan keheningan hati dan kecerdasan sang resi muda itu. Ia berlalu pergi dan badar kembali menjadi Batara Indra. Bersamaan dengan perginya Resi Padya, ketujuh bidadari itu terbangun dan bergegas berpakaian yang benar. Setelah itu mereka terbang kembali ke kahyangan. Diantara mereka bertujuh, yang paling merasakan cinta sang Ciptaning ialah Dewi Supraba. Ia tersipu ketika Begawan Ciptaning tersenyum padanya.

Di kahyangan, Batara Guru mendengar laporan Batara Indra. " Pukulun Mahadewa. Ciptaning memnag hebat. Tanpa menyentuhnya aku merasakan luasnya wawasan dan kehebatannya. Bahkan ketujuh putriku sampai terlena dan tergila-gila padanya. " Batara Guru terkesan dengan apa yang diceritakan Indra. Ia lalu turun ke bumi untuk menyaksikan sendiri. Ketika itu, Begawan Ciptaning pergi berburu. Saat hampir bisa membidik kijang buruannya, babi jelmaan Mamangmurka datang mengusik gerombolan kijang. Begawan Ciptaning melepaskan panah untuk mengusir babi itu. Babi itu terus berlari kemana-mana dan akhirnya babi itu pun tewas terkena satu panah Ciptaning.

Ciptaning berdebat dengan Keratarupa
Ketika didekati, ada dua panah yang sama-sama menancap di tempat panah Ciptaning. Lalu tak jauh dari tempat itu, datanglah seorang pemburu bernama Keratarupa. Sang pemburu itu pun berkata " hei kisanak....babi ini sasaran buruanku." Ia mengklaim bahwa babi itu miliknya. Begawan Ciptaning juga mengklaim "tidak ki sanak, babi ini kena panahku!" Kedua orang itu sama-sama tidak mau mengalah hingga keduanya perang tanding. Panah-panah dilesatkan. Pertandingan yang sangat indah ibarat Batara Wisnu yang berlatih tanding dengan Batara Guru. Cahaya yang dipancarkan dari panah-panahnya bersinar bagaikan pelangi dan kembang api berwarna-warni. Tiba-tiba seberkas asap muncul menyelubungi Keratarupa dan ia badar kembali sebagai Batara Guru (Batara Shiwa). “sudah cukup, Arjuna!” Begawan Ciptaning kaget karena Batara Guru tahu identitasnya. “ampun, pukulun Batara....aku sungguh tidak mengenalimu...maafkan hamba.” Sang Mahadewa itu sebenarnya tahu jika begawan Ciptaning adalah Arjuna yang sedang tapa brata. Batara Guru pun berkata “tidak apa-apa, cucuku...aku terkesan dengan kecerdasan, kegigihan, dan kelembutan hatimu.....aku kemari untuk mengujimu dan kau lulus ujian dariku...makaaku akan memberimu anugerah.....terimalah.” Batara Guru memberikan senjata berupa anak panah bernama panah Candrasekara. Panah itu memiliki dua mata melengkung tajam bagai bulan sabit. Batara Guru juga memberitahu mantra untuk memanggil panah Candrasekara yakni dengan aji Pasopati (Pasopatastra). Panah dan ajian ini tidak bisa dipisahkan maka Arjuna memberi nama baru panahnya itu Panah Pasopati.

Batara Guru menyampaikan maksud dan tujuannya mendatangi Arjuna, adalah mau meminta Arjuna menjadi jago dewa di kahyangan. Karena kahyangan sedang diserang Prabu Niwatakawaca dari negara Manimantaka. Arjuna tidak menyia-nyiakan kesempatan baik ini. Arjuna menyanggupinya. Setelah sampai di kahyangan, Arjuna bertemu kembali dengan Batara Indra, sang ayah dewanya. Batara Indra berkata harus berhati-hati karena Prabu Niwatakawaca tidak bisa dibunuh dengan senjata apapun. Arjuna paham maka ia berhadap-hadapan dulu dengan Tumênggung Mamangdana. Dengan panah Agneyastra, Arjuna mampu menghabisi Tumênggung Mamangdana. Mendengar tumênggungnya berhasil dikalahkan, berang Prabu Niwatakawaca. Akhirnya pertarungan pun tidak dapat dihindarkan. Benar apa yang dikatakan Batara Indra, Prabu Niwatakawaca sangat sakti, tidak satupun senjata dapat melukai tubuhnya.Prabu Niwatakawaca tidak bisa dikalahkan. Arjuna segera menyingkir terlebih dahulu. Arjuna mendekati Dewi Supraba. Meskipun kali ini berpenampilan berbeda, Dewi Supraba tetap mengenali Arjuna sebagai Ciptaning. Ia menawarkan bantuannya " Tuanku, aku bisa membantumu melawan Niwatakawaca." Arjuna meminta Dewi Supraba mencari rahasia kelemahan Prabu Niwatakawaca.

Niwatakawaca merasa di atas angin mampu membuat jago dewata kabur. Tak lama, Dewi Supraba pun datang dan mendekati Prabu Niwatakawaca. Dewi Supraba pura pura mencintai Prabu Niwatakawaca, dan ia bersedia menjadi istri Prabu Niwatakawaca. Namun sebelumnya, Dewi Supraba ingin banyak belajar dari Prabu Niwatakawaca. Prabu Niwatakawaca senang dengan kesanggupan Dewi Supraba yang ingin menjadi istrinya. Dewi Supraba pun menyiapkan berbagai makanan dan hendak menyuapi sang raksasa itu, namun sang raja Manimantaka itu seakan pelit untuk membuka mulutnya lebar-lebar saat makan. Ia terus menghindar ketika hendka membuka mulutnya. Dewi Supraba bertanya “kakanda ...kenapa kok tidak mau buka mulut? Apa mulut kakanda sakit? Apa sariawan? Panas dalam? Minumnya Adem Seger.” . Prabu Niwatakawaca berkata "owlaha tho...dinda Supraba...malah ngelawak....maaf dinda, aku harus sering menutup mulut karena bau mulutnku. Sumber dari bau mulutnku ada di lubang tekakku. Sering sakit dan sering mengeluarkan bau tak sedap." Dewi Supraba tau kalau Niwatakawaca berdusta. Maka ia minta izin memeriksa apa penyebab bau mulut sang raja. Tanpa curiga, Prabu Niwatakawaca mengizinkan.

Niwatakawaca Lena
Ketika sudah sangat dekat dengan Niwatakawaca, Dewi Supraba membuka kancing gelungnya dan muncullah Arjuna menembakkan panah Pasopati ke mulut raja Manimantaka dan mengenai lubang tekaknya. Raja itu tewas seketika dan tubuhnya jatuh menghantam tanah lalu hancur seketika.

Kemenangan datang kepada Arjuna dan ia dinobatkan sebagai raja bidadari bergelar Prabu Karitin selama 7 hari waktu kahyangan dengan didampingi oleh 6 bidadari adik Dewi Supraba . Dewi Supraba sendiri sebagai permaisuri utama. Suatu ketika di taman kahyangan Kawidodaren, Arjuna pernah bertemu dengan Dewi Urwaci. Sang dewi rupanya terpana dengan ketampanan sang Arjuna...ia lalu mendekati sang Permadi “ohh kakanda Arjuna....sini kakanda...dekati aku...lalu nikahilah aku.” Namun Arjuna merasa sudah cukup dengan Supraba saja sebagai permaisuri , maka Arjuna berkata “maaf...tuan puteri Urwaci...aku tidak bisa....karena kamu terlalu cantik untukku.” Merasa perkataan Arjuna menyinggung, maka ia mengutuk Arjuna “Berani betul kakanda menolakku! Maka aku mengutukmu semoga kelak hilang kejantananmu. Semoga nanti kakanda jadi banci kaleng!!!” Batara Indra yang mendengar kutukan yang menimpa anak angkatnya, segera menolong putranya dan melunakkan kutuk pasu Urwaci “kutukan seorang bidadari tidak bisa dielakkan...tapi aku mampu meringankannya. Kau tak akan jadi banci kaleng selamanya tapi selama setahun saja. Kau bisa menjadi banci kaleng kapanpun ananda mau.” Arjuna sebenarnya tak ambil pusing malah sangat antusias dan tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Maka Arjuna memilih jadi banci kaleng di masa pengasingan ketiga belas, saat menyamar sebagai orang biasa.

Tak terasa, waktu tujuh hari Arjuna menjadi raja Bidadari sudah habis. Sebelum ia pulang melanjutkan hukuman pengasingan, Arjuna juga memohonkan restu sang dewa " pukulun, sebelum anakmu ini kembali, restui kami para Pandawa agar kami selalu jaya dan selamat dari malapetaka Bharatayudha." Batara Indra mengabulkan. Lalu datang kakek Semar hendak menjemput sang ksatria Madukara itu dan mendengar permintaan Arjuna. Rupanya Arjuna lupa untuk memohonkan keselamatan para putra dan keponakannya. Hal ini kemudian diprotes Semar. "Tunggu, Indra....jangan restui dulu...ndoro Arjuna lupa meminta keselamatan pada para putra dan keponakannya." Arjuna tersadar dan meminta maaf kepada kakek Semar " ampun, paman Semar, aku lupa meminta doa agar anak dan keponakanku selamat. Aku tak sanggup melihat mereka mati muda jika perang terjadi. Pukulun, tolong batalkan restu yang tadi. Aku akan menambahkan restu itu dulu." Batara Indra tak mampu menarik permohonannya. Arjuna kecewa dan takut membayangkan anak dan para keponakannya ditakdirkan mati muda. Restunya telah berubah menjadi kutukan yang akan menimpa keturunan Pandawa. Batara Indra menyabarkan putra angkatnya itu dan memberi anugerah " anakku, apa yang kau pinta tidak dapat ditarik kembali tapi dibalik ini semua ada hikmahnya. Aku juga memberikan anugerah supaya kelak cucu-cucu kalian akan selamat dari perang dan hidup aman damai." Sudah saatnya Arjuna turun kembali ke bumi. Menyelesaikan pengasingan yang sudah berjalan. Ketika turun dari kahyangan, hitungan 7 hari di kahyangan sudah genap hitungan dua setengah tahun di permukaan bumi sehingga Arjuna sudah tidak ada di dunia manusia selama dua setengah tahun. Arjuna membawa serta anaknya dari Dewi Supraba yakni Raden Prabakusuma atau Bambang Priyambada. Prabakusuma pun dikenalkan kepada para paman dan bibinya.

Tahun ke delapan pengasingan, Kurawa mendengar Para Pandawa hendak melewati sebuah daerah para pendeta dan petapa. Prabu Duryudhana mendengar hal itu lagi-lagi membuat skenario untuk menjebak Pandawa. Kali ini mereka menjebak dengan mengatakan pada resi Durwasa bahwa ada orang kaya yang bermukim di hutan Kamyaka yang bisa memberikannya sedekah. “ampun Resi Durwasa, aku mendengar di hutan sana ada seorang kaya raya yang sanggup memberikan sedekah yang banyak kepada bapa resi. Baiknya bapa resi ke sana.” Resi Durwasa percaya begitu saja dan masuk jauh ke hutan. Seperti yang diketahui banyak orang, Resi Durwasa adalah guru Dewi Kunthi, ibu dari para Pandawa. Dewi Kunthi saja harus sabar meladeni gurunya yang terkenal brangasan dan mudah marah itu. Sementara itu, para Pandawa, Prabakusuma, dan punakawan baru selesai makan.

Kembalinya Arjuna dan kemunculan Prabakusuma
Di saat piring dan panci baru saja ditelungkupkan habis dicuci, Resi Durwasa datang beserta para muridnya minta makanan. Para Pandawa risau karena makanannya sudah habis, sudah tinggal sebutir kecil nasi dan sekerat sayur saja. Mereka takut Resi Durwasa murka dan menjatuhkan kutuk. Lalu selagi Resi Durwasa dan para muridnya sedang membersihkan diri di sungai, datanglah bantuan dari Batara Wisnu. Batara Wisnu memerintahkan Prabakusuma makan nasi dan sayur itu “Prabakusuma, sekarang cepat makan upa nasi dan sekerat sayur itu.” “baik, pukulun Wisnu!!” Prabakusuma segera masuk ke dapur dan memakan sebutir nasi dan sayur itu. Ajaib, ketika Prabakusuma memakannya sampai habis, Resi Durwasa dan para muridnya ikut merasakan kenyang yang sama. Mereka tak jadi makan dan justru mendoakan para Pandawa selalu jaya dan berada dalam kebenaran. Setelah setahun lamanya tinggal bersama sang ayah, paman, dan bibinya, sudah saatnya Prabakusuma untuk mengunjungi saudara-saudaranya di Dwarawati maka Gareng, Petruk dan Bagong mengantarkannya ke sana.

Masih di tengah tahun ke delapan, cobaan tak henti-hentinya datang kepada Pandawa. Kali ini Dewi Drupadi lagi yang jadi korban. Sang putri Pancala itu dilarikan oleh Prabu Jayadrata yang kadung cinta mati sejak sayembara dulu. Ketika itu di rumah, tidak ada orang selain Drupadi. Jayadrata menjebak permaisuri Yudhistira itu lalu menaikkannya ke kereta perang. Dewi Drupadi berteriak minta tolong “Lepaskan aku, Jayadrata!!.....tolong...kakanda....adhi-adhiku para Pandawa...Tolong....!!!” para Pandawa yang sedang berburu segera kembali ke gubuk di sana mereka melihat Jayadrata sudah menaiki kereta sambil membawa Drupadi. Prabu Yudhistira yang biasanya tenang hampir hilang kesabaran. “JAYADRATA!!” hampir-hampir Prabu Yudhistira bertukar wujud ebagai Dewa Amral karenannya namun berhasil ditenangkan sang adik, Arya Wrekodara. Sang Panegak pandawa itu menenangkan kakaknya dan berniat mencari kakak iparnya. Tak jauh dari hutan, Prabu Jayadrata hampir memperkosa Drupadi. Namun hal itu dicegah Wrekodara dan Arjuna. Jayadrata kalah kuat dan dapat dikalahkan....namun dibiarkan hidup dan dibotakkan kepalanya. Dari sanalah prabu Jayadrata dendam kepada Pandawa. Ia melakukan tapa brata keras hingga Batara Guru memberinya anugerah bisa memporak-porandakan dan mengacaukan pasukan Pandawa. Kelak akan jadi penyebab kematian Raden Abimanyu, putra Arjuna.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar