Halo semua pembaca setia, mumpung banyak ide bertebaran di kepala terpikir lagi untuk menulis. Kisah kali ini mengisahkan kelahiran cah ndugal, anak dari Arjuna dengan Dewi Dresanala yakni Bambang Wisanggeni. Kelahirannya sangat istimewa karena ketika dia baru lahir dan lalu dibuang, kesaktiannya bisa dibilang melebihi ayahnya, para pamannya, dan bahkan membuat para dewa ketar-ketir. Kisah ini juga mengisahkan kenakalan Dewasrani yang ingin merebut paksa Dewi Dresanala. Sumber kisah ini ialah dari blog albumkisahwayang.blogspot.com dan beberapa tulisan di grup Facebook yang saya sesuaikan dan ubah seperlunya.
Kisah bermula saat Batara Brahma menghadapi raja Setaketu, raja dari negara Daksinakrodha. Dia ingin meminang Dewi
Dresanala, putri sang dewa api suci dengan cara paksa. Terjadilah perang antara
para dewa dan pasukan raja Setaketu. Batara Brahma mendapat penglihatan bahawa
yang bisa membantunya dalah Arjuna putra Pandhu. Ia segera memanggil Arjuna ke
Kahyangan Daksinageni. Singkat cerita, Prabu Setaketu berhasil dihabisi dan
Dewi Dresanala dinikahkan dengan Arjuna. Sekarang, Dewi Dresanala sedang hamil
besar dan Arjuna sedang pergi dari Kahyangan Daksinageni untuk kembali ke
Amarta. Hal ini diambil kesempatan oleh putra bungsu Batara Guru dan Batari
Durga, Dewasrani dengan berbuat ulah lagi hendak merebut paksa Dewi Dresanala. “Dulu
aku gagal menumbalkan Pandawa sekarang aku akan balas dendam dengan menikahi
istrimu, Arjuna.” Dengan licik, Batara Guru dan Batari Durga dijampi-jampi
dengan genjutsu (ilusi) gendam yang diciptakan Dewasrani sehingga mereka menuruti
seluruh kemauan Dewasrani. Batara Guru menyuruh Batara Brahma untuk menceraikan
Arjuna dengan Dresanala. Batara Brahma juga terkena gendam tersebut maka ia
menuruti keinginan Dewasrani. Batara Narada sadar bahwa Dewasrani berbuat ulah
lagi. Tak ingin terjadi hal yang sama dua kali, Batara Narada menolak ikut-ikutan
dalam drama ini lagi. Karena penolakannya, Batara Guru akhirnya mengusir sang
kamituwa sekaligus maharesi kahyangan itu dari istana Iswaraloka.
Dewi Dresanala dipaksa datang ke hadapan Dewasrani oleh Brahma. Dewi Dresanala tidak mau. “bapa Batara, aku tidak mau dengan Dewasrani. Bapa sudah tau bagaimana sifat Yang Mulia Dewasrani dan lagi aku sedang berbadan dua. Apa kata anakku nanti?” Batari Durga yang terkena pengaruh ilusi putranya terus merangsek memaksa Dresanala.”tidak bisa, putri Brahma...kau harus menikahi putraku Dewasrani.” Batari Durga terus memaksa Brahma untuk bertindak. Tidak ada pilihan lain, Batara Brahma dengan murka menendang kandungan putrinya. Dewi Dresanala pendarahan dan akhirnya lahir putra Arjuna sebelum waktunya. Dalam keadaan ingsan, Dewasrani membawa Dresanala ke istananya, istana Tunggulmalaya di kahyangan Dandangmangore. Batara Brahma serba salah harus diapakan cucunya itu. Dewasrani lalu menghasut Batara Brahma. “Batara Brahma, kau campakkan saja anak Dresanala ke kawah Candradimukha.” Batara Brahma hanya bisa menurut dan dengan berlinang air mata, ia langsung membuang cucunya sendiri ke tengah kawah api yang bergejolak itu. “Duh cucuku...maafkan kakekmu ini. Semoga kau selalu dilindungi Hyang Widhi.” Jabang bayi itu jatuh terjun bebas ke dasar kawah yang bergolak dan mulai melebur dengan lahar panas kawah. Di alam penantian, Prabu Pandhu dan Dewi Madrim tak kuasa melihat kekejaman yang tidak berperikemanusiaan dan perikedewaan ini. Mereka berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar cucu mereka diselamatkan. “Ooo Hyang Agung...tolong selamatkan cucu kami. Dia tidak bersalah.” “Duh.....Hyang Agung selamatkan dia dan berikanlah kekuatan-Mu.” Lalu datang Batara Narada menentramkan hati Pandhu dan Madrim.
Wisanggeni Lair |
Batara Brahma melapor
pada Batara Guru bahwa ia sudah menyerahkan Dresanala kepada Dewasrani lalu ia
keluar kembali ke Daksinageni. Batara Guru yang masih terkena sihir putranya
merasa senang karena Dewasrani berhasil mendapat apa yang ia inginkan. Mendadak
diluar istana Iswaraloka terjadi keributan. Para dewa termasuk Batara Brahma segera
mengatasi pengacau itu. Tapi tak lama kemudian para dema masuk lagi dengan
keadaan babak belur mengatakan ada anak remaja sakti mandraguna menghajar
mereka. Ia mencari orangtuanya dan mencari Batara Guru. Tanpa diduga anak itu
berhasil masuk ke Iswaraloka. Batara Guru kaget lalu menanyai anak itu siapa
namanya dan apa keinginannya "hei anak muda! Siapa kamu? Dan apa
keinginanmu?" "aku Wisanggeni, putra Arjuna dan Dresanala, puteri Brahma.
Kau kah Batara Guru itu? Dimana ayah dan ibuku?! Katakan cepat!" "Hei
anak muda, mana unggah-ungguhmu?! Kau sedang bicara dengan dewa. Lagipula aku
tidak tahu dimana mereka berada" "bohong! Kau dusta! Kau sebenarnya
tahu...kau bahkan memerintahkan Brahma kakekku untuk memisahkanku dengan mereka
lalu membunuhku! Sekarang rasakan api kemarahanku!" Batara Guru diserang
Wisanggeni dari segala arah. Batara Guru menyerang juga namun serangan itu
berhasil dimentahkan Wisanggeni. Sang Otipati bahkan babak belur karenanya.
Batara Guru segera melarikan diri dari kahyangan. Namun kemanapun ia pergi
selalu ada Wisanggeni dibelakangnya. Ketika batara Guru bersembunyi di bawah bumi,
Wisanggeni bisa masuk ke dalam tanah. Ketika sembunyi di dasar samudera,
Wisanggeni bisa menyelam jauh dan menyusulnya bahkan ketika bersembunyi di balik awan, Wisanggeni
mampu terbang dan menghisap awan-awan itu sampai habis semua awan itu. Maka ia
memutuskan ke Amarta menemui Arjuna, mungkin ia bisa menenangkan anak itu.
Sementara itu di kerajaan
Amarta, di balairung keraton Indraprastha, prabu Yudhistira dihadap Arya
Wrekodara beserta ketiga putranya yang kebetulan bisa kumpul bareng, si kembar
Arya Nakula dan Sadewa, juga Prabu Kresna menerima kedatangan sang adik, Arjuna
dan kakek Lurah Semar. Arjuna murung sejak pulang membantu Batara Brahma di
kahyangan. “Parta, ada apa? kau sejak datang kembali ke Amarta hanya murung dan
merengut...apa kau menyimpan beban dalam hatimu?” Arjuna berkata “aku
mengkhawatirkan nasib istriku, Dresanala dan jabang bayiku di kahyangan. Aku merasa
sesuatu yang tidak baik telah terjadi padanya....” Belum selesai Arjuna
bercerita, datanglah Batara Guru ke keraton. Semua orang segera menghormat
sembah. Batara Guru berkata ia ingin bersembunyi di Amarta dari anak remaja
sakti mandraguna bernama Wisanggeni. Belum juga habis lelah sang Otipati, anak
yang dimaksud sudah berada di luar keraton menghajar semua prajurit juga patih
Tambakganggeng menanyakan dimana Batara Guru. Lalu Arya Wrekodara ditemani ketiga
putranya yakni Raden Antareja, Raden Gatotkaca, dan Raden Antasena keluar dari
istana Indraprastha. Ia berusaha melerai kericuhan itu namun justru Arya
Wrekodara malah ikut tersulut emosi dan bertarung dengan Wisanggeni. “anak ini
bikin aku kesal..oiii...lawan aku, Wrekodara yang perkasa.” Terjadilah perkelahian
sengit. Arya Wrekodara mulai kewalahan dan mulai Antareja dan Gatotkaca
membantu ayahnya. Namun gabungan mereka bertiga bukan tandingannya sehingga
mereka juga babak belur. Arjuna lalu turun tangan maka ia menembakkan
panah-panahnya. Wisanggeni dengan kesaktiannya berhasil menangkis panah-panah
itu malah ia lalu menarik busurnya dan berbalik menembakkan panah-panah Arjuna
itu sehingga terjadi hujan panah yang mengurung semua orang kecuali Arjuna
sendiri. Arjuna lalu merapal ajian panah Sahasra Sirsha. Wisanggeni lalu
mengheningkan cipta dan tanpa disadari semua orang, Wisanggeni juga mampu
merapal ajian panah Sahasra Sirsha. Maka keluarlah panah inti api. Karena kedua
ajian ini dipatrapkan secara bersamaan, seisi halaman istana Indraprastha ikut terbakar. Para Pandawa, Batara Guru, kakek Semar, dan Prabu Kresna ketar-ketir.
Arjuna dan Wisanggeni mulai menembakkan panah-panah api itu dan saling membelah
menjadi ribuan panah nuklir di angkasa dan hendak menyerang satu sama lain.
Batara Guru khawatir kalau mereka sama-sama menembakan panah Sirsha itu, maka langit dan bumi bisa terbakar. Prabu Kresna segera melemparkan Cakra Widaksana miliknya namun senjata itu justru melebur. “maafkan aku, Mahadewa. Senjata Cakraku pun tidak mampu menahan ajian Sahasra Sirsha. Jika sudah dipatrapkan, senjata apapun tidak bisa menghentikan bahkan senjata tiga dewa.” Batara Guru semakin takut dengan kehancuran dunia yang akan terjadi. Tanpa disangka, putra ketiga Wrekodara yakni Antasena melerai dengan membuat ombak pasang. Gelombang air itu itu lalu menyapu semua api yang timbul dari panah-panah Arjuna dan Wisanggeni.
Antasena melerai Arjuna dan Wisanggeni |
Di kahyangan Dandangmangore di keraton Tunggulmalaya, Dewasrani berusaha merayu Dresanala namun Dresanala tak tergoyahkan. Maka dengan kekuatan sihir ilusinya ia mengubah wujudnya sebagai Arjuna dan merayunya dalam ujud itu. Dresanala hampir saja termakan rayuannya namun datanglah dua orang menghentikannya. “ibu! Jangan dekati dia.” Dresanala spontan mendorong Arjuna jadi-jadian itu. Putri Brahma itu lalu disadarkan oleh putranya, Wisanggeni. “ibu, aku putramu. Putra dari Arjuna yang telah digugurkan paksa oleh kakek Brahma.” Dewi Dresanala memeluk haru putranya itu. Dewasrani terkejut dengan kedatangan Arjuna dan seorang anak remaja.
Arjuna menjemput Dresanala dari Dewasrani |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar