Senin, 01 Januari 2024

Dornaparwa : Jambakan (Pusaran Dendam)

 Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan. Di awal tahun baru, penulis melanjutkan babak Dorna Parwa bagian akhir yakni gugurnya Harya Dursasana dan Begawan Dorna. Kisah ini mengambil sumber dari Kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa, Serial Kolosal India Mahabharat Starplus, http://ki-bambang-asmoro.blogspot.com/2006/10/dursasana-jambak.html, https://www.meneerpangky.com/2022/11/jaya-jambakan.html, https://tokohpewayanganjawa.blogspot.com/2014/06/dorna-gugur.html, dan https://caritawayang.blogspot.com/2012/10/durna-gugur.html, 

Dursasana Jambak

Perang pun berlanjut. Kini yang jadi senopati di pihak Kurawa adalah begawan Dorna, Adipati Karna dan Harya Dursasana. Meskipun demikian, dari hari ke lima belas hingga hari keenam belas, para Kurawa terus mengalami kekalahan. Bahkan Harya Kertamarma, salah satu adik sang raja hastinapura yang berkedudukan di Tirtatinalang memilih lari dari medan laga.  Hati Prabu Duryudhana diliputi ketakutan. Senjata Adipati Karna yang sakti lenyap sudah untuk menghabisi keponakannya. Harya Dursasana segera melaksanakan upacara Tawur Agung lagi....kini ia menumbalkan tukang perahu di Bengawan Kelawing yakni Tarka dan Sarka.  " Hahahaha...setelah aku korbankan kalian, aku pasti menang." Sementara itu di kemah para Pandawa, Arya Wrekodara kedatangan putrinya yakni Dewi Bimandari. Dewi Bimandari berkata " bapa, aku sudah memutuskan. Aku....akan mengorbankan diriku demi kejayaan bapa dan paman-paman Pandawa." Arya Wrekodara kaget dengan pernyataan sang putri. Lalu datang Prabuanom Srenggini dan Sri Pancasena, putra nomor empat dan lima. Selama ini mereka tidak pernah berperang namun kali ini, mereka akan menyusul sang kakak, Gatotkaca. " Rama, restuilah kami berperang." Arya Wrekodara tidak tau harus berkata apa lagi. Namun di raut wajahnya terpancar kesedihan....." wooo anak-anakku.... tiga kakang kalian wes menghadap Yang Kuasa. Gak kuat bapa iki kudu kelangan anak-anak bapa maneh." Namun putra-putri Wrekodara itu menyakinkan kalau ini adalah bentuk darmabakti mereka kepada negara dan kehormatan orang tua. Karena sudah memaksa, mau tidak mau, Wrekodara mengizinkan ketiga anaknya berperang.

Singkat cerita, ketiga putra-putri Wrekodara itu berperang melawan pasukan Kurawa. Prabuanom Srenggini dan Sri Pancasena berperang melawan Arya Dursasana. Namun karena Arya Dursasana baru saja melakukan tawur (pengorbanan), maka dengan mudah Arya Dursasana menghabisi dua putra Wrekodara tersebut. Dewi Bimandari bersedih hati. Atas komando Bimandari, sebagian prajurti diperintahkan mundur “prajurit! Kita berundur dulu!...”

Bimandari mengorbankan diri
Arya Wrekodara nmpak gemetaran melihat dua putranya telah gugur sebagai kusuma negara. Namun ia bersyukur Bimandari masih selamat. Lalu di hadapan sang ayah, putri Wrekodara itu melakukan labuh geni demi membela kematian dua saudaranya. " Bapa! Paman-pamanku para Pandawa sekalian! Uwa Prabu Sri Kresna! Uwa Drestajumna! Uwa Dewi Drupadi! bibi Sumbadra! Dinda Utari! Jadilah saksi atas kejadian ini..... prajurit! Tolong persiapkan pancaka untuk kakang Srenggini dan Pancasena!" Para prajurit yang masih kuat segera mengumpulkan kayu-kayu bakar dan bekas patahan senjata. Singkat cerita, pancaka pun telah siap....Dewi Bimandari memang punya kekuatan fisik yang bersar melebihi wanita pada umumnya, mirip seperti sang bapak. Ia mampu mengangkat jasad kedua kakaknya yang telah membujur kaku lalu naik ke atas pancaka sambil membawa obor. Setelah meletakkan jasad dua kakaknya itu, ia menyiramkan minyak ke sekeliling. Ia lalu duduk seraya melakukan sumpah...."Dengan disaksikan ibuku Ida Batari Durga, bapaku Arya Wrekodara, keluargaku Para Pandawa, dan jasad kedua kakangku, Srenggini dan Pancasena...... Aku, Bimandari! Putri dari Arya Wrekodara yang sangat berbakti.... telah bersumpah akan mengorbankan diriku sendiri.....demi kemenangan keluargaku para Pandawa!"  Dewi Bimandari pun menyalakan api dan seketika api membumbung tinggi dengan jilatannya yang begitu panas membara. Arya Wrekodara semakin bersedih hati. Sudah kehilangan lima putranya kini sang putri kesayangannya ikut melakukan bela pati demi kemenangannya.

Sementara itu, di Setra Gandamayu, Batara Kala melihat jalannya peperangan dan menyadari, bahwa Arya Dursasana telah membunuh Srenggini dan Pancasena. Sang dewa waktu memanggil ibunya, Batari Durga. Batari Durga pun ikut menyaksikan dan kaget kalau putrinya dengan Arya Wrekodara, yakni Bimandari telah melakukan labuh geni. Tiba-tiba seluruh kahyangan goncang. Pengorbanan yang dialkukan Bimandari telah membuat seisi kahyangan takjub. Batari Durga yang menyadari hal itu meminta suaminya, Batara Guru untuk mengangkat sang putri, menjadikannya seorang bidadari dan menyatukannya dengan para saudaranya di Swargamaniloka. Batara Guru memerintahkan Batara Narada untuk menjemput sukma Bimandari. Singkat cerita, Di tengah maraknya api, ia segera mengangkat sang putri ke kahyangan. Setelah sampai di Setra Gandamayu , Batari Durga memeluk putrinya itu dan berkata "putriku...pengorbananmu kepada keluargamu tidak akan sia-sia...segala doamu telah di jawab para dewa di kahyangan. Aku sendiri akan merestui kemenangan para Pandawa”. Sang dèwi kekuatan dan kemenangan itu memberikan pakaian yang indah dan cantik. Setelah itu Bimandari dipertemukan dengan para kakangnya, yakni Antareja, Gatotkaca, Antasena, Srenggini, Pancasena, Abimanyu, Irawan, Wisanggeni dan beberapa putra Arjuna lainnya. Mereka sekarang telah bahagia di atas swargamaniloka.

Restu para dewa rupanya telah sampai kepada para Pandawa. Kemenangan memang ditakdirkan untuk yang menegakkan dharma dan keadilan. Arya Dursasana mendatangi Wrekodara yang masih berduka. Ia mengejek sang Panegak Pandawa itu " kalian benar-benar sial.....para Pandawa sudah mati sejak kematian Irawan dan Abimanyu. Sekarang pula kematian Gatotkaca, Srenggini , dan Pancasena karena karmamu yang terus mengganggu kami para Kurawa....hahahaha..." Sang Bhima gelap mata dan kalap. Ia ingat sumpahnya saat permainan dadu yaini menjambak rambut sang panegak Kurawa dan meminum darahnya " Dursasana! Mrene Koen! Koen Njalok Mati!"  Arya Dursasana segera lari melihat Wrekodara yang mengamuk dan mencebur ke Bengawan Kelawing. Ketika hendak mencebur, tangan Wrekodara ditarik Semar dan Kresna. Mereka memberi isyarat agar sang Bhima menunggu Dursasana naik ke darat lagi. Ketika penantian yang panjang, Dursasana naik ke darat dan menggoda Wrekodara lagi. Kali ini Dursasana terkena karmaphala nya. Jiwa Tarka dan Sarka yang tidak tenang dan rela hati menjegal kaki Dursasana sehingga ia jatuh sebelum tersentuh air bengawan Kelawing.

Wrekodara dengan murka menjambak dan menyeret Dursasana. Arya Dursasana berteriak sangat kencang " kakang ku Prabu Duryudhana... tolong aku!....lepaskan Sena! Tolong lepaskan aku! Ampuni aku!" Suara teriakan Dursasana terdengar sehingga Prabu Duryudhana segera menuju ke tempat sang adik. Ia, Patih Sengkuni, dan Adipati Karna memohon merengek-rengek agar adiknya dilepaskan tapi ia tak gubris. Ia terus seret hingga ke hadapan Drupadi, kakak iparnya.

Dursasana Jambak
Di hadapan Dewi Drupadi, Bhima menjambak Dursasana tanpa ampun lagi " DURSASANA! ELINGÅ DINÅ PAS AWAKMU NYENTUH DAN NJAMBAK RAMBUT YUNDAKU DRUPADI! DINÅ IKU BAKAL KULAKUKAN HAL SING PÅDHÅ!" Rambut Dursasana dijambak sampai terlepas dari kepalanya. Lalu dengan sangat kejamnya, Arya Wrekodara menebas dada Arya Dursasana dengan kuku Pancanaka dan jrass...dada Arya Dursasana di robek-robek, dimutilasi sedemikian rupa, hingga darah pun muncrat kemana-mana. " DURSASANA! DURYUDHANA  INGATLAH SUMPAHKU SING KEPUNGKUR. AKU BAKAL NGOKOP GETIHE! TA' PERSEMBAHKAN GAWE YUNDAKU DRUPADI!!" Prabu Duryudhana memohon agar adiknya diampuni " Sena tolong maafkan adikku...lepaskan dia! Aku janji akan kulepaskan Amarta setelah ini!!" Arya Wrekodara murka "AKU GAK PEDULI RENGEKAN MU! MARINGENE AWAKMU BAKAL DADI KURBAN KU!!" Dengan tanpa rasa takut dan jijik, darah Dursasana diminumnya. Di sinilah nama Wrekodara begitu melegenda....Arya Bhimasena berjuluk Wrekodara si perut serigala.....Sang Wrekodara telah menuntaskan sumpahnya saat main dadu dahulu, yakni menjambak dan meminum darah Dursasana. Sebagian darah Dursasana disiramkan ke kepala Drupadi. Dengan kucuran darah, Dewi Drupadi berkeramas lalu menggelung kemvali rambutnya. Tuntas juga sumpah Drupadi bergelung dengan darah Dursasana. Lalu Dewi Sumbadra memberikan jepit rambut berbentuk bunga teratai pada saudari iparnya setelah rambut Drupadi dibersihkan dari darah Dursasana. Arya Wrekodara girang dan berkata " hahahaha....hei Duryudhana kakangku ......maringene bakal onok seng mati manèh neng kubumu..." Prabu Duryudhana menyadari di sudut matanya, ia melihat gajah Haswatama telah hilang. Akan terjadi sesuatu yang gawat. Maka sang raja Hastinapura itu mencari gajahnya itu.

Dorna Gugur

Bersamaan dengan gugurnya Dursasana, prabu Drupada yang merupakan ayah Drupadi, Srikandhi, Drestajumena yang juga mertua Prabu Yudhistira gugur setelah melawan begawan Dorna. Bukan Cuma itu, Prabu Matswapati juga gugur di tangan Dorna. Karena keberingasan Dorna sebagai senopati sudah mengkhawatirkan, maka di buatlah sebuah siasat. Prabu Sri kresna memancing Gajah Haswatama dan ketika gajah Haswatama menghilang langsung dihabisi oleh gada Rujhapala milik Bhima Wrekodara oleh Harya Sencaki. Lalu datang bertebaran dengan cepatnya berita bahwa Aswatama, putra Begawan Dorna telah gugur. Padahal sebenarnya gajah Haswatama yang merupakan milik adik Duryudhana yakni Gardapati telah dibunuh para prajurit Pandawa dan Harya Sencaki. Begawan Dorna langsung   "deg" mendengar kabar itu sehingga linglung....ia berteriak-teriak mencari sang putra. Di tengah pencariannya, ia menghabisi orang-orang tanpa pandang bulu.. sambil berteriak.." Aswatama....Aswatama.....jangan tinggalkan bapakmu...." Di tengah linglungnya, Begawan Dorna teringat pada Prabu Yudhistira, muridnya yang dikenal sangat jujur dan tak pernah berbohong. lalu datang kepada Yudhistira. Kebetulan di sana juga ada Arjuna dan Sri Kresna.

Dengan nada panik bergetar, Begawan Dorna bertanya "anakku, ngger Arjuna! Ngger Prabu Yudhistira...bbbbenarkah kalo anakku Aswatama mati?" Arjuna terpaksa berbohong berkata " benar guru, Aswatama putra bapa guru telah gugur.." makin kaget lah Begawan Dorna. Tapi ia yakin kalau Arjuna sudah berbohong...lalu ia menanyakan hal yang sama kepada Yudhistira " Ngger prabu.....adikmu sudah berbohong....tolong jawab gurumu ini dengan jujur, apa benar Aswatama telah gugur?!" Jawab, ngger!!" Disini Prabu Yudhistira dilema...ia dipaksa harus berbohong tapi ia tidak bisa melakukanya karena ia raja dharma...Prabu Sri Kresna berkata dalam hati Yudhistira. " tidak apa-apa, adhiku....katakan saja yang sebenarnya,  Haswatama gugur...." meski terus didesak Prabu Sri Kresna untuk berbohong namun Prabu Yudhistira tetap pada pendiriannya. Ia harus menerapkan kejujurannya. Prabu Sri Kresna lalu bersiasat. Dengan tangan menghadap belakang ia memerintahkan pasukan menabuh genderang perang dengan sangat kencang.

Begawan Dorna terus mendesak Yudhistira untuk berkata yang sebenarnya. Lalu Raja Amarta itu berkata "benar, guruku....Haswatama sudah gugur! Tapi entah itu gajah atau putra bapa." ketika Yudhistira berkata "Haswatama " dan "entah gajah atau putra bapa", suaranya tersamar karena suara tabuhan genderang perang pihak Pandawa yang terdengar lantang. Siasat Prabu Sri Kresna yang menyuruh para prajurit menabuh genderang perang lebih kencang rupanya berhasil. Begawan Dorna makin linglung dan ia berteriak merarap "Aswatama!!!! Kenapa Kau tinggalkan Bapakmu!!!!"  Begawan Dorna pun lemas selemas-lemasnya....ia termakan hoaks lalu terduduk hendak melepas sukmanya. Ia merasa tidak berati hidup tanpa putranya dan ingin segera mati....

Dorna Gugur
Di saat begitu, ia berteriak memanggil arwah muridnya yakni Prabu Ekalaya alias Palgunadi yang dulu pernah ia curangi" muridku, Ekalaya.....kemarilah...penggal kepalaku sekarang. Hidupku tanpa putraku....tidak ada artinya lagi ....!!!!" Lalu datanglah titisan Prabu Ekalaya yakni Drestajumena saudara Dewi Drupadi. Sang ksatria Pancalaradya itu  memenggal kepala Begawan Dorna. Gugurlah sang Kombayana itu dengan kenistaan. Ia gugur karena sifat jujur Yudhistira yang setengah-setengah. Tuntas pula kutukan dari Ekalaya yakni Begawan Dorna terpenggal oleh muridnya yang lahir dari dendam orang tuanya (Drestajumena, Drupadi, dan Srikandhi lahir dari api sesaji karena dendam Drupada kepada Dorna).

Berita tentang gugurnya Begawan Dorna terdengar pula ke telinga Aswatama. Aswatama sangat marah dan mengamuk luar biasa. Di saksikan jasad sang aya, ia bersumpah " Para Pandawa...kalian membunuh ayah sekaligus guru dengan kedustaan, maka aku bersumpah akan membunuh orang-orang yang jadi kebanggaan kalian. Aku juga bersumpah akan membuat kehancuran dunia."  Bambang Aswatama pun pergi dari Tegal Kurusetra tanpa pamitan dulu pada Prabu Duryudhana dengan membawa dendam dan rasa cinta buta yang membara.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar