Sabtu, 02 Desember 2023

Bhagawad Gita

Hai-hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan. mumpung sedang senggang, kali ini penulis akan mengisahkan salah satu bab terpenting dari Mahabarata. Kisah ini menceritakan beberapa saat sebelum Perang besar Bharatayuda, ketika Arjuna dilanda dilema moral dan bimbang hati kerna harus berperang melawan seluruh saudara, keluarga, guru dan semua orang yang ia kenal. Prabu Sri Kresna pun memberikan penjelasan dan wejangan akan dharma, moral, dan cinta yang disebut Bhagawad Gita (kidung Bhagawan/Ilahi). Kisah ini mengambil sumber kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa, Serial Kolosal India Mahabharat Starplus dan Radha Krishna Starbharat.

Sang surya masih malu-malu berada di bawah garis ufuk timur seakan tak ingin menyaksikan perang besar yang akan menghabisi jutaan nyawa dan cinta. Langit aram temaram berwarna merah tua bercampur biru, jingga, dan galuh kirana yang baru disepuh. Fajar hampir masanya menyingsing di Tegal Kurusetra. Para prajurit koalisi Hastinapura diikuti pasukan Narayani, Sindu Banakeling, Awangga, Gandaradesa, Sokalima, Mandraka berikut sekutu mereka segera berangkat ke medan laga demi membela sang raja Hastinapura, prabu Duryudhana. Begitupun pasukan koalisi Amarta, Pringgondani, Wirata, Pancalaradya, Magadha, Cedinagari dan seluruh sekutu bersiap-siap bertolak untuk menumpahkan darah demi penegakan kembali cinta, dharma, dan keadilan.

Namun sebelum mereka tiba, Arjuna dengan menaiki kereta Jaladara dengan Prabu Sri Kresna sebagai sais keretanya sudah lebih dulu berada di Tegal Kurusetra. Di sana ia tidak naik berdua tapi juga ditemani kakek Semar. Lalu di kejauhan terlihat ada seseorang tengah menunggunya.

Harya Wiwitsuh berpihak kepada para Pandawa
Rupanya Arjuna dan rombongan bertemu dengan Harya Wiwitsuh, satu-satunya Kurawa dari ibu seorang dayang-dayang yakni Nyai Sugada. Ia datang karena telah mantap ikut barisan Pandawa. “kakanda Arjuna, aku berubah pikiran. Walau aku seorang Kurawa tapi aku merasa kakang Prabu Duryudhana tidak benar. Aku mohon padamu agar aku berada dibarisanmu.” Maka Arjuna dengan tangan terbuka mempersilakannya ikut dan memerintahkannya agar menjemput para pasukan di Upalawaya karena para pasukan sudah hampir tiba di Tegal Kurusetra “dengan tangan terbuka, aku dan kakang-kakang juga adik-adikku menerimamu, adhi Wiwitsuh. Sebaiknya kau bergabung sekarang. Sebentar lagi perang akan pecah.” “baik, kakanda, aku mohon pamit.” Setelah perginya Harya Wiwitsuh menjemput para pasukan, tiba-tiba Arjuna masygul hati. Semenjak sang kakak, Adipati Karna mengorbankan anting dan baju tamsir miliknya kepada Batara Indra juga meninggalnya Antareja tempo hari, hatinya sedih dan sangat sesak karena kebimbangan merayapi kalbu dan pendiriannya. Terbayang bagaimana ia akan melawan sang kakek Maharesi Bhisma, gurunya sang Resi Dorna, Adipati Karna sang kakak sulung, para Kurawa ,dan sang paman Prabu Salya. Terbayang pula kematian diantara para putranya, para keponakan, para saudara, para kerabat, mertua, guru, dan kakeknya. Ketika sudah mendekat ke Tegal Kurusetra, tiba-tiba Arjuna berkata " Madhawa, tolong arahkan kereta ini ke tengah tegal....aku ingin melihat Tegal Kurusetra yang suci ini sebelum menjadi lautan darah dan jasad." Kakek Semar dan Prabu Sri Kresna tahu kalau sepupu yang juga iparnya itu sedang bimbang hatinya. Maka ia mengarahkan kereta Jaladara ke tengah tanah lapang yang dulunya milik Prabu Kuru, anak dari Prabu Hastimurti, raja ketiga dari Wangsa Baharata pendiri Hastinapura.

Di tengah tegalan yang gersang itu, Prabu Sri Kresna berkata " apakah yang menjadikanmu ingin ke tengah tanah tegalan ini, Parta?" Arjuna pun berkata dengan berlinang air mata "duhai kakang Madhawa, apa lah arti perang ini, jika pada akhirnya banyak nyawa dan cinta yang meregang dan dikorbankan secara sia-sia .....masygul rasanya hati saya. Entah kenapa sesak sekali begitu terbayang-bayang kematian dan nasib tragis diantara para saudara kita selepas ini. Rasanya dengkulku kosong dan kopong. Tanganku rasanya terlalu lemas, tiada tenaga. Badanku serasa gamang, tak sanggup aku berdiri mengangkut Busur Gandewa. Lebih baik aku menyerah saja atau lebih baik ku mati lebih dahulu sebelum ini" Prabu Sri Kresna lalu menghentikan kereta Jaladara tepat di tengah-tengah tegal Kurusetra. Seketika itu, Prabu Sri Kresna dengan ditemani Kakek Semar menjentikkan jarinya dan "klak" waktu seakan melambat bahkan berhenti bergerak. Semuanya yang ada di sekitar mereka, tumbuhan, hewan, manusia, seakan beku, berhenti mengikuti laju waktu yang menjadi sangat lambat kecuali Arjuna, Prabu Sri Kresna dan kakek Semar. Lalu Prabu Sri Kresna memberikan wejangan "adhiku Parta, jauhkanlah segala kebimbangan dan risau di hati adhi sekarang juga. Apa yang adhi risaukan memang kewajaran bahkan hukum keniscayaan dunia ini tapi jangan karena risau itu membuat semangat adhi melembek. Ketahuilah bahwa di dunia ini tidak ada hal yang kekal abadi. Dimana ada kematian kelak akan tergantikan dengan kelahiran yang baru. Ada perjumpaan ada pula perpisahan. Ada perang dan perdamaian. Ada perbuatan ada pula karma yang dituai. Semua itu berputar sesuai putaran roda nasib dan takdir. Bagi yang bijaksana, akan mengerti hal seperti yang aku wejangkan padamu. Walaupun tidak ada perang ini juga, alamlah yang akan merusak dan menghancurkan kehidupan agar manusia sadar, bahwa ia tak berkuasa apa-apa di dunia ini. Namun ianya akan jauh lebih ganas daripada perang ini" Arjuna bertanya "maksud kakang bagaimana?" Prabu Sri Kresna menjelaskan "Parta, Tegal Kurusetra ini adalah tempat dimana sejumlah orang yang kau kenal akan memetik hasil dari perbuatan mereka di masa lalu. Anggaplah perang adalah api neraka yang akan membakar hal-hal buruk dari dunia ini, tradisi basi dan beracun dari masyarakat saat ini, segala nafsu, segala kebodohan, dan juga menyucikan jiwa orang-orang yang kamu khawatirkan. Mereka yang kelak menjadi martir di perang ini akan mencapai tempat tertinggi di swargaloka dan setlah perang antara Dharma dan cinta melawan Adharma dan kebencian ini, akan melahirkan masyarakat yang baru, tradisi yang baru, dan generasi yang lebih baik lagi." Arjuna masih ragu "benarkah itu kakang Madhawa?" Prabu Sri Kresna lalu berkata "Adhiku Parta, yakinlah bahwa perang ini juga satu jalan orang-orang akan bersatu dengan Sanghyang Widhi yang Maha Benar lagi Maha Mutlak." Arjuna lalu bertanya" Madhawa kakangku....apakah perang seperti ini dibutuhkan sebagaimana di jaman-jaman sebelum ini?" Prabu Sri Kresna menjawab " adakalanya dunia menggunakan cara damai demi tegaknya dharma tapi jika cara damai tak berhasil, maka jalan terakhir yakni dengan perang." Prabu Sri Kresna lalu mengisahkan kisah Bambang Prahlada, putra raja Alengka, Hiranyakasipu. "Parta, ingatkah kau tentang kisah Prahlada? Bambang Prahlada putra Hiranyakasipu dengan Dewi Kayadhu adalah seorang yang sangat mengimani Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan yang Maha Agung Sementara sang ayah adalah seorang yang membenci penyembahan kepada Tuhan. Malah ia menganggap dirinya sebagai dewa. Prahlada terus membimbing sang ayah untuk kembali manembah kepada Hyang Widhi namun begitu, sang ayah tetap tak mau menyembah-Nya malah ia berniat membunuh sang putra. Di saat yang genting, Batara Wisnu datang sebagai Narasingha, seorang manusia berkepala macan dan memiliki rambut berupa surai seperti singa, lengkap dengan cakarnya yang tajam membantu Prahlada. Terjadi perang dahsyat dan tepat di saat petang hari, Prabu Hiranyakasipu berhasil dikalahkan oleh Narasingha."

Arjuna sangat terkesan namun ia bertanya " Tapi Madhawa bukankah itu artinya Prahlada adalah anak durhaka karena ia membiarkan ayahnya mati di tangan Narasingha?" Prabu Sri Kresna tertawa kecil dan berkata " tidak, Parta....dalam dunia membela dan menegakkan dharma itu tidak melulu hubungan dengan ikatan biologis, ini lebih ke ikatan batin dan iman. Membela dan menegakkan dharma diharuskan, tak kenal pandang bulu... yang menghalangi tegaknya dharma harus disadarkan dengan cara yang lembut tapi jika ia tidak bersedia disadarkan maka tetaplah dengan pendirianmu. Belalah dirimu dan orang yang membela dharma sambil mengharapkan Yang Maha Kuasa yang akan memberikannya ganjaran dan karmaphala kepadanya." Arjuna benar-benar sangat termakjleb di hatinya dan muncul pertanyaan dalam benaknya." Madhawa, kau sangat berpengetahuan dan bijaksana juga cerdik...secara ikatan, kita ini saudara juga besan tapi sejak awal aku memang sama sekali tidak mengenalimu...tunjukkanlah aku yang candala nan hina papa ini tentang dirimu...siapakah dirimu yang sebenarnya?" Prabu Sri Kresna lalu menjawab pertanyaan Arjuna. "Wahai Arjuna, pandanglah olehmu kemari. Inilah diriku yang sebenarnya” lalu atas seizin Sanghyang Widhi yang Maha Kuasa, Prabu Sri Kresna lalu turun dari kereta Jaladara dan ia seketika bertriwikrama menjadi Batara Wisnu. Cahaya terang melingkupinya Wajahnya tampan meneduhkan. Sungguh sangat indah dengan mahkota emas berhiaskan bulu merak kahyangan. Tangannya empat masing masing memegang senjata dengan sepasang tangan kanan menggenggam Cakra Widaksana dan Cangkok Wijayakusuma sementara ditangan kiri memegang terompet kerang Pancajanya dan Gada Kumadaki.  Sang Danardana lalu berkata “Yada yada Hi Dharmaça, Glanir Bhavati Bharata. Abhyuthanam adharmaça, tadatmanam Çrijanmi aham. Praritranaya Sadhunam, Vinaçaya cha Duçkritam. Dharmasansthapanaya, Sambhavami yuge yuge....Dimana dan bilamana waktu Dharma merosot dan Adharma bermaharajalela, Aku akan datang menjelma wahai putera darah Baharata. Untuk menyelamatkan orang-orang saleh, membinasakan orang-orang durjana dan menegakkan kembali Dharma. Aku sendiri muncul di tiap-tiap jaman....” Sejenak kemudian turunlah para dewa dari kahyangan seakan menjadi saksi tentang apa yang dikatakan Prabu Sri Kresna. Arjuna takjub menengoknya. Arjuna lalu bertanya "Madhawa kakangku, apakah ini ilusi? Apakah ini yang namanya bertemu dewa? Apakah aku ini berada di dalam jagat agung itu...jelaskan kepadaku jagat agung dan jagat alit...agar hatiku bertambah yakin." Lalu Prabu Sri Kresna bertriwikrama sekali lagi sebagai Brahalasewu, bentuk kemarahan dan ketegasan Wisnu. Wajahnya banyak dan garang bak seribu wajah Batara Kala. Tangannya jadi semakin besar dan banyak. Ujung kukunya tajam laksana pedang. Masing-masing tangan itu memegang senjata para dewa. Namun dibalik sorot matanya yang tajam menyeramkan, terdapat sejumlah kasih sayang yang melimpah demi terpeliharanya jagat raya. Batara Wisnu di belakang Sri Kresna berkata " Arjuna, lihatlah dan selamilah dirimu....disana kau akan mendapatkan jawaban atas segala pertanyaanmu." Maka Arjuna melihat ke dalam dirinya. Ia melihat ada sebuah titik kecil yang merekah dan meledak. Ledakan itu menciptakan pancaran yang menjadi seluruh jagat raya. Ia melihat kakek Semar, Batara Guru , kakek Togog , Batara Wisnu dan Batara Brahma muncul mengisi seluruh alam. Ia melihat itu semua dengan sangat terang dan jelas. Arjuna menyaksikan semua orang di sekitarnya dalah kakek Semar, kadang pula sebagai Batara Guru, kadang sebagai kakek Togog, kadang Batara Wisnu dan Brahma. Sejenak kemudian, Arjuna melihat sebuah kolam berair bening. Lalu ketika mendekati itu kolam air, Arjuna melihat pantulan bayangan dirinya sendiri adalah bagian dari Batara Wisnu bahkan ia melihat pantulan wajah dan tubuhnya di air menjadi Kresna. Ia melihat semua orang sebagai Sri Kresna.

Kresna adalah Arjuna dan Arjuna adalah Kresna
Bahkan ia melihat Sri Kresna juga merupakan dirinya. Arjuna menyaksikan dirinya dan Sri Kresna tak ada bedanya. Kresna adalah Arjuna dan Arjuna adalah Kresna. Dengan pemandangan yang sangat menakjubkan itu, Arjuna tak henti-hentinya menangis tersedu-sedu....lalu ia kembali ke alam nyata dan menyaksikan keajaiban. Tegal Kurusetra menjadi danau berair bening dengan kabut yang sangat nampak begitu mistis. Arjuna pun menyaksikan wujud yang begitu di indah tak terbayangkan. Hanya manusia yang telah mencapai penerangan yang mampu mencernanya. Muncul banyak api berwarna-warni melingkupi seluruh Tegal Kurusetra yang telah tergenang air itu, seolah api dan air itu menyatu. Api itu laksana pelangi, indah mancawarna bagaikan pulasan cat di sebuah lukisan, mewarnai dan memberikan rona di Tegal Kurusetra dengan Sri Kresna sedang melakukan triwikrama Wiswarupa yang sangat besar dan agung.

Arjuna dengan tersedu sedan melihat keajaiban itu dan menyadari kekhilafannya "ampun kakang Madhawa. Maafkan adhimu yang bodoh ini. Karena dikuasai rasa kasihan yang tak benar bertempat, hatiku menjadi lemah dan lembap. Kini hati ksatria ku telah mantap untuk berperang." maka Triwikrama pun menghilang kembali sebagai Prabu Sri Kresna.

Wujud Wiswarupa Sri Kresna
Kini hati sang Arjuna mantap menghadapi perang Bharatayudha. Tanpa disadari Arjuna, pasukan kedua belah pihak masih sampai di puncak bukit menuju Tegal Kurusetra. Prabu Sri Kresna dan kakek Semar kembali menjentikkan jarinya dan "klak" Aliran waktu yang berjalan jadi sangat melambat saat sang Madhawa memberikan wejangan, berubah kembali normal... Dari kejauhan, suara genderang perang bertabuh pertanda perang sudah akan dimulai. Tepat ketika itu matahari sudah terbit, Maharesi Bhisma meniupkan tiupan sangkakala pertama dan diakhiri dengan tiupan sangkakala milik Sri Kresna dan Arjuna. Suaranya bergema dengan lantang di penjuru Jawadwipa dan Hindustan. Arjuna pun menembakkan panah pertama kali. Perang besar Bharatayuda pun dimulai.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar