Sabtu, 19 Agustus 2023

Sesaji Rajasuya (Pandawa Samrat)

 Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan, sekarang kisah Mahabarata sedang menuju ke arah klimaks. Kisah kali ini menceritakan para Pandawa yang mengadakan upacara suci yakni Sesaji Rajasuya (Rajasuya Yadhnya) demi menjadikan negara Amarta alias Indraprastha sebagai negara yang diakui di seluruh jagad wayang. Jalannya upacara akan diganggu persembahan Kalalodra yang dilakukan Prabu Jarasandha dan penghinaan Sri Kresna oleh Sisupala, raja negeri Cedhi. Kisah ini diakhiri dengan penghinaan Dewi Drupadi kepada Prabu Duryudhana yang terjebur di kolam. Kisah ini mengambil sumber dari blog albumkisahwayang.blogspot.com, blog caritawayang.blogspot.com, serial kolosal India Mahabharata Starplus dan Radha Krishna Star Bharat.

Para Pandawa sejak mendirikan negara Amarta (Indraprastha), negara itu masih banyak yang belum dikenal sebagai negara merdeka dan berdaulat. Maka atas saran Prabu Sri Kresna harus mengadakan upacara sesaji Rajasuya. Upacara sesaji ini hampir mirip dengan sesaji Aswamedha namun bedanya mereka tidak perlu melepas kuda kurban melainkan harus menghadirkan 7 orang resi agung dan mengundang para raja sekurangnya seratus raja. Namun datang kendala, Prabu Jarasandha, raja Giribajra juga mengadakan sesaji Kalalodra, upacara menumbalkan kepala seratus raja demi menjadi Maharaja Diraja. Prabu Sri Kresna bersama Arya Wrekodara dan Arjuna nyamar sebagai pertapa datang untuk menghentikan itu semua. Kebetulan, prabu Jarasandha mengadakan acara gulat sebelum pengorbanan seratus raja itu. Maka Kresna mengajukan agar Wrekodara yang maju sebagai penantang. Prabu Jarasandha tertawa "hei petpa, tidak ada yang bisa mengalahkan aku... penantang darimupasti akan langsungkalah." Arya Wrekodara berteriak "woooo.....raja tapi gumedhe banget...jangan besar kepala dulu...ayo lawan langsung. Gausah kakean cangkem.!!!" Gulat pun dimulai. Pergulatan itu sangat sengit, tak ada yang kalah maupun menang. Keduanya sama-sama sakti. Pergulatan itu menghasilkan awan debu dimana-mana. Hingga pada suatu kesempatan, Wrekodara mampu menghabisi Jarasandha. Namun baru saja selesai, Jarasandha hidup kembali. Begitu saja terus sampai acara itu berlangsung tujuh hari tujuh malam. Prabu Sri Kresna berpikir cara untuk mengalahkan Jarasandha. ia teringat kalau kalau Jarasanda asalnya dua bayi yang disatukan maka untuk mengalahkannya harus dengan membelah tubuhnya lalu membuanganya berlawanan Arah.

Arya Wrekodara membelah tubuh Jarasandha
Prabu Sri Kresna memberikan isyarat kepada Arya Wrekodara dengan membelah rumput menjadi dua lalu dilempar ke arah berlawanan. Singkat cerita, Jarasandha berhasil dikalahkan Wrekodara dengan membelah tubuhnya lalu melemparkannya ke arah berlawanan. Para raja pun dibebaskan.

Singkat cerita, di hari yang ditentukan, lebih dari seratus raja dari berbagai negara di daratan Aryawata (Jawadwipa dan Hindustan) berkumpul di Amarta di awali oleh Prabu Salya dari Mandaraka, lalu Prabu Baladewa dari Mandura, lalu diikuti raja-raja lain dan yang terakhir datang ialah Prabu Duryudhana dari Hastinapura ditemani Adipati Karna, Patih Arya Sengkuni dan Arya Dursasana. Karena saking banyaknya tamu, Istana Indraprastha sampai penuh sesak. Maka Prabu Mayasura, raja gandarwa yang telah membantu Pandawa membangun Amarta memperbaiki balairung dan mahligai, lalu diubah jadi membesar dengan sendirinya mengikuti jumlah tamu undangan. Hari itu para Pandawa, beserta isteri-isteri, anak-menantu mereka, dan tentu saja Prabu Sri Kresna berpakaian sangat indah gemerlapan, berseri-seri wajah mereka bak bulan purnama. Upacara itu menghadirkan tujuh orang brahmana agung yakni Maharesi Bhisma, Maharesi Abiyasa, Begawan Dorna, Empu Krepa, Begawan Jayawilapa, Begawan Sidiwacana, dan Resi Gowasena. Upacara pun dimulai. Para resi memimpin doa keselamatan diikuti para Pandawa dan keluarganya beserta para raja. Setelah doa bersama, api pemujaan membumbung tinggi memakan berbagai sesajian yang disediakan para Pandawa tanda upacara itu direstui para dewa. Sebagian sesaji juga dibagi-bagikan kepada para raja. Prabu Yudhistira telah ditetapkan sebagai raja yang merdeka dan atas persetujuan para raja diangkat sebagai Samrat (Maharaja Diraja). Upacara Sesaji Rajasuya hampir selesai. Tinggal penunjukan siapa yang pertama kali memperoleh kehormatan untuk memberikan berkat kepada Prabu Yudhistira sebelum naik ke takhta. Mayoritas para raja menyarankan agar Prabu Sri Kresna yang maju untuk memberikan berkat kepada Prabu Yudhistira. Sebagai titisan Wisnu, Prabu Sri Kresna yang pantas mendapatkan kehormatan itu. Maka majulah Prabu Sri Kresna menuntun Prabu Yudhistira menuju ke takhta. Prabu Duryudhana diam saja tapi dalam hatinya ia kesal karena para Pandawa berhasil membuat negeri Amarta menjadi makmur dan merdeka.

Namun, sesuatu yang tak terduga terjadi. Berdirilah seorang raja, yakni Prabu Sisupala dari negara Cedhi yang masih kerabat Prabu Sri Kresna dan para Pandawa menyatakan ketidaksetujuannya. Sebagai pendukung Prabu Jarasandha, ia membenci Kresna. Dengan nada bicara yang kasar, ia menghina para Pandawa "kalian sangat bodoh menunjuk Kresna sebagai tamu kehormatan!" Prabu Sisupala mengumbar semua aib Kresna" Tau kah kalian Pandawa, Kresna ini sudah jelek, hitam, hidup pula....dia tak lain gembala hina. Dia anjing Yadawa....contoh merosotnya klan kita" Prabu Yudhistira masih bersabar berkata "kakang Prabu Sisupala, jika kau tidak setuju, seharusnya dari tadi kau bicara....." Prabu Sisulapa memotong "lalu apa urusanmu? Mulutku urusanku.....kau sendiri disuap berapa dengan si pencuri susu itu sampai mau menjadikannya sebagai tamu kehormatanmu?" Lagi pula, kau juga tidak layak jadi raja....patutnya kau mengemis bersama adik, istri dan anak menantumu...sama seperti ayah mu dulu di pertapaan..." Prabu Sisupala lalu menghina ayah Prabu Baladewa, Prabu Sri Kresna, dn Dewi Sumbadra “hei kalian tiga anak yadawa terhormat...ayah kalian, Basudewa telah berbuat seeenaknya pada nyai Yasodha sehingga punya anak-anak lain selain kalian. Kalian bertiga tak lebih dari anak seekor anjing gudik.....anjing gudik yadawa hahahahahahahaa.....” Arya Wrekodara dan ketiga adiknya juga Prabu Baladewa murka mendengar ayah dan paman mereka, Prabu Pandhu Dewanata dan Prabu Basudewa dihinakan namun ditahan oleh Prabu Yudhistira. Prabu Sisupala seakan mendapat angin tidak takut dan terus menghina Prabu Sri Kresna. Ia mengatakan bahwa harusnya Prabu Duryudhana raja Hastinapura yang mendapat penghormatan mulia, karena ia adalah raja paling kaya di antara para raja semuanya. Prabu Yudhistira berkata " ini sudah kesepakatan kita bersama para raja. Maka kakang prabu harus ikut...jika tidak mau silakan, tapi kakang tidak ada hak disini untuk menghina kakang Prabu Sri Kresna." Prabu Sisupala menyahut" hahahaha.....anjing si Kresna mulai menggonggong." Prabu Sri Kresna berusaha bersabar sembari menghitung. Prabu Sisupala terus menghina Prabu Sri Kresna "Kresna yang kalian agung-agungkan itu tak lebih dari pemain perempuan. Sudah banyak kena pesonanya. Dewi Radha yang sudah menikah dengan Ayan Yadawa rela jadi isteri simpanannya.....hahahaha......isterinya juga 16.000 semuanya bekas Narakasura...Rukmini yang cantik didapatnya dari melarikannya dan menghina Rukmana kakaknya....Bahkan isterimu, Drupadi juga wanita simpanannya." Prabu Yudhistira lalu bangkit berdiri menahan marah, karena isterinya dihina" "Sisupala, Jaga Mulutmu!" Prabu Sri Kresna lalu ikut bangkit lalu berkata " Cukup, Sisupala! Ingat batasanmu! Hitung Kesalahanmu! Ingatlah apa yang telah ku janjikan dengan Ibumu! Aku bersedia Mengampuni Seratus Dosamu Asal Tidak Dihadapan Seratus raja!" Prabu Sisupala justru tertawa-tawa "aku tidak takut...Dasar anjing Yadawa! Munafik! begal! begundal! kecu! pemain perempuan! Kau gembala hina! Pencuri, maling, rompak, perampok, penjahat, tukang sihir....!!!!!!" Prabu Sri Kresna tidak tahan lagi.

Prabu Sri Kresna memenggal kepala Sisupala dengan Cakra
Kemarahannya sudah memuncak. Tepat itu hitungannya sudah lebih dari seratus dan semuanya itu di hadapan lebih dari seratus raja. Prabu Sri Kresna seketika turun dan menghajar Prabu Sisupala. Prabu Sisupala meski terus dihajar terus menghina Kresna. Kemarahan sudah diambang batas. Prabu Sri Kresna melemparkan Cakra Widaksana miliknya dan jrassss.....kepala Sisupala terpenggal, menggelinding ke luar istana. Maka tewaslah sang raja Cedhi. Prabu Sri Kresna meminta maaf kepada hadirin karena ini adalah suratan takdir yang harus ia dan Sisupala alami.

Singkat cerita, setelah jasad Prabu Sisupala di perlakukan dengan layak, upacara kembali dilanjutka. Dan akhirnya, prosesi Sesaji Rajasuya telah berakhir. Para tamu satu persatu pamit pulang ke negara masing-masing. Prabu Duryudhana masih kesal hati dengan terbunuhnya Prabu Sisupala. Ia pun melenggang pergi. Namun, di tengah jalan, ia lalu berkeliling penasaran ingin melihat seperti apa indahnya istana Indraprastha milik para Pandawa. Konon beberapa bagian dari istana Indraprastha ini ditambahi oleh Batara Wiswakarma dan Prabu Mayasura melengkapinya dengan tipuan ilusi. Ia melihat api menyala-nyala yang ternyata jalan batu bata. Ketika melewati jalanan berlapis permadani, Petruk mengingatkannya agar berhati-hati karena di depan ada kolam air. Prabu Duryudhana tidak percaya dan menuduh Petruk hendak mempermainkannya. Ternyata benar, permadani yang diinjak Prabu Duryudhana adalah kolam air. Raja Hastinapura itu pun tercebur ke dalamnya. Basah kuyuplah seluruh tubuhnya dengan kepala mendarat duluan. Kebetulan Dewi Drupadi sedang lewat di tempat itu. Ia pun tertawa dan menyebut "Hahaha...sepertinya raja Hastinapura buta seperti ayahnya. Duryudhana putra Dretarastra yang tidak melihat." Prabu Sri Kresna lalu datang mengingatkan sahabatnya itu untuk tidak menghina Duryudhana “dinda Drupadi sahabatku, jangan menghinanya seperti itu....adinda jangan membuatnya tersinggung. Aku takut akan terjadi hal buruk nantinya di kemudian hari,” Dewi Drupadi sadar dan menyesali perbuatannya. Sementara itu, Raja Hastinapura itu sangat marah mendengar cacat ayahnya disinggung. Ia buru-buru merangkak naik dan pergi meninggalkan tempat tersebut. Patih Sengkuni datang menyambut Prabu Duryudhana yang basah kuyup. Dewi Drupadi lalu meminta maaf atas ucapannya yang tidak mengenakkan. Namun, rasa marah dan dendam terlanjur berkecamuk di hati Prabu Duryudhana atas penghinaan ini. Ia bersumpah harus bisa ganti mempermalukan Drupadi di depan umum. Patih Sengkuni menghibur rajanya. Ia pun berjanji akan membantu membalaskan sakit hati Prabu Duryudhana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar