Sabtu, 10 Februari 2024

Aswamedha Parwa (Sesaji Aswamedha)

Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan, kisah kali ini mengisahkan Sesaji Aswamedha atau Kurban Kuda yang dilakukan para Pandawa. Dikisahkan pula kemunculan dan pertemuan kembali para keturunan Pandawa yang sintas dari Bharatayudha. Kisah diakhiri dengan mimpi buruk Sri Krtesna tentang kemunduran Trah Yadawa dan kabar bahawa sebentar lagi sudah habis masanya penitisan Wisnu dan Sri Laksmi di jaman Duparayuga. Kisah ini mengambil sumber Kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa dengan pengubahan dan penambahan seperlunya.

Sesaji Aswamedha (Kurban kuda)

Karena baik Hastinapura dan Amarta tidak ada raja yang memerintah, maka pada saat yang baik, Prabu Yudhistira dilantik sebagai  raja wakil Parikesit dan Pancakesuma yang kala itu masih sangat kecil. Sang prabu dilantik dengan gelar abhiseka Kalimataya. Tahun itu Prabu Yudhistira mendapat julukan rajanya para yatim dan janda, karena sebagian besar rakyatnya kehilangan ayah dan suami mereka. Kerajaan Amarta, Hastinapura diseliputi duka dan ratap. Arya Wrekodara memerintah kadipaten Jodipati di Istana Banjarjunut. Arjuna memerintah Madukara di istana Tirta tinalang sementara Prabu Nakula dan Patih Sadewa ditunjuk sebagai raja dan Patih Mandaraka sesuai amanat Paman Salya.  Selain sebagai Patih Hastinapura, Amarta dan Upalawaya masih belum ada pemimpin baru maka diperintahkanlah Patih Wiwitsuh, adik Prabu Duryudhana sebagai yang berwenang dan wakil Prabu Yudhistira di Amarta. Di pringgondani pula, Bambang Sasikirana, putra Prabu Gatotkaca dengan Pergiwa masih bergelut dengan gangguan trauma yang ia alami sebab terkadang ia menangis dan meraung-raung ketika ada yang menyebut nama ayahnya. Disebabkan oleh trauma itu pulalah, Sasikirana memiliki kepribadian ganda bernama Megantara.

Wesiaji menjadi raja wakil Pringgondani
Karakter Megantara ini mempunyai sifat pemarah, sumbu pendek, dan beringas sama seperti sifat kakak dari neneknya, yakni Prabu Arimba. Adik-adik Sasikirana yakni bambang Suryakaca dan Jayasumpena selalu berusaha mensupport kakak mereka agar bisa sembuh dari traumanya. Karena ketiga putra Gatotkaca itu masih belum mampu memerintah negara, kerajaan Pringgondani untuk sementara diperintah Prabu Wêsiaji, putra Arya Brajadentha.

Selama setahun pertama itu, era Duparayuga telah berganti ke era Kaliyuga (Jaman Kalabendu). Kesedihan tak berkesudahan terjadi dimana-mana tapi itu baru awalnya saja. Untuk menanggulangi kesedihan tidak merembet ke seluruh Jawadwipa dan Hindustan, Prabu Yudhistira melakukan sesaji Aswamedha, yakni sesaji korban kuda. Kuda kerajaan dilepaskan dan para prajurit akan mengikuti kuda itu. Barangsiapa yang kerajaan yang dilewati kuda penyelenggara sesaji Aswamedha, maka harus bersedia tunduk dan menjadikan kerajaannya sebagai sekutu. Pada suatu kesempatan, kuda Aswamedha melewat kerajaan Tabelasuket, kuda itu hampir dibunuh oleh prabu Arjunapati dan dewi Citrahoyi. Raden Arjuna yang ikut mengawasi larinya sang kuda, seketika segera menghentikan tindakan prabu Arjunapati. Ia menyerang sang raja Tabelasuket. Prabu Sri Kresna datang menengahi. Namun prabu Arjunapati tidak terima kalau kerajaannya tunduk dan di jadikan mitra Hastinapura. Raden Arjuna yang tadi bertarung kini teralihkan oleh kecantikan paras Citrahoyi. Paras yang mengingatkannya pada Dewi Banowati. Dewi Citrahoyi memohon agara Arjuna tidak melanjutkan pertengkaran ini. Namun sepertinya Arjuna memang tua-tua keladi, sifat masa mudanya tak juga hilang. Ia merayu sang dewi. " Dewi yang cantik bagaikan bunga, tolong rayu suamimu....kalau tidak dia akan celaka, Dewi." Prabu Sri Kresna mengingatkan Arjuna " Parta, jangan kau rayu wanita ini. Usiamu sudah hampir kepala enam, jangan bertindak yang merendahkan martabat wangsa Baharata." Arjuna lalu menjawab " Madhawa, yang kulakukan ini hanya strategi kita.....tidak lebih dari itu."

Drwi Citrahoyi seketika goncang hatinya. Ia lalu memarahi suaminya, berkata bahwa suaminya sekarang tak bisa membaca situasi dan keuntungan. Kalau bisa bermitra dengan Hastinapura, maka pamor kerajaannya ikut terangkat. Prabu Arjunapati marah karena istrinya kini tak setia dan berpolitik untuk urusan cinta. Maka sang raja Tabelasuket menghunuskan panah dan pedang, namun berhasil ditangkis sang Panegak Pandawa. Arjuna menembakkan panahnya dan jrass...leher Prabu Arjunapati terpenggal. Raja itu tewas dan kerajaannya diambil. Singkatnya, Dewi Citrahoyi justru menikahi Arjuna sang Permadi. Putra Citrahoyi dari pernikahan sebelumnya, Raden Arjunawirya dijadikan raja Tabelasuket. Bagaimanapun, Arjuna sangat menyayangi putra sambungnya itu karena di usia yang tak lagi muda, ia  merasa kangen pada Abimanyu yang telah lama gugur. Setelah beberapa waktu, Dewi Citrahoyi dikabarkan mengandung anak Arjuna dan lahirlah adik sambung Prabu Arjunawirya yang bernama Raden Danarcitra.

Setelah hampir setahun sesaji diselenggarakan, kini kuda Aswameda menghentikan langkahnya di  kerajaan Manikpura. Raja disana yakni Bambang Babruwahana. Arjuna dan Kakek Semar tidak tahu karena selama ini Manikpura yang pernah mereka datangi sebelumnya adalah desa kecil kini menjadi negara merdeka. Ia teringat akan salah satu istrinya yakni Endang Citragandawati. Kebetulan ada seorang pemuda bangsawan sedang berpatroli. Arjuna tidak tahu kalau pemuda gagah yang dihadapannya itu raja negara itu. Maka Arjuna berkata dengan seenaknya dan menyuruh anak muda itu menyampaikan pada raja negeri itu "anak muda, Hastinapura telah melakukan Sesaji Aswamedha dan kerajaaan Manikpura telah dilewati kuda sesaji. Maka, kerajaan Manikpura harus bersedia tunduk pada Hastinapura. Jika membangkang, Hastinapura dan Amarta tidak akan segan-segan menyerang Manikpura!!" Sontak saja, pemuda itu kaget dan marah, tiba-tiba kerajaannya dipaksa jadi mitra kerajaan lain. Sang raja muda itu tidak bersetuju dan seketika menantang Arjuna. "Maaf Tuan, aku adalah raja negeri ini dan aku tidak bersedia tunduk kepada negerimu!! Aku menantangmu duel!! Jika aku kalah maka aku bersedia tunduk tapi jika tuan yang kalah, maka bersiaplah negeri tuan yang akan kami gempur habis-habisan!!" Maka terjadilah perang tanding. Kedahsyatan dua ksatria itu tak terukur. Kakek Semar segera memerintahkan telik sandi untuk memberi kabar ke Hastinapura. Maka berangkatlah telik sandi kembali Hastinapura. 

Sementara itu Dewi Drupadi dan para isteri Arjuna berada di taman. Dewi Ulupi di kaputren Hastinapura yang sedang mengasuh cucunya, Bambang Wiratmaka mendapat firasat tidak baik soal suaminya. Ia lalu mengajak Sumbadra dan Drupadi untuk pergi menyusul Arjuna. Dewi Drupadi merasakan ini juga. Bebrapa saat kemudian datang telik sandi yang berkata kalau Arjuna sedang bertarung dengan raja Manikpura. Dewi Drupadi dan para isteri Arjuna kaget mendengar berita itu, sebagai orang yang tau berpolitik, ia menerima ajakan iparnya itu. Di keraton Manikpura, Endang Citragandawati juga mendapat firasat tentang kedatangan orang spesial. Maka ia menyuruh prajurit untuk mengantarnya ke tempat sang raja Manikpura berpatroli.

Perang tanding terjadi begitu sengit sehingga pemuda itu menembakkan panah Narayanastra. Akibat panah itu, Arjuna terkapar tak bernafas. Para Isteri Arjuna, Dewi Drupadi, dan Endang Citragandawati yang baru sampai disitu terkaget histeris ternyata Arjuna terbunuh ditangan putranya sendiri. Dewi Drupadi dengan geram menanyakan siapa yang melakukan semua ini. Pemuda itu mendatangi sang ratu Amarta-Hastinapura itu. Ia memperkenalkan diri " mohon ampuni hamba, Gusti permaisuri....aku Bambang Babruwahana, putra dari Endang Citragandawati. Raja dari Manikpura. Aku tidak bermaksud membunuh pria ini."  ibu Babruwahana berkata dengan histeris "anakku,  kau benar-benar bodoh...orang yang kau bunuh itu ayah kandungmu sendiri!"

Pertemuan kembali Arjuna dengan Babruwahana
Citragandawati bercerita sekitara dua puluh tahun lalu, Arjuna berkelana tapa ngrame demi Prabu Ekalaya dari Paranggelung. Ia menolong ayahnya, Resi Citrasenawa. Sebagai rasa terimakasih, ayahnya menikahkannya dengan Arjuna. Lalu ia melanjutkan tapa ngrame itu dan meninggalkan istrinya itu dalam keadaan hamil besar. Arjuna berpesan jika anak itu lahir, minta diberi nama Babruwahana.

Babruwahana bersedih hati karena tanpa sengaja membunuh ayahnya. Ibu tiri Babruwahana, Dewi Ulupi dan Dewi Sumbadra menyabarkan putra tirinya itu. Dewi Ulupi seketika teringat dulu Irawan pernah membunuh Arjuna sekali saat menjadi raja Rancangkencana. Ia menghidupkan lagi suaminya dengan daun Kastuba. Ia keluarkan daun ajaib itu dan membalukannya ke luka-luka suaminya. Seketika luka tertutup dan Arjuna bisa hidup kembali. Babruwahana memeluk sang ayah dan menceritakan semuanya. Ia juga meminta maaf karena perbuatannya, sang ayah hampir mati. Arjuna memeluk putranya yang telah lama tidak ia temui. Tapi karena terikat kesepakatan sesaji Aswamedha, Arjuna jadi bingung harus bersikap. Dewi Drupadi memberikan jalan tengah pada sang ipar. Kerajaan Manikpura tidak akan dipaksa tunduk namun Hastinapura bersedia menerima persahabatan dan kemitraan dengan Manikpura. Semua pihak akhirnya senang dan bahagia  Masalah kedaulatan negara sudah diselesaikan secara fair. Arjuna pun mengundang putranya Babruwahana untuk ke Hastinapura beberpa hari. Pesta pun digelar demi menyambut kedatangan Babruwahana. Di tengah meriahnya pesta,, beberapa hari kemudian, datanglah rombongan dari negeri Saibipura. Yakni  Arya Yodeya, putra Prabu Yudhistira dari Endang Dewika kembali menampakkan diri. Sudah sejak lama sejak pertemuan dengan sang ayah di Wirata, ia tak sowan bahkan tak ikut dalam perang Bharatayudha karena fokus menjadi pemimpin. “ayahanda, maafkan ananda tak datang sowan dalam waktu lama bahkan ketika kakang Pancawala dan adik-adik gugur,” “anakku, aku merasa bersyukur kamu baik-baik saja. Kemarilah, ini keponakanmu, Pancakesuma. Putra kakangmu dan Pergiwati.” Arya Yodeya gembira hati melihgat wajah lucu dan molek itu. Di gendonglah sang keponaka di pangkuamn Yodeya. “ayahanda, lihatlah juga aku juga membawa cucumu.” Lalu muncullah seorang permpuan mengendong seorang bayi perempuan yang ayu. “perkenalkan, ini istriku, Lilarasmi dan putriku, Yodeyi.” Prabu yudhistira senang sekali dan menggendong cucu perempuannya itu. Ia sangat bersyukur ternyata keturunannya tak hanya Pancakesuma, seluruh Wangsa Baharata ikut berbahagia gembira karena para pewaris mereka tidak sepenuhnya hilang.

Singkat cerita, sesaji Aswamedha telah berhasil dilakukan. Upacara Sesaji berlangsung selama hampir lima tahun. Seluruh daratan Jawadwipa dan Hindustan menjadi sekutu bagi Hastinapura dan Amarta. Kerajaan kembali damai. Namun tidak di negara Dwarawati. Hari itu kerajaan yang berdiri diatas pulau Dwaraka itu sedang tidak baik-baik saja. Beberapa tahun setelah Bharatayuda usai, kerajaan Dwarawati sering dilanda badai dan topan. Entah pertanda apa. Lalu ketika tidur, dalam mimpi Sri Kresna, ia didatangi Batara Kala dan Batari Durga. Mereka memberi kabar kalau tugas avatara Wisnu dan Sri Laksmi akan segera berakhir. Mereka juga membawa kabar bahwa sebentar lagi kejayaan trah Yadawa akan segera berakhir. Prabu Sri Kresna terbangun dengan keringat bercucuran. Isterinya yakni Dewi Rukmini dan Dewi Radha kaget karena sang suami tiba-tiba bangun. Dewi Rukmini berkata " ada apa kakanda suamiku? Kau sangat panik. Apa yang mengganggumu, suamiku? Yunda Radha, bantu aku dan bangunkan Dinda Jembawati dan Sêtyaboma!" Dewi Radha segera membangunkan Dewi Jembawati dan Sêtyaboma " dinda Jembawati! Dinda Setyaboma! Kemari! Ayo kita ke kamar kakanda prabu! Ada hal penting yang ingin diceritakan kakanda prabu!" " Baik yunda, aku akan bangunkan Dinda Kalindi, dinda Nagnajiti, dan dinda  Mitrawinda dulu!" " benar kata yunda Jembawati, semua isteri Sri Kresna berhak tahu apa yang akan diberitahukan kakanda. Aku akan membangunkan Dinda Charuharsini dan dinda Bhadra dulu." Semuanya segera berbagi tugas.

Prabu Sri Kresna menceritakan mimpi buruknya kepada para isterinya
Malam itu di beranda kamar tidur yang besar diiringi hujan badai dan kilat halilintar menggelegar dengan latar laut berombak dan badai besar, prabu Sri Kresna berkata " para isteriku, aku mendapat mimpi dari Gusti Batara Kala dan Ida Batari Durga. Mereka membawa kabar kalau sebentar lagi tugas kita sebagai avatara Wisnu dan Laksmi akan selesai. Aku sudah melihat tanda-tandanya. Trah kita mulai mendekati arak dan tuak...anak muda mulai mendekati maksiat. Kita tidak tau kapan kehancuran besar itu akan terjadi tapi kita harus bersiap-siap akan kemungkinan yang terjadi." Para isteri Sri Kresna bersedih hati namun ini sudah takdir. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa lagi hnaya menanti takdir yang akan datang berikutnya tiga puluh lima tahun lagi.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar