Kamis, 24 Agustus 2023

Rebut Kikis Tunggarana

Hai semua penikmat dan pembaca kisah pewayangan. Kisah kali ini mengisahkan keributan antara negara Pringgondani dan Trajutrisna karena memperebutkan Kadipaten Tunggarana. Keributan itu dapat diakhiri secara damai berkat usulan referendum yang diajukan oleh Bambang Pamegat, pemuda yang menjadi wakil rakyat Tunggarana. Sumber kisah ini mengambil dari blog https://albumkisahwayang.blogspot.com/ dan https://caritawayang.blogspot.com/

Semenjak para Pandawa menggelar upacara sesaji Rajasuya, banyak negara di sekitarnya akhirnya berani speak-up dalam bersikap. Salah satunya yakni kadipaten Tunggarana. Setelah sekian lama berada di bawah cengkeraman negara Trajutrisna, kadipaten Tunggarana mulai melakukan hal ekstrim demi melepaskan diri. Adipati Kahana, pemimpin kadipaten dan rakyat Tunggarana secara terus tidak mau mengeluarkan upeti dan sowan ke pasewakan selama satu sasih. Prabu Boma Sitija kesal karenanya " ini tidak boleh jadi. Kadipaten Tunggarana sudah berniat mbalélå. Pacadnyana, kirim pesan telik sandi ke Tunggarana! Amati apa yang dilakukan Kahana." "Sendika dhawuh, gusti prabu!"

Adipati Kahana kebetulan sedang tidak berada di Tunggarana melainkan sedang menghadap ke Pringgondani. Bersama Begawan Sumberkatong, ia datang menghadap ke Prabu Gatotkaca " ampun Gusti prabu, kedatangan hamba ingin menyampaikan keinginan rakyat hamba. Rakyat Tunggarana ingin Tunggarana ikut bersama Pringgondani. Sudah sejak lama rakyat tertekan di bawah cengkeraman Gusti Boma Sitija bahkan sejak Prabu Narakasura masih berkuasa juga sangat parah." Prabu Gatotkaca bersama Patih Prabakesha berusaha untuk bersikap hati-hati. Raja yang merupakan putra Wrekodara itu lalu menyampaikan "aku hargai keputusan tuanku ingin bergabung dengan Pringgondani tapi apa tuanku sudah siap dengan segala resikonya. Saya selaku raja lebih mengutamakan agar rakyat Trajutrisna dan Pringgondani agar hidup damai. Tuanku tahu bagaimana sikap Prabu Boma Sitija kalau tau tuanku hendak menyebrang dan mbalélå...."

Belum selesai bicara, datanglah Tumenggung Yayahgriwa dan Patih Pacadnyana hendak memanggil pulang Adipati Kahana dan Begawan Sumberkatong. " Ampun Gusti Prabu Gatotkaca, hamba atas perintah gusti Boma Sitija diperintahkan untuk memanggil pulang Adipati Kahana." Prabu Gatotkaca bersikap hati-hati berkata pada Adipati Kahana " tuanku Adipati, baik kau pulang penuhi panggilan rajamu. " Namun Adipati Tunggarana menolak " tidak gusti Prabu Gatotkaca, saya dipanggil pulang untuk dihukum mati. Jikalau saya mati, siapa yang membimbing rakyat Tunggarana?!" Ditya Yayahgriwa marah melihat Adipati Kahana memohon perlindungan kepada raja Pringgondani. Ia pun berniat menjambak Adipati Kahana dan menyeretnya keluar. Patih Prabakesha maju menangkis tangan Tumenggung Yayahgriwa. Ia berkata "hentikan, "Yayahgriwa. Adipati Kahana adalah tamu Pringgondani. Jika Tumenggung memperlakukannya dengan kasar sama artinya menghina wibawa Kerajaan Pringgondani." Tumenggung Yayahgriwa semakin marah dan meminta Prabu Gatotkaca menegur Patih Prabakesha yang ikut campur. Prabu Gatotkaca menjawab, "memang benar apa kata paman patih. Adipati Kahana saat ini adalah tamuku, maka selama kau ada disini, tuan Adipati tidak boleh diperlakukan semena-mena di hadapanku. Gusti Tumenggung baik menunggu di wisma kami. Kami akan mengatur kepulangan tuan Adipati ke Trajutrisna." Tumenggung Yayahgriwa tertawa kecut seakan tidak percaya. Ia berkata " gusti, kau ini masih bau kencur. Baru jadi raja sudah sombong nyundul langit. Aku bukan bocah yang bisa kau tipu. Aku ditugaskan gusti Patih atas persetujuan gusti Boma untuk memanggil pulang Kahana. Kalau kau berani lindunginya maka artinya perang." Prabu Gatotkaca marah dengan sikap kurang ajar Tumenggung Yayahgriwa namun ditenangkan Patih Prabakesha. Patih Prabakesha lalu menendang tumenggung Trajutrisna itu sampai keluar istana. Patih Pacadnyana yang melihat hal demikian marah dan bersumpah serapah" bajingan, kau Prabakesha! Kau pun Tak ada bedanya dengan kami, berani pada utusan raja. Genderang perang antara Pringgondani dan Trajutrisna sudah kau tabuh." Maka pergilah Patih Pacadnyana dan Tumenggung Yayahgriwa kembali ke Trajutrisna.

Prabu Boma Sitija sedang duduk di istana Trajutrisna. Tiba-tiba Tumenggung Yayahgriwa dan Patih Pacadnyana datang melapor " ampun Gusti, kami gagal menangkap Adipati Kahana. Malah ia datang juga bersama Begawan Sumberkatong. Prabu Gatotkaca dan para raksasa Pringgondani berniat mengukuhi Kadipaten Tunggarana." Prabu Boma Sitija marah mendengar berita ini. Namun, ia juga senang karena memiliki alasan untuk menggempur Kerajaan Pringgondani. Bagaimanapun juga Prabu Boma masih menyimpan dendam atas peristiwa Wahyu Topeng Waja tempo hari. Kini adalah saat yang tepat untuk membalas sakit hatinya kepada Prabu Gatotkaca. Maka, Prabu Boma pun memerintahakan Patih Pacadnyana "patih, cepat siapkan pasukan, kita berangkat serang Pringgondani!" Singkat cerita, perang antara Pringgondani dan Trajutrisna tak lagi terelakkan. Tiga hari tiga malam Prabu Boma Sitija mengepung kerajaan Pringgondani dari segala sisi. Patih Prabakesha dan Tumenggung Brajawikalpa telah bersiaga menghadapi serangan tersebut. Kedua pihak sama-sama terdiri atas pasukan raksasa yang tentunya memiliki cara bertempur ganas dan mengerikan. Bedanya ialah, para raksasa Pringgondani tidak memiliki gigi taring karena sudah peraturan negara harus meratakan gigi sejak kecil.

Sementara itu, di desa Argabinatur di pinggir Kadipaten Tunggarana, Kakek Semar bersama Arjuna dan Prabu Sri Kresna mengunjungi rumah Begawan Sumberkatong untuk mengunjungi salah seorang anak Arjuna yakni Bambang Pamêgat yang tak lain cucu sang Begawan.

Pertemuan Arjuna dengan Bambang Pamegat
Sang putra turun menghadap sang ayah " sembah bekti padamu , ayahanda. Sudah lama ayahanda tidak menjenguk. Sekarang situasi negeri ini sedeng tegang." Arjuna bertanya " apa maksudmu tegang, nak? Aku lihat desa ini aman damai saja." Bambang Pamêgat menjelaskan "Tiga hari ini, pasukan Pringgondani dan Trajutrisna berseliweran di sekitar sini. Sering bentrok di luar desa apalagi ketika malam. Kabar yang ku dengar mereka memperebutkan kadipaten ini." Prabu Sri Kresna tidak paham minta dijelaskan lebih rinci. Bambang Pamêgat menjelaskan segala yang ia tahu. Setelah mendengar kisah dari Pamêgat, Prabu Sri Kresna dan Arjuna segera berangkat ke Pringgondani. Sementara kakek Semar dan Bambang Pamêgat berangkat menuju ke Pringgondani lewat jalan lain yang lebih aman.

Perang antara Pringgondani dengan Trajutrisna semakin sengit. Bahkan Arya Wrekodara dan Dewi Arimbi datang untuk menemui anaknya. " Ayah! Ibu! aku minta restu kalian. Berkati aku agar aku menang. " Arya Wrekodara berkata " waaa...anakku, ojo sok...kita tunggu sampai musuh masuk istana baru kau melawannya. Kita gak isok seenak udel ngelawan Boma. Bagaimana pun, dia saudaramu dan anak kakang Jlitheng." Prabu Gatotkaca mematuhi saran ayahnya. Terlihat di depan, Patih Prabakesha dan Tumênggung Brajawikalpa memapah Arya Kalabendana yang terluka disusul beberapa prajurit yang terluka. Dewi Arimbi dan Dewi Pergiwa segera membantu yang terluka dan menyembuhkan mereka. Di luar istana, perang makin sengit dan mengerikan namun kedua pihak yang ramai bertempur tidak menyadari kedatangan Prabu Sri Kresna dan Arjuna yang sudah berada dekat istana. Dua orang itu segera masuk ke dalem kedaton. Prabu Gatotkaca menyambut mereka. Prabu Sri Kresna bertanya "bagaimana bisa situasinya jadi rumit begini. Aku perlu penjelasanmu, anakku!" Prabu Gatotkaca berkata " ampun paman prabu, hamba tidak berniat mengukuhi apalagi mencaplok Tunggarana. Hanya saat itu tuan Adipati dan Begawan Sumberkatong sedang menjadi tamuku. Aku sebagai tuan rumah harus memberikan perlindungan kepada tamuku." " Itu tidak benar, ayahanda! Dia dusta!" Tiba-tiba datang prabu Boma Sitija mendobrak pintu kedaton. Prabu Gatotkaca dengan muka merah padam berniat menyerang Prabu Boma Sitija. Prabu Sri Kresna berusaha melerai mereka dan meminta permasalahan ini diselesaikan secara kekeluargaan“Tunggu, anak-anakku!! Jangan terbawa nafsu. Bagaimanapun juga antara kalian masih saudara, sehingga tidak pantas jika saling berperang apalagi melukai." Prabu Boma menjawab ketus, " persetan, aku tidak setuju masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan. Aku sudah tidak percaya pada ayah!" Prabu Sri Kresna tak menyangka kalau sang putra akan berkata demikian. Arjuna dan Wrekodara juga sama terkejutnya. Karena kedua raja muda sudah tidak bisa bersabar lagi, maka terjadilah perang tanding yang sengit. Prabu Boma Sitija segera naik kendaraannya yakni Wilmuna yang mampu terbang. Tak disangka, Prabu Boma Sitija bisa memurti alias melakukan krodha. Wajahnya berubah menjadi seram dengan kekuatan berkali-kali lipat. Lama-lama terdesak juga prabu Gatotkaca. Sang raja muda Pringgondani itu lalu ikut melakukan memurti. Sepasang sayap raksasa mengembang di punggungnya dan topeng Perunggu di wajahnya dilepas. Wajah Prabu Gatotkaca seketika berubah jadi raksasa dengan kekuatan berlipat ganda pula. Tampak kedua raja itu bertarung dengan seimbang, sama-sama sakti dan sama-sama perkasa. Kerusakan di istana tak kalah parah karena pertarungan mereka.

Ketika pertarungan sedang seru-serunya, tiba-tiba muncul Bambang Pamêgat dan kakek Semar di saat Prabu Boma dan Prabu Gatotkaca masih sibuk bertarung dan berusaha saling menjatuhkan. Ketika keduanya sama-sama memukul, tiba-tiba Bambang Pamêgat hadir di antara mereka. Pukulan Prabu Boma ditangkap dengan tangan kanan, sedangkan pukulan Prabu Gatotkaca ditangkap dengan tangan kiri. Para hadirin yang menonton terkejut, terutama kedua raja yang sedang bertarung tersebut. Mereka tidak menyangka, ada anak muda kurus yang mampu menangkap pukulan dahsyat Prabu Boma Sitija dan Prabu Gatotkaca. Bambang Pamêgat melerai dan berkata " hentikan! Aku di sini sebagai wakil rakyat Tunggarana meminta gusti berdua berhenti! Perang ini hanya akan menyisakan dendam belaka, kalah jadi abu menang jadi arang..kalian akan sama-sama rugi!" Prabu Boma Sitija marah-marah tidak peduli. Raja Trajutrisna itu terus menghajar Bambang Pamêgat sebanyak tiga kali namun seakan punya kekuatan diluar nalar, Bambang Pamêgat berhasil bertahan dari pukulan Sitija. Prabu Boma Sitija terkesan melihat kekuatan Bambang Pamêgat yang mampu menerima tiga pukulannya tanpa terluka. "Baik aku mengakui kehebatanmu. Aku persilahkan kau bicara...jadi bagaimana solusi atas masalah ini?" Prabu Gatotkaca juga demikian. " Aku juga persilakan andika untuk menyelesaikan persoalan ini. Sejak awal aku tidak tertarik untuk merebut Tunggarana. Yang ku lakukan selama ini untuk membela diri. Tolong berikan solusi agar perang ini bisa diakhiri."

Bambang Pamêgat lalu berjalan ke tengah alun-alun dan di hadapan rakyat Pringgondani, Trajutrisna, dan Tunggarana, ia berkata " agar menjadi adil bagi masing-masing pihak, rakyat Tunggarana harus melakukan referendum dengan cara pemilihan suara terbanyak.

Bambang Pamegat melerai Sitija dan Gatotkaca
Hasil apapun yang keluar nanti maka itulah keinginan rakyat." Adipati Kahana menyetujui rencana ini. Ia pun kembali ke Tunggarana dengan ditemani Bambang Pamêgat, Nayaka Mahodara, dan Arya Kalabendana sebagai panitia. Mereka bekerja mengumpulkan pendapat para kepala desa yang bermusyawarah dengan warga masing-masing. Lalu setelah musyawarah, diadakan pemilihan suara untuk menentukan pendapat rakyat. Tujuh hari kemudian, Bambang Pamêgat menghadap ke Prabu Sri Kresna. Di sana, dua raja yang bersengketa yakni Prabu Gatotkaca dan Prabu Boma Sitija hadir. Di sana juga turut dihadirkan parasesepuh yakni Prabu Matswapati dan Prabu Salya, dua sesepuh raja Jawadwipa dan Hindustan, Maharesi Bhisma, wakil dari Prabu Duryudhana sebagai raja paling kaya saat ini, dan Prabu Yudhistira sebagai ahli hukum. Bambang Pamêgat mengumumkan laporannya " Di hadapan wakil semua para raja di Jawadwipa ini, saya Bambang Pamêgat melaporkan bahwa hampir delapan puluh persen warga Tunggarana menyatakan ingin bergabung kembali dengan Kerajaan Pringgondani. Data dan berkas ini murni tanpa campur tangan pihak manapun. Apabila ada kesalahan pada hasil perhitungan, maka saya bersedia menyerahkan kepala saya untuk dipenggal. Sekian terima kasih."para sesepuh menyutujui laporan dari Bambang Pamegat. Prabu Matswapati segera membuka buku Pustaka Raja. Seketika, begitu buku itu dibuka, Peta kerajaan di seluruh Jawadwipa dan Hindustan ikut berubah. Wilayah Tunggarana beralih yang semula milik Trajutresna menjadi milik Pringgondani.

Prabu Boma merasa kecewa, namun ia sudah terlanjur berjanji akan mengikuti keputusan yang diajukan Bambang Pamêgat, sehingga mau tidak mau harus mengakhiri peperangan dengan Pringgondani. Sebaliknya, Prabu Gatotkaca yang sejak awal tidak berniat mengukuhi Kadipaten Tunggarana terpaksa menerima keputusan ini. Namun, ia juga memberi hak otonomi luas kepada Adipati Kahana untuk mengatur wilayah Tunggarana. Mengenai pajak dan upeti yang harus dibayar diturunkan dan dipersilakan untuk biaya pembangunan di Kadipaten Tunggarana. Setelah semua hadirin pulang, Arjuna baru berani berkata kepada Prabu Gatotkaca kalau Bambang Pamêgat adalah sepupunya. Ia terlahir dari putri Begawan Sumberkatong yakni Endang Pamegatasih. Prabu Gatotkaca memeluk sepupunya itu dan berterimakasih sudah membantu menyelesaikan masalah ini. Sang raja Pringgondan memberikan jamuan makan terbaiknya.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar