Minggu, 06 Agustus 2023

Wisanggeni Rabi


Hai pembaca dan penikmat kisah pewayangan sekalian, kisah kali ini menceritakan pernikahan cah ndugal kewarisan-nya Arjuna, yakni Wisanggeni dengan Dewi Kencanaresmi dengan sayembara mendapatkan Cupu manik Gambaring jagat. Kisah ini mengambil sumber dari blog albumkisahwayang.blogspot.com dengan perubahan seperlunya.

Dikisahkan, Dewi Kencanaresmi, putri dari Prabu Kencanadarwa raja Sonyapura dilamar Wisanggeni yang datang bersama Antasena "uwa prabu, adhiku Wisanggeni mau nglamar adinda Kencanaresmi. Mohon dipertimbangkan ngghi, uwa prabu." Tak lama datang pula, Arjuna bersama Patih Sengkuni dan Raden Lesmana Mandrakumara juga ingin melamar Kencanaresmi. Wisanggeni kaget ayahnya malah melamarkan anak orang lain dibandingkan anaknya sendiri " walah...bapak? Kok disini? Bapak kok gêlêm melamarkan anak orang lain tapi anak sendiri gak ditemani. Bapak macam apa pean, pak?" Arjuna berkata " anakku, Wisanggeni. Aku sudah terikat sumpah untuk melamarkan anak kakang Prabu Duryudhana....sudah kewajiban bapak sebagai ksatria yang tidak ingkar janji." Wisanggeni mendebat ayahnya kalau prinsip ksatria yang dianut sang bapak tidak pada tempatnya. Arjuna tidak terima didebat anaknya meski yang dikatakan putranya juga tidak salah. Terjadi perkelahian antara ayah dan anak. Lalu Prabu Kencanadarwa maju dan menghentikan perkelahian itu " cukup! Ini istana bukan ring tinju......ayah dan anak malah tidak sejalan, memalukan.....tidak boleh ada pertengkaran disini! Biarkan putriku yang menentukan pilihannya." Dipanggilah Dewi Kencanaresmi. Ia memberikan keputusannya " aku Kencanaresmi, putri negara Sonyapura sudah memberikan keputusan. Aku hanya akan menikah dengan syarat calon suamiku bisa membawakan Cupu Manik Gambaring Jagat kepadaku dan dia harus mendapatkannya dengan tangan sendiri." Patih Sengkuni lalu menyindir "putri raja kecil minta aneh-aneh." Wisanggeni lalu berseloroh " healah...sudah kalah sebelum perang....wong Hastinapura jirih dengan sayembara....kalah bolak balik." Antasena hanya tertawa ringan. Arjuna tidak terima namun ditahan oleh Patih Sengkuni. Kedua pelamar berkata sanggup memberioan syarat. Setelah itu mereka pamit pergi. Setelah keduanya pergi, datanglah Prabu Boma Sitija dan Patih Pacadnyana. Sang raja Trajutrisna mengungkapkan keinginannya " ampun uwa prabu, aku Boma Sitija berniat melamar Dewi Kencanaresmi." Prabu Kencanadarwa berkata kalau keinginan putrinya hanya menikahi orang yang bisa membawa Cupu Manik Gambaring Jagat. Mendengar jawaban itu, Prabu Boma pun mohon pamit undur diri meninggalkan Kerajaan Sonyapura.

Patih Sengkuni menyuruh Lesmana Mandrakumara dan Arjuna agar pergi duluan bersama Arya Widandini, adik nomor sepuluh Prabu Duryudhana. Ternyata Patih Sengkuni menyuruh para keponakannya untuk menjegal Antasena dan Wisanggeni. Arya Durmagati mengingatkan pamannya dengan logat bicaranya yang cedal " walah salah tho pamanku salah.....paman iki lali kalo kesaktiane Antasena. Antasena iku kebal kulitnya, bisa nyetlum, dan mendatangkan banjil dengan kekuatan airnya." Patih Sengkuni rupanya meremehkan karena selama ini Kurawa sering dipecundangi kakak-kakak Antasena, yakni Antareja dan Gatotkaca. Ia menyangka demikain " halalah...Durmagati. Antasena itu gak mungkin sesakti itu. Yang lalu itu Cuma kebetulan saja. Lah lihat aja badannya lebih kecil dari kakang-kakangnya. Wajahnya lugu begitu gak mungkin sakti juga." Singkat cerita, bertemulah Para Kurawa dengan Arya Antasena dan Wisanggeni. Terjadilah pengeroyokan disana. Namun seperti dugaan Durmagati, para Kurawa tidak mampu menandingi kesaktian Antasena dan Wisanggeni. Antasena segera membuat air bah dan Wisanggeni mulai memanaskan air bah itu. Seketika, Para Kurawa kucar-kacir menyelamatkan diri.

Singkat waktu, Arya Antasena dan Wisanggeni sudah tiba di Amarta. Mereka sudah ditunggu, kakak, adik, dan para sepupu mereka. Tak kurang juga ada Dewi Dresanala, ibu Wisanggeni dan Prabu Sri Kresna turut hadir di sana. Wisanggeni segera minta restu ibunya " ibuku, aku anakmu minta restumu untuk menikahi dinda Kencanaresmi dan memenuhi syarat darinya." Dewi Dresanala merestui anaknya " anakku, kebahagiaanmu adalah kebahagiaanku. Doaku selalu menyertaimu, tapi minta restu juga sama ayahmu." Wisanggeni berkata tidak bisa karena sang ayah juga sedang membantu Lesmana Mandrakumara melamar Kencanaresmi.

Wisanggeni meminjam Cupu Manik Gambaring Jagat
Prabu Sri Kresna juga berkata " lah dalah Wisanggeni, sainganmu sepertinya juga bertambah berat. Putraku Boma juga kepingin melamar Kencanaresmi. Sudah kubilang berkali-kali dia, tapi katanya ini permintaan istrinya, Hagnyanawati." Wisanggeni sedikit kecut masam wajahnya mendengar saingannya bertambah jadi tiga. Tapi tak menyurutkan langkahnya untuk tetap memenuhi syarat dari Kencanaresmi. Kakek Semar bersama Antasena menemani Wisanggeni menuju Kahyangan menemui Batara Guru, demi mendapatkan Cupu Manik Gambaring Jagat.

Singkat cerita, Wisanggeni, Kakek Semar, dan Antasena telah sampai di Kahyangan. Batara Guru menyambut kedatangan mereka " selamat datang kalian di kahyangan ini. Ada keperluan apa kalian datang kemari?" Bambang Wisanggeni kemudian mengutarakan maksud kedatangannya, " waaa...Batara....aku mau meminjam Cupu Manik Gambaring Jagat untuk syarat nikah dari Dewi Kencanaresmi." Batara Guru bersetuju karena memang seusai kitab perjodohan Batara Kamajaya, Wisanggeni berjodoh dengan Kencanaresmi.Maka Batara Guru mengeluarkan cupu atau kotak kecil seukuran kotak bedak lalu menyerahkan cupu itu kepada Wisanggeni. Namun, Batara Guru memberikan pesan "cucuku, kau boleh meminjamnya selama yang kau mau tapi bila saatnya tiba, aku akan menagihnya. Cupu Manik Gambaring Jagat kelak harus dikembalikan kepadaku, ketika Perang Bharatayuda, perang besar para Pandawa melawan para Kurawa akan digelar. Kelak bukan hanya kau Wisanggeni, Antasena kau juga akan mengantarkan saudaramu mengembalikan Cupu Manik Gambaring Jagat. Sekarang nikmati dan jalanilah hidup kalian dengan baik. Pergunakan waktu yang ada untuk membela kebenaran." Singkat kata, Bambang Wisanggeni, Arya Antasena, dan kakek Semar pamit kembali ke Bumi.

Di saat bersaman dengan turunnya Wisanggeni, Antasena, dan para Punakawan dari kahyangan, Prabu Boma Sitija dan Patih Pacadnyana menghadang perjalanan mereka, hendak merebut Cupu Manik Gambaring Jagat. Bambang Wisanggeni dengan tegas menolak menyerahkan Cupu Manik tersebut. Maka, terjadilah pertarungan antara dirinya melawan Prabu Boma, sedangkan Raden Antasena melawan Patih Pacadnyana. Prabu Boma Sitija terdesak melawan Bambang Wisanggeni yang lincah dan sakti. Ia akhirnya dapat dikalahkan oleh sepupunya tersebut. Bambang Wisanggeni pun bertanya " kakang, untuk apa sampeyan menginginkan Cupu Manik Gambaring Jagat, jika tidak tulus mencintai dinda Kencanaresmi." Prabu Boma Sitija terkejut mengetahui Bambang Wisanggeni dapat menebak isi hatinya. Ia pun berterus terang. "aku melakukan ini semua karena permintaan istriku, Hagnyanawati." Raja Trajutrisna itu bercerita kalau ia baru saja menikah dengan Hagnyanawati. Namun, istrinya itu selalu menolak jika Prabu Boma Sitija mengajak bermesraan. Sang raja yang bernama lain Sitija itu pun mendesak isterinya. Dewi Hagnyanawati bilang bersedia melayaninya apabila dimadu dengan sahabatnya, yaitu Dewi Kencanaresmi dari Kerajaan Sonyapura.

Antasena sambil meringkus Patih Pacadnyana ikut bicara. "Kakang Prabu kudune tegas, ojo gelem diperintah bojo seperti itu. Apa gunanya menikahi Kencanaresmi jika tidak mencintainya? Patutnya bojo kakang iku dipertanyakan. Dan lagi, jika kakang prabu memaksa menikahi perempuan yang bukan jodohnya, berarti padha wae kakang merebut calon pasangan hidup pria lain." Prabu Boma merenungi ucapan Antasena. Setelah berpikir, ia pun menyatakan mundur dari perlombaan ini. " Kau benar, adhiku Wisanggeni dan adhiku Antasena! Aku bertindak terlalu jauh dan buta cinta. Kakang patihku, kau balik duluan saja. Jelaskan pada dinda Hagnyanawati kalau aku kalah." "Sendika dhawuh, adhi prabu....aku juga merasa yang dilakukan Dinda Hagnyanawati itu salah. Aku juga akan menasehatinya setelah ini. Aku mohon diri." Singkat cerita, Patih Pacadnyana kembali ke Trajutrisna sedangkan Boma Sitija ikut Wisanggeni dan Antasena, ingin menyaksikan perkawinan antara sepupunya itu dengan Dewi Kencanaresmi.

Mendekat gerbang kota Sonyapura, rombongan Wisanggeni, Antasena, dan Prabu Boma Sitija berjumpa dengan rombongan dari Hastinapura. Di sana Begawan Dorna, Patih Sengkuni, dan Lesmana Mandrakumara meminta Arjuna untuk merebut cupu manik dari tangan putranya. Arjuna pun maju menyerang anaknya sambil berusaha merebut Cupu Manik Gambaring Jagat. Sementara itu Prabu Boma Sitija dan Arya Antasena melawan para Kurawa. Arjuna lama-lama terdesak pula dengan kesaktian putranya. Sambil bertarung, Arjuna terus meminta kepada putranya " Serahkan cupu manik itu.....dan kita akhiri pertengkaran ini." Wisanggeni tetap bertekad tidak akan memberikan cupu manik itu " Tidak akan aku berikan.....bapak kudune berkaca dari kejadian kakang Brantalaras dan kakang Sumitra. Adakalanya anak itu bukan cuma perlu diberi segala sandang pangannya, tapi juga perlu didengar dan dimengerti keinginannya......" Arjuna rupanya tidak mengindahkan malah terus menyerang Wisanggeni. Mau tidak mau, Wisanggeni harus melumpuhkan ayahnya. Ketika itu Wisanggeni mengeluarkan panah Agneyastra yang telah ia lambari aji Segarageni sedangkan Arjuna juga mengeluarkan panah yang sama. Keduanya segera merentangkan busur dan slap....kedua panah itu dilepaskan. Kedua senjata akan beradu di udara. Tanda-tanda alam tidak baik terjadi. Dunia menjadi panas kerna pengaruh dari dua panah dari Batara Brahma itu. Orang-orang disana ketar-ketir, namun Antasena tenang saja malah ditinggal ngopi. Petruk bertanya " lha ndoro...kok tenang gitu? Gara-gara ndoro Arjuna dan Wisanggeni bertarung, dunia dadi panas." Bagong pun berkata pula " ya ndoro... Wes sumuk kie..... gak nok kipas sisan......AC ya gak nok.....eh ...." Petruk dan Gareng memukul kepala Bagong " sempete guyon, Jon..." Antasena berkata "wis lah.... tenang saja....solusi untuk masalah ini akan datang." Para punakawan bertanya-tanya kepasa kakek Semar. Semar juga menjawab " wis lah anak-anakku, sebentar lagi dia datang." Jawaban yang sama dengan yang dilontarkan Antasena.

Tiba-tiba muncul bayangan hitam yang membesar dengan cepat menutupi langit dan memadamkan pengaruh dari dua Agneyastra. Bayangan itu lalu turun melerai pertarungan Arjuna dan Wisanggeni. Orang itu tidak lain adalah Prabu Sri Kresna, raja Dwarawati. Arjuna dan Bambang Wisanggeni pun sama-sama menghaturkan salam kepadanya. Sang putra, Prabu Boma Sitija juga ikut menghormat dan memberikan salamnya. Prabu Sri Kresna bertanya " ya ampun.....ada apa ini, Parta? ayah dan anak bertarung di jalan? Apa mau perang-perangan atau ludrukan?" Arjuna menjawab, " Ampun kakang Madhawa, aku berusaha menghalangi putraku hendak menikah dengan Kencanaresmi. Aku sudah berjanji kepada Guru Dorna, kakang Prabu Duryudhana, dan Banowati membantu mendapatkan Cupu Manik Gambaring Jagat demi Lesmana." Prabu Sri Kresna menyebut Arjuna aneh, karena janji yang ia ucapkan kepada Begawan Dorna dan Prabu Duryudhana adalah membantu pernikahan Lesmana, bukan membantu menghalangi putranya. Arjuna berkata " ya ini caranya, harus menghalangi putraku. Kalau tidak begitu, bagaimana Lesmana bisa menikah nanti?" " Ya kalau begitu Lesmana harus berusaha sendiri. Kau ini aneh, Parta. Tidak berkaca dari yang lalu-lalu. Ingat Brantalaras dan Sumitra. Pernikahan mereka bukan kau bantu malah kau sibuk dengan egomu. Yang kau darmakan bukan darma kesatria tapi keegoisan, rasa takut, dan ta'asub buta kepada gurumu. Kau tidak percaya diri, takut berlomba melawan anak sendiri. Lagipula, kalau putramu berhasil mendapatkan cupumanik itu, tandanya jodoh Kencanaresmi ialah putramu sendiri, bukan Lesmana. Sebagai ayah Wisanggeni, kau harusnya bangga, Parta! Anak mandiri, mampu menentukan tujuan hidup, hidup bahagia, dan bisa menikahi orang yang mereka cintai."

Arjuna menjadi bimbang. Ia harus membantu siapa ini. Tiba-tiba, Prabu Sri Kresna menjentikkan jarinya. Seketika waktu melambat. Semua orang seketika diam tidak bergerak. Hanya Arjuna, Prabu Sri Kresna, Wisanggeni, Antasena, Prabu Boma Sitija dan kakek Semar yang bergerak normal. Prabu Kresna dan Boma Sitija maju. Prabu Sri Kresna berkata "tadi juga putraku Sitija juga meminta hal yang sama, aku nasehati dia kalau langkahnya salah hendak menikah Kencanaresmi demi keinginan aneh menantuku. Akhirnya ia sadar dan sekarang membantu putramu." "Benarkah itu, Sitija?" Prabu Boma mengiyakan. Kakek Semar juga memberikan wejangan "ndoro, membantu orang itu boleh bahkan dianjurkan, tapi lebih baik bantulah dulu orang di keluargamu dulu sebelum membantu orang lain." Arjuna sadar kalau ia salah langkah. Ia bersujud minta maaf pada putranya karena sudah menelantarkan dan tidak membantunya. Sekarang Arjuna merestui Wisanggeni menikahi Kencanaresmi. Wisanggeni bahagia dan memaafkan ayahnya. Keduanya berbaikan.

Pernikahan Wisanggeni
Prabu Sri Kresna kembali menjentikkan jarinya. Laju waktu kembali normal. Kini Arjuna berbalik membantu Wisanggeni. Prabu Boma kembali menerjang rombongan dari Hastinapura. Arya Antasena ikut membantu lagi. Para Kurawa lagi-lagi babak belur menghadapi mereka berdua. Merasa terdesak, Begawan Dorna mengajak Patih Sengkuni dan yang lain untuk mundur, kembali ke Hastinapura.

Bambang Wisanggeni dan rombongannya melanjutkan perjalanan dan akhirnya sampai di Kerajaan Sonyapura. Kini dengan Arjuna dan Prabu Kresna berada bersama putra dan keponakannya yang akan melepas masa lajangnya. Wisanggeni maju dan menyerahkan Cupu Manik Gambaring Jagat kepada Dewi Kencanaresmi. Gadis itu perlahan menerimanya. Begitu membuka cupu pusaka tersebut, ia dapat melihat pemandangan di seluruh dunia, baik itu pemandangan alam nyata maupun alam gaib. Melihat putrinya tampak bahagia, Prabu Kencanadarwa pun menyatakan Bambang Wisanggeni sebagai pemenang sayembara. Hari itu juga ia menikahkan Bambang Wisanggeni dengan Dewi Kencanaresmi. Prabu Sri Kresna dan Arjuna kembali memberikan restu untuk pernikahan mereka. Pernikahan pun digelar tujuh hari tujuh malam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar