Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan. Di awal tahun baru, penulis melanjutkan babak Dorna Parwa bagian akhir yakni gugurnya Harya Dursasana dan Begawan Dorna. Kisah ini mengambil sumber dari Kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa, Serial Kolosal India Mahabharat Starplus, http://ki-bambang-asmoro.blogspot.com/2006/10/dursasana-jambak.html, https://www.meneerpangky.com/2022/11/jaya-jambakan.html, https://tokohpewayanganjawa.blogspot.com/2014/06/dorna-gugur.html, dan https://caritawayang.blogspot.com/2012/10/durna-gugur.html,
Dursasana Jambak
Perang pun berlanjut. Kini
yang jadi senopati di pihak Kurawa adalah begawan Dorna, Adipati Karna dan Harya
Dursasana. Meskipun demikian, dari hari ke lima belas hingga hari keenam belas,
para Kurawa terus mengalami kekalahan. Bahkan Harya Kertamarma, salah satu adik
sang raja hastinapura yang berkedudukan di Tirtatinalang memilih lari dari
medan laga. Hati Prabu Duryudhana
diliputi ketakutan. Senjata Adipati Karna yang sakti lenyap sudah untuk
menghabisi keponakannya. Harya Dursasana segera melaksanakan upacara Tawur
Agung lagi....kini ia menumbalkan tukang perahu di Bengawan Kelawing yakni
Tarka dan Sarka. "
Hahahaha...setelah aku korbankan kalian, aku pasti menang." Sementara itu
di kemah para Pandawa, Arya Wrekodara kedatangan putrinya yakni Dewi Bimandari.
Dewi Bimandari berkata " bapa, aku sudah memutuskan. Aku....akan
mengorbankan diriku demi kejayaan bapa dan paman-paman Pandawa." Arya
Wrekodara kaget dengan pernyataan sang putri. Lalu datang Prabuanom Srenggini
dan Sri Pancasena, putra nomor empat dan lima. Selama ini mereka tidak pernah
berperang namun kali ini, mereka akan menyusul sang kakak, Gatotkaca. "
Rama, restuilah kami berperang." Arya Wrekodara tidak tau harus berkata
apa lagi. Namun di raut wajahnya terpancar kesedihan....." wooo
anak-anakku.... tiga kakang kalian wes menghadap Yang Kuasa. Gak kuat bapa iki
kudu kelangan anak-anak bapa maneh." Namun putra-putri Wrekodara itu
menyakinkan kalau ini adalah bentuk darmabakti mereka kepada negara dan
kehormatan orang tua. Karena sudah memaksa, mau tidak mau, Wrekodara
mengizinkan ketiga anaknya berperang.
Singkat cerita, ketiga putra-putri Wrekodara itu berperang melawan pasukan Kurawa. Prabuanom Srenggini dan Sri Pancasena berperang melawan Arya Dursasana. Namun karena Arya Dursasana baru saja melakukan tawur (pengorbanan), maka dengan mudah Arya Dursasana menghabisi dua putra Wrekodara tersebut. Dewi Bimandari bersedih hati. Atas komando Bimandari, sebagian prajurti diperintahkan mundur “prajurit! Kita berundur dulu!...”
Bimandari mengorbankan diri |
Sementara itu, di Setra
Gandamayu, Batara Kala melihat jalannya peperangan dan menyadari, bahwa Arya
Dursasana telah membunuh Srenggini dan Pancasena. Sang dewa waktu memanggil
ibunya, Batari Durga. Batari Durga pun ikut menyaksikan dan kaget kalau
putrinya dengan Arya Wrekodara, yakni Bimandari telah melakukan labuh geni.
Tiba-tiba seluruh kahyangan goncang. Pengorbanan yang dialkukan Bimandari telah
membuat seisi kahyangan takjub. Batari Durga yang menyadari hal itu meminta
suaminya, Batara Guru untuk mengangkat sang putri, menjadikannya seorang
bidadari dan menyatukannya dengan para saudaranya di Swargamaniloka. Batara
Guru memerintahkan Batara Narada untuk menjemput sukma Bimandari. Singkat
cerita, Di tengah maraknya api, ia segera mengangkat sang putri ke kahyangan.
Setelah sampai di Setra Gandamayu , Batari Durga memeluk putrinya itu dan
berkata "putriku...pengorbananmu kepada keluargamu tidak akan
sia-sia...segala doamu telah di jawab para dewa di kahyangan. Aku sendiri akan
merestui kemenangan para Pandawa”. Sang dèwi kekuatan dan kemenangan itu
memberikan pakaian yang indah dan cantik. Setelah itu Bimandari dipertemukan
dengan para kakangnya, yakni Antareja, Gatotkaca, Antasena, Srenggini, Pancasena,
Abimanyu, Irawan, Wisanggeni dan beberapa putra Arjuna lainnya. Mereka sekarang
telah bahagia di atas swargamaniloka.
Restu para dewa rupanya
telah sampai kepada para Pandawa. Kemenangan memang ditakdirkan untuk yang
menegakkan dharma dan keadilan. Arya Dursasana mendatangi Wrekodara yang masih
berduka. Ia mengejek sang Panegak Pandawa itu " kalian benar-benar
sial.....para Pandawa sudah mati sejak kematian Irawan dan Abimanyu. Sekarang
pula kematian Gatotkaca, Srenggini , dan Pancasena karena karmamu yang terus
mengganggu kami para Kurawa....hahahaha..." Sang Bhima gelap mata dan kalap.
Ia ingat sumpahnya saat permainan dadu yaini menjambak rambut sang panegak
Kurawa dan meminum darahnya " Dursasana! Mrene Koen! Koen Njalok
Mati!" Arya Dursasana segera lari
melihat Wrekodara yang mengamuk dan mencebur ke Bengawan Kelawing. Ketika hendak
mencebur, tangan Wrekodara ditarik Semar dan Kresna. Mereka memberi isyarat
agar sang Bhima menunggu Dursasana naik ke darat lagi. Ketika penantian yang
panjang, Dursasana naik ke darat dan menggoda Wrekodara lagi. Kali ini
Dursasana terkena karmaphala nya. Jiwa Tarka dan Sarka yang tidak tenang dan
rela hati menjegal kaki Dursasana sehingga ia jatuh sebelum tersentuh air
bengawan Kelawing.
Wrekodara dengan murka menjambak dan menyeret Dursasana. Arya Dursasana berteriak sangat kencang " kakang ku Prabu Duryudhana... tolong aku!....lepaskan Sena! Tolong lepaskan aku! Ampuni aku!" Suara teriakan Dursasana terdengar sehingga Prabu Duryudhana segera menuju ke tempat sang adik. Ia, Patih Sengkuni, dan Adipati Karna memohon merengek-rengek agar adiknya dilepaskan tapi ia tak gubris. Ia terus seret hingga ke hadapan Drupadi, kakak iparnya.
Dursasana Jambak |
Dorna Gugur
Bersamaan dengan gugurnya
Dursasana, prabu Drupada yang merupakan ayah Drupadi, Srikandhi, Drestajumena
yang juga mertua Prabu Yudhistira gugur setelah melawan begawan Dorna. Bukan Cuma
itu, Prabu Matswapati juga gugur di tangan Dorna. Karena keberingasan Dorna
sebagai senopati sudah mengkhawatirkan, maka di buatlah sebuah siasat. Prabu
Sri kresna memancing Gajah Haswatama dan ketika gajah Haswatama menghilang langsung
dihabisi oleh gada Rujhapala milik Bhima Wrekodara oleh Harya Sencaki. Lalu datang
bertebaran dengan cepatnya berita bahwa Aswatama, putra Begawan Dorna telah
gugur. Padahal sebenarnya gajah Haswatama yang merupakan milik adik Duryudhana
yakni Gardapati telah dibunuh para prajurit Pandawa dan Harya Sencaki. Begawan
Dorna langsung "deg"
mendengar kabar itu sehingga linglung....ia berteriak-teriak mencari sang
putra. Di tengah pencariannya, ia menghabisi orang-orang tanpa pandang bulu..
sambil berteriak.." Aswatama....Aswatama.....jangan tinggalkan
bapakmu...." Di tengah linglungnya, Begawan Dorna teringat pada Prabu
Yudhistira, muridnya yang dikenal sangat jujur dan tak pernah berbohong. lalu
datang kepada Yudhistira. Kebetulan di sana juga ada Arjuna dan Sri Kresna.
Dengan nada panik
bergetar, Begawan Dorna bertanya "anakku, ngger Arjuna! Ngger Prabu
Yudhistira...bbbbenarkah kalo anakku Aswatama mati?" Arjuna terpaksa
berbohong berkata " benar guru, Aswatama putra bapa guru telah
gugur.." makin kaget lah Begawan Dorna. Tapi ia yakin kalau Arjuna sudah
berbohong...lalu ia menanyakan hal yang sama kepada Yudhistira " Ngger
prabu.....adikmu sudah berbohong....tolong jawab gurumu ini dengan jujur, apa
benar Aswatama telah gugur?!" Jawab, ngger!!" Disini Prabu Yudhistira
dilema...ia dipaksa harus berbohong tapi ia tidak bisa melakukanya karena ia
raja dharma...Prabu Sri Kresna berkata dalam hati Yudhistira. " tidak
apa-apa, adhiku....katakan saja yang sebenarnya, Haswatama gugur...." meski terus didesak
Prabu Sri Kresna untuk berbohong namun Prabu Yudhistira tetap pada pendiriannya.
Ia harus menerapkan kejujurannya. Prabu Sri Kresna lalu bersiasat. Dengan
tangan menghadap belakang ia memerintahkan pasukan menabuh genderang perang
dengan sangat kencang.
Begawan Dorna terus mendesak Yudhistira untuk berkata yang sebenarnya. Lalu Raja Amarta itu berkata "benar, guruku....Haswatama sudah gugur! Tapi entah itu gajah atau putra bapa." ketika Yudhistira berkata "Haswatama " dan "entah gajah atau putra bapa", suaranya tersamar karena suara tabuhan genderang perang pihak Pandawa yang terdengar lantang. Siasat Prabu Sri Kresna yang menyuruh para prajurit menabuh genderang perang lebih kencang rupanya berhasil. Begawan Dorna makin linglung dan ia berteriak merarap "Aswatama!!!! Kenapa Kau tinggalkan Bapakmu!!!!" Begawan Dorna pun lemas selemas-lemasnya....ia termakan hoaks lalu terduduk hendak melepas sukmanya. Ia merasa tidak berati hidup tanpa putranya dan ingin segera mati....
Dorna Gugur |
Berita tentang gugurnya
Begawan Dorna terdengar pula ke telinga Aswatama. Aswatama sangat marah dan
mengamuk luar biasa. Di saksikan jasad sang aya, ia bersumpah " Para
Pandawa...kalian membunuh ayah sekaligus guru dengan kedustaan, maka aku
bersumpah akan membunuh orang-orang yang jadi kebanggaan kalian. Aku juga
bersumpah akan membuat kehancuran dunia."
Bambang Aswatama pun pergi dari Tegal Kurusetra tanpa pamitan dulu pada
Prabu Duryudhana dengan membawa dendam dan rasa cinta buta yang membara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar