Hai-hai semua penikmat dan pembaca kisah-kisah pewayangan, kali ini penulis akan mengisahkan kisah anak-anak Nakula Sadewa yang sudah lama menghilang dan pertemuan mereka dengan ayah mereka. Di kisah ini juga menceritakan siasat Prabu Tejalelana yang pernah ditolong Arjuna mengadu dombanya dengan salah satu anak Nakula demi merebut isterinya. Kisah ini memakai sumber dari blog albumkisahwayang.blogspot.com dengan pengubahan dan penyelarasan seperlunya
Beberapa tahun setelah
serangan terakhir Prabu Jarasandha ke Awu-awu Langit, Selamirah, dan Tasikmadu,
tiga negara ini hilang tak berbekas. Kabar akan isteri-isteri Nakula dan Sadewa
yakni Dewi Suyati dan Dewi Rasawulan juga putra-putri mereka hilang bak ditelan
bumi. Sementara itu, Prabu Tejalelana, raja Bulutiga dihadap patihnya, Patih
Tejamurti dan adiknya, Tejawati menerima seorang pemuda dari desa Pandansurat
yakni Bambang Pramusinta. Kedatangannya tak sendiri. Ia bersama isterinya yakni
Dewi Rayungwulan dan adik perempuannya yakni Dewi Pramuwati yang kini juga
sudah menikah dengan kakak dari Rayungwulan yakni Bambang Sabekti. Pramusinta
melamar kerja sebagai pekatik kuda kerajaan dan Bambang Sabekti melamar sebagai
mantri ternak.
Sejak kedatangan keluarga
kecil Pramusinta dan Sabekti ke istana, prabu Tejalelana jatuh hati pada
isteri-isteri dua penggawa barunya. Patih Tejamurti membuatkan siasat jahat
untuk menyingkirkan Pramusinta dan Sabekti. Setelah itu rencana dijalankan.
Singkat cerita, Prabu Tejalelana memerintahkan Bambang Pramusinta untuk
menyampaikan surat ke negara Amarta, tepatnya ke kadipaten Madukara. Sabekti
ternyata waskita. Ia berkata pada iparnya " tunggu kakang, aku curiga
karena ini tidak masuk akal, seorang raja menyuruh pekatik kuda istana untuk
menyampaikan pesan ke negara lain." Pramusinta menyuruh iparnya "
Dinda Sabekti, jangan terlalu curiga." Ia pun berangkat. Sadar kalau
Bambang Sabekti sudah kadung curiga, telik sandi Prabu Tejalelana yang sedari
awal mengikuti gerak-gerik dua saudara ipar itu menangkap dan menghabisi Bambang
Sabekti diam-diam dan jasadnya dibuang di dekat rumahnya dalam keadaan
menggantung di atas pohon. Dewi Pramuwati yang mendapati suaminya sudah
meninggal dengan cara semacam itu syok berat, begitupun sang adik Dewi
Rayungwulan. Lalu datang Prabu Tejalelana dan Patih Tejamurti hendak menjemput
paksa Rayungwulan dan Pramuwati. Dewi Rayungwulan menolak lalu lari sekencang
mungkin. Namun ia jatuh ke lobang jebakan (grogol) dan tewas di sana. Prabu
Tejalelana kecewa tapi paling tidak ia bisa membawa Dewi Pramuwati ke istana.
Dewi Pramuwati berontak " lepaskan aku! Aku tidak sudi menikahimu, raja
cabul! Lepaskan!" Namun sang raja lalu menotoknya sehingga ia tidak bisa
berontak lagi dan akhirnya bisa dibawa pergi ke istana.
Sesampainya di Amarta,
Bambang Pramusinta memberikan surat itu kepada Arjuna secara langsung selaku
adipati Madukara. Begitu membaca isi surat itu, Arjuna seperti terkena jampi.
Ia sangat marah dan merobek kertas surat itu lalu tanpa peringatan, ia
menyerang Pramusinta dengan membabi buta. Kakek Semar memungut potongan surat
itu lalu menggabungkannya. Setelah mengetahui isi surat itu, Semar segera
menggunakan Aji Pameling untuk memanggil Prabu Kresna, Arya Nakula, dan Arya
Sadewa. Tak berapa lama, Prabu Kresna, Arya Nakula, dan Arya Sadewa datang
ditemani Prabu Yudhistira dan Arya Wrekodara untuk mendamaikan Arjuna dan
pemuda itu. Kakek Semar segera memberikan potongan surat itu kepada Prabu
Kresna. Begitu dibaca, Prabu Kresna tertawa karena isi surat itu penuh
kebohongan. Isinya begini "dari Prabu Tejalelana, aku sebagai teman dari
Arjuna memohon bantuan. Pengantar surat yang mengantarkan surat ini adalah
pemberontak yang mengancam negara Bulutiga. Jikalau Raden berkenan untuk
menghabisi pemberontak itu,dengan senang hati aku akan menjodohkan Raden dengan
adikku, Tejawati. Sekian dari sahabatmu, Prabu Tejalelana." Prabu Kresna
segera menghentikan pertarungan tidak berfaedah itu. Sang Danardana lalu
berkata " Parta, kalau baca surat itu dicermati itu benar atau
tidak...setidaknya tanyakan dulu pada pengantarnya.... Jangan gampang ambil
keputusan apalagi kalau sampai dapat iming-iming wanita cantik." Arjuna
merah padam wajahnya tanda malu.
Prabu Kresna lalu memanggil Arya Nakula dan berdiri bersebelahan dengan Bambang Pramusinta. Ternyata wajah mereka mirip bak pinang dibelah dua . Arya Nakula lalu bertanya " anak muda, siapa orang tuamu?"
Pertemuan kembali Nakula dengan Pramusinta |
Sesampainya di Desa
Pandansurat, Bambang Pramusinta melihat Bambang Sabekti dan Dewi Rayungwulan
telah meninggal dunia dengan dikerumuni warga sekitar hendak dingaben. Prabu
Kresna segera mengeluarkan Cangkok Wijayakusuma sambil membaca mantra. Seketika
Bambang Sabekti dan Dewi Rayungwulan pun hidup kembali, pertanda ajal mereka
memang bukan hari ini. Bambang Sabekti lalu menceritakan kronologinya tapi ia
tidak tahu bagaimana sampai bisa Dewi Rayungwulan meninggal juga. Bambang
Pramusinta bertanya pada isterinya. Dewi Rayungwulan berkata " kanda, aku
lari dari Prabu Tejalelana saat ia hendak menjemputku paksa. Aku jatuh ke
lobang grogolan dan tertusuk tombak. Sebelum hilang kesadaran, aku melihat
Dinda Pramuwati berontak dibawa gusti Prabu." Bambang Pramusinta dan
Bambang Sabekti sangat marah mendengar penjelasan dari Rayungwulan. Dua putra
Nakula dan Sadewa itu pun bergegas menyerang Kerajaan Bulutiga. Prabu
Tejalelana dan Patih Tejamurti terkejut mendapati Bambang Pramusinta dan
Bambang Sabekti masih hidup. Melihat Arjuna juga ada di situ, ia segera memohon
perlindungan. Namun, Arjuna menolak. Ia berkata "Bambang Pramusinta dan
Sabekti adalah keponakanku sendiri. Aku tidak sudi melindungi
kelicikanmu."
Prabu Tejalelana dan
Patih Tejamurti merasa sudah terdesak. Mereka pun maju menyerang Bambang
Pramusinta dan Bambang Sabekti sekuat tenaga. Namun, kesaktian dua ksatria ini
jelas berada di atasnya. Bambang Sabekti terus menyerang Prabu Tejalelana
sehingga di suatu kesempatan, Prabu Tejalelana pun tewas dengan leher ditebas
keris putra Sadewa itu. Melihat rajanya terbunuh, Patih Tejamurti maju
menyerang. Ia mengompori kalau ia lah yang merencanakan ini semua. Terbakar lah
amarah Pramusinta. Di tusuklah dalam-dalam keris miliknya ke dada patih jahat
itu. Pada akhirnya, ia menemui ajal dengan tusukan keris Bambang Pramusinta. Bambang
Sabekti dan Bambang Pramusinta segera mencari keberadaan Pramuwati. Ternyata ia
diamankan oleh Dewi Tejawati dari kebejatan dua kakaknya itu.
Bambang Pramusinta dan
Bambang Sabekti berterima kasih atas kebaikan hati Dewi Tejawati yang telah
melindungi adik dan isterinya. Ia lalu mohon pamit pulang ke Desa Pandansurat,
namun Dewi Tejawati mencegahnya. Ia berkata " Sekarang kedua kakakku telah
tewas, sehingga aku sekarang ahli waris Kerajaan Bulutiga. Tapi aku merasa
tidak sanggup memimpin negara. Aku minta adhi Pramusinta saja yang mewakilinya
sebagai raja." Bambang Pramusinta merasa keberatan, namun Dewi Tejawati
terus memaksa, karena kasihan rakyat Bulutiga apabila tidak ada yang memimpin.
Bambang Pramusinta
akhirnya mengabulkan keinginan Dewi Tejawati. Di hari penobatan, Prabu Kresna
dan seluruh keluarga Amarta termasuk Arya Nakula, Arya Sadewa, Bambang Sabekti
dan Dewi Pramuwati datang menyaksikannya menjadi raja. Bambang Pramusinta
menolak memakai mahkota. Ia akan tetap menggelung rambutnya. Dewi Tejawati
merasa lega dan ia pun menyatakan hendak hidup menyepi sebagai pendeta untuk
menebus dosa kedua kakaknya. Prabu Kresna tersenyum dan menyindir Arjuna
"Tuh kan, Parta. Hadiahmu sudah menolak dirimu lho." Arjuna tertunduk
malu lalu bilang "Madhawa, tolong jangan bahas lagi. Terlalu memalukan.
Masalah ini jangan diungkit-ungkit lagi."
Beberapa hari kemudian, kasus penculikan Rayungwulan dan Pramuwati juga pembunuhan Sabekti tempo hari merembet dan mengenai kepala desa Pandansurat. Ia terbukti melakukan pembiaran dan bersikap acuh tak acuh terhadap tindakan pidana yang dilakukan Prabu Tejalelana. Para penduduk lalu melengserkannya dan membuang kepala desa korup itu ke pengasingan. Para penduduk melakukan referendum tentang nasib desa itu.
Putra-putri Nakula dan Sadewa naik takhta jadi Adipati |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar