Hai semua penikmat dan pemabaca kisah pewayangan, kali ini penulis akan mengisahkan kelanjutan kisah Bambang Srenggini. Kisah ini perjalanan Bambang Srenggini setelah bertarung dengan Prabu Boma Sitija, disini Bambang Srenggini pergi demi mendapatkan wujud sebagai manusia normal. Kisah ini mengambil sumber dari blog kluban.net dengan penambahan dan perubahan seperlunya.
Alkisahnya, tak jauh dari
kadipaten Tempurserayu yang sudah masuk wilayah Amarta, berdiri Kadipaten
Gisiksamodra. Rakyatnya bermata pencaharian sebahagian nelayan, pedagang dan pengepul
ikan juga petani tambak. Pemimpinnya sangat bijak bernama Adipati Ragasamodra
dan perdana menterinya, Patih Jalasamodra. Keduanya adalah mitra beberapa raja
negara-negara daratan dan pulau seperti Amarta, Hastinapura, Mandura, Mandraka,
Pancalaradya, dan Palasajenar dalam bidang kemaritiman. Pemimpin dan rakyat
negara Gisiksamodra sangat cinta damai dan rukun sentosa. Namun keadaan itu
berubah saat datang pasukan bajak laut yang dipimpin seorang raja bercapit yuyu
bernama Rekatha Yaksa. Prabu Rekatha Yaksa menyerang kerajaan Gisiksamodra.
Sayangnya, Adipati Ragasamodra dan Patih Jalasamodra gugur di tangan Rekatha
Yaksa. Mereka dikhianati oleh penggawa mereka yakni Temenggung Gupitasamodra.
Gisiksamodra bedah dan dikuasai Prabu Rekatha Yaksa. Negara itu dijarah oleh
para bajak laut yang dibawa sang raja bercapit yuyu itu. Rakyat menderita dan
nelangsa. Ramai rakyat yang tidak tahan dengan pajak tinggi yang dikenakan raja
baru itu sehingga banyak dari mereka yang mengungsi, mencari suaka ke negara
sekitar.
Sementara itu, di Amarta
tepatnya di Kadipaten Jodipati, Arya Wrekodara dihadap para putranya yakni Arya
Antareja, Arya Gatotkaca, dan Arya Antasena. Arya Wrekodara bertanya pada
ketiga putranya itu " waaa.....ngendi adik kalian itu, si Srenggini? Dah
berapa bulan gak pernah sowan." Antareja lalu menjawab " ampun rama,
sejak pertarungan dengan kakang prabu Sitija, aku dan dia berpisah lalu setelah
itu minggat gak ada kabar." Gatotkaca juga membalas " benar rama.
Ketika kami ke Tempurserayu dan bertanya pada ibu Rekathawati, kanjeng ibu juga
tidak tahu keberadaan adhi Srenggini. Ia malah sangat khawatir." Arya
Wrekodara tambah kalut hatinya, takut kalau-kalau anaknya yang satu ini bakal
terpengaruh juga seperti Antareja dan Irawan tempo hari. Antasena ikut bicara.
Ia lalu bertanya pada abang sulungnya "kakang Antareja, emange sebelum
adhi Srenggini minggat, apa de'e onok gelagat atau punya beban gitu, pokoke
sesuatu yang buat dia kepikiran?" Antareja mengingat-ingat lalu ia
teringat sesuatu. Ia berkata kalau saat Srenggini membantunya melawan Prabu
Boma Sitija, raja Trajutrisna itu berkata sesuatu tentang capit di kepala
Srenggini. Ia berkata seakan ia mengejek capitnya. Dia berkata "meski kau
putra Arya Wrekodara,kau akan jadi bahan cemoohan masyarakat dan mencoreng nama
baik ayahmu."begitu kata Sitija yang ia Antareja ingat. Menurutnya,
kemungkinan Srenggini sedang pergi bertapa brata demi menghilangkan capit di
kepalanya. Arya Wrekodara pun geram dengan sikap sok ikut campur Sitija. Ia
ingin melabraknya namun tiba-tiba datang panggilan tugas dari Patih Agung Tambakganggeng
untuk mengurus para pengungsi dari Gisiksamodra. Antasena menawarkan diri untuk
mencari keberadaan Srenggini. Ia bersama para Punakawan pun berangkat.
Benar dugaan Antareja, Bambang Srenggini yang tengah dicari-cari sedang bertapa brata di hutan Rawakamulyan demi menghilangkan wujud monsternya jadi manusia normal. Tampak ia sangat kuat tapa bratanya sampai-sampai tak ada makhluk satupun yang berani mendekat. Lalu datanglah utusan Dewata yakni Batara Resi Narada membangunkan Srenggini " welah dalah...cucuku...bangunlah, aku telah mendengar doa mu." Bambang Srenggini pun bangun dan manembah hormat "hormat hamba, pukulun. Aku yakin pukulun telah tau apa permintaanku. Aku hanya ingin satu keinginan. Aku ingin capit di kepalaku ini lepas dan menjadi manusia biasa tanpa takut cemoohan dari masyarakat." Batara Narada paham maksud sang putra Wrekodara itu. Ia menasehatinya "hmmm...cucuku....kalau saja kamu mau mengabaikan omongan-omongan sumbang dari orang lain, niscaya kamu tidak perlu merasa terhina dan rendah diri begini." Srenggini sadar kalau dia sudah merasa insecure, tidak lagi percaya terhadap diri sendiri. Batara Narada menentramkan hati Srenggini. Ia berkata kalau ia tidak bisa menghilangkan capitnya tapi membuat capitnya mengecil.
Srenggini didatangi Batara Narada |
Di Kadipaten Gisiksamodra,
Bambang Srenggini dan Arya Antasena hidup bersama rakyat. Awalnya orang-orang
takut dengan rupa Srenggini yang punya capit seperti Prabu Rekatha Yaksha
bahkan menyangka ia anak buah dari Rekatha Yaksha. Namun dengan kegigihan dan
cinta yang diajarkan sang kakak, ia membantu rakyat yang memerlukan bantuan. Perlahan,
rakyat Gisiksamodra menerimanya dan bahkan dijadikan tempat bercerita dan keluh
kesah. Kabar kedatangan pemuda bercapit kepiting yang baik hati membuat keturunan
dari Patih Jalasamodra yakni Arya Gentasamodra datang untuk mendatangi pemuda
kepiting itu ia bercerita “ Srenggini,
sejak kedatangmu kemari, rakyat Gisiksamodra sekan mendapatkan harapan baru. Sejak
diperintah Prabu Rekatha Yaksha, Kadipaten Gisiksamodra sekarang menjelma
sebagai negara yang kuat berperang namun diktatoriat. Rakyat yang lemah
ditindas. Yang melarikan diri dan mencari suaka diburu bahkan dibunuh dengan
sesuka hati. Aku sebagai wakil dari rakyat Gisiksamodra mohon bantuanmu. Bebaskan
kami dari penjajahan ini.” Srenggini berpikir sejenak. Setelah beberpa lama ia
berkata”baik gusti. Aku akan membantumu.” Sejak hari itu, diadakan rapat secara
tertutup dan rahasia untuk menyusun kekuatan demi pembebasan Gisiksamodra dari
penjajah.
Di istana, Prabu Rekatha
Yaksa sangat menikmati rasanya menjadi raja. Sang raja itu rupanya ingin
mengekspansi negara lain. mula-mula ia menyerang Kadipaten Tempurserayu yang
letaknya berdekatan dengan Gisiksamodra. Hal itu membuat Prabu Rekathatama dan
Dewi Rekathawati mengungsi ke Amarta. Setelah dari sana, Prabu Rekatha Yaksha
berambisi menaklukkan negara Amarta dan Hastinapura. Namun sebelum niat itu
terlaksana, datanglah rakyat Gisiksamodra beserta Arya Antasena, para
punakawan, dan Bambang Srenggini ke istana hendak merebut kembali takhta ke tangan
yang hak. Di hadapan rakyat, Bambang Srenggini menantang Prabu Rekatha Yaksa "
hei Rêkatha Yaksa, aku adalah perpanjangan tangan dari kebenaran. Hari-hari
tiranimu sudah berakhir. Aku perintahkan kau untuk angkat kaki dari negara ini.
Kalau kau tidak pergi sekarang juga, aku tantang kau duel satu lawan satu saat
ini juga." Prabu Rekatha Yaksa marah mendengarnya “hei kau anak kemarin
sore. Wujud kita boleh sama, tapi aku jauh lebih perkasa dan berkuasa. Aku sudah
serang Tempurserayu. Sekarang minggir dari jalanku!” Bambang Srenggini makin
marah mendengar kampung halammnanya telah diluluh lantakkan oleh Prabu Rekatha
Yaksha namun ia menahannya sekuat tenaga. “keparat kau, kau serang negeri lain
demi ambisimu! Kau lebih pantas mati!” bambang Srenggini pun maju menutup jalan
ke arah Amarta bersma beberpa rakyat di belakangnya. Prabu rekatha Yaksha murka
lalu memerintahkan Tumenggung Gupitasamodra maju, meladeni anak muda itu. Tak
berapa waktu lama, Tumenggung Gupitasamodra kalah dan tewas kerana sengatan
capit kepiting milik Srenggini. Giliran maju Prabu Rêkatha Yaksa melawan
Bambang Srenggini. Pertarungan itu begitu sengit dan dahsyat. Perbawa mereka
membuat semua orang ketakutan. Arya Antasena segera menyuruh para punakawan dan
orang-orang berlindung “Semua! Cepet sembunyi dibalik badanku!” Antasena menggunakan kekuatan airnya membentuk
dinding es raksasa sebagai perisai pelindung. Puncaknya, Srenggini dan Rêkatha
Yaksa saling beradu capit. Keduanya saling membentur dan menggapai capit
masing-masing sambil adu tarik menarik. Sampai pada akhirnya capit milik Prabu
Rêkatha Yaksa tercerabut dari kepalanya, namun bersamaan itu pula capit milik
Srenggini ikut patah. Tewaslah Prabu Rêkatha Yaksa dan Bambang Srenggini
pingsan tak sadarkan diri.
Begitu Srenggini bangun dari pingsan, muncullah keajaiban. Capit Prabu Rekatha Yaksa dan patahan capit miliknya menyatu sebagai cahaya. Cahaya itu seketika merasuk ke badan Srenggini. Seketika, capit Srenggini sembuh seperti sediakala namun ukurannya mengecil mengikuti bentuk gelung rambutnya. Kini, capit Srenggini tak lagi menakutkan seperti monster, malah sekarang capit itu membuatnya jadi ksatria ganteng dan gagah perkasa.
Srenggini mendapat kekuatan baru |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar