Jumat, 31 Maret 2023

Gambiranom Maling

 Hai para pembaca dan penikmat pewayangan yang berbahagia, kisah anak muda kadang bikin geleng-geleng kepala. Di pewayangan juga sama. Kali ini, penulis akan mengisahkan kisah Bambang Irawan dalam menjalani masa mudanya dengan penuh kenakalan antara lain pernah menjadi maling, menyerang pasukan Hastinapura, menaklukan negara sekutu Pandawa dan bahkan hendak melamar seorang perempuan yang sudah bersuami yang tak lain Siti Sundari, isteri abangnya sendiri. Kisah ini sebenarnya penggabungan dua lakon yakni Jaganala Maling dan Prabu Gambiranom.Sumber kisah ini berasal dari blog albumkisahwayang.blogspot.com, caritawayang.blogspot.com, dan tulisan-tulisan yang ada di grup Facebook.

Setelah pernikahannya dan pertemuannya dengan Bambang Wisanggeni, Raden Antareja melanjutkan pendidikannya di Yasarata bersama sang isteri dan setelah itu tiada kabar lagi. Hingga suatu ketika, Kerajaan Hastinapura digegerkan dengan hilangnya beberapa hewan kebun binatang dan emas permata milik istana. Bukan cuma itu, para prajurit istana dibuat kalang kabut karena kelihaiannya. Prabu Duryudhana menyusun siasat dengan menawarkan si maling itu putrinya, Dewi Lesmanawati. Singkat waktu, si maling itu datang lagi untuk menculik Dewi Lesmanawati. Siasat jebakan itu berhasil. Para Kurawa mempu menangkap pencuri itu yang ternyata dua orang. Pencuri itu bernama Bambang Jaganala dan Bambang Jayabadra. Wajah mereka tampan dan gagah, mirip wajah Arjuna dan Bhima. Prabu Duryudhana marah mengira Wrekodara dan Arjuna mengirimkan mata-mata kepada Hastinapura. Bambang Jaganala berkata "aku bukan mata-mata Pandawa. Aku dan kakakku ini pengembara yang mencari kemuliaan. Kami terpaksa mencuri demi kebutuhan hidup kami." Patih Sengkuni mendapatkan ide untuk mengadu domba Pandawa dengan negara lain lewat dua pemuda ini. Patih Sengkuni berbisik kepada Prabu Duryudhana "keponakanku, pamanmu ini mendapat ide untuk membuat Pandawa bertekuk lutut pada kita. Kita gunakan dua anak muda ini untuk merebut kekuasaan sekutu Pandawa dan mengobarkan perang. Di saat perang itu, kita bisa serang kapan saja. Maka istana Indraprastha bisa kita rebut." Prabu Duryudhana setuju dan berkata "bangun, anak-anakku, kalian sudah ku ampuni. Tapi ini semua ada bayarannya. Kalian serang negara sekutu Amarta, Rancangkencana. Rebut istananya lalu serang Amarta." Singkat cerita, dengan tanpa pasukan satu pun, Bambang Jaganala dan Bambang Jayabadra berhasil menakluk negara Rancangkencana. Rajanya, Prabu Jayasentika diturunkan paksa menjadi Patih dan Bambang Jaganala yang jadi raja bergelar Prabu Gambiranom.

Prabu Gambiranom
Bambang Jayabadra dijadikannya penasihat bergelar Wasi Nagasambada. Namun, hal tak terduga terjadi. Tak disangka oleh pihak Hastinapura, Prabu Gambiranom justru mengkhianati mereka. Setelah berhasil menakluk kerajaan kecil itu, Prabu Gambiranom memerintahkan pasukan Rancangkencana yakni Ladrangmungkung menyerang kemah para Kurawa. Rencana Sengkuni gagal, pasukan itu terus menghabisi kekuatan Hastinapura. Daripada mereka mati konyol, patih Sengkuni dan para Kurawa beserta prajuritnya mundur kembali ke Hastinapura.

Pada suatu ketika, Prabu Kresna dihadap Prabu Baladewa mendapatkan surat lamaran dari utusan Prabu Gambiranom, Patih Jayasentika. Dalam surat itu tertulis kalau Prabu Gambiranom ingin menikahi Dewi Siti Sundari. Prabu Kresna berkata kalau Dewi Siti Sundari sudah menikah dengan Abimanyu, pangeran dari Amarta. Kalau ingin melamar seperti itu, harus kepada Abimanyu atau Arjuna. Patih Jayasentika berkata “ampun, gusti.  Hamba tidak mau pergi ke sana karena aku diperintahkan rajaku ke Dwarawati bukan ke Amarta. Kalau aku tidak bisa membawa Siti Sundari kepada rajaku, maka sang raja akan menyerang negara Dwarawati ini.” Prabu Baladewa mendapat jawaban demikian. Prabu Baladewa diiringi Patih Udawa dan Arya Sencaki mengusir Patih Jayasentika. Di saat diusir ini, datang Wasi Nagasambada melindungi. Pasukan juga disiagakan. Terjadilah perang antara Dwarawati dengan Rancangkencana. Kesaktian Nagasambada membuat Prabu Baladewa dan para penggawa Dwarawati tak berkutik karena racun yang disemburkan dari ludahnya membuat orang lumpuh seketika. Arya Sencaki segera membawa kakak sepupunya pergi. Prabu Kresna segera memerintahkan segenap rakyatnya untuk segera mengungsi ke Amarta. Ia beserta para isteri dan anaknya, Prabu Baladéwa yang lumpuh, dan penggawa segera naik ke Kereta Jaladara meninggalkan Dwarawati kecuali Raden Samba yang sudah pergi duluan untuk memberitahu Abimanyu. Hari itu Dwarawati ditaklukan Rancangkencana. Prabu Baladewa yang dalam keadaan terbaring segera diusap Cangkok Wijayakusuma dan seketika sembuh. Sang raja Mandura itu bertanya “Kanha, kenapa kau tidak menyerang pasukan Prabu Gambiranom?” Prabu Kresna menjawab “Kak Balarama, bukan takdirku untuk mengalahkan Gambiranom. Aku sudah tahu jatidiri dari Prabu Gambiranom yang sebenarnya tapi biarlah dinda Parta yang lebih dulu tau. Sudah saatnya dinda Parta tahu siapa Gambiranom yang sebenarnya.”

Di tengah jalan, Abimanyu yang ingin berkunjung ke Dwarawati bertemu dengan Samba. Samba punya niat licik untuk mengorbankan Abimanyu supaya kasih sayang ayahnya hanya tertuju padanya. Maka ia memberitahunya “Hei Abimanyu, istrimu dinda Siti Sundari hendak direbut  Prabu Gambiranom, raja Rancangkencana.” Ia lalu memanas-manasi Abimanyu “Prabu Gambiranom itu sudah menghinamu sebagai lelaki mandul, tidak pantas kau membahagiakannya” Memang sifat Abimanyu yang mirip ayahnya tidak suka dihina sontak marah. “apa kau katakan kakang Samba....antar aku kesana...akan kulabrak si Gambiranom itu!” Kakek Semar mengingatkan agar Abimanyu tidak gampang terpancing. Tapi Abimanyu kadung marah maka ia pergi menghadapi Prabu Gambiranom. Semar lalu memarahi Samba jangan melebih-lebihkan berita. Samba tidak peduli dan berlalu pergi. Semar hanya bisa ngelus dada karena Samba belum juga insaf. Dengan berjalan tergesa-gesa, Abimanyu akhirnya memasuki perbatasan Kerajaan Dwarawati. Tiba-tiba ia disergap pasukan wanita Ladrangmungkung yang dipimpin Patih Jayasentika. Karena Abimanyu lengah, ia pun dapat ditangkap menggunakan jala sutra, lalu diikat dan dihadapkan kepada Prabu Gambiranom. Lalu giliran Samba yang pura-pura menyerah di hadapan Prabu Gambiranom. Dengan lidah licinnya, Samba menyatakan siap untuk menjadi babu dari Rancangkencana. Semar dan para putranya kecewa dengan sikap Samba lalu segera pergi dari sana untuk memberitahu Arjuna dan Yudhistira.

Di Amarta, Prabu Yudhistira dihadap patih Tambakganggeng, permaisurinya, Dewi Drupadi, Raden Gatotkaca, dan empat Pandawa lainnya menerima kedatangan Prabu Kresna beserta keluarga dan rakyatnya. Mereka meminta suaka karena serangan kerajaan Rancangkencana. Prabu Yudhistira kaget karena selama ini sekutu mereka itu tidak pernah macam-macam dengan yang namanya penaklukan apalagi negeri itu dikenal damai dan sejahtera. Lalu datang Semar dan para putranya diiringi dengan Dewi Ulupi dan Begawan Jayawilapa. Arjuna menyambut kedatangan permaisuri keempatnya dan mertuanya itu. Dewi Ulupi membawa kabar tidak mengenakkan "kakanda, putra kita.”  Arjuna bertanya penuh keheranan “kenapa dinda? Ada apa dengan putra kita?” Dewi Ulupi lalu bilang “Irawan bareng Antareja minggat. Sudah hampir satu tahun ini tidak ada kabar. Nanda Dewi Ganggi sampai khawatir...risau sepanjang hari sepanjang malam dengan suaminya..... ayahanda begawan sampai harus menitipkannya ke Saptapertala." Arjuna berjanji akan mencari keberadaan putra dan keponakannya itu. Semar lalu gantian menceritakan keadaan Abimanyu. Arjuna makin kalut hatinya. Di satu sisi, ia kehilangan putranya dari Ulupi dan di sisi lain, putranya yang satu lagi ditangkap raja kurang ajar. Arya Wrekodara, Arjuna, dan Gatotkaca bersedia menemui Gambiranom untuk negosiasi pembebasan Abimanyu. Dewi Ulupi merasa kalau perginya sang suami kali ini tidak akan mudah. Maka ia diam-diam mengikuti suaminya dari kejauhan.

Singkat cerita, Arjuna, Arya Wrekodara, dan Gatotkaca sampai di tempat perkemahan Prabu Gambiranom. Mereka melakukan negosiasi meminta Prabu Gambiranom untuk membebaskan Raden Abimanyu. Arjuna bersedia memberikan apapun asalkan putranya dibebaskan. Prabu Gambiranom berkata "Arjuna, ini bukan negosiasi. Aku hanya bersedia membebaskan Abimanyu, asalkan ditukar dengan Siti Sundari. It's final offer!" Arjuna murka lebih-lebih Samba ada di sana tidak membantu Abimanyu malah ikut-ikutan memenjarakan dan menghina sepupunya. Maka berperanglah Arjuna melawan Gambiranom. Sedangkan Gatotkaca melawan Nagasambada, dan Arya Wrekodara melawan Jayasentika. Pertarungan Gatotkaca melawan Nagasambada imbang, tak ada yang kalah atau menang. Kadang Gatotkaca menerbangkan dan menghajar Nagasambada di angkasa. Kadang pula Nagasambada membenamkan kepala Gatotkaca ke bawah tanah. Patih Jayasentika mampu diringkus Arya Wrekodara. Sementara itu, Prabu Gambiranom bertarung terus satu lawan satu. Lama-lama, Prabu Gambiranom terdesak oleh Arjuna. Prabu Gambiranom memerintahkan pasukan Ladrangmungkung yang berisi wanita-wanita cantik menghadapi Arjuna. Bukannya menyerang mereka, Arjuna justru merayu para prajurit wanita itu. Para prajurit perempuan tersebut gemetar sehingga beberapa di antara mereka tak sengaja melepaskan panah. Di saat demikian, Prabu Gambiranom menembakkan panah Ardadedali. Raden Arjuna tidak sempat menghindar dan ia pun roboh di tanah terkena panah-panah itu dengan panah Ardadedali menancap di dadanya.

Pertempuran pun terhenti sejenak karena Arjuna tewas. Pada saat itulah Dewi Ulupi datang bersama Begawan Jayawilapa menyusul. Mereka terkejut melihat Arjuna sudah tidak bernapas lagi dan jantungnya berhenti. Dewi Ulupi segera mengeluarkan pusaka Daun Kastuba untuk diusapkan ke luka-luka suaminya itu. Seketika luka-luka Arjuna sembuh dan ia pun bisa hidup kembali, pulih seperti sediakala. Namun karena belum sepenuhnya sadar, Dewi Ulupi maju dan menantang Prabu Gambiranom " Jika ingin melukai seseorang, maka lukai aku saja." Prabu Gambiranom gemetar mendengar tantangan itu. Namun dengan kekuatannya, ia menggunakan ilmu Nagakawastra dan mengubah wujud jadi naga. Dewi Ulupi segera mematrapkan ilmu serupa dan berubah sebagai naga betina. Kedua naga itu bertarung saling gigit, saling belit, dan saling menyemburkan racun. Dewi Ulupi memang lebih berpengalaman akhirnya ia berhasil mengalahkan naga jelmaan Prabu Gambiranom. Seketika penyamarannya pun ikut terbongkar.

Gambiranom melawan Ulupi
Ia tidak lain adalah Bambang Irawan, putra Dewi Ulupi sendiri dengan Arjuna. Melihat Prabu Gambiranom telah terbongkar penyamarannya dan kembali sebagai Bambang Irawan, Arya Wrekodara menyadari sesuatu, lalu ia segera mendatangi Wasi Nagasambada dan memerintahkannya untuk membuka penyamaran pula. Wasi Nagasambada sangat malu dan ia pun kembali sebagai Antareja. Arya Wrekodara marah menuduh anak sulungnya itu berniat buruk ingin mengacau kedamaian. Ketika Arya Wrekodara hendak memukul Antareja, tiba-tiba datang Prabu Kresna dan Prabu Baladewa melerai. Antareja mohon ampun pada ayahnya " Ramanda, anakmu ini minta maaf atas kesalahannya membantu adhiku Irawan. Aku sebenarnya ikut hanya demi membuktikan kepada kanjeng rama agar aku bisa jadi penggawa seperti halnya Dinda Gatotkaca." Arya Wrekodara akhirnya memaafkan putra sulungnya itu dan akan melantik Antareja sebagai penggawa begitu sampai di Amarta.

Prabu Kresna lalu bertanya kepada Bambang Irawan "Irawan, mengapa kamu menciptakan masalah seperti ini? Apa kamu memang benar-benar ingin memperistri iparmu? Apa kamu tidak tahu kalau Siti Sundari sudah menjadi istri abangmu, Abimanyu?" Bambang Irawan menjawab “ampun uwa prabu...aku sama sekali tidak berniat menikahi yunda Siti Sundari. Lamaran yang ku kirimkan melalui Patih Jayasentika hanyalah settingan belaka. Sebenarnya aku berbuat sejauh ini agar ramanda mencariku dan mengakui keberadaanku.” Irawan juga mengatakan kalau yang tempo hari ia lah yang menjadi maling di Hastinapura. Ia berbuat demikian untuk menggunakan kelicikan Sengkuni buat memuluskan skenario yang ia buat. Arjuna lalu balik memarahi putranya itu karena sudah mengurung abangnya sendiri. Bambang Irawan  menjawab kalau ia harus berpura-pura mau bekerjasama dengan Samba untuk memenjarakan Abimanyu. Namun ada hal yang tidak diketahui ayahnya. Yang terjadi sebenarnya ialah Abimanyu tidak pernah benar-benar dikerangkeng. Orang yang di dalam kerangkeng sebenarnya Raden Samba sedangkan Raden Samba yang bersamanya ialah Abimanyu yang diubah wujud olehnya. Seketika Samba palsu badar jadi Abimanyu dan Abimanyu yang ada didalam kerangkeng kembali menjadi Samba. Abimanyu segera memeluk adiknya tersebut. Irawan meminta maaf pada abangnya atas kekacauan yang ia buat sampai-sampai bukan hanya dia, tapi membuat hampir seluruh negara di Jawadwipa kerepotan.

Arjuna masih saja marah atas kenakalan Bambang Irawan yang berani menyerang Kerajaan Dwarawati dan juga menawan kakak sepupunya sendiri “tetap saja, Irawan...Ramanda tidak suka caramu membuat masalah....sampai harus melawan saudara dan uwamu sendiri...pokoknya kau harus kembali ke Yasarata sebelum aku.....” . Irawan berkata “ampun ramanda...apa yang kulakukan pada kakang Samba itu adalah hukuman yang harus ditanggung Samba sebagai seorang penjilat dan pengkhianat.”  Irawan rupanya masih berbaik hati. Pasukan Ladrangmungkung membebaskan Samba dari kerangkeng. Beggitu keluar dari kerangkeng, Samba marah-marah “Irawan...kau benar-benar licik...dasar tidak tahu adat...tidak tahu sopan santun....kau harus merasakan kemarahanku...” Samba menyerang putra Arjuna dengan Dewi Ulupi itu namun dengan gesit,  Irawan berhasil menghindar. Dengan serangan terakhir, ia pun menotok sang pangeran mahkota Dwarawati itu. Samba tak dapat berkutik lagi. Ia pun dihukum lagi oleh ayahnya dengan kembali mengacak-acak pikirannya dengan ilusi sehingga ia jadi linglung lagi. Prabu Kresna juga menasihati Arjuna “Parta, jangan terlalu menyudutkan Irawan. Ia seperti ini karena merindukan kasih sayangmu sebagai seorang ayah. Jangan pilih kasih apalagi sampai menganakemaskan anak satu diantara anak-anak yang lain.” Arjuna khilaf atas kekeliruannya. Ia pun memeluk Bambang Irawan dan memaafkan semua kesalahan putranya itu. Irawan juga menjelaskan kalau san ibu telah kembali menemukan saudaranya. Dewi Ulupi tak paham apa maksud putranya. Bambang Irawan berkata kalau Patih Jayasentika sebenarnya adalah Bambang Ratnasantika, putra kembar Begawan Jayawilapa yang telah lama pergi jauh untuk merantau. Dengan kata lain, patih Jayasentika yang ternyata saudara kembar ibunya. Dewi Ulupi dan Begawan Jayawilapa berpelukan hangat dengan saudara dan anak mereka yang telah lama pergi. Irawan juga kembali mengangkat pamannya dari pihak ibu itu kembali sebagai raja Rancangkencana.

Prabu Kresna senang semua masalah ini telah selesai. Terus terang ia senang melihat kenakalan Bambang Irawan, karena itu mengingatkan pada kenakalannya di masa muda dulu. Prabu Kresna pun berkata " anakku Irawan. Aku kira berkenan jika aku mengambilmu sebagai menantuku. Biarlah pemuda nakal menjadi menantu dari mertua nakal ini, Kanha si brandal Widarakandang. Rukmini, isteriku yang terkasih punya seorang putri yang tidak kalah cantik dibanding Siti Sundari namanya Titisari. Dia adik dari Partajumena dan Saranadewa." Bambang Irawan dan juga Arjuna berterima kasih atas perjodohan tersebut.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar