Hai semua penikmat dan pembaca kisah pewayangan, kisah kali ini menceritakan Arya Antareja dan Bambang Irawan mbalela (memberontak) kepada para Pandawa atas pengangkatan Gatotkaca sebagai panglima perang Amarta karena hasutan dari Patih Sengkuni. Di kisah ini juga memperlihatkan wujud krodha Antareja dan Gatotkaca yang saling bertarung memperebutkan posisi panglima perang negeri Amarta. kisah ini mengambil sumber dari blog albumkisahwayang.blogspot.com dan beberpa sumber dari internet lainnya.
Hari yang cerah ceria di
Jawadwipa, tapi tidak bagi pemimpin Jangkarbumi yakni Arya Antareja. Risau
hati, gelap pikirannya kerna kepikiran kata-kata Sitija tempo hari " Kakak
kok mau dadi bawahan adik!" Sang isteri, Dewi Ganggi dan adik sepupu
kesayangan, Bambang Irawan sudah berusaha membuat Antareja mengabaikan
kata-kata itu, namun yang ada semakin kepikiran saja bahkan dengan tidak
sopannya Antareja keras pada keduanya " Sudahlah Ganggi! Irawan! Gak ada
Gunanya lagi berkata macam-macam padaku. kalian Gak Akan paham." Kerisauan
itu makin menjadi-jadi saat Patih Sengkuni datang menjenguk Antareja yang tidak
datang ke pelantikan Gatotkaca. Patih Sengkuni dengan kata-kata manisnya
berkata " duh anakku.....aku kasihan padamu....apa yang dikatakan Sitija
kepadamu itu ada benarnya. Sebagai anak pertama Sena, kamu kurang diperhatikan.
Sedangkan adikmu Gatotkaca lebih digulawentah. Kalau kiranya ananda berkenan,
aku bersedia untuk membantu nanda untuk naik derajat. Sahabatku Begawan Dorna
bisa menegosiasikan ini bersama pamanmu Arjuna ." Antareja merasa apa yang
disampaikan Patih Sengkuni ada benarnya.
Tak berapa lama,
datanglah Arya Antasena, adiknya yang nomor dua berkunjung. Ia ingin mengajak
sang abang ke Jodipati. Sang ksatria Jangkarbumi itu berkata dengan kasar
" aku tak sudi ke ke Jodipati. Itu sama halnya aku mendukung
ketidakadilan." Antasena kaget dan bertanya maksud abangnya itu " lha
kakang, maksude gimana? Apa ne sing gak adil?" Antareja lalu berkata kalau
ia tidak mendukung keputusan para Pandawa mengangkat Gatotkaca sebagai
panglima. Seharusnya ia yang jadi panglima karena ini bukan masalah siapa yang
mampu tapi siapa yang siap. Antasena paham arah pikiran abangnya itu. Ia sudah
disetir Patih Sengkuni. Antasena menggugat patih Hastinapura itu " eyang
Patih, gak usah melok-melok masalah ini.
Eyang patih jangan membuat air tambah butek. Nambah-nambahi masalah." Arya
Antareja marah, tamunya dikata-katain begitu maka ia mengusirnya. Antasena pun
merasa sudah tidak bisa lagi membujuk abangnya maka ia pamit pulang ke
Jodipati.
Antasena heran apa yang membuat sang abang begitu membela Patih Sengkuni. Tak dinyana, ia dicegat oleh Antareja, Irawan, dan Para Kurawa. Tanpa aba-aba dan peringatan, Para Kurawa menyerang Arya Antasena. " Apa-apaan iki, kakang? Kita ini seduluran. Salahku apa tiba-tiba dikeroyok?" " Kau tidak bisa ku biarkan kembali ke Jodipati lalu melapor macam-macam ke kanjeng rama." Antasena yakin kalau Patih Sengkuni sudah mendoktrin abangnya itu untuk mencegahnya kembali. Maka ia berusaha menghindar. Lalu dari arah samping, Irawan menembakkan panah-panahnya. Antasena sontak menghindar " hei, Irawan. Kok awakmu malah ikut-ikutan nyerang?!" Irawan berkata " maaf kakang, aku harus membela kakangku Antareja. Apa yang jadi perintah kakangku, juga jadi kewajiban bagiku!" Irawan terus menembakkan panahnya tapi terus berhasil dihindari hingga tanpa sengaja, Irawan terkena pukulan tangan Antasena. Irawan pun meringis kesakitan menahan tapak tangan itu. Melihat adik sepupu kesayangan terluka, Antareja murka dan seketika auranya berubah. Aura tubuhnya menjadi gelap.
Antasena menghadapi kakaknya yang marah |
Di dekat gerbang kota
Indraprastha, Antareja bersama Bambang Irawan dan Para Kurawa bertemu dengan
Abimanyu dan para punakawan. Abimanyu gembira dengan kedatangan mereka "
kakang Antareja! Adhiku Irawan. Syukurlah kalian sudah datang untuk memberi
selamat buat kakang Gatotkaca." Antareja menjawab ketus "Simpan
basa-basimu itu, Abimanyu. Aku gak sudi memberi selamat buat Gatotkaca."
Abimanyu kaget dengan sifat Antareja. Ia pun membentak adiknya, Irawan "
Adhi, Kenapa Kakang Antareja Sampai Ketus Begitu dan Kau Tidak Mencegahnya?
Saudara Macam apa Kau ini. Saudara berbuat Tidak Sopan malah Dibiarkan"
Irawan berkata " kakang Antareja sudah benar. Ia merasa kalau uwa
Wrekodara memang tak adil padanya. Selama ini juga, hanya kakang dan adhi
lainnya yang digulawentah, sedangkan aku apa?" Abimanyu dan Irawan pun
debat mulut. Antareja mendengarnya dari kejauhan nampak makin kesal tak bisa
pikir jernih. Antareja makin merasa kalau keluarga Pandawa tidak adil. Maka
tanpa peringatan, ia berubah jadi naga raksasa. Dengan kekuatannya, ia porak
porandakan desa di pinggir gerbang kota. Abimanyu tidak terima maka ia berusaha
menghentikan Antareja namun dihalangi Irawan. Pertarungan dua saudara kembali
terjadi. Panah beradu panah, keris beradu keris. Keduanya seimbang. Namun
secara tiba-tiba, naga jelmaan Antareja menyemburkan bisa racunnya ke arah dada
Abimanyu. Abimanyu terluka, hampir menganga luka itu terkena bisa yang disemburkan
Antareja. Untungnya Arya Antasena muncul dan langsung menyambar sepupunya
itu" kakang Antasena, untung kau datang. Ada apa sebenarnya...".
" wis, Abimanyu, ceritane panjang. Seng penting, kita selamatkan diri dulu
ke istana. Kita laporkan segera ke yang berwajib" Antasena segera membawa
lari Abimanyu dan berhasil lolos dari kejaran Arya Antareja bersama para
Kurawa.
Di istana Indraprastha,
Para Pandawa berkumpul bersama Prabu Kresna dan Arya Gatotkaca yang baru pulang
dari bertapa brata di Gunung Cakramandira. Gatotkaca bercerita kalau ia sudah
mendapat restu dari Batara Tantra, sosok dewa yang menitis pada dirinya.
Malahan oleh sang dewa, ia diberi nama baru yakni Prabu Anom Purbaya. Batara
Tantra ialah sahabat Batara Warcasa yang telah menitis kepada Abimanyu. Batara
Tantra datang di hadapan Gatotkaca secara gaib dan berkata "anakku,
sebentar lagi kekuatan dari taringmu yang dulu dipotong akan aktif lagi."
Gatotkaca kaget, apa maksud kekuatan dari taringnya itu. Namun ketika ingin
bertanya pada Prabu Kresna datanglah Batara Narada dan Rêsi Hanoman Mayangkara
ke hadapan Prabu Kresna. Semua orang menghaturkan sembah. Lalu Batara Narada
berkata" Welah dalah ..Wisnu oh Wisnu.... kêtiwasan kita." Prabu
Kresna bertanya " maksudnya kêtiwasan gimana, uwa Batara?" Resi
Hanoman pun melanjutkan maksud Batara Narada " kendi berisi Godayitma yang
kusimpan baik-baik mendadak ngilang, gusti prabu." Prabu Kresna kaget “lha...kok
bisa kendi itu hilang?” Tak lama datang juga Antasena membopong Abimanyu yang
luka-luka. Arjuna bertanya pada Antasena " siapa yang melakukan ini?"
Antasena menjawab kalau ini ulah Antareja dan Irawan. Antasena menjelaskan
kronologinya. Arya Wrekodara kaget putranya berpikir kalau ia tidak adil dan
berani mbalélå" Ancen anak iku, tak habis-habisnya buat masalah."
Prabu Kresna menasehati Wrekodara agar bisa berpikir jernih. Prabu Kresna
segera mengeluarkan Cangkok Wijayakusuma dan menyapukannya ke luka Abimanyu.
Seketika luka itu sembuh.
Gatotkaca tidak terima
sepupu kesayangannya dilukai maka ia hendak melabrak Antareja namun belum
sempat ia beranjak, halaman istana sudah dibuat porak poranda dihancurkan.
Mereka lalu melihat Antareja bersama Irawan dan Para Kurawa. Arya Wrekodara
maju menghadang putra sulungnya itu. Ia memarahi Arya Antareja "hoi, Antareja!
Awakmu iki gendeng. Membuat keributan di negeri sendiri." Arya Antareja
menjawab, "Rama, aku dadi gendeng karena rama pilih kasih, lebih sayang
Gatotkaca dibanding para putra yang lain." Arya Wrekodara marah dituduh
demikian. Ia berniat memukul Antareja, namun Arya Gatotkaca tiba-tiba muncul
melerai. "Kalau kakang emang ingin jadi panglima, aku dengan senang hati
menyerahkan jabatanku kepada kakang." Antareja marah merasa diremehkan
"Aku Tidak Butuh Belas Kasihmu. Kalau mau Ayo Kita Bertarung." Antereja
pun menerjang Gatotkaca. Pertarungan terjadi sangat sengit. Setelah bertarung
cukup lama, Antareja akhirnya terdesak mundur. Ia pun melakukan kroda dan
seketika wajahnya berubah jadi seperti naga dengan lidah menjulur mengerikan.
Dalam wujud tersebut, kekuatan Antareja meningkat sepuluh kali lipat. Sekarang
gantian Gatotkaca yang kewalahan. Tiba-tiba ia merasa ada kekuatan dahsyat
merasuk padanya, merasuk bersatu jiwa raga. Seketika seperti mendapat kekuatan
baru. Ia pun balas mengimbangi Antareja dengan melakukan kroda pula. Dari
punggung Arya Gatotkaca tiba-tiba muncul sepasang sayap yang membentang lebar.
Wajahnya juga ikut berubah menjadi wujud aslinya yakni ksatria setengah
raksasa.
Arya Gatotkaca dan Arya Antareja kembali melanjutkan pertarungan. Yang satu bersayap seperti burung garuda, dan yang satu berwajah naga dengan mulut menyemburkan bisa. Pertarungan ini sungguh dahsyat dan mengerikan, bagaikan seekor burung elang bergulat melawan ular besar. Alam sekitar ikut bergejolak. Bumi gonjang-ganjing langit kolap-kalip. Gempa bumi menggetarkan seisi Jawadwipa dan Hindustan. Bersamaan dengan itu pula, puting beliung, angin badai dan segala ribut topan disertai kilat menyambar-nyambar menerbangkan apa saja yang dilaluinya.
Antareja krodha melawan Gatotkaca krodha |
Ketika memeriksa keadaan
dengan Kaca Lopian, Prabu Kresna melihat
ada sesuatu yang aneh di dekat sebuah pohon. Sejenak Prabu Kresna melihat Patih
Sengkuni. Sang perdana menteri Hastinapura itu menonton pertarungan dari kejauhan
tapi bukan itu yang membuat sang raja Dwarawati itu kaget melainkan sebuah
benda kecil berada di pinggangnya. Rupanya itu kendi batu berukuran kecil milik
Resi Hanoman yang hilang. Prabu Kresna segera menyusun rencana “Hanoma, kemari.
Aku sudah menemukan kendimu. Aku aka mengambilnya dan begitu aku berhasil
mengambilnya, cepat bantu aku menyadarkan Antareja.” Segeralah Prabu Kresna menggunakan
Aji Panglimunan dan mengambil kendi itu secara diam-diam. Begitu kendi itu
didapat, ia melemparkannya ke Resi Hanoman. Antareja terdesak menghadapi
kesaktian Gatotkaca. Sesaat ia lengah dan berhasil diringkusnya. Pada saat
itulah, Hanoman segera membantu Gatotkaca menjambak rambut Antareja. Mulutnya
komat-kamit menjapa mantra. Antareja merasa kesakitan dan dari mulutnya keluar
asap yang berubah menjadi sosok raja raksasa menyeramkan. Ia adalah jin qarin
jahat Prabu Rahwana yakni Ditya Godayitma. Bersamaan dengan keluarnya Ditya
Godayitma, qarin dari Kalamaricha yakni Marichalodra ikut keluar dari tubuh
Bambang Irawan. Hanoman segera mengurung kedua qarin jahat itu di dalam kendi
batu miliknya dan membawanya kembali ke Partapaan Kandalisadha. Rupanya semua
kejadian ini adalah konspirasi licik Patih Sengkuni untuk mengobrak-abrik
kerukunan para putra Pandawa. Antareja yang sudah sangat lemas jatuh meluncur dari
angkasa. Langsung saja, Arya Wrekodara menolong dan menggendongnya. Antareja
dan Gatotkaca kembali ke wujud asal.
Arya Wrekodara segera
membantu sang kakak tunggal Bayu. Para Kurawa diusir dari Amarta. Sementara
itu, karena berbuat keributan dan hendak mbalélå, Arya Wrekodara dan Radèn
Arjuna menghukum putra-putra mereka yakni Arya Antareja dan Bambang Irawan
dengan hukuman penjara. Namun Prabu Kresna dan Kakek Semar berkata kalau mereka
mbalélå karena tidak bisa berpikir jernih dan dirasuki roh jahat jadi bukan
karena keinginan sendiri. Akhirnya mereka diampuni, namun Arya Antareja dan
Bambang Irawan merasa malu dan terhina maka mereka menghukum diri mereka
sendiri dengan kadipaten Jangkarbumi dan Kadipaten Yasarata akan membatasi diri
dari pergaulan antarnegara selama tiga puluh hari. Mereka juga menebus dosa
dengan puasa selama tiga puluh hari pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar