Minggu, 09 Juli 2023

Antareja Mbalela

Hai semua penikmat dan pembaca kisah pewayangan, kisah kali ini menceritakan Arya Antareja dan Bambang Irawan mbalela (memberontak) kepada para Pandawa atas pengangkatan Gatotkaca sebagai panglima perang Amarta karena hasutan dari Patih Sengkuni. Di kisah ini juga memperlihatkan wujud krodha Antareja dan Gatotkaca yang saling bertarung memperebutkan posisi panglima perang negeri Amarta. kisah ini mengambil sumber dari blog albumkisahwayang.blogspot.com dan beberpa sumber dari internet lainnya.

Hari yang cerah ceria di Jawadwipa, tapi tidak bagi pemimpin Jangkarbumi yakni Arya Antareja. Risau hati, gelap pikirannya kerna kepikiran kata-kata Sitija tempo hari " Kakak kok mau dadi bawahan adik!" Sang isteri, Dewi Ganggi dan adik sepupu kesayangan, Bambang Irawan sudah berusaha membuat Antareja mengabaikan kata-kata itu, namun yang ada semakin kepikiran saja bahkan dengan tidak sopannya Antareja keras pada keduanya " Sudahlah Ganggi! Irawan! Gak ada Gunanya lagi berkata macam-macam padaku. kalian Gak Akan paham." Kerisauan itu makin menjadi-jadi saat Patih Sengkuni datang menjenguk Antareja yang tidak datang ke pelantikan Gatotkaca. Patih Sengkuni dengan kata-kata manisnya berkata " duh anakku.....aku kasihan padamu....apa yang dikatakan Sitija kepadamu itu ada benarnya. Sebagai anak pertama Sena, kamu kurang diperhatikan. Sedangkan adikmu Gatotkaca lebih digulawentah. Kalau kiranya ananda berkenan, aku bersedia untuk membantu nanda untuk naik derajat. Sahabatku Begawan Dorna bisa menegosiasikan ini bersama pamanmu Arjuna ." Antareja merasa apa yang disampaikan Patih Sengkuni ada benarnya.

Tak berapa lama, datanglah Arya Antasena, adiknya yang nomor dua berkunjung. Ia ingin mengajak sang abang ke Jodipati. Sang ksatria Jangkarbumi itu berkata dengan kasar " aku tak sudi ke ke Jodipati. Itu sama halnya aku mendukung ketidakadilan." Antasena kaget dan bertanya maksud abangnya itu " lha kakang, maksude gimana? Apa ne sing gak adil?" Antareja lalu berkata kalau ia tidak mendukung keputusan para Pandawa mengangkat Gatotkaca sebagai panglima. Seharusnya ia yang jadi panglima karena ini bukan masalah siapa yang mampu tapi siapa yang siap. Antasena paham arah pikiran abangnya itu. Ia sudah disetir Patih Sengkuni. Antasena menggugat patih Hastinapura itu " eyang Patih, gak usah  melok-melok masalah ini. Eyang patih jangan membuat air tambah butek. Nambah-nambahi masalah." Arya Antareja marah, tamunya dikata-katain begitu maka ia mengusirnya. Antasena pun merasa sudah tidak bisa lagi membujuk abangnya maka ia pamit pulang ke Jodipati.

Antasena heran apa yang membuat sang abang begitu membela Patih Sengkuni. Tak dinyana, ia dicegat oleh Antareja, Irawan, dan Para Kurawa. Tanpa aba-aba dan peringatan, Para Kurawa menyerang Arya Antasena. " Apa-apaan iki, kakang? Kita ini seduluran. Salahku apa tiba-tiba dikeroyok?" " Kau tidak bisa ku biarkan kembali ke Jodipati lalu melapor macam-macam ke kanjeng rama." Antasena yakin kalau Patih Sengkuni sudah mendoktrin abangnya itu untuk mencegahnya kembali. Maka ia berusaha menghindar. Lalu dari arah samping, Irawan menembakkan panah-panahnya. Antasena sontak menghindar " hei, Irawan. Kok awakmu malah ikut-ikutan nyerang?!" Irawan berkata " maaf kakang, aku harus membela kakangku Antareja. Apa yang jadi perintah kakangku, juga jadi kewajiban bagiku!" Irawan terus menembakkan panahnya tapi terus berhasil dihindari hingga tanpa sengaja, Irawan terkena pukulan tangan Antasena. Irawan pun meringis kesakitan menahan tapak tangan itu. Melihat adik sepupu kesayangan terluka, Antareja murka dan seketika auranya berubah. Aura tubuhnya menjadi gelap.

Antasena menghadapi kakaknya yang marah
Wajah dan tubuhnya berubah jadi bersisik banyak dan perlahan menjelma sebagai naga raksasa. Antasena kaget abangnya bertukar wujud jadi naga raksasa. " Waduhh...kakang kesetanan. Aku kudu balik ke Jodipati." Antasena segera membuat ombak raksasa, menyapu setiap orang yang ada disana lalu menghilang dibalik rimbunnya pepohonan. Antareja makin murka dan segera amblas bumi mengejar Antasena diikuti Bambang Irawan, dan para Kurawa yang menyusul di belakang.

Di dekat gerbang kota Indraprastha, Antareja bersama Bambang Irawan dan Para Kurawa bertemu dengan Abimanyu dan para punakawan. Abimanyu gembira dengan kedatangan mereka " kakang Antareja! Adhiku Irawan. Syukurlah kalian sudah datang untuk memberi selamat buat kakang Gatotkaca." Antareja menjawab ketus "Simpan basa-basimu itu, Abimanyu. Aku gak sudi memberi selamat buat Gatotkaca." Abimanyu kaget dengan sifat Antareja. Ia pun membentak adiknya, Irawan " Adhi, Kenapa Kakang Antareja Sampai Ketus Begitu dan Kau Tidak Mencegahnya? Saudara Macam apa Kau ini. Saudara berbuat Tidak Sopan malah Dibiarkan" Irawan berkata " kakang Antareja sudah benar. Ia merasa kalau uwa Wrekodara memang tak adil padanya. Selama ini juga, hanya kakang dan adhi lainnya yang digulawentah, sedangkan aku apa?" Abimanyu dan Irawan pun debat mulut. Antareja mendengarnya dari kejauhan nampak makin kesal tak bisa pikir jernih. Antareja makin merasa kalau keluarga Pandawa tidak adil. Maka tanpa peringatan, ia berubah jadi naga raksasa. Dengan kekuatannya, ia porak porandakan desa di pinggir gerbang kota. Abimanyu tidak terima maka ia berusaha menghentikan Antareja namun dihalangi Irawan. Pertarungan dua saudara kembali terjadi. Panah beradu panah, keris beradu keris. Keduanya seimbang. Namun secara tiba-tiba, naga jelmaan Antareja menyemburkan bisa racunnya ke arah dada Abimanyu. Abimanyu terluka, hampir menganga luka itu terkena bisa yang disemburkan Antareja. Untungnya Arya Antasena muncul dan langsung menyambar sepupunya itu" kakang Antasena, untung kau datang. Ada apa sebenarnya...". " wis, Abimanyu, ceritane panjang. Seng penting, kita selamatkan diri dulu ke istana. Kita laporkan segera ke yang berwajib" Antasena segera membawa lari Abimanyu dan berhasil lolos dari kejaran Arya Antareja bersama para Kurawa.

Di istana Indraprastha, Para Pandawa berkumpul bersama Prabu Kresna dan Arya Gatotkaca yang baru pulang dari bertapa brata di Gunung Cakramandira. Gatotkaca bercerita kalau ia sudah mendapat restu dari Batara Tantra, sosok dewa yang menitis pada dirinya. Malahan oleh sang dewa, ia diberi nama baru yakni Prabu Anom Purbaya. Batara Tantra ialah sahabat Batara Warcasa yang telah menitis kepada Abimanyu. Batara Tantra datang di hadapan Gatotkaca secara gaib dan berkata "anakku, sebentar lagi kekuatan dari taringmu yang dulu dipotong akan aktif lagi." Gatotkaca kaget, apa maksud kekuatan dari taringnya itu. Namun ketika ingin bertanya pada Prabu Kresna datanglah Batara Narada dan Rêsi Hanoman Mayangkara ke hadapan Prabu Kresna. Semua orang menghaturkan sembah. Lalu Batara Narada berkata" Welah dalah ..Wisnu oh Wisnu.... kêtiwasan kita." Prabu Kresna bertanya " maksudnya kêtiwasan gimana, uwa Batara?" Resi Hanoman pun melanjutkan maksud Batara Narada " kendi berisi Godayitma yang kusimpan baik-baik mendadak ngilang, gusti prabu." Prabu Kresna kaget “lha...kok bisa kendi itu hilang?” Tak lama datang juga Antasena membopong Abimanyu yang luka-luka. Arjuna bertanya pada Antasena " siapa yang melakukan ini?" Antasena menjawab kalau ini ulah Antareja dan Irawan. Antasena menjelaskan kronologinya. Arya Wrekodara kaget putranya berpikir kalau ia tidak adil dan berani mbalélå" Ancen anak iku, tak habis-habisnya buat masalah." Prabu Kresna menasehati Wrekodara agar bisa berpikir jernih. Prabu Kresna segera mengeluarkan Cangkok Wijayakusuma dan menyapukannya ke luka Abimanyu. Seketika luka itu sembuh.

Gatotkaca tidak terima sepupu kesayangannya dilukai maka ia hendak melabrak Antareja namun belum sempat ia beranjak, halaman istana sudah dibuat porak poranda dihancurkan. Mereka lalu melihat Antareja bersama Irawan dan Para Kurawa. Arya Wrekodara maju menghadang putra sulungnya itu. Ia memarahi Arya Antareja "hoi, Antareja! Awakmu iki gendeng. Membuat keributan di negeri sendiri." Arya Antareja menjawab, "Rama, aku dadi gendeng karena rama pilih kasih, lebih sayang Gatotkaca dibanding para putra yang lain." Arya Wrekodara marah dituduh demikian. Ia berniat memukul Antareja, namun Arya Gatotkaca tiba-tiba muncul melerai. "Kalau kakang emang ingin jadi panglima, aku dengan senang hati menyerahkan jabatanku kepada kakang." Antareja marah merasa diremehkan "Aku Tidak Butuh Belas Kasihmu. Kalau mau Ayo Kita Bertarung." Antereja pun menerjang Gatotkaca. Pertarungan terjadi sangat sengit. Setelah bertarung cukup lama, Antareja akhirnya terdesak mundur. Ia pun melakukan kroda dan seketika wajahnya berubah jadi seperti naga dengan lidah menjulur mengerikan. Dalam wujud tersebut, kekuatan Antareja meningkat sepuluh kali lipat. Sekarang gantian Gatotkaca yang kewalahan. Tiba-tiba ia merasa ada kekuatan dahsyat merasuk padanya, merasuk bersatu jiwa raga. Seketika seperti mendapat kekuatan baru. Ia pun balas mengimbangi Antareja dengan melakukan kroda pula. Dari punggung Arya Gatotkaca tiba-tiba muncul sepasang sayap yang membentang lebar. Wajahnya juga ikut berubah menjadi wujud aslinya yakni ksatria setengah raksasa.

Arya Gatotkaca dan Arya Antareja kembali melanjutkan pertarungan. Yang satu bersayap seperti burung garuda, dan yang satu berwajah naga dengan mulut menyemburkan bisa. Pertarungan ini sungguh dahsyat dan mengerikan, bagaikan seekor burung elang bergulat melawan ular besar. Alam sekitar ikut bergejolak. Bumi gonjang-ganjing langit kolap-kalip. Gempa bumi menggetarkan seisi Jawadwipa dan Hindustan. Bersamaan dengan itu pula, puting beliung, angin badai dan segala ribut topan disertai kilat menyambar-nyambar menerbangkan apa saja yang dilaluinya.

Antareja krodha melawan Gatotkaca krodha
Cahaya kilat dan gemuruh petir memekakkan telinga, menyambar dan membakar apa saja yang disambarnya. Penduduk Amarta kalang kabut menghindari hembusan angin dan badai yang kian kencang. Retakan tanah akibat gempa bumi membuat bebrapa orang terluka karena terperosok ke dalamnya. Semua orang dilanda ketakutan akibat pertarungan dahsyat kedua jago dewata ini. Prabu Kresna dan para Pandawa sampai terheran-heran melihat pertarungan mereka berdua. Sebelum ada jatuh korban lebih banyak, para Pandawa segera mengungsikan warga dan menyuruh mereka bersembunyi. Prabu Kresna segera meniupkan sulingnya untuk menenangkan para penduduk. Saat evakuasi, datang kakek Semar meminta penjelasan para Pandawa dan Prabu Kresna apa yang terjadi. “welah dalah...ndoro...kejadian apa lagi ini?” Arya Wrekodara berkata “waaa..ampun eyangku Semar.....semua ini gara-gara ulah dua anakku, Si Antareja sama adiknya, Gatotkaca. Mereka saling bertarung dan melakukan krodha hingga jadi begini.....” Arya Wrekodara menjelaskan semua kronologi dari awal hingga akhir. Kakek Semar paham. Tapi ia punya pendapat “hmmm mblegedag mblegedug.... ndoro apa tidak merasa aneh kok bisa ndoro Antareja bisa krodha seperti itu? Mungkin sebaiknay ndoro bisa berbuat lebih adil terhadap putra-putra ndoro.” Arya Wrekodara dan Arjuna merasa memang ada benarnya kata-kata kakek Semar. Mereka berjanji akan berusaha lebih adil dalam hal apapun, terutama kasih sayangnya terhadap para putranya.

Ketika memeriksa keadaan dengan  Kaca Lopian, Prabu Kresna melihat ada sesuatu yang aneh di dekat sebuah pohon. Sejenak Prabu Kresna melihat Patih Sengkuni. Sang perdana menteri Hastinapura itu menonton pertarungan dari kejauhan tapi bukan itu yang membuat sang raja Dwarawati itu kaget melainkan sebuah benda kecil berada di pinggangnya. Rupanya itu kendi batu berukuran kecil milik Resi Hanoman yang hilang. Prabu Kresna segera menyusun rencana “Hanoma, kemari. Aku sudah menemukan kendimu. Aku aka mengambilnya dan begitu aku berhasil mengambilnya, cepat bantu aku menyadarkan Antareja.” Segeralah Prabu Kresna menggunakan Aji Panglimunan dan mengambil kendi itu secara diam-diam. Begitu kendi itu didapat, ia melemparkannya ke Resi Hanoman. Antareja terdesak menghadapi kesaktian Gatotkaca. Sesaat ia lengah dan berhasil diringkusnya. Pada saat itulah, Hanoman segera membantu Gatotkaca menjambak rambut Antareja. Mulutnya komat-kamit menjapa mantra. Antareja merasa kesakitan dan dari mulutnya keluar asap yang berubah menjadi sosok raja raksasa menyeramkan. Ia adalah jin qarin jahat Prabu Rahwana yakni Ditya Godayitma. Bersamaan dengan keluarnya Ditya Godayitma, qarin dari Kalamaricha yakni Marichalodra ikut keluar dari tubuh Bambang Irawan. Hanoman segera mengurung kedua qarin jahat itu di dalam kendi batu miliknya dan membawanya kembali ke Partapaan Kandalisadha. Rupanya semua kejadian ini adalah konspirasi licik Patih Sengkuni untuk mengobrak-abrik kerukunan para putra Pandawa. Antareja yang sudah sangat lemas jatuh meluncur dari angkasa. Langsung saja, Arya Wrekodara menolong dan menggendongnya. Antareja dan Gatotkaca kembali ke wujud asal.

Arya Wrekodara segera membantu sang kakak tunggal Bayu. Para Kurawa diusir dari Amarta. Sementara itu, karena berbuat keributan dan hendak mbalélå, Arya Wrekodara dan Radèn Arjuna menghukum putra-putra mereka yakni Arya Antareja dan Bambang Irawan dengan hukuman penjara. Namun Prabu Kresna dan Kakek Semar berkata kalau mereka mbalélå karena tidak bisa berpikir jernih dan dirasuki roh jahat jadi bukan karena keinginan sendiri. Akhirnya mereka diampuni, namun Arya Antareja dan Bambang Irawan merasa malu dan terhina maka mereka menghukum diri mereka sendiri dengan kadipaten Jangkarbumi dan Kadipaten Yasarata akan membatasi diri dari pergaulan antarnegara selama tiga puluh hari. Mereka juga menebus dosa dengan puasa selama tiga puluh hari pula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar