Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan. Kisah kali ini menceritakan bagian kedua babak Dorna Parwa yakni gugurnya Jayadrata dan perang Suluhan yakni perangnya Prabu Gatotkaca melawan Adipati Karna. Kisah ini mengambil sumber dari Serial Kolosal India Mahabharat Starplus, https://tanahmemerah.wordpress.com/wayang/wayang-kulit-2/wayang-kulit/gatotkaca-gugur/, dan https://id.wikipedia.org/wiki/Gatotkaca.
Jayadrata Lena
Sumpah Arjuna yang akan
menghabisi Jayadrata menggelegar hingga terdengar pihak Kurawa. Prabu
Duryudhana menjadi panik akan keselamatan iparnya itu. Patih Sengkuni lalu
membuat siasat "keponakanku, kita bisa selamatkan Jayadrata. Kita sembunyikan
di suatu tempat. Lalu ketika Arjuna tidak mampu menemukannya dan akan bakar
diri, Jayadrata kita panggil ke medan laga." Prabu Duryudhana gembira dan
berkata " ide bagus, paman......kita harus beri kabar ini kepada
Jayadrata..." Duryudhana datang ke
kemah Jayadrata dan memberi kabar " adhiku, kau harus sembunyi dari Arjuna
sampai matahari terbenam besok. Nanti kami akan panggil kau saat Arjuna akan
bakar diri." Jayadrata tertawa licik " hahahaha....baiklah
kakang....aku akan bersembunyi dan bila Arjuna akan bakar diri, aku yang merasa
paling bahagia "
Keesokan hari di hari
keempat belas perang, Arjuna dan Wrekodara mencari-cari keberadaan Jayadrata.
Wrekodara ikut karena ia sadar bahwa dulu Prabu Jayadrata sebenarnya bisa lahir
berkat Praburesi Sempani dan Rara Drata meminum air rebusan ari-ari sang
penegak Pandawa. Rupanya Patih Sengkuni dan Prabu Duryudhana menyembunyikan
sang raja Sindhu Banakeling itu di sebuah rumah kecil di pinggir Tegal
Kurusetra. Sampai matahari sudah semakin condong ke barat (sekitar jam 3 petang),
Jayadrata tak kunjung muncul. Arjuna mulai putus asa dan ingin bakar diri
menyusul kematian Abimanyu, Irawan, Sumitra, Brantalaras dan beberapa putranya
yang sudah gugur. " Sudah hampir malam, aku akan naik ke pancaka....kakang
Madhawa tolong titip anak-anak, Dinda Sumbadra dan cucu-cucuku." Sri
Kresna berkata " jangan patah arang, Parta... Kesempatan ini jangan kau
sia-siakan." " Tidak, kakang Madhawa, aku telah gagal melunaskan
sumpah maka aku harus menepati sumpah ku yang lain." Maka Arjuna segera
naik ke atas pancaka yang telah bertumpuk banyak kayu bakar dan disirami dengan
berbagai minyak.
Sri Kresna dengan tenang mengamati keadaan sekitar dan ia menyadari sesuatu...sore ini jadi gelap lebih awal. Ketika menengadah , ia melihat terjadi gerhana matahari.
Jayadrata Lena |
Mengira gerhana
berlangsung bersamaan dengan terbenamnya matahari.....pasukan Kurawa
membubarkan diri berhenti berperang. Jayadrata keluar dari tempat
persembunyiannya tanpa diberitahu Patih Sengkuni. Ia datang melihat Arjuna akan
naik ke pancaka. Ia mengejek Arjuna " hahaha...jagoan para Pandawa Arjuna
telah kalah dariku. Sekarang dia akan terhina di hadapan para
leluhurnya...hahahahaha..." Lalu datang Patih Sengkuni mengejar Jayadrata
dan berkata " Jayadrata, kau ini benar-benar bodoh...ini masih waktu
tunggang gunung. Kau lihat itu di langit." Jayadrata lalu mendongak dan
melihat langit gelap. Jayadrata berkata " paman, kau lihat langit sudah
gelap. Hari sudah malam." Patih Sengkuni kesal " bodoh, kau
lihat baik-baik. Matahari masih belum
terbenam tapi terhalang sesuatu." Kagetlah Jayadrata. Ketika melihat ke
langit sekali lagi, tanpa dinyana, Prabu Sri Kresna menarik Cakra Widaksana kembali.
Matahari kembali bersinar kemerahan akan terbenam. Arjuna lalu berkata "
kau benar-benar bagaikan laron masuk ke api, Jayadrata sekarang rasakan panah
Pasopati ku!" Sang Permadi serta merta menembakkan panah Pasopati. prabu
Jayadrata pun berusaha kabur namun tiba-tiba tubuhnya menjadi kaku. Tanpa ada
kesempatan lari lagi, jrass....kepala Jayadrata terlepas dari badannya dan
melayang ke arah sang ayah, Praburesi Sempani yang sedang semadi memohon
keselamatan putranya.
Praburesi Sempani yang
menerima kenyataan bahwa Jayadrata telah dipenggal menjadi sangat murka "
kurang ajar! Siapa yang membunuh putraku?! Akan aku bunuh dia dan
keluarganya!!" Praburesi Sempani mengirimkan kepala putranya dan sebilah
keris yang telah ia lambari sihir untuk membunuh siapa saja yang menghalanginya.
Terjadilah teror kepala Jayadrata menggigit keris dan menyebabkan kematian
massal di kubu Pandawa. Para putra Arjuna yang tersisa yakni Arya Gandawardaya,
Gandakesuma, Wilugangga, Sumbada, dan Kesatradewa gugur terpenggal keris yang
bermantra itu. Arjuna tak tahan lagi. Ia kehilangan Abimanyu, Irawan,
Wisanggeni, Sumitra, Brantalaras dan beberapa putranya tempo hari. Kini
bertambah lagi putra-putranya yang gugur. Nyaris semua putra Arjuna gugur.
Arjuna semakin susah hati "Dewata....kenapa kau hukum aku lagi seperti
ini?! Kemarin Abimanyu sekarang Gandawardaya, Gandakusuma, Wilugangga,
Kesatradewa, dan Sumbada...Kau ambil nyawa mereka yang berharga.....Cabutlah
saja nyawaku!" Arjuna terduduk lemas menerima kenyataan itu. Prabu Sri
Kresna segera menguatkan hati ipar yang juga sepupunya itu. Sang raja Dwarawati
laku segera membaca mantra pembalik sihir. Kepala Prabu Jayadrata yang
menggigit Keris itu pun berbalik ke pengirimnya. Lalu Prabu Sri Kresna
mengirimkan seekor kumbang untuk mengacaukan mantra Prabu RĂªsi Sempani.
Praburesi Sempani yang sedang bersemadi tiba-tiba bersin dan mantranya gagal.
Ia melihat kepala putranya menuju ke arahnya. Ia dikejar-kejar sampai suatu
tempat ia tak kuat lari lagi. Kepala itu meledak bersamaan dengan itu, Sempani ikut gugur menyusul putranya.
Satria Gatotkaca
Malam harinya setelah
terpenggalnya kepala Jayadrata, upacara ngaben untuk para putra Arjuna
digelar.... Hadir di sana pula prabu Gatotkaca. Kesedihan begitu nampak di
wajahnya. Matanya seakan kosong ia melihat bayangan sang paman, Kalabendana.
"Paman, saat inikah kau akan menjemputku?! Aku sudah siap bila hal itu
tiba. Kapanpun paman datang, aku akan ikut." gumam Gatotkaca dalam hati.
Upacara ngaben baru saja akan dimulai namun Prabu Gatotkaca melihat ada yang
tidak beres...pasukan para Kurawa yang besar tanpa komando Duryudhana
mengganggu prosesi upacara. Ini jelas melanggar peraturan perang. Prabu
Gatotkaca diminta para Pandawa untuk berjaga sementara para Pandawa akan
mengamankan tempat itu. Arjuna segera maju berperang. Gatotkaca sedikit kecut,
ia hanya ditugasi menjaga tempat prosesi ngaben malam itu. Lalu datang Prabu
Sri Kresna. Ia berkata ”Anakku tersayang Gatotkaca….Saat ini Kurawa mengirimkan
senopati nya di tengah malam seperti ini. Rasanya hanya kamu ngger yang bisa
menandingi senopati Hastina di malam gelap gulita seperti ini”
”Waduh, uwa prabu…..terimakasih uwa. Yang saya
tunggu – tunggu akhirnya sampai juga kali ini. Uwa prabu, sejak hari pertama
perang Bharatayuda saya menunggu perintah uwa prabu untuk maju demi melawan uwa
adipati Karna. Uwa prabu Sri Kresna, hamba mohon do’a restu pamit perang. Wo
hamba titipkan dinda para istri dan anak kami Sasikirana, Jayasumpena, dan
Suryakaca. Hamba berangkat wo, sampaikan pamitku ini pada Rama Wrekodara….”
Gatotkaca segera menuju medan laga. Di
sana ia segera menyerang para prajurit itu. Pihak Kurawa tidak terima maka
mereka mengeroyok Gatotkaca...sang raja muda Pringgondani segera melakukan
krodha dan membuat dirinya menjadi sebesar bukit. Prabu Duryudhana mendapat
kabar kalau pasukannya dihadang Gatotkaca. Ia meminta Adipati Karna untuk maju
ke medan laga menghentikan Gatotkaca.
Singkat cerita, setelah sampai di sana. Terjadilah perang antara Gatotkaca dan
Adipati Karna. Arjuna dan Wrekodara kaget kalau Gatotkaca akan melawan uwanya
sendiri. Mereka sadar kalau Gatotkaca akan kalah di tangan Karna. Wrekodara
berteriak "Gatotkaca, minggat! Jangan disitu! Ben aku ramamu yang melawan
uwamu iki" Gatotkaca berkata " rama tenang saja....ini bentuk
darmabakti ku. Semua ini akan segera berakhir." Wrekodara merasa akan
terjadi sesuatu pada putranya itu.
Gatotkaca yang berukuran raksasa menciptakan ilusi dan membuat adipati Karna pusing. Prabu Duryudhana meminta sahabatnya itu untuk menggunakan panah Konta Wijaya.
Satria Gatotkaca |
Arya Wrekodara segera berlari menuju putranya itu. Di sana dia meratap sejadinya "Gatotkaca!!! Anakku!! Tangio nak!! Jangan tinggalkan ramamu!!! Kudu ngomong apa aku karo ibu karo bojomu?! Di sisa malam, tangis haru pecah di kubu Pandawa....para putra Arjuna dan Gatotkaca putra Bhima Wrekodara dinaikkan ke atas pancaka (perabuan)..Dewi Arimbi menangisi kepergian putranya, begitu juga tiga isteri Gatotkaca, yakni Dewi Pergiwa, Dewi Suryawati, dan Dewi Sumpani. Begitu juga yang dirasakan Dewi Utari, sungguh susah hatinya. Sudah menjadi janda di usia yang begitu muda. Dia ingin ikut belapati namun dicegah Siti Sundari. Siti Sundari mengingatkan bahwa garis keturunan suami mereka ada di kandungan Utari dan itu harus selamat, sehingga ia berharap agar anak di kandungan Utari bisa lahir. Itu akan sangat membanggakannya dan Abimanyu di swargamaniloka.
Gatotkaca Gugur |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar