Selasa, 07 Maret 2023

Antasena Takon Bapa

Hai-hai, pembaca dan penikmat kisah wayang sekalian. Dalam tulisan kali ini, penulis akan mengisahkan kisah kelahiran Antasena, putra ketiga Arya Wrekodara dengan Dewi Urangayu sdan perjalanannya dalam mencari bapaknya. Dikisahkan pula pernikahan pertama diantara para putra Pandawa yakni pernikahan Antareja dengan Dewi Ganggi. Sumber kisah ini berasal dari blog albumkisahwayang.blogspot.com, https://id.wikipedia.org/wiki/Antasena, dan beberapa blog pewayangan yang ada di internet.

Pada suatu ketika, Batara Baruna mendatangi kediaman saudaranya, Batara Mintuna. Kedatangannya disambut sang saudara kembar. Batara Mintuna bertanya “kakang, kenapa datang dalam keadaan tergopoh-gopoh?” “adhiku, Mintuna. Kahyanganku sedang gawat. kahyangan Dasarsamodra diserang raja monster. Namanya Dewakintaka.” Belum sempat Batara Baruna menyelasaikan cerita, Prabu Dewakintaka datang mengumumkan perang dan akan menguasai seluruh perairan di seluruh Jawadwipa. Ia menyerang Kahyangan Parangnarmada, kediaman Batara Mintuna. Pasukan monster ikan memberikan serangan telak kepada para dewa air itu. Batara Baruna, Batara Mintuna, beserta putri Mintuna yakni Urangayu mengungsi ke kahyangan atas. Ketika itu, Dewi Urangayu masih merawat Antasena, buah pernikahannya dengan Arya Wrekodara. Putra Bhimasena yang satu ini di luar kewajaran. Antasena baru saja menginjak usia tujuh tahun tapi anehnya ia masih terjebak dalam tubuh bayi baru lahir.

Setelah menaklukan kahyangan dasar laut dan sungai, Prabu Dewakintaka berniat menyerang kahyangan atas. Diumumkan lah perang. Para dewa dan pasukan bidadara-bidadari dipimpin batara Indra, batara Kumara (Kartikeya) Batara Sambu, batara Bayu, dan para putra Semar segera turun ke tangan. Perang di atas samudera terjadi. Ombak bersabung, badai berputar. Namun bagaimanapun mereka menyerang, Prabu Dewakintaka tak terkalahkan dikarenakan kulitnya yang terlindung sisik udang yang kebal. Sang raja monster itu malah jemawa “ahahaha...para dewa tak akan mampu menyerang ku. Kulitku ini keras macam berlian.” Prabu Dewakintaka menyerang balik para dewa. Air dan ombak raksasa pun muntab menyapu para bidadara-bidadari. Para dewa juga ikut terdesak. Pasukan dari kahyangan segera mundur. Lawang Kori Selamatangkep ditutup rapat-rapat. Meskipun demikian

Para dewa dan pasukan kahyangan segera melapor kepada Batara Guru. “ampun Gusti batara, kami para bidadara-bidadari kewalahan dengan raja monster itu. Kulitnya sangat keras tidak bisa ditembus senjata apapun.” Batara Guru segera bersemedi dan membuka prediksinya dari mata ketiganya. Batara Guru lalu bangun dan berkata “ Aku sudah melihat dari Trinetra milikku, yang bisa mengalahkan Dewakintaka hanyalah putra Wrekodara dengan Urangayu.”  Batraa Mintuna dan Baruna kaget mendengarnya begitu juga dengan Dewi Urangayu. Tapi kemudian, Dewi Urangayu berkata “Aku tidak sangka kalau ini harus terjadi, tapi kalau sudah begitu takdirnya, aku bisa apa. Mungkin putraku ini akan mendapatkan jalannya. Gusti Narada, bawa Antasena ke medan perang.” Maka dengan berat hati, Dewi Urangayu memberikan bayinya untuk jadi jago dewata. Batara Narada lalu keluar membawa seorang bayi “hei Dewakintaka, orang ini yang akan mengalahkanmu.” Prabu Dewakintaka kaget dan tertawa-tawa “Batara Narada, kau datang bawa bayi sebagai jago dewata? Jagat tambah edan saja. Para dewa sedang buat guyonan......hahahahahahahaha.” Batara narada lalu berkata “jangan jemawa, Dewakintaka. Dulu pernah ada yang bilang begitu dan endingnya, dia habis juga oleh jago dewata seperti ini.” Sang raja monster ikan itu menyerang batara Narada. Antasena lepas dari gendongan dan mendarat di tangan Dewakintaka. Sang raja monster bersisik udang itu memukulnya anak bayi itu namun bukannya mati, kulit bayi Antasena benar-benar kebal dipukul berkali-kali namun yang terjadi Antasena malah semakin kuat dan bertukar wujud jadi anak kecil yang sudah bisa berjalan dan berlari. Tak cukup dipukul, Antasena dibanting-banting dan disepak. Tapi keajaiban kembali terjadi, bocah Antasena semakin tangguh saja bahkan ia menjadi pria dewasa berusia 20 tahunan dalam sekejap. “Hei Dewakintaka, sudah habis masamu untuk menyerangku. Sekarang rasakan seranganku” gantian Antasena yang menyerang. Pukulan dan serangan Antasena membuat Prabu Dewakintaka lari terbirit-birit. Tapi kemanapun ia lari, Antasena selalu bisa menemukannya. Lari ke bawah tanah, Antasena bisa ambles bumi. Lari ke angkasa, ia tersusul dengan terbang dan perhentian terakhirnya, Prabu Dewakintaka lari ke dasar palung laut paling dalam.

Antasena mengalahkan Dewakintaka
Tapi keputusan itu justru blunder buat Dewakintaka. Antasena justru semakin mudah menemukannya. Antasena mampu menyelam jauh ke dasar laut. Dengan kekuatan air, Antasena menciptakan pusaran arus dan membuat Prabu Dewakintaka terjebak arus laut dan terombang-ambing. Sebagai serangan terakhir, Antasena melakukan krodha, bertukar lah wujudnya sebagai manusia berperisai sisik dan bersungut udang raksasa. Dengan kekuatan sungut udangnya, Prabu Dewakintaka disetrumnya sampai tak berbentuk lagi tubuhnya. Musuh Dewata telah ditewaskan. Ketentraman dunia bawah air kembali tercipta.

Setelah peristiwa itu, Batara Baruna dan Mintuna bisa kembali ke kediaman masing-masing. Raden Antasena kini tumbuh dewasa dalam sekejap namun ia tidak pernah bisa berbahasa halus kepada siapapun termasuk kepada para dewa, mirip seperti ayahnya. Oleh karena itu, para dewa menjulukinya cah ndugal kewarisan. Suatu ketika, Antasena penasaran dengan ayahnya. Sebagai seorang anak, tentunya ia ingin bertemu dengan ayah kandungnya. “Ibu, selama ini aku berwujud bayi, tapi aku selalu mendengar percakapan ibu dan simbah. Yang ta’ dengar dari ibu dan simbah bapakku ialah Arya Wrekodara dari kadipaten Jodipati di Kerajaan Amarta. Apa benar begitu?” Dewi Urangayu membenarkan hal itu “benar ngger...bapakmu namanya Wrekodara atau Bhima, salah satu kesatria Pandawa.” Antasena pun mohon pamit ingin bertemu dengan kesatria Pandawa nomor dua tersebut “ibu, izinkan aku ketemu bapak. Aku kepengen ngabdi padanya.”Dewi Urangayu mengizinkan putranya untuk pergi.

Sementara itu, Kerajaan Amarta gempar. Para Pandawa dalam masalah. Prabu Yudhistira, Arya Wrekodara, Arjuna, Nakula dan Sadewa tiba-tiba lenyap. Lima Pandawa ini bagaikan menghilang begitu saja, tak ada jejak apapun yang ditinggalkan. Isteri Prabu Yudhistira, Dewi Drupadi jadi khawatir akan keselamtan suami dan empat iparnya. Hal yang sama pun dirasakan Dewi Arimbi, Dewi Sumbadra dan para madunya, begitu juga Dewi Suyati dan Dewi Rasawulan, istri Nakula dan Sadewa. Prabu Kresna segera menuju ke Amarta dan mengumpulkan putra Pandawa yang masih ada di sana. Dipanggil juga Antareja yang masih di Yasarata. “kanda Gowinda...ku harap kau tahu apa yang sedang terjadi sekarang ini.” “benar sahabatku, Drupadi. Aku sudah melihatnya dari Kaca Lopian. Pandawa disekap dalam Konggedah milik raja Ganggatrimuka, sekutu Kurawa dari Tirtakadasar untuk ditumbalkan. ” Gatotkaca dan Antareja kaget mendengarnya. “lalu apa langkah kita selanjutnya, pamanda Madhawa?” Benar Paman, kita tidak bisa diam saja saat ayah dan para paman dalam bahaya begini.” sahut Antareja dan Gatotkaca. Prabu Kresna hanya tersenyum tipis saja lalu ia bilang “sebentar lagi orang yang menyelamatkan para Pandawa akan datang. Dia akan membuat kalian berdua tak berkutik. kalian berdua hanya tunggu saja.” Antareja, Gatotkaca dan yang lainnya tidak mengerti maksud sang raja titisan Wisnu itu.

Antasena dengan kekuatan airnya menyelam di dalam ombak menyusuri hilir bengawan Yamuna menuju ke daerah hulu. Air dari Bengawan Yamuna seakan berbalik keatas lalu membanjiri tepi sungai sekitarnya. Pada akhirnya Antasena sampai juga di kerajaan Amarta. Ketika hendak memasuki istana Indraprastha, Antasena justru dicegat dan dikeroyok Raden Antareja dan Raden Gatotkaca. Ia dikira penyusup yang menculik para Pandawa. “hei siapa kalian? Ngeroyok aku padahal aku gak salah apa-apa?” “Diam! kau pasti yang menculik ayahanda dan paman! Gatot, cepat bantu aku.” “baik kakang Antareja!” Terjadilah pertarungan sengit. Kadang Antasena dibawa terbang dan di hajar di angkasa oleh Gatotkaca, kadang dibenamkan ke tanah oleh Antareja. Tapi dengan mudah, Antasena mudah melumpuhkan mereka dengan sungutnya. Lalu ketika hendak menghabisi dua ksatria itu datanglah Prabu Kresna, Dewi Drupadi dan Dewi Arimbi melerai Antasena. Antareja dan Gatotkaca dibebaskan. Prabu Kresna lalu mengamat-amati penampilan Antasena dan ia pun menebak “hmmm setelah kulihat-lihat....kamu itu putranya adhiku, Wrekodara.” Raden Antareja, Raden Gatotkaca, dan yang lain terkejut tidak percaya pada keterangan tersebut. Prabu Kresna pun menjelaskan kalau sepengetahuannya Arya Wrekodara memiliki tiga orang istri. Yang pertama adalah Dewi Nagagini, yaitu ibu Raden Antareja; yang kedua adalah Dewi Arimbi, yaitu ibu Raden Gatotkaca. Adapun istri yang ketiga bernama Dewi Urangayu, dan tentunya wanita itulah yang melahirkan Raden Antasena. Antasena membenarkan, “benar uwaku Prabu Kresna. aku memang putranya bapak Wrekodara dengan ibu Urangayu.”  Dewi Arimbi memeluk putra tirinya itu lalu memperkenalkan dirinya bahwa ia ibu dari Gatotkaca. Antasena bertanya pada ibu tirinya “ibuku, dimana bapak?” Dewi Arimbi hanya bisa bersedih hati. Dewi Drupadi menjelaskan “Antasena, bapak dan paman-pamanmu menghilang diculik orang. menurut kabar dari kakang Gowinda kalau yang menculik para Pandawa adalah sekutu Kurawa, raja Tirtakadasar yakni Prabu Ganggatrimuka. Raja itu mau menumbalkan para Pandawa.” Para putra Wrekodara saling berunding siasat penyelamatan Pandawa“baik...kakang Antareja dan Kakang Gatot...kalian buat keributan di halaman istana...aku yang akan melepaskan bapak dan paman-paman kita. Bagaimana?” dipimpin Raden Antasena bersatu dan mohon izin untuk berangkat ke Tirtakadasar.

Di kerajaan Tirtakadasar, Prabu Ganggatrimuka menerima kedatangan saudaranya, Prabu Ganggapranawa dari Tawingnarmada dan putrinya, Dewi Ganggi. “adhiku tolong hentikan tumbal gila ini. Ini tidak benar!” “benar paman, menumbalkan sesama kita tidak dibenarkan dalam kitab-kitab dan lontar-lontar keagamaan kita. Kita bisa dilaknat para dewa” Prabu Ganggatrimuka tidak mau “tidak kakang! aku sudah dijanjikan oleh Patih Sengkuni kalau bisa menumbalkan Pandawa, maka aku akan mendapat kekayaan sama seperti Prabu Duryudhana, sang raja Hastinapura.” Di tengah perdebatan antar kakak dan adik itu, tiba-tiba tejadi kekacauan di kerajaan. Ada keonaran yang dilakukan Antareja dan Gatotkaca di halaman istana. Prabu Ganggatrimuka segera memerintahkan pasukannya untuk menyerang para pengacau itu. Sementara itu tanpa sepengetahuan raja Tirtakadasar itu, di penjara dasar laut tempat Ganggatrimuka menyekap para Pandawa, Antasena berhasil membawa kurungan yang dinamai Konggedah itu berisi Para Pandawa yang sudah lemas kehabisan nafas ke daratan.

Antasena menyelamatkan para Pandawa
Pintu kurungan yang terbuat dari kaca tebal itu segera dibuka agar udara bisa masuk. Namun Para Pandawa sudah begitu lemas hampir tewas karena dikurunng terlalu lama di dalam air, ditambah lagi tekanan udara yang terlalu tinggi dan tenaga dalam mereka habis. Antasena segera mengeluarkan pusaka miliknya, yakni cupu Madusena yang berisi Tirta Perwitasari, lalu memercikkan air itu ke tubuh para Pandawa. Seketika para Pandawa pun membuka mata, selamat dari maut. Antasena bersyukur sekali lalu ia memperkenalkan diri kepada mereka. “Ampun uwa prabu....aku Antasena. Putrane bapak Wrekodara dari ibu Urangayu. Akhirnya aku bisa ketemu bapak dan paman-paman sekalian. Semoga bapak dan yang lainnya menerima keberadaanku.” Prabu Yudhistira sangat bersyukur dan berterima kasih atas pertolongan Antasena “terima kasih banyak-banyak, anakku Antasena. Berkatmu, kami bisa selamat tanpa kurang satu apapun.” Namun, Arya Wrekodara tidak bisa mengakui anaknya begitu saja. Ia bersedia menerima Raden Antasena sebagai putra asalkan bisa mengalahkan Prabu Ganggatrimuka. “hmmm...nak...aku bukan mau menolakmu. Tapi kalau bisa mengalahkan Prabu Ganggatrimuka, baru bisa ta’ akui awakmu sebagai anakku.”  Mendengar itu, Raden Antasena segera mohon pamit menuju ke tempat pertempuran. “gak apa-apa bapak...wajar jika bapak ngomong gitu....dengan senang hati akan kulaksanakan perintah bapak. Aku mohon diri.”  

Di pelataran istana, Prabu Ganggatrimuka dan pasukannya terus menyerang Antareja dan Gatotkaca. Prabu Ganggatrimuka sendiri sangat kuat dan sulit dikalahkan. Singkat cerita, Antasena segera membantu kedua kakaknya mengalahkan Prabu Ganggatrimuka. Dengan sekali pukulan, Prabu Tirtakadasar itu tewas seketika dengan kepala pecah dan wajah remuk. Prabu Ganggapranawa menyerah baik-baik namun ia diserang Antareja dikira hendak membalas kematian saudaranya. Prabu Ganggapranawa tentu saja membela diri. Terjadilah pertarungan yang sengit lagi. Ketika, Prabu Ganggapranawa sudah terdesak, Dewi Ganggi melerai dan menjelaskan segalanya “ampun Antareja...ayahanda Prabu sudah menyerah baik-baik...tolong ampuni beliau. Beliau tidak terlibat. Ayahanda juga hanya mengigatkan pamanda prabu yang sudah salah langkah.” Antareja luluh dan melepaskan Prabu Ganggapranawa. Namun ada hal lain yang juga membuat Antareja melepaskan raja Tawingnarmada. Ia merasakan ada getaran aneh ketika saling bertatapan dengan Dewi Ganggi. Arjuna paham jika keponakannya itu jatuh cinta pada pandangan pertama. Maka ia menyarankan untuk Antareja segera menikah. Arya Wrekodara setuju mengingat Antareja adalah putra sulungnya. Mendengar itu, Prabu Ganggapranawa sangat bahagia, bisa berbesan dengan para Pandawa. Ia menanyai putrinya bersediakah ia menjadi istri Antareja. Dewi Ganggi hanya tersipu malu. Mereka semua pun tertawa gembira. Permusuhan kini berubah menjadi persaudaraan. Arya Wrekodara adalah yang paling merasa gembira, karena para Pandawa termasuk dirinya telah lolos dari maut, sekaligus mendapat seorang menantu pula. Dan yang lebih penting, ia dapat bertemu dengan putra ketiganya, Antasena. Prabu Yudhistira sekali lagi berterima kasih atas pertolongan Antasena yang telah memimpin upaya penyelamatannya dan para Pandawa lainnya dengan sangat baik. Mereka semua lalu kembali ke Kerajaan Amarta untuk mengadakan syukuran, sekaligus merayakan pernikahan Raden Antareja dengan Dewi Ganggi.

Pernikahan Antareja dan Dewi Ganggi berlangsung khidmat dan sederhana....sungguh sakral pernikahan putra Pandawa ini karena ini adalah pernikahan pertama diantara para putra Pandawa. Setelah pesta pernikahan selesai, Antareja memboyong Dewi Ganggi ikut dengannya menyelesaikan pendidikan di Yasarata. Antareja menceritakan kepada gurunya tentang kedatangan adiknya dari Parangnarmada, Antasena. Di Yasarata, Antareja bersama-sama Dewi Ganggi menimba ilmu dari Begawan Jayawilapa dan tak lupa pula, Antareja mengenalkan Dewi Ganggi kepada Dewi Ulupi juga Bambang Irawan yang masih remaja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar