Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan, kisah kali ini mengisahkan Sesaji Aswamedha atau Kurban Kuda yang dilakukan para Pandawa. Dikisahkan pula kemunculan dan pertemuan kembali para keturunan Pandawa yang sintas dari Bharatayudha. Kisah diakhiri dengan mimpi buruk Sri Krtesna tentang kemunduran Trah Yadawa dan kabar bahawa sebentar lagi sudah habis masanya penitisan Wisnu dan Sri Laksmi di jaman Duparayuga. Kisah ini mengambil sumber Kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa dengan pengubahan dan penambahan seperlunya.
Sesaji Aswamedha
(Kurban kuda)
Karena baik Hastinapura dan Amarta tidak ada raja yang memerintah, maka pada saat yang baik, Prabu Yudhistira dilantik sebagai raja wakil Parikesit dan Pancakesuma yang kala itu masih sangat kecil. Sang prabu dilantik dengan gelar abhiseka Kalimataya. Tahun itu Prabu Yudhistira mendapat julukan rajanya para yatim dan janda, karena sebagian besar rakyatnya kehilangan ayah dan suami mereka. Kerajaan Amarta, Hastinapura diseliputi duka dan ratap. Arya Wrekodara memerintah kadipaten Jodipati di Istana Banjarjunut. Arjuna memerintah Madukara di istana Tirta tinalang sementara Prabu Nakula dan Patih Sadewa ditunjuk sebagai raja dan Patih Mandaraka sesuai amanat Paman Salya. Selain sebagai Patih Hastinapura, Amarta dan Upalawaya masih belum ada pemimpin baru maka diperintahkanlah Patih Wiwitsuh, adik Prabu Duryudhana sebagai yang berwenang dan wakil Prabu Yudhistira di Amarta. Di pringgondani pula, Bambang Sasikirana, putra Prabu Gatotkaca dengan Pergiwa masih bergelut dengan gangguan trauma yang ia alami sebab terkadang ia menangis dan meraung-raung ketika ada yang menyebut nama ayahnya. Disebabkan oleh trauma itu pulalah, Sasikirana memiliki kepribadian ganda bernama Megantara.
Wesiaji menjadi raja wakil Pringgondani |
Selama setahun pertama
itu, era Duparayuga telah berganti ke era Kaliyuga (Jaman Kalabendu). Kesedihan
tak berkesudahan terjadi dimana-mana tapi itu baru awalnya saja. Untuk
menanggulangi kesedihan tidak merembet ke seluruh Jawadwipa dan Hindustan,
Prabu Yudhistira melakukan sesaji Aswamedha, yakni sesaji korban kuda. Kuda
kerajaan dilepaskan dan para prajurit akan mengikuti kuda itu. Barangsiapa yang
kerajaan yang dilewati kuda penyelenggara sesaji Aswamedha, maka harus bersedia
tunduk dan menjadikan kerajaannya sebagai sekutu. Pada suatu kesempatan, kuda
Aswamedha melewat kerajaan Tabelasuket, kuda itu hampir dibunuh oleh prabu
Arjunapati dan dewi Citrahoyi. Raden Arjuna yang ikut mengawasi larinya sang
kuda, seketika segera menghentikan tindakan prabu Arjunapati. Ia menyerang sang
raja Tabelasuket. Prabu Sri Kresna datang menengahi. Namun prabu Arjunapati
tidak terima kalau kerajaannya tunduk dan di jadikan mitra Hastinapura. Raden
Arjuna yang tadi bertarung kini teralihkan oleh kecantikan paras Citrahoyi.
Paras yang mengingatkannya pada Dewi Banowati. Dewi Citrahoyi memohon agara
Arjuna tidak melanjutkan pertengkaran ini. Namun sepertinya Arjuna memang
tua-tua keladi, sifat masa mudanya tak juga hilang. Ia merayu sang dewi. "
Dewi yang cantik bagaikan bunga, tolong rayu suamimu....kalau tidak dia akan
celaka, Dewi." Prabu Sri Kresna mengingatkan Arjuna " Parta, jangan
kau rayu wanita ini. Usiamu sudah hampir kepala enam, jangan bertindak yang
merendahkan martabat wangsa Baharata." Arjuna lalu menjawab "
Madhawa, yang kulakukan ini hanya strategi kita.....tidak lebih dari itu."
Drwi Citrahoyi seketika
goncang hatinya. Ia lalu memarahi suaminya, berkata bahwa suaminya sekarang tak
bisa membaca situasi dan keuntungan. Kalau bisa bermitra dengan Hastinapura,
maka pamor kerajaannya ikut terangkat. Prabu Arjunapati marah karena istrinya
kini tak setia dan berpolitik untuk urusan cinta. Maka sang raja Tabelasuket
menghunuskan panah dan pedang, namun berhasil ditangkis sang Panegak Pandawa.
Arjuna menembakkan panahnya dan jrass...leher Prabu Arjunapati terpenggal. Raja
itu tewas dan kerajaannya diambil. Singkatnya, Dewi Citrahoyi justru menikahi
Arjuna sang Permadi. Putra Citrahoyi dari pernikahan sebelumnya, Raden
Arjunawirya dijadikan raja Tabelasuket. Bagaimanapun, Arjuna sangat menyayangi
putra sambungnya itu karena di usia yang tak lagi muda, ia merasa kangen pada Abimanyu yang telah lama gugur.
Setelah beberapa waktu, Dewi Citrahoyi dikabarkan mengandung anak Arjuna dan
lahirlah adik sambung Prabu Arjunawirya yang bernama Raden Danarcitra.
Setelah hampir setahun sesaji diselenggarakan, kini kuda Aswameda menghentikan langkahnya di kerajaan Manikpura. Raja disana yakni Bambang Babruwahana. Arjuna dan Kakek Semar tidak tahu karena selama ini Manikpura yang pernah mereka datangi sebelumnya adalah desa kecil kini menjadi negara merdeka. Ia teringat akan salah satu istrinya yakni Endang Citragandawati. Kebetulan ada seorang pemuda bangsawan sedang berpatroli. Arjuna tidak tahu kalau pemuda gagah yang dihadapannya itu raja negara itu. Maka Arjuna berkata dengan seenaknya dan menyuruh anak muda itu menyampaikan pada raja negeri itu "anak muda, Hastinapura telah melakukan Sesaji Aswamedha dan kerajaaan Manikpura telah dilewati kuda sesaji. Maka, kerajaan Manikpura harus bersedia tunduk pada Hastinapura. Jika membangkang, Hastinapura dan Amarta tidak akan segan-segan menyerang Manikpura!!" Sontak saja, pemuda itu kaget dan marah, tiba-tiba kerajaannya dipaksa jadi mitra kerajaan lain. Sang raja muda itu tidak bersetuju dan seketika menantang Arjuna. "Maaf Tuan, aku adalah raja negeri ini dan aku tidak bersedia tunduk kepada negerimu!! Aku menantangmu duel!! Jika aku kalah maka aku bersedia tunduk tapi jika tuan yang kalah, maka bersiaplah negeri tuan yang akan kami gempur habis-habisan!!" Maka terjadilah perang tanding. Kedahsyatan dua ksatria itu tak terukur. Kakek Semar segera memerintahkan telik sandi untuk memberi kabar ke Hastinapura. Maka berangkatlah telik sandi kembali Hastinapura.
Sementara
itu Dewi Drupadi dan para isteri Arjuna berada di taman. Dewi Ulupi di kaputren
Hastinapura yang sedang mengasuh cucunya, Bambang Wiratmaka mendapat firasat
tidak baik soal suaminya. Ia lalu mengajak Sumbadra dan Drupadi untuk pergi
menyusul Arjuna. Dewi Drupadi merasakan ini juga. Bebrapa saat kemudian datang
telik sandi yang berkata kalau Arjuna sedang bertarung dengan raja Manikpura.
Dewi Drupadi dan para isteri Arjuna kaget mendengar berita itu, sebagai orang
yang tau berpolitik, ia menerima ajakan iparnya itu. Di keraton Manikpura, Endang
Citragandawati juga mendapat firasat tentang kedatangan orang spesial. Maka ia
menyuruh prajurit untuk mengantarnya ke tempat sang raja Manikpura berpatroli.
Perang tanding terjadi begitu sengit sehingga pemuda itu menembakkan panah Narayanastra. Akibat panah itu, Arjuna terkapar tak bernafas. Para Isteri Arjuna, Dewi Drupadi, dan Endang Citragandawati yang baru sampai disitu terkaget histeris ternyata Arjuna terbunuh ditangan putranya sendiri. Dewi Drupadi dengan geram menanyakan siapa yang melakukan semua ini. Pemuda itu mendatangi sang ratu Amarta-Hastinapura itu. Ia memperkenalkan diri " mohon ampuni hamba, Gusti permaisuri....aku Bambang Babruwahana, putra dari Endang Citragandawati. Raja dari Manikpura. Aku tidak bermaksud membunuh pria ini." ibu Babruwahana berkata dengan histeris "anakku, kau benar-benar bodoh...orang yang kau bunuh itu ayah kandungmu sendiri!"
Pertemuan kembali Arjuna dengan Babruwahana |
Babruwahana bersedih
hati karena tanpa sengaja membunuh ayahnya. Ibu tiri Babruwahana, Dewi Ulupi
dan Dewi Sumbadra menyabarkan putra tirinya itu. Dewi Ulupi seketika teringat
dulu Irawan pernah membunuh Arjuna sekali saat menjadi raja Rancangkencana. Ia
menghidupkan lagi suaminya dengan daun Kastuba. Ia keluarkan daun ajaib itu dan
membalukannya ke luka-luka suaminya. Seketika luka tertutup dan Arjuna bisa
hidup kembali. Babruwahana memeluk sang ayah dan menceritakan semuanya. Ia juga
meminta maaf karena perbuatannya, sang ayah hampir mati. Arjuna memeluk
putranya yang telah lama tidak ia temui. Tapi karena terikat kesepakatan sesaji
Aswamedha, Arjuna jadi bingung harus bersikap. Dewi Drupadi memberikan jalan
tengah pada sang ipar. Kerajaan Manikpura tidak akan dipaksa tunduk namun
Hastinapura bersedia menerima persahabatan dan kemitraan dengan Manikpura.
Semua pihak akhirnya senang dan bahagia Masalah
kedaulatan negara sudah diselesaikan secara fair. Arjuna pun mengundang
putranya Babruwahana untuk ke Hastinapura beberpa hari. Pesta pun digelar demi
menyambut kedatangan Babruwahana. Di tengah meriahnya pesta,, beberapa hari
kemudian, datanglah rombongan dari negeri Saibipura. Yakni Arya Yodeya, putra Prabu Yudhistira dari
Endang Dewika kembali menampakkan diri. Sudah sejak lama sejak pertemuan dengan
sang ayah di Wirata, ia tak sowan bahkan tak ikut dalam perang Bharatayudha
karena fokus menjadi pemimpin. “ayahanda, maafkan ananda tak datang sowan dalam
waktu lama bahkan ketika kakang Pancawala dan adik-adik gugur,” “anakku, aku
merasa bersyukur kamu baik-baik saja. Kemarilah, ini keponakanmu, Pancakesuma.
Putra kakangmu dan Pergiwati.” Arya Yodeya gembira hati melihgat wajah lucu dan
molek itu. Di gendonglah sang keponaka di pangkuamn Yodeya. “ayahanda, lihatlah
juga aku juga membawa cucumu.” Lalu muncullah seorang permpuan mengendong
seorang bayi perempuan yang ayu. “perkenalkan, ini istriku, Lilarasmi dan
putriku, Yodeyi.” Prabu yudhistira senang sekali dan menggendong cucu
perempuannya itu. Ia sangat bersyukur ternyata keturunannya tak hanya
Pancakesuma, seluruh Wangsa Baharata ikut berbahagia gembira karena para
pewaris mereka tidak sepenuhnya hilang.
Singkat cerita, sesaji Aswamedha telah berhasil dilakukan. Upacara Sesaji berlangsung selama hampir lima tahun. Seluruh daratan Jawadwipa dan Hindustan menjadi sekutu bagi Hastinapura dan Amarta. Kerajaan kembali damai. Namun tidak di negara Dwarawati. Hari itu kerajaan yang berdiri diatas pulau Dwaraka itu sedang tidak baik-baik saja. Beberapa tahun setelah Bharatayuda usai, kerajaan Dwarawati sering dilanda badai dan topan. Entah pertanda apa. Lalu ketika tidur, dalam mimpi Sri Kresna, ia didatangi Batara Kala dan Batari Durga. Mereka memberi kabar kalau tugas avatara Wisnu dan Sri Laksmi akan segera berakhir. Mereka juga membawa kabar bahwa sebentar lagi kejayaan trah Yadawa akan segera berakhir. Prabu Sri Kresna terbangun dengan keringat bercucuran. Isterinya yakni Dewi Rukmini dan Dewi Radha kaget karena sang suami tiba-tiba bangun. Dewi Rukmini berkata " ada apa kakanda suamiku? Kau sangat panik. Apa yang mengganggumu, suamiku? Yunda Radha, bantu aku dan bangunkan Dinda Jembawati dan Sêtyaboma!" Dewi Radha segera membangunkan Dewi Jembawati dan Sêtyaboma " dinda Jembawati! Dinda Setyaboma! Kemari! Ayo kita ke kamar kakanda prabu! Ada hal penting yang ingin diceritakan kakanda prabu!" " Baik yunda, aku akan bangunkan Dinda Kalindi, dinda Nagnajiti, dan dinda Mitrawinda dulu!" " benar kata yunda Jembawati, semua isteri Sri Kresna berhak tahu apa yang akan diberitahukan kakanda. Aku akan membangunkan Dinda Charuharsini dan dinda Bhadra dulu." Semuanya segera berbagi tugas.
Prabu Sri Kresna menceritakan mimpi buruknya kepada para isterinya |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar