Sabtu, 30 September 2023

Bhima Maneges

 hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan. Kisah kali ini mengisahkan pertapaan Arya Wrekodara selama pengasingan dan berubah wujud sebagai arca batu. Arca batu itu sempat akan dihancurkan Prabu Duryudhana namun berhasil diselamatkan. di akhir kisah juga menjadi pembuka lakon Begawan Ciptaning. Kisah ini mengambil sumber dari tulisan Wawan Susetya di laman web https://menaramadinah.com/43963/kisah-lakon-bima-maneges.html dengan pengubahan seperlunya.

Di tengah masa pengasingan Pandawa yang sudah menginjak tahun kelima, Ada fenomena sosial dimana muncul seorang pendeta kharismatik bernama resi Gupala. Ia membangun sebuah padepokan di alas Aldaka, dekat perbatasan Hastinapura. Banyak rakyat negara Amarta datang ke sana untuk belajar berbagai ilmu dan meminta bantuan berbagai hal.menurut kabar yang beredar, Resi Gupala selalu memberi pengajaran dengan duduk bersila di atas sebuah dipan kayu sederhana yang ditutupi kelambu berwarna-warni. Lama-kelamaan, bukan cuma penduduk negeri Amarta yang datang untuk meguru, melainkan dari negeri Hastinapura, Pancalaradya, Cedhi, Dwarawati, Mandura dan negeri-negeri lain di sekitar alas Wanamarta,  Kamyaka dan Aldaka. Keberadaan Resi Gupala tersebut membuat gusar Prabu Duryudhana karena dikhawatirkan akan melakukan kudeta terhadap pemerintahan Hastinapura “haduh...ngelu wes ngelu......kemarin ulah si Gatotkaca sekarang ada resi Gupala.....gak ada gitu hari tanpa masalah di Hastinapura. Paman Patih, Guru Dorna, bagaimana pendapat kalian tentang hal ini? Apa ada cara untuk menghentikan Resi Gupala itu?” “kakang patih sumonggo idenya!” tukas Begawan Dorna. Patih Sengkuni berkata “waduh kakang begawan, aku benar-benar kehabisan ide untuk yang satu ini. Kau lah yang mikir.” “enak saja, aku juga kehabisan cara nih, kakang Patih.” Prabu Duryudhana malah semakin pusing melihat dua orang kepercayaaannya itu malah tunjuk menunjuk mencari solusi.

Di dalam pasewakan agung Hastinapura, datanglah raja entah darimana mencari Begawan Dorna. Sang raja ialah Prabu Kala Teja Lelana dari Negara Slendro Ujung Laut. Ia datang menghadap kepada Prabu Duryudhana “olala...salamku untukmu, Yang Mulia Raja. Saya Prabu Kala Teja Lelana dari Slendro Ujung Laut. Maaf kelancangan saya datang di saat ribut-ribut begini.” “tidak apa, justru kami yang minta maaf tidak menyambut anda dengan semestinya. Katakan apa tujuan anda datang ke negeri ini, Yang Mulia?” Prabu kala Teja Lelana berkata “ampni kelancangan saya. Saya ingin bertemu kepada yang Mulia Guru Begawan Dorna hendak berguru kepadanya. Tujuan saya tak lain hendak belajar Ngelmu Kasampurnan kepada Begawan Dorna.”

Ajar Mayanggaseta menguji Kala Teja Lelana
Patih Sengkuni pun membisiki sesuatu kepada Begawan Dorna. Lalu sang Begawan pun maju dan berkata “Baiklah, anak muridku....anda bisa meguru padaku..Namun ada syaratnya, yakni anda harus dapat menumpas Resi Gupala di alas Aldaka.” Maka berangkatlah Prabu Kala Teja Lelana dengan diikuti para Kurawa ke kawasan Aldaka.

Singkat cerita, sesampainya di wilayah Aldaka, Prabu Kala Teja Lelana dan para Kurawa sampai di padepokan Resi Gupala. Disana ia bertemu dengan seorang pendeta berkulit putih bersih bernama Ajar Mayanggaseta selaku juru kunci yang menjaga padepokan Resi Gupala. Dalam kesempatan itu, Prabu Kala Teja Lelana yang rencananya akan membasmi Resi Gupala, namun memberikan kesempatan tetap di situ bila Ajar Mayanggaseta dapat menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan. Ajar Mayanggaseta pun menyanggupinya.

Pertanyaannya Prabu Kala Teja Lelana yakni:

“Ajar Mayanggaseta....jawablah pertanyaanku....Siapa yang wajib disembah, di mana tempatnya yang disembah itu, apa syaratnya untuk menyembah, dan bagaimana tata cara menyembah yang benar?”

Pertanyaan tersebut dijawab oleh Ajar Mayanggaseta dengan cermat. “Gusti prabu yang wajib disembah yaitu Gusti Sanghyang Widhi yang Maha Agung...Gusti Kang menciptakan jagad raya. Tempatnya yang disembah tak lain di qalbu (telenging ati). Sedang, syaratnya menyembah yaitu bagi orang-orang yang mau membangun watak utama, ikhlas, sabar, ridho, dsb. Sebelum menyembah harus mengerti terlebih dahulu yang disembah.”

Setelah menjawab pertanyaan itu, Ajar Mayanggaseta giliran menanya kepada Prabu Kala Teja Lelana: “aku telah menjawab semua pertaanyaanmu...sekarang jawablah pertanyaanku.....Apa benda yang tajam namun tidak melukai dan apa yang lajunya sangat cepat tanpa menyalip?” Mendengar pertanyaan itu, Prabu Kala Teja Lelana hanya tertawa dan menganggap itu pertanyaan hanya asal saja. “hahahahahahahaha......pertanyaan bodoh apa yang kau tanyakan....tentu saja pisau yang tidak dipaki memotong itu tajam tapi tidak melukai dan kuda yang lomba lari tanpa pesaing itu lajunya cepat tanpa menyalip.”

Ajar Mayanggaseta kemudian memberi penjelasan dengan mengatakan, “Benda yang tajam tapi tidak melukai tegese bicaranya orang yang bijaksana. Ucapan atau lisan itu tajam, bagaikan pisau atau pedang bermata dua, sehingga orang harus berhati-hati ketika berucap. Orang bijaksana juga sama, dia akan diam jika tidakmerasa tidak ada faedahnya dia berbicara tanpa diminta, tapi sekali ia mengeluarkan uneg-uneg, buah pikiran, atau pendapatnya maka akan berdampak yang lainnya.”

“dan yang lajunya cepat tapi tidak menyalip atau mendahului itu orang cerdas tapi tidak menyombongkan diri. Tidak sok pintar atau sok menggurui....Itulah gambaran orang bijaksana yang tidak sok pandai....banyak di negeri ini ...ehh bukan hanya di negeri ini tapi di seluruh belahan bumi ini pasti ada banyak orang cerdas, cerdik pandai tapi hanya sedikit dari mereka yang mampu menahan nafsu dan kesombongannya. Seperti halnya guru anda Yang Mulia, Gusti Guru Begawan Dorna.....dia orang bijak tapi keminter....blangnya dia tahu Ilmu Kasumparnaan nyatanya itu cuma di mulut saja.”

Mendengar hal itu Prabu Kala Teja Lelana menjadi geram lalu menendang tubuh Ajar Mayanggaseta hingga hilang dari pandangan mata. Dalam sekejap tiba-tiba Ajar Mayanggaseta telah sampai di hadapan para anak Pandawa seperti Arya Antareja, Arya Antasena, Prabu Gatotkaca, Bambang Wisanggeni, Prabuanom Srenggini, dan sebagainya. Ajar Mayanggaseta berubah wujud aslinya menjadi Resi Hanoman Mayangkara seraya menyampaikan “gawat.....anak-anak....” Antasena menyodorkan air kepada Resi Hanoman “sek...sek...eyang resi...minum dulu....” setelah cukup tenang, Resi hanoman berkata “anak-anak...kalin bersiap sekarang.... padepokan kedatangan raja yang ku hadang tadi. Namanya Prabu Kala Teja Lelana sekarang ia akan merangsek kesini hendak menyerang padepokan.” Singkat cerita, para putra Pandawa segera bersiap diri.

Sesampainya disana, Prabu Kala Teja Lelana dengan dibantu patihnya, Suta Ayu menyerang para anak Pandawa hingga mereka kewalahan. Saat anak-anak Pandawa tak kuasa menghadapi Prabu Kala Teja Lelana, maka dia leluasa masuk ke dalam padepokan. Ternyata yang dijumpai disana adalah sebuah patung yang wajahnya mirip Bhimasena sang Arya Wrekodara yang didudukan diatas sebuah dipan. Patung tersebut hendak diangkat oleh para Kurawa, tetapi mereka tidak mampu. Lalu Prabu Kala Teja Lelana membaca mantra, tiba-tiba patung Resi Gupala tadi menjadi kecil, hanya segenggam saja.Setelah itu Prabu Kala Teja Lelana membawa patung kecil tadi dihadapkan kepada Prabu Duryudhana.

Sementara itu, Bhimasena alias arya Wrekodara sedang menjalankan semadi (tapa brata). Ia menyadari kewajibannya sebagai seorang ksatria yang bertugas memayu hayuning bawana. Dalam semadi-nya, sukmanya berjumpa dengan Batara Bayu (Dewa Angin) yang kemudian memberikan wejangan, “anakku Bhimasena sang Wrekodara, zaman sekarang itu banyak maling teriak maling. Banyak orang saling menumbalkan kepentingan orang lain demi kepuasan duniawi mereka sendiri. Maka dari itu, janganlah kau terpengaruh dengan gemerlapnya duniawi. Maka yang harus diingat yaitu Siraman Tirta Perwitasari Prawidhi Mahaningsuci (mensucikan diri dan hati). Dengan demikian aku berharap ananda selalu bisa bening pikirannya, menep rasane (tenang), mantep panembahing marang Gusti (mantap dalam beribadah). Hal itu sangat jarang bisa dilakukan oleh kebanyakan manusia karena mereka banyak terlibat dalam pertengkaran dan tidak mau berfikir mendalam.” “ owalah bapa batara......hal kayak ngunu kui sudah kami lihat selama pengasingan empat tahun ini.....fenomena wong-wong apik, tulus, dan ikhlas ditumbalkan untuk kepentingane wong-wong jahat kang durjana. Muga wae aku isok ngelindungi mereka semua.”

Tiba-tiba dari tubuh Batara Bayu memancar cahaya yang sangat terang lalu merasuk ke dalam tubuh Wrekodara. Cahaya itu disebut dengan Cempaka Mulya (Anugerah Wahyu Kamulyan). Hanya orang yang berhati bersih dan bijaksana saja yang dapat menerima anugerah itu. Itulah bekal bagi Arya Wrekodara sebagai pegangan memimpin dan memberi pengayoman kepada rakyat Amarta demi membela dharma dari angkara murka. Ketika sukma Wrekodara kembali ke alas Aldaka, ia mendapati arca Resi Gupala sudah menghilang. Setelah itu datanglah Resi Hanoman Mayangkara. Ia menyadari kalau sukma Wrekodara datang mencari tubuhnya. “waduh, adhiku.....gawat iki gawat......arca Gupala mu diambil orang-orang Hastinapura......” Arya Wrekodara yang masih berwujud sukma/roh tanpa badan jasmani murka...”ancen kakang-kakang para Kurawa selalu mencari gara-gara....” dari penjelasan Resi Hanoman, rupanya arca Resi Gupala adalah wujud tubuh atau raga Arya Wrekodara yang membatu demi menyelesaikan tapa brata mencari wahyu kamulyan untuk para Pandawa dan keturunan mereka. Resi Gupala telah dibawa oleh Prabu Kala Teja Lelana menuju ke Hastinapura. Sementara itu, di tempat berbeda,  seorang pertapa muda bernama Begawan Ciptaning sedang melewati hutan...lalu ada suara memanggilnya “anak muda, kemarilah...” sang petapa muda itu mengikuti arah suara itu dan rupanya ke rumah seorang resi tua bernama Begawan Suya Bawana. Sang begawan adalah pemilik pertapaan Pusar Bumi. “sampurasun! ampun Begawan...ada keperluan apa sampai memanggilku?” Begawan Suya Bawan pun berkata“anak muda , mari ikut denganku....aku ingin ananda melihat kejadian ajaib yang akan terjadi setelah ini...mari ikut aku ke Alas Aldaka menemui sahabatku Ajar Mayanggaseta.” Begawan Suya Bawana sebenarnya tahu siapa identitas asli Begawan Ciptaning namun ia memilih untuk tutup mulut saja. Singkat cerita, Sang Begawan mengajak Ciptaning pergi.

Prabu Kala Teja Lelana telah sampai di pinggir kota Hastinapura seraya menyerahkan patung Resi Gupala yang wajahnya mirip Wrekodara Bhima. Prabu Duryudana berkata dengan sombongnya “hooo...jadi ini resi Gupala...Cuma arca batu begini......apa sih istimewanya.....sudah bawa ini pergi dari hadapanku! Lenyapkan sekalian....” Prabu Duryudhana memerintahkan supaya patung tersebut dilenyapkan. Para prajurit segera menyiapkan kayu bakar dan kapak. Lalu mereka menghnghancurkan patung itu. Namun aneh, kapak tak mampu membelah batu arca itu....bahkan dengan palu godam dan gada Kyai Inten milik Prabu Duryudhana pun mendal....Prabu Duryudhana pun memerintahkan membakar arca itu. Kayu bakar pun dikumpulkan di tengah Tegal Kurusetra lalu para prajurit itu pun mencampakkan batu itu ke tengah kayu bakar. Api pun disulut dan di arahkan ke kayu bakar dan blar...api pun langsung membumbung tinggi seakan menjilat-jilat langit. Ketika api unggun telah menyala, tiba-tiba terlihat cahaya terang (teja) yang masuk ke dalam patung Resi Gupala. Patung itu pun berubah menjadi besar seperti wujud semula. Lalu keluar dari arca itu, sesosok raksasa dengan wujud seperti Arya Wrekodara namun bertangan empat dan memiliki trinetra (mata ketiga) ditengah dahinya. Sang raksasa mirip Arya Wrekodara pun membuat keributan dan menyerang siapa saja “AKU BHAIRAWA....AKU PELINDUNG ARCA BEGAWAN BHIMA GUPALA!!SIAPA YANG TELAH MELUKAI ARCA INI... AKAN AKU LIBAS DAN TEBAS!!” Para Kurawa bubar ketakutan kembali ke istana Hastinapura melihat kebengisan Bhirawa. Namun tidak bagi Prabu Kala Teja Lelana. Ia sama sekali tidak taakut dan menyerang wujud menakukan itu......ia terus menyerang sang raksasa penjaga Arca Resi Gupala. Serangan semakin dahsyat bahkan Bhairawa membelah dirinya menjadi dua. Tak lama kemudian datanglah Begawan Suya Bawana beserta Ciptaning, dan Resi Hanoman,. Begawan Suya Bawana  berkata dengan lantang ...Hei..raja angkara...aku lawanmu!!” sang begawan Suya Bawana pun tanpa tedeng aling-aling, menyepak kakinya ke a Prabu Kala Teja Lelana.

Sukma Arya Wrekodara melerai perkelahian
Maka terjadinya peperangan antara Begawan Suya Bawana dengan Prabu Kala Teja Lelana tak terelakkan lagi. Keduanya bertarung satu sama lain...hingga terjadilah ledakan dahsyat. Lalu tiba-tiba datang seberkas cahaya terang. Rupanya itu sukma Arya Wrekodara “kalian Berdua...Hentikan!!!!....” sukma Arya Wrekodara mematrapkan Aji Cakra Maruta...kekuatan angin berkumpul di tangannya dan menciptakan angin puting beliung berbentuk seperti piring. Piringan angin itu membuat dua orang yang sedang bertarung itu terpental dan tumbang. Akhirnya mereka berubah wujud seperti sedia kala. Dua wujud Bhairawa segera membantu keduanya.

Prabu Kala Teja Lelana berubah menjadi Teja Mantri (Togog), sedang Resi Suya Bawana berubah menjadi Semar. Togog yang tak lain kakak Semar itu adhiku Semar...jangan salah paham dulu....aku melakukan ini hendak mengetahui apakah Begawan Dorna benar-benar dapat mengajarkan Ngelmu Kasampurnan (kebaikan) atau tidak dan rupanya benar, Begawan Dorna berkata hanya dimulut saja...aku juga juga ingin mengetahui langsung betapa Duryudhana benar-benar hanya memikirkan duniawi saja.” Sementara kakek Semar juga mengatakan owalah...ngunu tho kakang...aku juga minta maaf...sudah lancang memakai wujud lain...aku berubah wujud sebagai Begawan Suya Bawana tadi hendak menguji terhadap kepedulian Pandawa terutama Arya Wrekodara dalam menegakkan kebenaran dan keadilan serta memberantas angkara murka”. Kakek Semar mengatakan Wrekodara telah maneges untuk memerangi angkara murka serta melindungi rakyat Amarta dan para muridnya yang lain. Bhairawa pun berkata juga “aku adalah Bhairawa, aku lahir dari rambut batara Guru...aku juga salah satu wujud Gandarwa yang ditugaskan untuk menjaga kahyangan Iswaraloka.. Batara Guru juga dikenal sebagai Bhima yang artinya dahsyat, maka aku pun dikenal sebagai Bhima Bhairawa....aku ditugaskan Batara Guru untuk menjaga arca ini...dan setelah melihat pengorbananmu, aku sudah menganggap kau layak sebagai pemegang wahyu Kamulyan.” Arya Wrekodara paham maksudnya. Setelah semuanya dirasa cukup, Begawan Ciptaning pamit untuk meneruskan perjalanan menuju Gunung Indrakila. Setelah kepergian sang petapa muda itu, Arca Resi Bhima Gupala dikembalikan ke alas Aldaka. Meskipun tanpa wujud jasmani, Arya Wrekodara mampu menggotong patung itu sendirian. Dengan kekuatan gabungan Bhairawa, kakek Semar, dan Togog, Arya Wrekodara kembali mendapatkan tubuh jasmaninya yang keluar dari dalam Arca Resi Bhima Gupala. Sejak ketika itu, kawasan Alas Aldaka menjadi tempat persinggahan orang untuk menyepi, dan bermeditasi demi mencari pencerahan di bawah arca resi Bhima Gupala.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar