Rabu, 12 Juli 2023

Srenggini Murca (Srenggini Ratu)

 Hai semua penikmat dan pemabaca kisah pewayangan, kali ini penulis akan mengisahkan kelanjutan kisah Bambang Srenggini. Kisah ini perjalanan Bambang Srenggini setelah bertarung dengan Prabu Boma Sitija, disini Bambang Srenggini pergi demi mendapatkan wujud sebagai manusia normal. Kisah ini mengambil sumber dari blog kluban.net dengan penambahan dan perubahan seperlunya.

Alkisahnya, tak jauh dari kadipaten Tempurserayu yang sudah masuk wilayah Amarta, berdiri Kadipaten Gisiksamodra. Rakyatnya bermata pencaharian sebahagian nelayan, pedagang dan pengepul ikan juga petani tambak. Pemimpinnya sangat bijak bernama Adipati Ragasamodra dan perdana menterinya, Patih Jalasamodra. Keduanya adalah mitra beberapa raja negara-negara daratan dan pulau seperti Amarta, Hastinapura, Mandura, Mandraka, Pancalaradya, dan Palasajenar dalam bidang kemaritiman. Pemimpin dan rakyat negara Gisiksamodra sangat cinta damai dan rukun sentosa. Namun keadaan itu berubah saat datang pasukan bajak laut yang dipimpin seorang raja bercapit yuyu bernama Rekatha Yaksa. Prabu Rekatha Yaksa menyerang kerajaan Gisiksamodra. Sayangnya, Adipati Ragasamodra dan Patih Jalasamodra gugur di tangan Rekatha Yaksa. Mereka dikhianati oleh penggawa mereka yakni Temenggung Gupitasamodra. Gisiksamodra bedah dan dikuasai Prabu Rekatha Yaksa. Negara itu dijarah oleh para bajak laut yang dibawa sang raja bercapit yuyu itu. Rakyat menderita dan nelangsa. Ramai rakyat yang tidak tahan dengan pajak tinggi yang dikenakan raja baru itu sehingga banyak dari mereka yang mengungsi, mencari suaka ke negara sekitar.

Sementara itu, di Amarta tepatnya di Kadipaten Jodipati, Arya Wrekodara dihadap para putranya yakni Arya Antareja, Arya Gatotkaca, dan Arya Antasena. Arya Wrekodara bertanya pada ketiga putranya itu " waaa.....ngendi adik kalian itu, si Srenggini? Dah berapa bulan gak pernah sowan." Antareja lalu menjawab " ampun rama, sejak pertarungan dengan kakang prabu Sitija, aku dan dia berpisah lalu setelah itu minggat gak ada kabar." Gatotkaca juga membalas " benar rama. Ketika kami ke Tempurserayu dan bertanya pada ibu Rekathawati, kanjeng ibu juga tidak tahu keberadaan adhi Srenggini. Ia malah sangat khawatir." Arya Wrekodara tambah kalut hatinya, takut kalau-kalau anaknya yang satu ini bakal terpengaruh juga seperti Antareja dan Irawan tempo hari. Antasena ikut bicara. Ia lalu bertanya pada abang sulungnya "kakang Antareja, emange sebelum adhi Srenggini minggat, apa de'e onok gelagat atau punya beban gitu, pokoke sesuatu yang buat dia kepikiran?" Antareja mengingat-ingat lalu ia teringat sesuatu. Ia berkata kalau saat Srenggini membantunya melawan Prabu Boma Sitija, raja Trajutrisna itu berkata sesuatu tentang capit di kepala Srenggini. Ia berkata seakan ia mengejek capitnya. Dia berkata "meski kau putra Arya Wrekodara,kau akan jadi bahan cemoohan masyarakat dan mencoreng nama baik ayahmu."begitu kata Sitija yang ia Antareja ingat. Menurutnya, kemungkinan Srenggini sedang pergi bertapa brata demi menghilangkan capit di kepalanya. Arya Wrekodara pun geram dengan sikap sok ikut campur Sitija. Ia ingin melabraknya namun tiba-tiba datang panggilan tugas dari Patih Agung Tambakganggeng untuk mengurus para pengungsi dari Gisiksamodra. Antasena menawarkan diri untuk mencari keberadaan Srenggini. Ia bersama para Punakawan pun berangkat.

Benar dugaan Antareja, Bambang Srenggini yang tengah dicari-cari sedang bertapa brata di hutan Rawakamulyan demi menghilangkan wujud monsternya jadi manusia normal. Tampak ia sangat kuat tapa bratanya sampai-sampai tak ada makhluk satupun yang berani mendekat. Lalu datanglah utusan Dewata yakni Batara Resi Narada membangunkan Srenggini " welah dalah...cucuku...bangunlah, aku telah mendengar doa mu." Bambang Srenggini pun bangun dan manembah hormat "hormat hamba, pukulun. Aku yakin pukulun telah tau apa permintaanku. Aku hanya ingin satu keinginan. Aku ingin capit di kepalaku ini lepas dan menjadi manusia biasa tanpa takut cemoohan dari masyarakat." Batara Narada paham maksud sang putra Wrekodara itu. Ia menasehatinya "hmmm...cucuku....kalau saja kamu mau mengabaikan omongan-omongan sumbang dari orang lain, niscaya kamu tidak perlu merasa terhina dan rendah diri begini." Srenggini sadar kalau dia sudah merasa insecure, tidak lagi percaya terhadap diri sendiri. Batara Narada menentramkan hati Srenggini. Ia berkata kalau ia tidak bisa menghilangkan capitnya tapi membuat capitnya mengecil.

Srenggini didatangi Batara Narada
Caranya, ia harus membantu penduduk negara Gisiksamodra dan membebaskan negara itu dari penjajah. Bambang Srenggini berterima kasih sudah diberikan jalan. Batara Narada pun kembali ke kahyangan. Maka berangkatlah Bambang Srenggini ke sana. Di tengah jalan, Srenggini ketemu dengan Arya Antasena dan para punakawan. Antasena menawarkan adiknya itu untuk kembali ke Amarta “nah...neng kene awakmu...bapak ndoleki awakmu terus. Ayo mbalik ke Amarta. Bapak dan ibu wis melang-melang.....”namun Srenggini menolak dengan halus “Jangan sekarang, kakang Antasena.” Antasena bertanya  “lah lapo, Srenggini? apa gara-gara kakang Sitija ngomong masalah supitmu? Omongan kakang prabu Sitija ojo dirungakne.” Antasena lalu menceritakan tentang kakak pertama mereka, Antareja yang tempo hari mbalela gara-gara terlalu memikirkan kata-kata Sitija. Srenggini kaget mendengarnya. Ia sadar kalau dalam hatinya masih kepikiran dengan kata-kata Sitija. Tapi ia menguatkan dirinya. Srenggini berkata “ kakang, aku sadar kalau aku sudah tidak percaya diri karena kata-kata kakang Sitija. Tapi sebenarnya, kata-kata kakang Sitija cuma pemicu saja. Keinginanku jadi manusia normal sudah ada sejak lama, sebelum kita dipertemukan pertama kali. Sekarang, aku mau ke Gisiksamodra, membantu rakyat disana terlepas dari penjajahan para bajak laut dan Prabu Rekatha Yaksa. Baru habis itu, aku akan pulang ke Jodipati.” Antasena dan para punakawan paham. Sekarang Srenggini sadar dia harus meraih kemuliannya sendiri. Antasena berkata “Ok, aku gak bakal ngelarang apa dalanmu. Aku mendukungmu. Buktikan ke kakang Sitija ne’ awakmu iki bisa pantas dicintai apapun wujudmu. Tapi ne’ ana apa-apa, awakmu paham kan harus kemana. Awakmu isih nduwe keluarga. Aku, kakang Anatreja, kakang Gatotkaca, Dinda Bimandari, Bapak dan ibu selalu selalu ada untukmu.” Srenggini terharu lalu memeluk kakaknya yang nomor tiga itu. Singkat cerita, Antasena bersama para punakawan mengikuti Bambang Srenggini ke Gisiksamodra.

Di Kadipaten Gisiksamodra, Bambang Srenggini dan Arya Antasena hidup bersama rakyat. Awalnya orang-orang takut dengan rupa Srenggini yang punya capit seperti Prabu Rekatha Yaksha bahkan menyangka ia anak buah dari Rekatha Yaksha. Namun dengan kegigihan dan cinta yang diajarkan sang kakak, ia membantu rakyat yang memerlukan bantuan. Perlahan, rakyat Gisiksamodra menerimanya dan bahkan dijadikan tempat bercerita dan keluh kesah. Kabar kedatangan pemuda bercapit kepiting yang baik hati membuat keturunan dari Patih Jalasamodra yakni Arya Gentasamodra datang untuk mendatangi pemuda kepiting itu  ia bercerita “ Srenggini, sejak kedatangmu kemari, rakyat Gisiksamodra sekan mendapatkan harapan baru. Sejak diperintah Prabu Rekatha Yaksha, Kadipaten Gisiksamodra sekarang menjelma sebagai negara yang kuat berperang namun diktatoriat. Rakyat yang lemah ditindas. Yang melarikan diri dan mencari suaka diburu bahkan dibunuh dengan sesuka hati. Aku sebagai wakil dari rakyat Gisiksamodra mohon bantuanmu. Bebaskan kami dari penjajahan ini.” Srenggini berpikir sejenak. Setelah beberpa lama ia berkata”baik gusti. Aku akan membantumu.” Sejak hari itu, diadakan rapat secara tertutup dan rahasia untuk menyusun kekuatan demi pembebasan Gisiksamodra dari penjajah.

Di istana, Prabu Rekatha Yaksa sangat menikmati rasanya menjadi raja. Sang raja itu rupanya ingin mengekspansi negara lain. mula-mula ia menyerang Kadipaten Tempurserayu yang letaknya berdekatan dengan Gisiksamodra. Hal itu membuat Prabu Rekathatama dan Dewi Rekathawati mengungsi ke Amarta. Setelah dari sana, Prabu Rekatha Yaksha berambisi menaklukkan negara Amarta dan Hastinapura. Namun sebelum niat itu terlaksana, datanglah rakyat Gisiksamodra beserta Arya Antasena, para punakawan, dan Bambang Srenggini ke istana hendak merebut kembali takhta ke tangan yang hak. Di hadapan rakyat, Bambang Srenggini menantang Prabu Rekatha Yaksa " hei Rêkatha Yaksa, aku adalah perpanjangan tangan dari kebenaran. Hari-hari tiranimu sudah berakhir. Aku perintahkan kau untuk angkat kaki dari negara ini. Kalau kau tidak pergi sekarang juga, aku tantang kau duel satu lawan satu saat ini juga." Prabu Rekatha Yaksa marah mendengarnya “hei kau anak kemarin sore. Wujud kita boleh sama, tapi aku jauh lebih perkasa dan berkuasa. Aku sudah serang Tempurserayu. Sekarang minggir dari jalanku!” Bambang Srenggini makin marah mendengar kampung halammnanya telah diluluh lantakkan oleh Prabu Rekatha Yaksha namun ia menahannya sekuat tenaga. “keparat kau, kau serang negeri lain demi ambisimu! Kau lebih pantas mati!” bambang Srenggini pun maju menutup jalan ke arah Amarta bersma beberpa rakyat di belakangnya. Prabu rekatha Yaksha murka lalu memerintahkan Tumenggung Gupitasamodra maju, meladeni anak muda itu. Tak berapa waktu lama, Tumenggung Gupitasamodra kalah dan tewas kerana sengatan capit kepiting milik Srenggini. Giliran maju Prabu Rêkatha Yaksa melawan Bambang Srenggini. Pertarungan itu begitu sengit dan dahsyat. Perbawa mereka membuat semua orang ketakutan. Arya Antasena segera menyuruh para punakawan dan orang-orang berlindung “Semua! Cepet sembunyi dibalik badanku!”  Antasena menggunakan kekuatan airnya membentuk dinding es raksasa sebagai perisai pelindung. Puncaknya, Srenggini dan Rêkatha Yaksa saling beradu capit. Keduanya saling membentur dan menggapai capit masing-masing sambil adu tarik menarik. Sampai pada akhirnya capit milik Prabu Rêkatha Yaksa tercerabut dari kepalanya, namun bersamaan itu pula capit milik Srenggini ikut patah. Tewaslah Prabu Rêkatha Yaksa dan Bambang Srenggini pingsan tak sadarkan diri.

Begitu Srenggini bangun dari pingsan, muncullah keajaiban. Capit Prabu Rekatha Yaksa dan patahan capit miliknya menyatu sebagai cahaya. Cahaya itu seketika merasuk ke badan Srenggini. Seketika, capit Srenggini sembuh seperti sediakala namun ukurannya mengecil mengikuti bentuk gelung rambutnya. Kini, capit Srenggini tak lagi menakutkan seperti monster, malah sekarang capit itu membuatnya jadi ksatria ganteng dan gagah perkasa.

Srenggini mendapat kekuatan baru
Selain itu, kini di jari manis Srenggini, muncul cincin permata. Datang suara dari langit berkata pada Srenggini "capitmu tidak hilang tapi kini mengecil dan tersembunyi dibalik gelung rambutmu, cucuku. Jika ingin membuatnya besar, gosok saja cincin di jari manismu. Kalau ingin mengembalikannya lagi, gosok lagi saja cincinmu. Sekarang, dengan capit barumu itu, kau bisa krodha sehingga kekuatanmu berlipat ganda bisa meruntuhkan gunung." Rakyat Gisiksamodra bersorak sorai gembira. Negara mereka telah kembali merdeka. Karena Adipati Ragasamodra tidak punya keturunan, maka rakyat memilih Bambang Srenggini sebagai pemimpin baru mereka. Awalnya Srenggini menolak namun karena di desak oleh rakyat, maka ia bersedia. Antasena dan para Punakawan mengucapkan selamat atas keberhasilan Srenggini. Beberapa hari kemudian, pelantikan Srênggini pulung dilaksanakan. Semua orang diundang termasuk keluarga Pandawa. Arya Wrekodara dan Dewi Rekathawati bangga dengan pencapaian putra mereka. Begitupun Arya Antareja, Arya Gatotkaca, Arya Antasena dan Dewi Bimandari. Mereka gembira karena adik san kakak mereka sudah mendapat kemuliaan. Pelantikan itu awalnya terganggu karena serangan para bajak laut sisa anak buah Prabu Rêkatha Yaksa. Namun semua dapat terkendali berkat bantuan Arya Wrekodara dan tiga saudara Srenggini. Para bajak laut pun bisa diusir selamanya dari negeri itu. Setelah menjadi adipati baru, Bambang Srenggini pun berganti nama menjadi Prabuanom Srenggini dengan patihnya yakni Arya Gentasamodra.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar