Jumat, 23 Juni 2023

Pramusinta-Rayungwulan


Hai-hai semua penikmat dan pembaca kisah-kisah pewayangan, kali ini penulis akan mengisahkan kisah anak-anak Nakula Sadewa yang sudah lama menghilang dan pertemuan mereka dengan ayah mereka. Di kisah ini juga menceritakan siasat Prabu Tejalelana yang pernah ditolong Arjuna mengadu dombanya dengan salah satu anak Nakula demi merebut isterinya. Kisah ini memakai sumber dari blog albumkisahwayang.blogspot.com dengan pengubahan dan penyelarasan seperlunya

Beberapa tahun setelah serangan terakhir Prabu Jarasandha ke Awu-awu Langit, Selamirah, dan Tasikmadu, tiga negara ini hilang tak berbekas. Kabar akan isteri-isteri Nakula dan Sadewa yakni Dewi Suyati dan Dewi Rasawulan juga putra-putri mereka hilang bak ditelan bumi. Sementara itu, Prabu Tejalelana, raja Bulutiga dihadap patihnya, Patih Tejamurti dan adiknya, Tejawati menerima seorang pemuda dari desa Pandansurat yakni Bambang Pramusinta. Kedatangannya tak sendiri. Ia bersama isterinya yakni Dewi Rayungwulan dan adik perempuannya yakni Dewi Pramuwati yang kini juga sudah menikah dengan kakak dari Rayungwulan yakni Bambang Sabekti. Pramusinta melamar kerja sebagai pekatik kuda kerajaan dan Bambang Sabekti melamar sebagai mantri ternak.

Sejak kedatangan keluarga kecil Pramusinta dan Sabekti ke istana, prabu Tejalelana jatuh hati pada isteri-isteri dua penggawa barunya. Patih Tejamurti membuatkan siasat jahat untuk menyingkirkan Pramusinta dan Sabekti. Setelah itu rencana dijalankan. Singkat cerita, Prabu Tejalelana memerintahkan Bambang Pramusinta untuk menyampaikan surat ke negara Amarta, tepatnya ke kadipaten Madukara. Sabekti ternyata waskita. Ia berkata pada iparnya " tunggu kakang, aku curiga karena ini tidak masuk akal, seorang raja menyuruh pekatik kuda istana untuk menyampaikan pesan ke negara lain." Pramusinta menyuruh iparnya " Dinda Sabekti, jangan terlalu curiga." Ia pun berangkat. Sadar kalau Bambang Sabekti sudah kadung curiga, telik sandi Prabu Tejalelana yang sedari awal mengikuti gerak-gerik dua saudara ipar itu menangkap dan menghabisi Bambang Sabekti diam-diam dan jasadnya dibuang di dekat rumahnya dalam keadaan menggantung di atas pohon. Dewi Pramuwati yang mendapati suaminya sudah meninggal dengan cara semacam itu syok berat, begitupun sang adik Dewi Rayungwulan. Lalu datang Prabu Tejalelana dan Patih Tejamurti hendak menjemput paksa Rayungwulan dan Pramuwati. Dewi Rayungwulan menolak lalu lari sekencang mungkin. Namun ia jatuh ke lobang jebakan (grogol) dan tewas di sana. Prabu Tejalelana kecewa tapi paling tidak ia bisa membawa Dewi Pramuwati ke istana. Dewi Pramuwati berontak " lepaskan aku! Aku tidak sudi menikahimu, raja cabul! Lepaskan!" Namun sang raja lalu menotoknya sehingga ia tidak bisa berontak lagi dan akhirnya bisa dibawa pergi ke istana.

Sesampainya di Amarta, Bambang Pramusinta memberikan surat itu kepada Arjuna secara langsung selaku adipati Madukara. Begitu membaca isi surat itu, Arjuna seperti terkena jampi. Ia sangat marah dan merobek kertas surat itu lalu tanpa peringatan, ia menyerang Pramusinta dengan membabi buta. Kakek Semar memungut potongan surat itu lalu menggabungkannya. Setelah mengetahui isi surat itu, Semar segera menggunakan Aji Pameling untuk memanggil Prabu Kresna, Arya Nakula, dan Arya Sadewa. Tak berapa lama, Prabu Kresna, Arya Nakula, dan Arya Sadewa datang ditemani Prabu Yudhistira dan Arya Wrekodara untuk mendamaikan Arjuna dan pemuda itu. Kakek Semar segera memberikan potongan surat itu kepada Prabu Kresna. Begitu dibaca, Prabu Kresna tertawa karena isi surat itu penuh kebohongan. Isinya begini "dari Prabu Tejalelana, aku sebagai teman dari Arjuna memohon bantuan. Pengantar surat yang mengantarkan surat ini adalah pemberontak yang mengancam negara Bulutiga. Jikalau Raden berkenan untuk menghabisi pemberontak itu,dengan senang hati aku akan menjodohkan Raden dengan adikku, Tejawati. Sekian dari sahabatmu, Prabu Tejalelana." Prabu Kresna segera menghentikan pertarungan tidak berfaedah itu. Sang Danardana lalu berkata " Parta, kalau baca surat itu dicermati itu benar atau tidak...setidaknya tanyakan dulu pada pengantarnya.... Jangan gampang ambil keputusan apalagi kalau sampai dapat iming-iming wanita cantik." Arjuna merah padam wajahnya tanda malu.

Prabu Kresna lalu memanggil Arya Nakula dan berdiri bersebelahan dengan Bambang Pramusinta. Ternyata wajah mereka mirip bak pinang dibelah dua . Arya Nakula lalu bertanya " anak muda, siapa orang tuamu?"

Pertemuan kembali Nakula dengan Pramusinta
Pramusinta berkata " nama orang tuaku Raden Pinten dan Dewi Suyati. Ibuku dari Awu-awu Langit. Tapi ibuku sudah meninggal saat masih kecil karena serangan Prabu Jarasandha" Terkejut lah Nakula karena Pramusinta adalah putranya yang hilang. Nakula memeluk anak muda itu dengan penuh haru. Pramusinta bertanya kenapa ayah dan ibunya sampai berpisah dan tidak mencarinya. Nakula menjelaskan kalau situasi waktu itu kacau. Amarta juga dilanda duka karena salah seorang mertua Arjuna juga gugur karena serangan Jarasandha. Arya Sadewa lalu bertanya nasib tentang anak isterinya kepada Bambang Pramusinta. Pramusinta berkata kalau ia kurang tahu, yang jelas ia sekarang tinggal bersama isteri, adik dan iparnya. Adiknya bernama Pramuwati sedangkan isteri dan iparnya bernama Rayungwulan dan Sabekti. Nama ibu dari isteri dan iparnya itu menurut kata orang-orang desa Pandansurat bernama Dewi Rasawulan. Arya Sadewa berkata " Astungkara, matur suksma Hyang Widhi...anak-anakku masih hidup. Pramusinta, dari yang aku tahu dari isi surat yang kau bawa, firasatku kalau Prabu Tejalelana punya rancangan jahat untuk memisahkanmu dengan putriku." Bambang Pramusinta teringat akan peringatan dari Sabekti sesaat sebelum berangkat ke Amarta. Pramusinta khawatir dengan keselamatan istri dan adiknya. Prabu Kresna segera mengajaknya naik kereta Jaladara bersama Arjuna, Arya Nakula, dan Arya Sadewa.

Sesampainya di Desa Pandansurat, Bambang Pramusinta melihat Bambang Sabekti dan Dewi Rayungwulan telah meninggal dunia dengan dikerumuni warga sekitar hendak dingaben. Prabu Kresna segera mengeluarkan Cangkok Wijayakusuma sambil membaca mantra. Seketika Bambang Sabekti dan Dewi Rayungwulan pun hidup kembali, pertanda ajal mereka memang bukan hari ini. Bambang Sabekti lalu menceritakan kronologinya tapi ia tidak tahu bagaimana sampai bisa Dewi Rayungwulan meninggal juga. Bambang Pramusinta bertanya pada isterinya. Dewi Rayungwulan berkata " kanda, aku lari dari Prabu Tejalelana saat ia hendak menjemputku paksa. Aku jatuh ke lobang grogolan dan tertusuk tombak. Sebelum hilang kesadaran, aku melihat Dinda Pramuwati berontak dibawa gusti Prabu." Bambang Pramusinta dan Bambang Sabekti sangat marah mendengar penjelasan dari Rayungwulan. Dua putra Nakula dan Sadewa itu pun bergegas menyerang Kerajaan Bulutiga. Prabu Tejalelana dan Patih Tejamurti terkejut mendapati Bambang Pramusinta dan Bambang Sabekti masih hidup. Melihat Arjuna juga ada di situ, ia segera memohon perlindungan. Namun, Arjuna menolak. Ia berkata "Bambang Pramusinta dan Sabekti adalah keponakanku sendiri. Aku tidak sudi melindungi kelicikanmu."

Prabu Tejalelana dan Patih Tejamurti merasa sudah terdesak. Mereka pun maju menyerang Bambang Pramusinta dan Bambang Sabekti sekuat tenaga. Namun, kesaktian dua ksatria ini jelas berada di atasnya. Bambang Sabekti terus menyerang Prabu Tejalelana sehingga di suatu kesempatan, Prabu Tejalelana pun tewas dengan leher ditebas keris putra Sadewa itu. Melihat rajanya terbunuh, Patih Tejamurti maju menyerang. Ia mengompori kalau ia lah yang merencanakan ini semua. Terbakar lah amarah Pramusinta. Di tusuklah dalam-dalam keris miliknya ke dada patih jahat itu. Pada akhirnya, ia menemui ajal dengan tusukan keris Bambang Pramusinta. Bambang Sabekti dan Bambang Pramusinta segera mencari keberadaan Pramuwati. Ternyata ia diamankan oleh Dewi Tejawati dari kebejatan dua kakaknya itu.

Bambang Pramusinta dan Bambang Sabekti berterima kasih atas kebaikan hati Dewi Tejawati yang telah melindungi adik dan isterinya. Ia lalu mohon pamit pulang ke Desa Pandansurat, namun Dewi Tejawati mencegahnya. Ia berkata " Sekarang kedua kakakku telah tewas, sehingga aku sekarang ahli waris Kerajaan Bulutiga. Tapi aku merasa tidak sanggup memimpin negara. Aku minta adhi Pramusinta saja yang mewakilinya sebagai raja." Bambang Pramusinta merasa keberatan, namun Dewi Tejawati terus memaksa, karena kasihan rakyat Bulutiga apabila tidak ada yang memimpin.

Bambang Pramusinta akhirnya mengabulkan keinginan Dewi Tejawati. Di hari penobatan, Prabu Kresna dan seluruh keluarga Amarta termasuk Arya Nakula, Arya Sadewa, Bambang Sabekti dan Dewi Pramuwati datang menyaksikannya menjadi raja. Bambang Pramusinta menolak memakai mahkota. Ia akan tetap menggelung rambutnya. Dewi Tejawati merasa lega dan ia pun menyatakan hendak hidup menyepi sebagai pendeta untuk menebus dosa kedua kakaknya. Prabu Kresna tersenyum dan menyindir Arjuna "Tuh kan, Parta. Hadiahmu sudah menolak dirimu lho." Arjuna tertunduk malu lalu bilang "Madhawa, tolong jangan bahas lagi. Terlalu memalukan. Masalah ini jangan diungkit-ungkit lagi."

Beberapa hari kemudian, kasus penculikan Rayungwulan dan Pramuwati juga pembunuhan Sabekti tempo hari merembet dan mengenai kepala desa Pandansurat. Ia terbukti melakukan pembiaran dan bersikap acuh tak acuh terhadap tindakan pidana yang dilakukan Prabu Tejalelana. Para penduduk lalu melengserkannya dan membuang kepala desa korup itu ke pengasingan. Para penduduk melakukan referendum tentang nasib desa itu.

Putra-putri Nakula dan Sadewa naik takhta jadi Adipati
Para penduduk mendukung kalau Bambang Sabekti cocok menjadi kepala desa yang berikutnya. Bambang Sabekti menolak namun karena juga terus didesak, Bambang Sabekti bersedia jadi kepala desa Pandansurat. Pada pemerintahannya, desa Pandansurat menjadi désa besar dan selang beberapa tahun saja naik tingkat menjadi kadipaten. Bambang Sabekti pun dilantik menjadi Adipati disaksikan seluruh keluarga Amarta dan kerabatnya.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar