Hai semua penikmat dan pembaca kisah pewayangan. Kisah kali ini mengisahkan keributan antara negara Pringgondani dan Trajutrisna karena memperebutkan Kadipaten Tunggarana. Keributan itu dapat diakhiri secara damai berkat usulan referendum yang diajukan oleh Bambang Pamegat, pemuda yang menjadi wakil rakyat Tunggarana. Sumber kisah ini mengambil dari blog https://albumkisahwayang.blogspot.com/ dan https://caritawayang.blogspot.com/
Semenjak para Pandawa
menggelar upacara sesaji Rajasuya, banyak negara di sekitarnya akhirnya berani
speak-up dalam bersikap. Salah satunya yakni kadipaten Tunggarana. Setelah
sekian lama berada di bawah cengkeraman negara Trajutrisna, kadipaten
Tunggarana mulai melakukan hal ekstrim demi melepaskan diri. Adipati Kahana,
pemimpin kadipaten dan rakyat Tunggarana secara terus tidak mau mengeluarkan
upeti dan sowan ke pasewakan selama satu sasih. Prabu Boma Sitija kesal
karenanya " ini tidak boleh jadi. Kadipaten Tunggarana sudah berniat
mbalélå. Pacadnyana, kirim pesan telik sandi ke Tunggarana! Amati apa yang
dilakukan Kahana." "Sendika dhawuh, gusti prabu!"
Adipati Kahana kebetulan
sedang tidak berada di Tunggarana melainkan sedang menghadap ke Pringgondani.
Bersama Begawan Sumberkatong, ia datang menghadap ke Prabu Gatotkaca "
ampun Gusti prabu, kedatangan hamba ingin menyampaikan keinginan rakyat hamba.
Rakyat Tunggarana ingin Tunggarana ikut bersama Pringgondani. Sudah sejak lama
rakyat tertekan di bawah cengkeraman Gusti Boma Sitija bahkan sejak Prabu
Narakasura masih berkuasa juga sangat parah." Prabu Gatotkaca bersama
Patih Prabakesha berusaha untuk bersikap hati-hati. Raja yang merupakan putra
Wrekodara itu lalu menyampaikan "aku hargai keputusan tuanku ingin
bergabung dengan Pringgondani tapi apa tuanku sudah siap dengan segala
resikonya. Saya selaku raja lebih mengutamakan agar rakyat Trajutrisna dan Pringgondani
agar hidup damai. Tuanku tahu bagaimana sikap Prabu Boma Sitija kalau tau
tuanku hendak menyebrang dan mbalélå...."
Belum selesai bicara,
datanglah Tumenggung Yayahgriwa dan Patih Pacadnyana hendak memanggil pulang
Adipati Kahana dan Begawan Sumberkatong. " Ampun Gusti Prabu Gatotkaca,
hamba atas perintah gusti Boma Sitija diperintahkan untuk memanggil pulang
Adipati Kahana." Prabu Gatotkaca bersikap hati-hati berkata pada Adipati
Kahana " tuanku Adipati, baik kau pulang penuhi panggilan rajamu. "
Namun Adipati Tunggarana menolak " tidak gusti Prabu Gatotkaca, saya
dipanggil pulang untuk dihukum mati. Jikalau saya mati, siapa yang membimbing
rakyat Tunggarana?!" Ditya Yayahgriwa marah melihat Adipati Kahana memohon
perlindungan kepada raja Pringgondani. Ia pun berniat menjambak Adipati Kahana
dan menyeretnya keluar. Patih Prabakesha maju menangkis tangan Tumenggung
Yayahgriwa. Ia berkata "hentikan, "Yayahgriwa. Adipati Kahana adalah
tamu Pringgondani. Jika Tumenggung memperlakukannya dengan kasar sama artinya
menghina wibawa Kerajaan Pringgondani." Tumenggung Yayahgriwa semakin
marah dan meminta Prabu Gatotkaca menegur Patih Prabakesha yang ikut campur.
Prabu Gatotkaca menjawab, "memang benar apa kata paman patih. Adipati
Kahana saat ini adalah tamuku, maka selama kau ada disini, tuan Adipati tidak
boleh diperlakukan semena-mena di hadapanku. Gusti Tumenggung baik menunggu di
wisma kami. Kami akan mengatur kepulangan tuan Adipati ke Trajutrisna."
Tumenggung Yayahgriwa tertawa kecut seakan tidak percaya. Ia berkata "
gusti, kau ini masih bau kencur. Baru jadi raja sudah sombong nyundul langit.
Aku bukan bocah yang bisa kau tipu. Aku ditugaskan gusti Patih atas persetujuan
gusti Boma untuk memanggil pulang Kahana. Kalau kau berani lindunginya maka artinya
perang." Prabu Gatotkaca marah dengan sikap kurang ajar Tumenggung
Yayahgriwa namun ditenangkan Patih Prabakesha. Patih Prabakesha lalu menendang
tumenggung Trajutrisna itu sampai keluar istana. Patih Pacadnyana yang melihat
hal demikian marah dan bersumpah serapah" bajingan, kau Prabakesha! Kau
pun Tak ada bedanya dengan kami, berani pada utusan raja. Genderang perang
antara Pringgondani dan Trajutrisna sudah kau tabuh." Maka pergilah Patih
Pacadnyana dan Tumenggung Yayahgriwa kembali ke Trajutrisna.
Prabu Boma Sitija sedang
duduk di istana Trajutrisna. Tiba-tiba Tumenggung Yayahgriwa dan Patih
Pacadnyana datang melapor " ampun Gusti, kami gagal menangkap Adipati
Kahana. Malah ia datang juga bersama Begawan Sumberkatong. Prabu Gatotkaca dan
para raksasa Pringgondani berniat mengukuhi Kadipaten Tunggarana." Prabu
Boma Sitija marah mendengar berita ini. Namun, ia juga senang karena memiliki
alasan untuk menggempur Kerajaan Pringgondani. Bagaimanapun juga Prabu Boma
masih menyimpan dendam atas peristiwa Wahyu Topeng Waja tempo hari. Kini adalah
saat yang tepat untuk membalas sakit hatinya kepada Prabu Gatotkaca. Maka,
Prabu Boma pun memerintahakan Patih Pacadnyana "patih, cepat siapkan
pasukan, kita berangkat serang Pringgondani!" Singkat cerita, perang antara
Pringgondani dan Trajutrisna tak lagi terelakkan. Tiga hari tiga malam Prabu
Boma Sitija mengepung kerajaan Pringgondani dari segala sisi. Patih Prabakesha
dan Tumenggung Brajawikalpa telah bersiaga menghadapi serangan tersebut. Kedua
pihak sama-sama terdiri atas pasukan raksasa yang tentunya memiliki cara
bertempur ganas dan mengerikan. Bedanya ialah, para raksasa Pringgondani tidak
memiliki gigi taring karena sudah peraturan negara harus meratakan gigi sejak
kecil.
Sementara itu, di desa Argabinatur di pinggir Kadipaten Tunggarana, Kakek Semar bersama Arjuna dan Prabu Sri Kresna mengunjungi rumah Begawan Sumberkatong untuk mengunjungi salah seorang anak Arjuna yakni Bambang Pamêgat yang tak lain cucu sang Begawan.
Pertemuan Arjuna dengan Bambang Pamegat |
Perang antara
Pringgondani dengan Trajutrisna semakin sengit. Bahkan Arya Wrekodara dan Dewi
Arimbi datang untuk menemui anaknya. " Ayah! Ibu! aku minta restu kalian.
Berkati aku agar aku menang. " Arya Wrekodara berkata "
waaa...anakku, ojo sok...kita tunggu sampai musuh masuk istana baru kau
melawannya. Kita gak isok seenak udel ngelawan Boma. Bagaimana pun, dia
saudaramu dan anak kakang Jlitheng." Prabu Gatotkaca mematuhi saran
ayahnya. Terlihat di depan, Patih Prabakesha dan Tumênggung Brajawikalpa
memapah Arya Kalabendana yang terluka disusul beberapa prajurit yang terluka.
Dewi Arimbi dan Dewi Pergiwa segera membantu yang terluka dan menyembuhkan
mereka. Di luar istana, perang makin sengit dan mengerikan namun kedua pihak
yang ramai bertempur tidak menyadari kedatangan Prabu Sri Kresna dan Arjuna
yang sudah berada dekat istana. Dua orang itu segera masuk ke dalem kedaton.
Prabu Gatotkaca menyambut mereka. Prabu Sri Kresna bertanya "bagaimana
bisa situasinya jadi rumit begini. Aku perlu penjelasanmu, anakku!" Prabu
Gatotkaca berkata " ampun paman prabu, hamba tidak berniat mengukuhi
apalagi mencaplok Tunggarana. Hanya saat itu tuan Adipati dan Begawan
Sumberkatong sedang menjadi tamuku. Aku sebagai tuan rumah harus memberikan
perlindungan kepada tamuku." " Itu tidak benar, ayahanda! Dia dusta!"
Tiba-tiba datang prabu Boma Sitija mendobrak pintu kedaton. Prabu Gatotkaca
dengan muka merah padam berniat menyerang Prabu Boma Sitija. Prabu Sri Kresna
berusaha melerai mereka dan meminta permasalahan ini diselesaikan secara
kekeluargaan“Tunggu, anak-anakku!! Jangan terbawa nafsu. Bagaimanapun juga
antara kalian masih saudara, sehingga tidak pantas jika saling berperang
apalagi melukai." Prabu Boma menjawab ketus, " persetan, aku tidak
setuju masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan. Aku sudah tidak percaya
pada ayah!" Prabu Sri Kresna tak menyangka kalau sang putra akan berkata
demikian. Arjuna dan Wrekodara juga sama terkejutnya. Karena kedua raja muda
sudah tidak bisa bersabar lagi, maka terjadilah perang tanding yang sengit.
Prabu Boma Sitija segera naik kendaraannya yakni Wilmuna yang mampu terbang.
Tak disangka, Prabu Boma Sitija bisa memurti alias melakukan krodha. Wajahnya
berubah menjadi seram dengan kekuatan berkali-kali lipat. Lama-lama terdesak
juga prabu Gatotkaca. Sang raja muda Pringgondani itu lalu ikut melakukan
memurti. Sepasang sayap raksasa mengembang di punggungnya dan topeng Perunggu
di wajahnya dilepas. Wajah Prabu Gatotkaca seketika berubah jadi raksasa dengan
kekuatan berlipat ganda pula. Tampak kedua raja itu bertarung dengan seimbang,
sama-sama sakti dan sama-sama perkasa. Kerusakan di istana tak kalah parah
karena pertarungan mereka.
Ketika pertarungan sedang
seru-serunya, tiba-tiba muncul Bambang Pamêgat dan kakek Semar di saat Prabu
Boma dan Prabu Gatotkaca masih sibuk bertarung dan berusaha saling menjatuhkan.
Ketika keduanya sama-sama memukul, tiba-tiba Bambang Pamêgat hadir di antara
mereka. Pukulan Prabu Boma ditangkap dengan tangan kanan, sedangkan pukulan Prabu
Gatotkaca ditangkap dengan tangan kiri. Para hadirin yang menonton terkejut,
terutama kedua raja yang sedang bertarung tersebut. Mereka tidak menyangka, ada
anak muda kurus yang mampu menangkap pukulan dahsyat Prabu Boma Sitija dan
Prabu Gatotkaca. Bambang Pamêgat melerai dan berkata " hentikan! Aku di sini
sebagai wakil rakyat Tunggarana meminta gusti berdua berhenti! Perang ini hanya
akan menyisakan dendam belaka, kalah jadi abu menang jadi arang..kalian akan
sama-sama rugi!" Prabu Boma Sitija marah-marah tidak peduli. Raja
Trajutrisna itu terus menghajar Bambang Pamêgat sebanyak tiga kali namun seakan
punya kekuatan diluar nalar, Bambang Pamêgat berhasil bertahan dari pukulan
Sitija. Prabu Boma Sitija terkesan melihat kekuatan Bambang Pamêgat yang mampu
menerima tiga pukulannya tanpa terluka. "Baik aku mengakui kehebatanmu.
Aku persilahkan kau bicara...jadi bagaimana solusi atas masalah ini?"
Prabu Gatotkaca juga demikian. " Aku juga persilakan andika untuk
menyelesaikan persoalan ini. Sejak awal aku tidak tertarik untuk merebut
Tunggarana. Yang ku lakukan selama ini untuk membela diri. Tolong berikan
solusi agar perang ini bisa diakhiri."
Bambang Pamêgat lalu berjalan ke tengah alun-alun dan di hadapan rakyat Pringgondani, Trajutrisna, dan Tunggarana, ia berkata " agar menjadi adil bagi masing-masing pihak, rakyat Tunggarana harus melakukan referendum dengan cara pemilihan suara terbanyak.
Bambang Pamegat melerai Sitija dan Gatotkaca |
Prabu Boma merasa kecewa,
namun ia sudah terlanjur berjanji akan mengikuti keputusan yang diajukan
Bambang Pamêgat, sehingga mau tidak mau harus mengakhiri peperangan dengan
Pringgondani. Sebaliknya, Prabu Gatotkaca yang sejak awal tidak berniat
mengukuhi Kadipaten Tunggarana terpaksa menerima keputusan ini. Namun, ia juga
memberi hak otonomi luas kepada Adipati Kahana untuk mengatur wilayah
Tunggarana. Mengenai pajak dan upeti yang harus dibayar diturunkan dan
dipersilakan untuk biaya pembangunan di Kadipaten Tunggarana. Setelah semua
hadirin pulang, Arjuna baru berani berkata kepada Prabu Gatotkaca kalau Bambang
Pamêgat adalah sepupunya. Ia terlahir dari putri Begawan Sumberkatong yakni
Endang Pamegatasih. Prabu Gatotkaca memeluk sepupunya itu dan berterimakasih
sudah membantu menyelesaikan masalah ini. Sang raja Pringgondan memberikan
jamuan makan terbaiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar