Sabtu, 18 Maret 2023

Wisanggeni Lair

 Halo semua pembaca setia, mumpung banyak ide bertebaran di kepala terpikir lagi untuk menulis. Kisah kali ini mengisahkan kelahiran cah ndugal, anak dari Arjuna dengan Dewi Dresanala yakni Bambang Wisanggeni. Kelahirannya sangat istimewa karena ketika dia baru lahir dan lalu dibuang, kesaktiannya bisa dibilang melebihi ayahnya, para pamannya, dan bahkan membuat para dewa ketar-ketir. Kisah ini juga mengisahkan kenakalan Dewasrani yang ingin merebut paksa Dewi Dresanala. Sumber kisah ini ialah dari blog albumkisahwayang.blogspot.com dan beberapa tulisan di grup Facebook yang saya sesuaikan dan ubah seperlunya.

Kisah bermula saat Batara Brahma menghadapi raja Setaketu, raja dari negara Daksinakrodha. Dia ingin meminang Dewi Dresanala, putri sang dewa api suci dengan cara paksa. Terjadilah perang antara para dewa dan pasukan raja Setaketu. Batara Brahma mendapat penglihatan bahawa yang bisa membantunya dalah Arjuna putra Pandhu. Ia segera memanggil Arjuna ke Kahyangan Daksinageni. Singkat cerita, Prabu Setaketu berhasil dihabisi dan Dewi Dresanala dinikahkan dengan Arjuna. Sekarang, Dewi Dresanala sedang hamil besar dan Arjuna sedang pergi dari Kahyangan Daksinageni untuk kembali ke Amarta. Hal ini diambil kesempatan oleh putra bungsu Batara Guru dan Batari Durga, Dewasrani dengan berbuat ulah lagi hendak merebut paksa Dewi Dresanala. “Dulu aku gagal menumbalkan Pandawa sekarang aku akan balas dendam dengan menikahi istrimu, Arjuna.” Dengan licik, Batara Guru dan Batari Durga dijampi-jampi dengan genjutsu (ilusi) gendam yang diciptakan Dewasrani sehingga mereka menuruti seluruh kemauan Dewasrani. Batara Guru menyuruh Batara Brahma untuk menceraikan Arjuna dengan Dresanala. Batara Brahma juga terkena gendam tersebut maka ia menuruti keinginan Dewasrani. Batara Narada sadar bahwa Dewasrani berbuat ulah lagi. Tak ingin terjadi hal yang sama dua kali, Batara Narada menolak ikut-ikutan dalam drama ini lagi. Karena penolakannya, Batara Guru akhirnya mengusir sang kamituwa sekaligus maharesi kahyangan itu dari istana Iswaraloka.

Dewi Dresanala dipaksa datang ke hadapan Dewasrani oleh Brahma. Dewi Dresanala tidak mau. “bapa Batara, aku tidak mau dengan Dewasrani. Bapa sudah tau bagaimana sifat Yang Mulia Dewasrani dan lagi aku sedang berbadan dua. Apa kata anakku nanti?” Batari Durga yang terkena pengaruh ilusi putranya terus merangsek memaksa Dresanala.”tidak bisa, putri Brahma...kau harus menikahi putraku Dewasrani.” Batari Durga terus memaksa Brahma untuk bertindak. Tidak ada pilihan lain, Batara Brahma dengan murka menendang kandungan putrinya. Dewi Dresanala pendarahan dan akhirnya lahir putra Arjuna sebelum waktunya. Dalam keadaan ingsan, Dewasrani membawa Dresanala ke istananya, istana Tunggulmalaya di kahyangan Dandangmangore. Batara Brahma serba salah harus diapakan cucunya itu. Dewasrani lalu menghasut Batara Brahma. “Batara Brahma, kau campakkan saja anak Dresanala ke kawah Candradimukha.” Batara Brahma hanya bisa menurut dan dengan berlinang air mata, ia langsung membuang cucunya sendiri ke tengah kawah api yang bergejolak itu. “Duh cucuku...maafkan kakekmu ini. Semoga kau selalu dilindungi Hyang Widhi.” Jabang bayi itu jatuh terjun bebas ke dasar kawah yang bergolak dan mulai melebur dengan lahar panas kawah. Di alam penantian, Prabu Pandhu dan Dewi Madrim tak kuasa melihat kekejaman yang tidak berperikemanusiaan dan perikedewaan ini. Mereka berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar cucu mereka diselamatkan. “Ooo Hyang Agung...tolong selamatkan cucu kami. Dia tidak bersalah.” “Duh.....Hyang Agung selamatkan dia dan berikanlah kekuatan-Mu.” Lalu datang Batara Narada menentramkan hati Pandhu dan Madrim.

Wisanggeni Lair
Ia yang akan menyelamatkan cucu Pandhu itu. Batara Narada segera mencebur ke tengah kawah itu. Tanpa disadari Narada, berkat doa Pandhu dan Madrim, Hyang Widhi Wasa memercikkan sebagian kekuatan suci-Nya ke dasar kawah. Kekuatan itu bersatu ke dalam diri jabang bayi Arjuna dan Dresanala. Berkat kekuasaan-Nya, bayi itu tidak mati di dalam kawah, malah si bayi menyerap kekuatan api seluruh kawah. Secara ajaib, bayi putra Arjuna berkembang menjadi seorang pemuda belia dalam sekejap. Kawah Candradimuka tersebut kemudian menyala berkobar-kobar. Apinya membumbung tinggi hingga ke langit luas. Dari dalam kobaran api tersebut keluarlah seorang remaja tampan yang langsung melompat menerjang Batara Narada. Anak itu menganggap orang tua ini yang telah membuangnya ke kawah. Batara Narada berkata “cucuku, yang membuatmu seperti ini karena ulah dewa yang naik sapi bernama Batara Guru.” Putra Arjuna itu berhenti menghajar Batara Narada dan bertanya “Batara katakan....siapa sebenarnya aku?” Batara Narada berkata “cucuku, kau putra Dresanala dengan Arjuna. Karena itu kau akan kuberi nama Wisanggeni, yang bermakna racun api karena api kawah Candradimukha tak mampu membakarmu malah menghidupkanmu.” Lalu ia menyuruh anak itu untuk mencari Batara Guru dan menghajar siapapun yang tidak memberitahu dimana keberadaan ayah dan ibunya. Sebelum itu Batara Narada mengantarkan Wisanggeni kepada jiwa kakek dan neneknya, Prabu Pandhu Dewanata dan Dewi Madrim yang ada di alam penantian. Di sana Wisanggeni memberikan hormat tapi ia tidak bisa berbasa-basi sehingga Wisanggeni menghaturkan salamnya dengan bahasa sehari-hari, tidak dengan bahasa halus. Prabu Pandhu Dewanata dan Dewi Madrim memakluminya karena ia lahir dan langsung dewasa begitu saja tanpa mengenal basa-basi dunia. Pandhu dan Madrim lalu memberikan restu mereka kepada sang cucu.”cucuku Wisanggeni, segera carilah ayah ibumu. Tuntutlah keadilan yang telah direnggut darimu dan orang tuamu.” “benar, cucuku, kakek dan nenekmu akan mendoakanmu dari sini. Restu kami menyertaimu.” Maka berangkatlah Wisanggeni ke istana Iswaraloka.

Batara Brahma melapor pada Batara Guru bahwa ia sudah menyerahkan Dresanala kepada Dewasrani lalu ia keluar kembali ke Daksinageni. Batara Guru yang masih terkena sihir putranya merasa senang karena Dewasrani berhasil mendapat apa yang ia inginkan. Mendadak diluar istana Iswaraloka terjadi keributan. Para dewa termasuk Batara Brahma segera mengatasi pengacau itu. Tapi tak lama kemudian para dema masuk lagi dengan keadaan babak belur mengatakan ada anak remaja sakti mandraguna menghajar mereka. Ia mencari orangtuanya dan mencari Batara Guru. Tanpa diduga anak itu berhasil masuk ke Iswaraloka. Batara Guru kaget lalu menanyai anak itu siapa namanya dan apa keinginannya "hei anak muda! Siapa kamu? Dan apa keinginanmu?" "aku Wisanggeni, putra Arjuna dan Dresanala, puteri Brahma. Kau kah Batara Guru itu? Dimana ayah dan ibuku?! Katakan cepat!" "Hei anak muda, mana unggah-ungguhmu?! Kau sedang bicara dengan dewa. Lagipula aku tidak tahu dimana mereka berada" "bohong! Kau dusta! Kau sebenarnya tahu...kau bahkan memerintahkan Brahma kakekku untuk memisahkanku dengan mereka lalu membunuhku! Sekarang rasakan api kemarahanku!" Batara Guru diserang Wisanggeni dari segala arah. Batara Guru menyerang juga namun serangan itu berhasil dimentahkan Wisanggeni. Sang Otipati bahkan babak belur karenanya. Batara Guru segera melarikan diri dari kahyangan. Namun kemanapun ia pergi selalu ada Wisanggeni dibelakangnya. Ketika batara Guru bersembunyi di bawah bumi, Wisanggeni bisa masuk ke dalam tanah. Ketika sembunyi di dasar samudera, Wisanggeni bisa menyelam jauh dan menyusulnya bahkan  ketika bersembunyi di balik awan, Wisanggeni mampu terbang dan menghisap awan-awan itu sampai habis semua awan itu. Maka ia memutuskan ke Amarta menemui Arjuna, mungkin ia bisa menenangkan anak itu.

Sementara itu di kerajaan Amarta, di balairung keraton Indraprastha, prabu Yudhistira dihadap Arya Wrekodara beserta ketiga putranya yang kebetulan bisa kumpul bareng, si kembar Arya Nakula dan Sadewa, juga Prabu Kresna menerima kedatangan sang adik, Arjuna dan kakek Lurah Semar. Arjuna murung sejak pulang membantu Batara Brahma di kahyangan. “Parta, ada apa? kau sejak datang kembali ke Amarta hanya murung dan merengut...apa kau menyimpan beban dalam hatimu?” Arjuna berkata “aku mengkhawatirkan nasib istriku, Dresanala dan jabang bayiku di kahyangan. Aku merasa sesuatu yang tidak baik telah terjadi padanya....” Belum selesai Arjuna bercerita, datanglah Batara Guru ke keraton. Semua orang segera menghormat sembah. Batara Guru berkata ia ingin bersembunyi di Amarta dari anak remaja sakti mandraguna bernama Wisanggeni. Belum juga habis lelah sang Otipati, anak yang dimaksud sudah berada di luar keraton menghajar semua prajurit juga patih Tambakganggeng menanyakan dimana Batara Guru. Lalu Arya Wrekodara ditemani ketiga putranya yakni Raden Antareja, Raden Gatotkaca, dan Raden Antasena keluar dari istana Indraprastha. Ia berusaha melerai kericuhan itu namun justru Arya Wrekodara malah ikut tersulut emosi dan bertarung dengan Wisanggeni. “anak ini bikin aku kesal..oiii...lawan aku, Wrekodara yang perkasa.” Terjadilah perkelahian sengit. Arya Wrekodara mulai kewalahan dan mulai Antareja dan Gatotkaca membantu ayahnya. Namun gabungan mereka bertiga bukan tandingannya sehingga mereka juga babak belur. Arjuna lalu turun tangan maka ia menembakkan panah-panahnya. Wisanggeni dengan kesaktiannya berhasil menangkis panah-panah itu malah ia lalu menarik busurnya dan berbalik menembakkan panah-panah Arjuna itu sehingga terjadi hujan panah yang mengurung semua orang kecuali Arjuna sendiri. Arjuna lalu merapal ajian panah Sahasra Sirsha. Wisanggeni lalu mengheningkan cipta dan tanpa disadari semua orang, Wisanggeni juga mampu merapal ajian panah Sahasra Sirsha. Maka keluarlah panah inti api. Karena kedua ajian ini dipatrapkan secara bersamaan, seisi halaman istana Indraprastha ikut terbakar. Para Pandawa, Batara Guru, kakek Semar, dan Prabu Kresna ketar-ketir. Arjuna dan Wisanggeni mulai menembakkan panah-panah api itu dan saling membelah menjadi ribuan panah nuklir di angkasa dan hendak menyerang satu sama lain.

Batara Guru khawatir kalau mereka sama-sama menembakan panah Sirsha itu, maka langit dan bumi bisa terbakar. Prabu Kresna segera melemparkan Cakra Widaksana miliknya namun senjata itu justru melebur. “maafkan aku, Mahadewa. Senjata Cakraku pun tidak mampu menahan ajian Sahasra Sirsha. Jika sudah dipatrapkan, senjata apapun tidak bisa menghentikan bahkan senjata tiga dewa.” Batara Guru semakin takut dengan kehancuran dunia yang akan terjadi. Tanpa disangka, putra ketiga Wrekodara yakni Antasena melerai dengan membuat ombak pasang. Gelombang air itu itu lalu menyapu semua api yang timbul dari panah-panah Arjuna dan Wisanggeni.

Antasena melerai Arjuna dan Wisanggeni
Setelah kebakaran di Indraprastha padam, Antasena segera mengarahkan airnya ke arah panah-panah yang dilontarkan Arjuna dan Wisanggeni. Seketika panah-panah api abadi itu padam. Ajian Sahasra Sirsha gagal dipatrapkan. Walau lugu, Antasena lalu berkata dengan lantang “paman Jlampong! dimas yang di sana!...hentikan!!....kalau ada masalah bisa dibicarakan baik-baik. Kebodohan kalian bisa menghancurkan jagat!” Lalu turunlah Batara Narada dari angkasa melerai Arjuna dan Wisanggeni. Batara Narada mengatakan pada Wisanggeni yang diajaknya bertarung panah tadi itulah ayahnya. Dialah Arjuna yang dicari-carinya dan keempat orang tua itulah para pamannya. Arjuna juga diberitahunya bahwa anak muda bernama Wisanggeni itu putranya dengan Dresanala, yang karena arogansi Batara Guru, ia hendak dibunuh oleh batara Brahma namun berhasil diselamatkan. Wisanggeni dengan perasaan haru memeluk ayahnya. Arjuna bahagia karena anaknya sudah lahir dan menjadi remaja dalam sekejap. Kakek Semar lalu menasehati adiknya itu “Duhh blegedag gedug hemelll....Manikmaya, jangan terlalu menuruti keinginan Dewasrani yang aneh-aneh. Menuruti keinginan anak boleh tapi jangan sampai merusak pagar hayu orang lain.” Namun Batara Guru belum sepenuhnya sadar dari kekuatan sihir Dewasrani. Maka Batara Narada dan Kakek Semar mematahkan mantera sihir yang memengaruhi pemikiran sang Mahadewa. Batara Guru pun sadar dan mengakui kesalahannya. Ia meminta maaf atas kekacauan yang ia dan putranya buat. Sebagai gantinya, Batara Guru memberikan Arjuna izin untuk menjemput isterinya yang diculik Dewasrani itu.

Di kahyangan Dandangmangore di keraton Tunggulmalaya, Dewasrani berusaha merayu Dresanala namun Dresanala tak tergoyahkan. Maka dengan kekuatan sihir ilusinya ia mengubah wujudnya sebagai Arjuna dan merayunya dalam ujud itu. Dresanala hampir saja termakan rayuannya namun datanglah dua orang menghentikannya. “ibu! Jangan dekati dia.” Dresanala spontan mendorong Arjuna jadi-jadian itu. Putri Brahma itu lalu disadarkan oleh putranya, Wisanggeni. “ibu, aku putramu. Putra dari Arjuna yang telah digugurkan paksa oleh kakek Brahma.” Dewi Dresanala memeluk haru putranya itu. Dewasrani terkejut dengan kedatangan Arjuna dan seorang anak remaja.

Arjuna menjemput Dresanala dari Dewasrani
Sang dewa kenakalan dan kekacauan itu tak terima karena Arjuna datang hendak merebut calon istrinya. “beraninya kau mengganggu calon istriku. Aku seorang anak dewa tidak terima dengan hal ini.” Maka terjadilah pertarungan Arjuna melawan Dewasrani. Jelas saja untuk perbedaan kekuatan, Dewasrani jauh lebih unggul. Lalu Wisanggeni maju membantu sang ayah. Tanpa tedheng aling-aling, sang racun api menghajar penculik ibunya. Dewasrani berhasil dibuat babak belur karena ia kalah sakti dengan anak Arjuna itu. Batari Durga yang masih di bawah pengaruh sihir Dewasrani hendak membunuh Wisanggeni namun ia diinsafkan Semar dengan kentut saktinya. Maka ia tersadar bahwa ia disihir anaknya sendiri. “maafkan aku, Arjuna. Karena kasih sayang butaku, aku sampai terpengaruh Dewasrani. Aku berjanji akan menasehatinya lagi lebih keras dan setelah ini tidak peduli lagi dengan apa yang diinginkan Dewasrani.” Arjuna menerima permohonan maaf itu. Sebagai gantinya, Batari Durga sekali lagi menyatukan Arjuna dengan Dresanala. Wisanggeni bahagia karena ayah dan ibunya telah bersatu kembali. Wisanggeni akan membuat istana baru di hutan Wahanageni. Setelah membantu sang ayah, Wisanggeni berkata ingin hidup mandiri. Oleh saran ayahnya, Wisanggeni memili Wahanageni untuk dijadikan istana untuk putranya. Dengan bantuan Batara Wiswakarma, istana itu dalam sekejap sudah jadi lengkap dengan ornamen yang serba merah dan kuning, melambangkan sifat api yang berkobar-kobar. Istana pun rampung dan pada hari yang baik, Wisanggeni dilantik sebagai pemimpin istana itu dengan para Pandawa, prabu Kresna, dan para dewa sebagai saksinya. Oleh Wisanggeni, istana itu diberinama Kadipaten Daksinapati dan ia bersumpah setia akan selalu membela kebenaran dan kejujuran. Siapapun akan dibelanya jika dia memang di pihak yang benar.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar