Hai semua pembaca dan penikmat kisah-kisah pewayangan. Kisah kali ini mengisahkan kegundahan hati para Pandawa sehabis perang Bharatayudha dan Maharesi Bhisma juga Abiyasa menenangkan mereka tentang pengatahuan akan tegaknya dharma kini ada di tangan para Pandawa dan hukum karma. Di kisahkan pula kedatangan para Pandawa kmebali ke Hastinapura dan kutuk pasu Gendari kepada Prabu Sri Kresna dan seluruh wangsa Yadawa. Kisah ini mengambil sumber dari Kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa, Serial kolosal India Mahabharat Starplus dan Radha Krishna Starbharat, dan Kematian Kresna - Kumpulan Cerita Wayang
Perang Bharatayudha
telah usai...Kurawa telah tumbang dan gugur di medan laga, hanya menyisakan
Arya Wiwitsuh dan Kertamarma. Keadaan keduanya sungguh berbeda. Arya Wiwitsuh
menjadi orang terhormat sementara Kertamarma hilang ingatan setelah ia dibunuh
oleh Arya Wrekodara lalu atas keinginan Sri Kresna ia dihidupkan kembali.
Pandawa memang meraih kemenangan namun juga bergelimang kepahitan dan perasaan
penuh dukacita. Sisa pengikut Kurawa yakni Aswatama yang pada malam hari
sehabis perang membunuh putra dan menantu Yudhistira dengan Drupadi yakni
Pancawala dan Pergiwati yang tengah terlelap dan beberpa para putra Pandawa
yang tersisa. Bukan itu saja ia juga membunuh janda sang Prabu Duryudhana,
junjungannya sendiri yakni Dewi Banowati. Lalu ia menghabisi Arya Drestajumena,
pembunuh ayahnya dan salah satu istri Arjuna, adik dari Drupadi dan
Drestajumena yaitu Dewi Srikandhi. Di puncak kekesalannya pada Arjuna, ia
berniat menghabisi keturunan Arjuna. Hal itu berakhir dengan tragis. Ia
dipenggal Prabu Sri Kresna dengan Cakra Widaksana dan dihantam gada Rujakpala Bhima
Wrekodara, lalu tewas. Prabu Sri Kresna mengutuknya bahwa kematiannya tidak
akan diterima langit, bumi, surga, maupun neraka dan akan terus mengembara di
Bumi sampai Mahapralaya (hari kiamat) tiba karena menembakkan panah Kyai Cundamanik
ke arah kandungan Dewi Utari, namun untungnya hal itu dapat ditanggulangi dan
anak Abimanyu dan Utari lahir selamat. Anak itu diberi nama Parikesit.
Sementara itu, anak dari Pancawala dan Pergiwati yakni Pancakesuma akan dirawat
oleh Prabu Drestaka, putra Drestajumena yang tak lain ialah pamannya dari
Pancala.
Sebelum boyongan, para Pandawa, Dewi Kunthi, Drupadi, Sumbadra, dan Sri Kresna ingin mendatangi dua kakek mereka yakni Maharesi Abiyasa dan Maharesi Bhisma. Kebetulan dua resi bersaudara itu masih di Tegal Kurusetra. Keadaan Maharesi Bhisma makin memprihatinkan. Tubuhnya yang masih tertancap ratusan panah terus mengeluarkan darah. Tapi Maharesi Bhisma sudah bersumpah dia hanya akan kembali ke hadirat Yang Mahakuasa jika waktu yang tiba. Maharesi Abiyasa juga semakin kurus saja sejak perang berlangsung. Sinar matanya kian temaram sejak cucu cicitnya juga semua orang yang ia kenal dan kasihi banyak yang gugur. Keadaan yang membuat serasa remuk redam hati.
Santiparwa (Dharma Pamungkas) |
Maharesi Bhisma dan
Maharesi Abiyasa mencegah cucunya itu. Maharesi Bhisma lalu memberikan wejangan
dan semangat hidup "cucuku Puntadewa, lihatlah kakek! Kakek sudah tercucuk
banyak panah masih punya semangat sampai hari ini! Tapi kenapa kau yang tak
terluka justru bersedih hati dan merasakan sakit? Kuatkan iman dan hatimu,
Darmakusumah. Ingatlah selalu cucuku, beginilah hukum dunia. Siapa yang
menabur, kelak akan menuai. Ada sebab ada akibat, ada perbuatan ada balasan.
Kakekmu ini telah menerima apa yang ia lakukan dahulu ketika telah mengecewakan
Amba saat masih muda dahulu. Kakangmu Karna dahulu pernah mengecewakan gurunya
Ramabargawa dengan mengaku-aku sebagai anak brahmana dan sekarang ia telah
ikhlas menghadapi takdirnya. Kakangmu Duryudana dan Dursasana dulu saat judi
dadu melakukan penghinaan dengan melakukan pelecehan pada istrimu dan mereka
menerima apa yang mereka tabur. Karma baik dan buruk telah ditentukan oleh Sang
Mahakuasa yang memutar roda nasib kita. Kita sebagai manusia hanya mampu
menghadapinya dengan cara-cara kita. Cucuku Puntadewa, apa kau masih ingat? Aku
adalah saksimu dulu saat Sesaji Rajasuya. Kau sudah membuktikan diri sebagai
raja diraja yang mumpuni. Takhta Amarta dan Hastinapura sudah menemukan orang
yang pantas untuk takhta itu diamanatkan, yaitu kamu cucuku."
Prabu Yudhistira masih
ragu apakah ia mampu sekali lagi menjadi raja. Lalu Maharesi Abiyasa memberi
juga wejangan "cucuku....kakek yakin, kamu pasti orang yang pantas.
Ingatkah kamu kisah leluhur Prabu Palgunadi, sang Bambang Ekalaya yaitu Prabu
Nala dan Dewi Damayanti dari Paranggelung. Sang raja juga punya nasib sama
sepertimu karena godaan judi hingga membuatnya tertimpa berbagai bencana dan
kemalangan juga harus berpisah dengan istrinya. Namun karena itu semua, ia bisa
kembali menjadi raja di Paranggelung dan berkumpul kembali dengan anak
isterinya. Berbagai kemalangan dan juga perang ini telah menempa iman dan
hatimu hingga seperti sekarang. Maka kuatkan semangatmu, hiduplah dengan baik
dan yakinlah dibalik sebuah kepahitan ada manis di dalamnya. Sekarang saatnya
aku dan kakang Bhisma harus menghadapi takdir kami masing-masing. Nasib negara
ini kami serahkan padamu." Tepat hari itu, matahari bergerak ke garis
balik utara. Datanglah kereta emas dari angkasa menjemput Maharesi Abiyasa dan
Maharesi Bhisma. Para prajurit kahyangan lalu memperlakukan luka Maharesi
Bhisma hingga ia bebas dari rasa sakit. Maharesi Abiyasa dan Maharesi Bhisma
ditemani sang ibu, Dewi Gangga dan Dewi Amba sang pujaan hati menaiki kereta
emas itu lalu kereta itu terbang ke kahyangan. Sebelum pergi, Abiyasa
memberikan gelah Dipayana kepada sang putu canggah, Parikesit. Para rombongan
Pandawa menangis bahagia melihat kedua leluhur mereka bisa moksa dengan tenang naik
kereta emas. Setelah kepergian mereka, mereka memberikan penghormatan.
Di Keraton Hastinapura, adipati Drestarastra, Dewi Gendari, dan Arya Widura ditemani putranya Sanjaya menyambut kedatangan rombongan Pandawa. Adipati Drestarasta begitu kangen dengan para ponakannya lalu berkata " kemarilah keponakanku para Pandawa, pelukalah pamanmu ini." Satu persatu para Pandawa datang memeluknya namun begitu giliran Bhima Wrekodara untuk dipeluk, Prabu Sri Kresna menariknya lalu mendorong sebuah patung sebesar Bhima. Begitu sang adipati memeluknya, patung itu terbakar lalu meledak. Rupanya Adipati Drestarastra ingin melampiaskan dendam ke seratus putranya dengan mengerahkan aji Leburgeni kepada Arya Wrekodara. Namun Drestarastra menyesal lalu Prabu Sri Kresna mengabarkan kalo Bhima selamat “uwa adipati, janganlah sedih hati....sesungguhnya tidak semua putramu habis. Masih ada Wiwitsuh dan Kertamarma. Wiwitsuh kini di hadapanmu...kalau Kertamarma...dia hilang ingatan, sekarang dia ada dalam jagaan saya.”.
Kutuk pasu Gendari kepada Sri Kresna |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar