Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan. Kisah kali ini menceritakan balas dendam Aswatama dan Kertamarma dengan membangun terowongoan dan menghabisi orang-orang di kubu Pandawa yang sedang tidur. Kisah ini turut menceritakan pembunuhan Dewi Banowati, Srikandhi, Drestajumena, dan anak-anak Pandawa yang tersisa lalu dilanjutkan pertarungan terakhir Arjuna dan Aswatama dan kelahiran Parikesit, cucu Arjuna dari Abimanyu dan Utari. Mungkin di kisah kali ini ada sedikit perbedaan tentang nasib Kertamarma agar menyelaraskan dengan Kitab Mahabharata yang asli. Kisah ini mengambil sumber dari Kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa, Serial kolosal india Mahabharat Starplus, https://mediaindonesia.com/weekend/342523/politik-nglandak, https://caritawayang.blogspot.com/2012/10/aswatama-nglandak.html, dan https://www.kompasiana.com/margonods/550d401da333119c1e2e3f19/cinta-trapesium-ala-banowati.
Landakan, Parikêsit
Lair
Perang telah berakhir
dengan kemenangan Pandawa. Kurawa telah pupus. Lalu datang dari pihak Kurawa
yakni Dewi Banowati, janda Prabu Duryudhana. Ia datang untuk menyerah baik-baik
dan meminta lindungan Pandawa jika terjadi sesuatu di Hastinapura nanti.
Bersaman dengan kedatangan Banowati, para putra Pandawa yang masih selamat
yakni Radèn Pancawala, Bambang Sena Pradeksa,, Bambang Prabakusuma , Adipati
Pramusinta dan Bambang Sabekti datang. Mereka berlima ditemani oleh para istri yakni
Dewi Pergiwati, istri Pancawala lalu isteri Bambang Sena Pradeksa yakni Dewi
Setyaningsih yang masih kerabat Yadawa. Lalu Dewi Mustikawati isteri
Prabakusuma disusul dibelakangnya Dewi Pramuwati dan Dewi Rayungwulan. Mereka
berlima beserta para isteri datang untuk memberi selamat atas kemenangan para
Pandawa di perang Bharatayuda. Para Pandawa merasa lega karena hingga saat ini
anak-anak mereka yang tersisa masih hidup hingga saat ini. Tapi nasib bagaikan
roda yang bisa berputar balik. Ketidakberuntungan akan kembali mengoyak
kemenangan mereka.
Sementara itu, Rsi
Krepa, ipar Rsi Dorna sekaligus paman Aswatama di kediamannya di Sokalima kedatangan
Prabu Kertamarma yang awalnya lari dari medan laga. Sang resi kaget melihat
adik prabu Duryudhana itu ternyata masih hidup. Rsi Krepa lalu memberikan kabar
pada Kertamarma bahwa perang telah usai dan semua kakak adiknya sudah habis. Banowati
telah berada di kubu Pandawa untuk menyerah baik-baik. Prabu Kertamarma murka
hendak menghabisi Pandawa dan Banowati. Rsi Krepa menyabarkan adik Prabu
Duryudhana yang masih berada di kubu Kurawa itu "anak prabu,
bersabarlah.....mau bagaimanapun kita sebagai pihak yang kalah perang harus
menaati siapa pemenang perang." namun sang rsi justru didorong hingga
pingsan. Ia pun berkata " persetan dengan pemenang perang! Akan ku
obrak-abrik Pandawa malam ini!" Prabu Kertamarma memutuskan berperang
dengan cara growongan landak (menggali lubang rahasia) dan menghabisi Pandawa
saat mereka terlelap. Di tempat yang sama, Prabu Kertamarma bertemu dengan
Bambang Aswatama, putra Begawan Dorna yang telah lama pergi sejak kematian
ayahandanya. Bambang Aswatama berkata " dinda Kertamarma, kau disini. Apa
kau ingin balas dendam kepada para Pandawa?" Kertamarma berkata "
iya, kakang Aswatama. Kau juga sama kah?" Bambang Aswatama berkata ya.
Bambang Aswatama lalu bercerita bahwa ia sudah bertemu Prabu Duryudhana yang
tengah sekarat. Dengan lidahnya yang licin, Aswatama memelintir titah dari
Duryudhana bahwa ia telah ditugaskan untuk menghabisi para Pandawa. Prabu
Kertamarma semakin membara dendamnya dan mereka berdua membulatkan tekad untuk
menyerang Pandawa malam itu juga. Singkat cerita, dengan bantuan Dewi Wilotama,
ibunya, Bambang Aswatama dan Kertamarma menggali terowongan ke kubu Pandawa.
Ketika sampai disana, mereka memasuki tiap kemah dan membunuh para prajurit
yang terlelap tidur. Kertamarma memutuskan untuk berjaga di luar pesanggrahan.
Ketika memasuki aula pesanggrahan yang paling besar, Aswatama melihat ada lima orang lelaki sedang tidur dan disebelahnya lima orang perempuan juga dalam keadaan terlelap.
Sauptikaparwa : Pembunuhan anak-anak para Pandawa |
Jeritan Banowati yang sedang disiksa sayup-sayup terdengar. Para Pandawa diikuti para isteri mendatangi aula besar dan mendapati darah bercucuran dimana-mana.
Pemerkosaan Banowati |
Di tempat lain,
Aswatama dan Kertamarma mendengar suara wanita mengerang kesakitan. Ketika
memeriksa ruangan pesanggrahan lainnya, rupanya ada Dewi Utari, janda Abimanyu
yang hendak melahirkan. Dengan muka dingin dan nanar, Aswatama hendak menikam
Utari namun kekuatan ajaib seakan melindungi mantu Arjuna itu. Tiba-tiba jabang
bayi yang masih dalam kandungan itu mengeluarkan kesaktian dan melemparkan
keris Polanggeni ke dada Aswatama. Mengerang lah Aswatama kesakitan.
Teriakan Aswatama membuat para Pandawa beserta isteri dan Harya Wiwitsuh menuju kamar Utari. Mereka melihat Aswatama dan Kertamarma menjebol dinding kamar yang terbuat dari kayu dan hendak kabur ke hutan. Para Pandawa mengejar. Arya Wrekodara berhasil mengakap dan menjambak Kertamarma...ketika di puncak amarahnya, Kertamarma dihabisi. Menggelinding lah kepala Kertamarma dan disiksa lah jasad adik ke sekian prabu Duryudhana itu. Namun kemudian Prabu Sri Kresna datang dan menghentikan Wrekodara " sudah, adhiku Bhima....jangan teruskan lagi... adik Prabu Duryudhana harus ada yang hidup. Dulu sewaktu kakangmu Yudhistira diuji Batara Dharma, kakangmu memilih Nakula untuk dihidupkan kembali sebelum kalian. Sekarang biarkan salah satu adik Duryudhana tetap hidup...aku yang akan menjaminnya. Aku bersedia menampungnya dan akan ku buatkan rumah di Dwarawati." Arya Wrekodara luluh dan memaafkan Kertamarma. Dengan kekuatan ajaibnya, Prabu Sri Kresna memohon kepada para dewa agar Kertamarma dihidupkan lagi...ajaib, Prabu Kertamarma hidup kembali namun Kertamarma hilang ingatan. Ingatan tentang identitasnya sabagai Kurawa hilang....Kertamarma menghaturkan terima kasihnya " terima kasih kakang prabu Kresna sudah mengampuniku." Sementara itu, Arjuna berperang tanding melawan anak gurunya itu." ASWATAMA ! KAU SANGAT KEJI! MENGHABISI NYAWA SESEORANG YANG TENGAH TIDUR DAN MENYIKSA WANITA! KAU TIDAK PANTAS HIDUP! AKU AKAN MENGANTARMU DIBAKAR DI NERAKA!" Aswatama tertawa-tawa dan berkata " AKU TIDAK TAKUT DENGAN NERAKA ATAU KEMATIAN! PERSETAN DENGAN PARA DEWA YANG AKAN MENGUTUKKU NANTI! DUNIA TANPA AYAHKU, LEBIH BAIK AKU HANCURKAN SAJA! AKAN KU BUNUH UTARI DAN KANDUNGANNYA BESERTA SEISI ALAM DUNIA INI!!" Dua orang itu sama saktinya. Mereka saling beradu panah. Panah pun meledak-ledak di angkasa bagaikan cahaya dari kembang api. Lalu Aswatama menarik busur panahnya dan komat-kamit " CUNDHAMANIK ! KELUARLAH! DENGAN IZINKU DAN RESTU KEKUATAN BRAHMA, AKU MELAMBARIMU DENGAN AJI BRAHMASTRA!! LENYAPKAN UTARI DAN ANAKNYA SEKARANG JUGA!! Seketika muncul panah Cundhamanik berwarna merah membentuk bunga teratai yang diselimuti api paling panas. Arjuna pun tak mau kalah " PASOPATI! KELUARLAH! DENGAN RESTU HYANG GURU PRAMESTI! DENGAN IZIN KUASA BRAHMASTRA, AKU MEMENGGILMU, KELUARLAH!!" Panah Pasopati pun muncul dengan teratai api berwarana biru seterang langit siang.
Arjuna dan Aswatama beradu aji brahmastra |
Prabu Sri Kresna dan prabu Yudhistira habis kesabarannya dan sangat murka karena kejahatan Aswatama melebihi apa yang dilakukan Patih Sengkuni. Dengan penuh kemurkaan, Prabu Sri Kresna bertukar wujud sebagai Triwikrama dan Prabu Yudhistira berubah menjadi Dewa Amral. Dengan kemarahannya yang penuh, Dewa Amral melakukan Rudra Tandhawa, tarian maut milik Batara Guru. Alam bergetar hebat. Triwikrama Wisnu lalu berkata dengan penuh kemurkaan" KAU KETERLALUAN, ASWATAMA! KEJAHATANMU MELAMPAUI APA YANG DIPERBUAT PARA KURAWA! SENGKUNI!, KANGSA!, RAHWANA!!, HIRANYAKASIPU!! AKAN MALU DENGAN PERBUATANMU!! KAU AKAN DIKUTUK LEBIH DARI MEREKA!! RASAKAN KEMARAHANKU! Triwikrama segera melemparkan Cakra Widaksana ke arah Aswatama. Jrass, kepala Aswatama terpenggal dan permata di dahinya lepas. Aswatama pun roboh. Sebelum Aswatama menghembuskan nafas terakhirnya, Prabu Sri Kresna dalam wujud Triwikrama beserta para dewa mengutuk Aswatama " ASWATAMA! KAU SANGAT TIDAK TAKUT NERAKA DAN KEMATIAN, KAN?! MAKA AKU MENGUTUKMU! KAU AKAN TERUS TERSIKSA DAN MENGHARAPKAN KEMATIAN YANG LAYAK TAPI TIDAK AKAN PERNAH KAU DAPATKAN!! JASADMU YANG PENUH NAJIS TIDAK AKAN DITERIMA TANAH TEMPATMU BERPIJAK !! JIWAMU YANG PENUH
Hukuman untuk Aswatama |
Prabu Sri Kresna dan
para Pandawa menuju ke tempat Utari namun sesampainya di sana terlihat seisi
kamar terbakar hebat dan Dewi Utari telah terbujur kaku dengan tubuh gosong.
Dewi Sumbadra panik lalu meminta kakaknya agar menyelamatkan Utari dan jabang
bayinya. Prabu Sri Kresna segera memadamkan api dengan panah Tirta Jahnawi dan
tubuh Dewi Utari bisa dievakuasi. Namun nyawa Utari sekarang di ujung tanduk
begitu pula kandungannya. Prabu Sri Kresna menyembuhkannya dan kandungan isteri
dari keponakannya itu dengan Cangkok Wijayakusuma. Seketika, Dewi Utari kembali
sehat dan tiba-tiba perutnya kontraksi tanda akan melahirkan. Seketika bayi
yang dikandung Utari lahir dengan selamat dan sehat. Hari itu para Pandawa
mendapat harapan baru dengan kelahiran putra Abimanyu dan Utari. Maka Prabu Sri
Kresna dan Arjuna memberi nama sang jabang bayi itu Bambang Parikesit yang
bermakna telah diuji. Maksud dari namanya itu ialah Parikesit telah diuji
bahkan sebelum ia lahir ke dunia dengan dibakar hidup-hidup bersama sang ibu. Setelah
itu, upacara terakhir untuk anak-menantu Pandawa, Dewi Srikandhii, Bambang
Drestajumena, dan Dewi Banowati disempurnakan. Asap kemenyan dan dupa
dipanjatkan. Lantunan doa dan mantra mengalun laksana kidung tragedi. Api pancaka
membumbung tinggi, bergolak seakan tak kuasa menahan segala emosinya, emosi
kesedihan dan kemarahan akan pembunuhan berantai yang tak manusiawi dan penuh
kelicikan yang dilakukan seorang putra guru yang para Pandawa hormati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar