Hai semua penikmat dan pembaca kisah-kisah pewayangan, kisah kali ini akan mengisahkan usaha Samba dalam sayembara mendapatkan Dewi Sunggatawati, yakni mencari kidang kencana samparan rekta. Usaha ini juga sempat dihalangi oleh Prabu Boma Sitija. Kisah ini mengambil sumber dari blog albumkisahwayang.blogspot.com dengan pengubahan dan penyelarasan seperlunya.
Prabu Kresna dihadap
Patih Udawa, Arya Sencaki, Prabu Baladewa, dan isteri ketiganya, Dewi Jembawati
membahas tentang sikap Raden Samba yang terus menyimpan rasa tidak suka
pada Dewi Radha dan Dewi Rukmini. Dewi Jembawati membela putranya, kalau itu
wajar seorang anak membela ibunya yang diduakan orang lain. Prabu Kresna sekali
lagi meminta maaf kepada istrinya itu jika selama ini sikapnya kurang baik atau
bertindak kurang adil di antara ke semua isterinya. Sang raja Dwarawati itu tak
lupa menasehati isteri ketiganya itu agar selalu bisa mengingatkannya untuk
lebih membuka hati. Prabu Baladewa punya pendapat lain kalau sikap Samba
demikian karena ia belum dewasa. Mungkin dengan menikah, pikiran Samba akan
terpecah dengan harapan, perasaan tidak suka itu akan berkurang. Kebetulan,
Dewi Sunggatawati, putri Arjuna yang dulu datang ke Dwarawati tempo hari sudah
dijodohkan dengan Samba. Sekarang, Prabu Baladewa akan datang ke Madukara
mewakili Raden Samba untuk menagih perjodohan tempo hari.
Sesampainya di Madukara,
lagi-lagi Prabu Baladewa bertemu dengan Patih Sengkuni dan Begawan Dorna.
Tujuan mereka juga menjodohkan Raden Lesmana Mandrakumara dengan Dewi
Sunggatawati. Lalu datanglah Arjuna dan putrinya, Dewi Sunggatawati. Prabu
Baladewa lalu menghaturkan segala hasil bumi kerajaan Dwarawati dan meminta
Arjuna menepati janji untuk menikahkan Samba dengan Sunggatawati. Patih
Sengkuni lagi-lagi mengejek Prabu Baladewa " ya ampun, nak
Baladewa....lagi-lagi melamarkan anak orang....kapan anak sendiri diperhatikan
jodohnya....." Prabu Baladewa marah " keluargaku urusanku,
paman......paman tidak berhak mencampuri urusan keluarga orang lain...lha paman
sendiri lebih sering ngurusin keluarga keponakan tercinta dari pada keluarga
sendiri....." Terjadilah keributan di balairung kadipaten Madukara. Namun
berhasil ditenangkan Patih Surata dan Patih Sucitra. Arjuna lalu berdiskusi
dengan putrinya bagaimana sebaiknya. Setelah selesai berdiskusi, Dewi
Sunggatawati menyampaikan isi hatinya " karena sekarang yang melamarku ada
dua orang, aku akan membuat sayembara diantara dua pelamar. Siapapun yang bisa
menggembalakan segerombol kidang kencana samparan rekta, maka aku bersedia
menjadi istrinya. Kidang kencana samparan rekta itu harus ditangkap
sendiri." Prabu Baladewa dan Patih Sengkuni tidak protes. Mereka pun pergi
untuk menyampaikan hal itu kepada para calon suami Sunggatawati.
Prabu Baladewa telah
sampai di Dwarawati. Ia menceritakan semua yang ia dapat dari Madukara termasuk
keinginan Dewi Sunggatawati melihat segerombol kidang kencana samparan rekta
sebagai mas kawin. Raden Samba termangu mendengarnya. Baru kali ini seorang
Samba hanya bisa terdiam membisu. Mencari kidang kencana saja sudah sulit,
apalagi yang kakinya merah (samparan rekta). Dewi Radha dan Dewi Jembawati
memberikan semangat kepada Samba. Dewi Radha lalu berkata " coba ananda
bertanya pada kakek ananda, Resi Jembawan. Dia pasti tau tentang kidang kencana
samparan rekta itu berada." Raden Samba yang sebelumnya sangat antipati
kepada Radha kali ini jadi anak penurut....bagaimanapun Samba tidak bisa terus
membenci Radha tanpa alasan. Maka ia mulai berdamai dengan rasa tidak sukanya.
Samba pun berterima kasih kepada ibu tirinya itu. Ia pun berangkat ke pertapaan
Gandamadana, tempat kakak dan kakeknya tinggal.
Sesampainya di pertapaan,
Raden Samba segera menghadap sang kakek, yaitu Resi Jembawan, beserta kakak
kandungnya, yaitu Bambang Gunadewa. Ia pun bertanya "ampun kakek resi, apa
kau tau soal kidang kencana samparan rekta?" Resi Jembawan pun menjawab
" aku tau, cucuku. Mereka hewan langka yang tinggal di sekitar gunung
Untarayana. Untuk menjinakkan mereka, harus dengan cara lembut." Raden
Samba langsung paham maksudnya cara lembut. Raden Samba berterima kasih kepada
sang kakek, lalu mohon restu berangkat menuju ke gunung tersebut.
Singkat cerita, Samba telah tiba di kaki Gunung Untarayana sebelah barat. Setelah menyusuri jalur yang diceritakan Resi Jembawan, ia akhirnya melihat gerak-gerik ada sepasang kijang berbulu emas, berkaki merah lalu pasangan kijang masuk ke dalam hutan. Itulah kidang kencana samparan rekta yang dimaksud. Ketika mengikutinya, Raden Samba kaget menemukan satu gerombolan. Bulu mereka emas menyala begitu ditimpa sinar matahari dengan kaki kemerahan bagaikan bunga mawar.
Samba memikat kidang kencana samparan rekta |
Namun datang gangguan
dari para Kurawa dan radèn Lesmana Mandrakumara. Juga datang di sana Prabu Boma
Sitija. Raden Samba kaget kakaknya membela Raden Lesmana Mandrakumara.
Sepertinya kakaknya telah dipengaruhi. Prabu Boma Sitija berkata " adhiku,
Samba. Serahkan kidang-kidang kencana itu kepada Lesmana. Aku berjanji akan
mencarikan wanita yang jauh lebih cantik dari Sunggatawati." Raden Samba lalu
berkata kepada kakaknya " kakang Sitija, tolong jangan jodoh saya. Apa
kakang iri karena Dinda Siti Sundari dan kakang Partajumena sudah menikah lebih
dulu? Jodoh pasti akan bertemu dengan caranya" Prabu Boma Sitija merasakan
makjleb di dadanya. Pada dasarnya Prabu Boma Sitija memang sayang kepada
adiknya, namun karena dikompori oleh Patih Sengkuni, ia pun menyerang Samba dan
kidang-kidang kencananya. Raden Samba terpaksa menggunakan ajian tapak Lindu
Bumi. Seketika bumi bergetar dan membuat prabu Boma Sitija limbung. Seketika,
ia tersadar dan balik membantu Samba. Para Kurawa merasa dikhianati lalu balik
menyerang Samba dan Boma Sitija. Sebagian para Kurawa juga membuat
kidang-kidang kencana itu tercerai berai. Namun berkat suara seruling yang
ditiupkan Samba, kidang-kidang kencana samparan rekta mengikuti perintah Samba.
Kidang-kidang jantan menyeruduk para Kurawa dan Radèn Lesmana Mandrakumara.
Para Kurawa dibuat kalang kabut dan lari menyelamatkan diri. Raden Lesmana
Mandrakumara ketinggalan dan hendak diperdaya dengan suara seruling Samba.
Seketika, Raden Lesmana Mandrakumara linglung. Dengan keadaan linglung begitu,
Samba membuat pangeran cengeng itu malu. Para Kurawa baru sadar kalau keponakan
tersayang mereka tertinggal dan mereka mendapati Lesmana Mandrakumara sedang
asik memeluk pohon sambil setengah sadar.
Singkat cerita, Raden
Samba dan Prabu Boma Sitija tiba di Kerajaan Dwarawati. Prabu Kresna dan Dewi
Jembawati bangga dengan keberhasilan Samba yang sudah berusaha sendiri
mendapatkan jodohnya. Bahkan Dewi Radha turun dan memeluk Samba karena sang
putra Jembawati itu berhasil dan kembali pulang tanpa kurang satu apapun. Raden
Samba terkesan mendengar perhatian sang ayah dan dua ibunya itu kepadanya.
Samba tidak menyangka kalau Dewi Radha sangat khawatir dengannya. Samba
berdamai dengan rasa tidak sukanya.
Keesokan harinya di
Madukara, Arjuna dan segenap keluarga besar Pandawa menyambut kedatangan
rombongan pengantin pria dari Kerajaan Dwarawati. Tampak Raden Samba berpakaian
pengantin lengkap memainkan seruling dengan di belakangnya kidang-kidang
kencana samparan rekta mengikutinya, diiringi Prabu Kresna, Prabu Baladewa,
Dewi Radha, Dewi Rukmini Dewi Jembawati, Dewi Setyaboma, Prabu Boma Sitija,
Arya Setyaki, Patih Udawa, Patih Pragota, dan Arya Prabawa. Dewi Sunggatawati
melihat persyaratan yang ia minta sudah terpenuhi dan ia juga dapat mengetahui
bahwa hewan tersebut benar-benar ditangkap sendiri oleh Raden Samba. Arjuna pun
meresmikan pernikahan antara Raden Samba dengan Dewi Sunggatawati. Semua orang
ikut berbahagia merayakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar