Minggu, 31 Desember 2023

Dornaparwa : Lunasnya Sumpah dan Janji (Satria Gatotkaca)

Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan. Kisah kali ini menceritakan bagian kedua babak Dorna Parwa yakni gugurnya Jayadrata dan perang Suluhan yakni perangnya Prabu Gatotkaca melawan Adipati Karna. Kisah ini mengambil sumber dari Serial Kolosal India Mahabharat Starplus, https://tanahmemerah.wordpress.com/wayang/wayang-kulit-2/wayang-kulit/gatotkaca-gugur/, dan https://id.wikipedia.org/wiki/Gatotkaca.

Jayadrata Lena

Sumpah Arjuna yang akan menghabisi Jayadrata menggelegar hingga terdengar pihak Kurawa. Prabu Duryudhana menjadi panik akan keselamatan iparnya itu. Patih Sengkuni lalu membuat siasat "keponakanku, kita bisa selamatkan Jayadrata. Kita sembunyikan di suatu tempat. Lalu ketika Arjuna tidak mampu menemukannya dan akan bakar diri, Jayadrata kita panggil ke medan laga." Prabu Duryudhana gembira dan berkata " ide bagus, paman......kita harus beri kabar ini kepada Jayadrata..."  Duryudhana datang ke kemah Jayadrata dan memberi kabar " adhiku, kau harus sembunyi dari Arjuna sampai matahari terbenam besok. Nanti kami akan panggil kau saat Arjuna akan bakar diri." Jayadrata tertawa licik " hahahaha....baiklah kakang....aku akan bersembunyi dan bila Arjuna akan bakar diri, aku yang merasa paling bahagia "

Keesokan hari di hari keempat belas perang, Arjuna dan Wrekodara mencari-cari keberadaan Jayadrata. Wrekodara ikut karena ia sadar bahwa dulu Prabu Jayadrata sebenarnya bisa lahir berkat Praburesi Sempani dan Rara Drata meminum air rebusan ari-ari sang penegak Pandawa. Rupanya Patih Sengkuni dan Prabu Duryudhana menyembunyikan sang raja Sindhu Banakeling itu di sebuah rumah kecil di pinggir Tegal Kurusetra. Sampai matahari sudah semakin condong ke barat (sekitar jam 3 petang), Jayadrata tak kunjung muncul. Arjuna mulai putus asa dan ingin bakar diri menyusul kematian Abimanyu, Irawan, Sumitra, Brantalaras dan beberapa putranya yang sudah gugur. " Sudah hampir malam, aku akan naik ke pancaka....kakang Madhawa tolong titip anak-anak, Dinda Sumbadra dan cucu-cucuku." Sri Kresna berkata " jangan patah arang, Parta... Kesempatan ini jangan kau sia-siakan." " Tidak, kakang Madhawa, aku telah gagal melunaskan sumpah maka aku harus menepati sumpah ku yang lain." Maka Arjuna segera naik ke atas pancaka yang telah bertumpuk banyak kayu bakar dan disirami dengan berbagai minyak.

Sri Kresna dengan tenang mengamati keadaan sekitar dan ia menyadari sesuatu...sore ini jadi gelap lebih awal. Ketika menengadah , ia melihat terjadi gerhana matahari.

Jayadrata Lena
Sehingga Prabu Sri Kresna terpikir sesuatu. Maka ia melemparkan Cakra Widaksana ke langit dan seketika senjata itu membesar menutupi sinar matahari.....siasat ini ia pakai untuk memperlama waktu gerhana dan membuat Jayadrata lengah. Langit yang sudah gelap karena gerhana kini bertambah gelap karena pendar cahaya dari cincin matahari ikut terhalang.

Mengira gerhana berlangsung bersamaan dengan terbenamnya matahari.....pasukan Kurawa membubarkan diri berhenti berperang. Jayadrata keluar dari tempat persembunyiannya tanpa diberitahu Patih Sengkuni. Ia datang melihat Arjuna akan naik ke pancaka. Ia mengejek Arjuna " hahaha...jagoan para Pandawa Arjuna telah kalah dariku. Sekarang dia akan terhina di hadapan para leluhurnya...hahahahaha..." Lalu datang Patih Sengkuni mengejar Jayadrata dan berkata " Jayadrata, kau ini benar-benar bodoh...ini masih waktu tunggang gunung. Kau lihat itu di langit." Jayadrata lalu mendongak dan melihat langit gelap. Jayadrata berkata " paman, kau lihat langit sudah gelap. Hari sudah malam." Patih Sengkuni kesal " bodoh, kau lihat  baik-baik. Matahari masih belum terbenam tapi terhalang sesuatu." Kagetlah Jayadrata. Ketika melihat ke langit sekali lagi, tanpa dinyana, Prabu Sri Kresna menarik Cakra Widaksana kembali. Matahari kembali bersinar kemerahan akan terbenam. Arjuna lalu berkata " kau benar-benar bagaikan laron masuk ke api, Jayadrata sekarang rasakan panah Pasopati ku!" Sang Permadi serta merta menembakkan panah Pasopati. prabu Jayadrata pun berusaha kabur namun tiba-tiba tubuhnya menjadi kaku. Tanpa ada kesempatan lari lagi, jrass....kepala Jayadrata terlepas dari badannya dan melayang ke arah sang ayah, Praburesi Sempani yang sedang semadi memohon keselamatan putranya.

Praburesi Sempani yang menerima kenyataan bahwa Jayadrata telah dipenggal menjadi sangat murka " kurang ajar! Siapa yang membunuh putraku?! Akan aku bunuh dia dan keluarganya!!" Praburesi Sempani mengirimkan kepala putranya dan sebilah keris yang telah ia lambari sihir untuk membunuh siapa saja yang menghalanginya. Terjadilah teror kepala Jayadrata menggigit keris dan menyebabkan kematian massal di kubu Pandawa. Para putra Arjuna yang tersisa yakni Arya Gandawardaya, Gandakesuma, Wilugangga, Sumbada, dan Kesatradewa gugur terpenggal keris yang bermantra itu. Arjuna tak tahan lagi. Ia kehilangan Abimanyu, Irawan, Wisanggeni, Sumitra, Brantalaras dan beberapa putranya tempo hari. Kini bertambah lagi putra-putranya yang gugur. Nyaris semua putra Arjuna gugur. Arjuna semakin susah hati "Dewata....kenapa kau hukum aku lagi seperti ini?! Kemarin Abimanyu sekarang Gandawardaya, Gandakusuma, Wilugangga, Kesatradewa, dan Sumbada...Kau ambil nyawa mereka yang berharga.....Cabutlah saja nyawaku!" Arjuna terduduk lemas menerima kenyataan itu. Prabu Sri Kresna segera menguatkan hati ipar yang juga sepupunya itu. Sang raja Dwarawati laku segera membaca mantra pembalik sihir. Kepala Prabu Jayadrata yang menggigit Keris itu pun berbalik ke pengirimnya. Lalu Prabu Sri Kresna mengirimkan seekor kumbang untuk mengacaukan mantra Prabu RĂªsi Sempani. Praburesi Sempani yang sedang bersemadi tiba-tiba bersin dan mantranya gagal. Ia melihat kepala putranya menuju ke arahnya. Ia dikejar-kejar sampai suatu tempat ia tak kuat lari lagi. Kepala itu meledak bersamaan dengan itu,  Sempani ikut gugur menyusul putranya.

Satria Gatotkaca

Malam harinya setelah terpenggalnya kepala Jayadrata, upacara ngaben untuk para putra Arjuna digelar.... Hadir di sana pula prabu Gatotkaca. Kesedihan begitu nampak di wajahnya. Matanya seakan kosong ia melihat bayangan sang paman, Kalabendana. "Paman, saat inikah kau akan menjemputku?! Aku sudah siap bila hal itu tiba. Kapanpun paman datang, aku akan ikut." gumam Gatotkaca dalam hati. Upacara ngaben baru saja akan dimulai namun Prabu Gatotkaca melihat ada yang tidak beres...pasukan para Kurawa yang besar tanpa komando Duryudhana mengganggu prosesi upacara. Ini jelas melanggar peraturan perang. Prabu Gatotkaca diminta para Pandawa untuk berjaga sementara para Pandawa akan mengamankan tempat itu. Arjuna segera maju berperang. Gatotkaca sedikit kecut, ia hanya ditugasi menjaga tempat prosesi ngaben malam itu. Lalu datang Prabu Sri Kresna. Ia berkata ”Anakku tersayang Gatotkaca….Saat ini Kurawa mengirimkan senopati nya di tengah malam seperti ini. Rasanya hanya kamu ngger yang bisa menandingi senopati Hastina di malam gelap gulita seperti ini”

 ”Waduh, uwa prabu…..terimakasih uwa. Yang saya tunggu – tunggu akhirnya sampai juga kali ini. Uwa prabu, sejak hari pertama perang Bharatayuda saya menunggu perintah uwa prabu untuk maju demi melawan uwa adipati Karna. Uwa prabu Sri Kresna, hamba mohon do’a restu pamit perang. Wo hamba titipkan dinda para istri dan anak kami Sasikirana, Jayasumpena, dan Suryakaca. Hamba berangkat wo, sampaikan pamitku ini pada Rama Wrekodara….” Gatotkaca segera menuju medan laga.  Di sana ia segera menyerang para prajurit itu. Pihak Kurawa tidak terima maka mereka mengeroyok Gatotkaca...sang raja muda Pringgondani segera melakukan krodha dan membuat dirinya menjadi sebesar bukit. Prabu Duryudhana mendapat kabar kalau pasukannya dihadang Gatotkaca. Ia meminta Adipati Karna untuk maju ke medan  laga menghentikan Gatotkaca. Singkat cerita, setelah sampai di sana. Terjadilah perang antara Gatotkaca dan Adipati Karna. Arjuna dan Wrekodara kaget kalau Gatotkaca akan melawan uwanya sendiri. Mereka sadar kalau Gatotkaca akan kalah di tangan Karna. Wrekodara berteriak "Gatotkaca, minggat! Jangan disitu! Ben aku ramamu yang melawan uwamu iki" Gatotkaca berkata " rama tenang saja....ini bentuk darmabakti ku. Semua ini akan segera berakhir." Wrekodara merasa akan terjadi sesuatu pada putranya itu.

Gatotkaca yang berukuran raksasa menciptakan ilusi dan membuat adipati Karna pusing. Prabu Duryudhana meminta sahabatnya itu untuk menggunakan panah Konta Wijaya.

Satria Gatotkaca
Adipati Karna berkata " aku tidak bisa...panah ini hanya akan ku persiapkan untuk melawan adhiku Arjuna." Namun Prabu Duryudhana memaksa "sudahlah, sahabatku...kau masih punya banyak panah sakti. Gatotkaca semakin meresahkan pasukan Hastinapura." Adipati Karna dilema harus menyerang keponakannya atau berdiam diri. Lalu dengan berlinang air mata, terpaksa Adipati Karna menembakkan Panah Konta Wijaya yang hanya bisa sekali pakai ke arah Gatotkaca. Atas perintah Sri Kresna, Prabu Gatotkaca segera terbang menjauh ke atas langit...di sana atma (jiwa) Kalabendana datang "anakku.... aku datang menjemputmu genap malam ini. Apa kau siap?" Prabu Gatotkaca tersentak kaget melihat jiwa pamannya itu duduk di atas panah Konta Wijaya. Sadar akan takdirnya itu, Gatotkaca memasrahkan diri dan membiarkan panah itu menembus tubuhnya. Sebelum panah itu mengenai tubuhnya, Gatotkaca lalu meminta pada sesuatu pamannya  "aku sudah siap, paman. Tapi aku minta satu hal. Biarkan tubuh fanaku bisa menjadi senjata agar darmabakti ku genap." Kalabendana setuju maka ia menyatu dengan panah Konta dan menikam tepat di pusar Gatotkaca. Gatotkaca pun gugur dan badannya jatuh menghempas banyak para prajurit Kurawa. Kereta yang dinaiki Adipati Karna pun ikut hancur berkeping keping. Namun Prabu Duryudhana dan Adipati Karna selamat dari maut malam itu karena sempat menghindar.

Arya Wrekodara segera berlari menuju putranya itu.  Di sana dia meratap sejadinya "Gatotkaca!!! Anakku!! Tangio nak!! Jangan tinggalkan ramamu!!! Kudu ngomong apa aku karo ibu karo bojomu?! Di sisa malam, tangis haru pecah di kubu Pandawa....para putra Arjuna dan Gatotkaca putra Bhima Wrekodara dinaikkan ke atas pancaka (perabuan)..Dewi Arimbi menangisi kepergian putranya, begitu juga tiga isteri Gatotkaca, yakni Dewi Pergiwa, Dewi Suryawati, dan Dewi Sumpani. Begitu juga yang dirasakan Dewi Utari, sungguh susah hatinya. Sudah menjadi janda di usia yang begitu muda. Dia ingin ikut belapati namun dicegah Siti Sundari. Siti Sundari mengingatkan bahwa garis keturunan suami mereka ada di kandungan Utari dan itu harus selamat, sehingga ia berharap agar anak di kandungan Utari bisa lahir. Itu akan sangat membanggakannya dan Abimanyu di swargamaniloka.

Gatotkaca Gugur
Dengan pakaian serba putih, Dewi Arimbi, ibu Prabu Gatotkaca naik lalu menikam dadanya dan jatuhlah ia ke dalam api pancaka. Disusul kemudian Dewi Siti Sundari, lalu para istri Gatotkaca yakni Dewi Pergiwa, Dewi Suryawati, dan Dewi Sumpani. Sebelum naik, Dewi Pergiwa berpesan pada Sasikirana, putra tunggalnya untuk menjaga adik-adiknya yakni  Bambang Suryakaca dan Jayasumpena juga menitipkan takhta Pringgondani padanya. Lima wanita cantik itu yakni seorang ibu, isteri, dan menantu telah pergi demi kehormatan suami dan anak mereka. Belapatinya Pergiwa itu juga menjadikan Arjuna semakin susah hati. Sudah kehilangan para putra kini seorang putri dan menantunya yang harus pergi. Bahkan tangis Arjuna lebih pecah ketika melihat tubuh molek putrinya jatuh dimakan api pancaka yang bergejolak....Sementara itu Sri Kresna justru tersenyum sangat tipis karena dengan matinya Gatotkaca oleh panah Konta Wijaya milik Karna, nyawa Arjuna bisa terselamatkan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar