Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan. Kisah kali ini adalah titik balik kehidupan Pandawa dan Kurawa. Pandawa diundang bermain dadu kuclak dan berakhir dengan kekalahan para Pandawa dan penghinaan para wanita di keluarga Pandawa yakni Dewi Drupadi dan Dewi Kunthi. Kisah diakhir dengan hukuman yang harus ditanggung Pandawa yakni mengasingkan diri ke hutan selama dua belas tahun ditambah satu tahun hidup menyamar sebagai orang biasa. Kisah ini mengambil sumber dari blog albumkisahwayang.blogspot.com, Kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa, serial kolosal India Mahabharata Starplus dan Radha Krishna Star Bharat
Setelah upacara Sesaji Rajasuya Yadnya di Amarta, Prabu Duryudhana benar-benar dibuat iri dengan kemegahan
istana ilusi Indraprastha. Ia berniat membuat merebut paksa istana Indraprastha
dari para Pandawa terlebih saat hendak meninggalkan istana, ia ditertawakan
Dewi Drupadi saat jatuh ke kolam yang dikiranya lantai. Patih Sengkuni
menyarankan untuk merebutnya bukan dengan perang melainkan dengan tipu hela.
" Keponakanku, para Pandawa selalu dilindungi Kresna dan kakek Semar.
Kalau kita perang, kita menghabiskan banyak dana dan korban nyawa. tapi dengan
tipu hela ini, kita bisa menghancurkan harga diri Pandawa dan hubungan baik
mereka dengan Semar maupun Kresna. Kita akan membuat Pandawa malu dan terhina
dihadapan dua botoh mereka." Prabu Duryudhana gembira mendengarnya tapi ia
bertanya kembali”lalu tipu hela apa yang akan paman lakukan untuk menjebak para
Pandawa?” Patih Sengkuni lalu mengeluarkan dua biji dadu lalu ia berkata “dengan dadu ini,keponakanku. Dadu ini aku
buat dari tulang kaki kakekmu Prabu Suwala. Berapapun angka yang aku inginkan,
dadu ini akan mengikuti apa yang aku inginkan..hihihi...sekarang kau undang
para Pandawa untuk bermain dadu kuclak. Buatt acara besar seakan ini pesta
syukuran atas keberhasilan Pandawa menyelenggarakan Sesaji Rajasuya.” Prabu
Duryudhana menyetujui lalu dikirimlah utusan ke Amarta.
Hari yang cerah ceria,
saat itu Prabu Sri Kresna yang masih bersama Pandawa di Amarta setelah
peristiwa Rebut Kikis Tunggarana. Lalu datang Prabu Danuasmara alias Bambang
Partajumena,putra Sri Kresna.ia membawa kabar”ampuni aku ayahanda
Prabu....keadaan kerajaan kacau. Prabu Salwarudra dari negara Salwarupa
menyerang kerajaan kita. Kita harus pergi berangkat perang melawan kerajaan
Salwapura. Pasukannya mulai merangsek Dwarawati.” Lalu bersamaan dengan itu,
utusan dari Hastinapura membawa undangan dari Prabu Duryudhana. Maka hari itu,
Para Pandawa dan kakek Semar harus ke Hastinapura memenuhi undangan Prabu
Duryudhana. Dewi Drupadi meminta ingin ikut. awalnya sang suami, Prabu
Yudhistira melarang tapi datang Dewi Kunthi. Sepertinya ibu dari para Pandawa
mulai menangkap firasat yang kurang baik,maka ia akan ikut menemani menantunya
itu “anakku,biar Drupadi ikut. Aku akan bersamanya.” Prabu Yudhistira mau tak
mau mengizinkan sang ibu dan istrinya ikut. Singkat cerita, semua orang siap
berangkat ke tujuan masing-masing. Ketika hendak mengambil pedang
untukdimasukkan ke kereta kencananya, tangan Prabu Sri Kresna tersayat bilah
pedang yang tajam. “kakang Gowinda, tanganmu berdarah...sini biar aku balut
lukamu.” Tanpa pikir panjang, Dewi Drupadi segera menyobek kain di pinggangnya
dan membalut luka sang Madhawa. Prabu Sri Kresna berterimakasih atas kemurahan
hati sahabatnya itu. Setelah para Pandawa pergi, Prabu Sri Kresna merasa akan
ada kejadian buruk yang akan menimpa para Pandawa, Dewi Drupadi, dan ibu
Kunthi.
Singkat cerita, para Pandawa dijamu dalam acara syukuran di Hastinapura. Kebetulan para Pandawa datang bersama Dewi Kunthi dan Dewi Drupadi. Acara digelar meriah. Makanan dan minuman tersaji dengan lezat. Tari-tarian dan acara pagelaran musik digelar dengan pecah. Para Pandawa menikmati segala prosesi acara tersebut. Puncaknya yakni Prabu Duryudhana mengajak Prabu Yudhistira untuk main dadu kuclak untuk mempererat hubungan persaudaraan. Awalnya Prabu Yudhistira menolak “kakang prabu, aku tidak mahir bermain dadu. Kita ganti permainan yang lain saja.” Tapi Prabu Duryudhana berkata “tidak apa-apa, aku juga tidak jago main dadu. Lagipula, kita jarang banget main seperti ini. Sekali-sekali saja bolehlah kita main ini.” Prabu Yudhistira berpikir tidak apa-apa bermain permainan ini toh ia walau tidak terlalu jago,tapi ia tahu segala seluk beluk permainan dadu kuclak dan permainan ini dimainkan untuk suka-suka saja. Maka Prabu Yudhistira setuju untuk ikut main. Prabu Yudhistira memutuskan main sendiri sementara prabu Duryudhana diwakilkan oleh Patih Sengkuni. Permainan pun dimulai, dengan disaksikan para Pandawa dan Kurawa, Kakek Semar beserta anak-anaknya, Adipati Karna, adipati Aswatama, dan para sesepuh yakni Maharesi Bhisma, Begawan Dorna, Arya Widura, dan Adipati Dretarastra. Dewi Drupadi dan Dewi Kunthi akan menunggu di kaputren.
Pandawa dan Kurawa bermain dadu |
Sementara itu, permainan
terus berlanjut. Prabu Yudhistria berkata’kakang aku tidak punya harta
lagi.”lalu patih Sengkunimengeluarkan kata-katanyayang manis nan beracun
“keponakanku Yudhistira... kau masih punya lihat disana ada adik-adikmu. Mereka
sama seperti harta bagi seorang saudara.” Prabu Yudhistira terhasut dan dengan
hati terpaksa, ia mempertaruhkan saudara-saudaranya beserta isteri-isteri
mereka, mulai dari Nakula-Sadewa, Arjuna, dan Wrekodara. Semuanya terenggut
dijadikan hamba sahaya Kurawa. Gantian Prabu Duryudhana menghasut Prabu
Yudhistira masih punya anak, menantu, dan para keponakannya. Prabu Yudhistira
lalu mempertaruhkan mereka. Hasilnya pun sama, anak, menantu dan
keponakan-keponakannya jadi budak Kurawa. Yudhistira berkata tak punya harta
lagi. Patih Sengkuni berkata ia masih punya Semar dan anak-anaknya. Yudhistira
mempertaruhkan kakek Semar. Kagetlah seluruh penghadapan itu namun semua tidak
berani menegur Duryudhana, Sengkuni maupun Yudhistira. Singkat cerita,
permainan dadu dilanjutkan dan hasilnya Semar dan para punakawan ikut jadi
budak Kurawa juga. Dewi Drupadi mendengar kalau kakek Semar sudah dipertaruhkan
di meja dadu mendatangi suaminya " hentikan suamiku, jangan lagi. Kau
sudah berani mempertaruhkan kakek Semar! Kau akan mendapat murka dewa. Cepat
hentikan." Prabu Yudhistira berkata " maafkan aku Drupadi, aku tidak
berdaya. Aku akan menebus kakek Semar jika permainan ini dilanjutkan."
Dewi Drupadi kaget mendengarnya, tak sangka kalau suaminya sudah kalap berjudi.
Yudhistira ingin berhenti tapi Prabu Duryudhana berkata kalau ia masih merdeka
dan punya isteri juga. Yudhistira lalu mempertaruhkan kemerdekaannya dan
isterinya. “Aku..... akan mempertaruhkan diriku dan kemerdekaan isteriku, Drupadi.”
Seisi istana terkejut bahkan Prabu Duryudhana terkejut juga bahagia. Akhirnya ia
mendapat alasan untuk membalas dendam. Permainan pun dilanjutkan kembali. Hasilnya
dapat diduga, Yudhistira kalah dan isterinya yakni Dewi Drupadi juga jadi budak
Kurawa.
Dewi Drupadi dipanggil oleh pelayan untuk menuju bale sasana andrawina karena suaminya telah mempertukarkan kemerdekaan semua kerabatnya termasuk ia sendiri. Drupadi menolak masuk ruang sidang itu dan menyuruh pergi pelayan itu. Tak lama datang Dursasana ke kaputren. Ia memaksa Drupadi ikut ke bale sasana andrawina ”hei pelayan Drupadi, kemari ikut aku ke bale sasana andrawina. Bergabunglah menjadi pelayan kami!” . Drupadi menolak dengan keras “PENDOSA! Kau dan kakakmu telah licik menjebak kami! Aku tidak akan ke sana!” Dewi Drupadi berusaha meninggalkan kaputren namun ia tertahan karena rambut sang Dewi Panchali dijambak Dursasana. Ia diseret, disepak, dan didorong-dorong sang Panegak Kurawa sampai rambut sanggulnya lepas terburai. Terseret-seret lah ia menuju bale tempat suami dan para iparnya berjudi. Sepanjang jalan, Drupadi menangis memohon minta tolong “lepaskan aku!!...Tolong Aku!!...kakanda Prabu, adhiku Bhima! Adhiku Arjuna! Adhiku Nakula! Sadewa!.....tolong Aku!” Drupadi merasa sangat terhina. Ia didorong sampai terjerembab. Drupadi lalu bangun sambil menangis dan berteriak meminta keadilan "BERANI SEKALI KAU DURYUDHANA MEMPERBUDAK AKU!! KALIAN SEMUA, BEGINIKAH ADAT HASTINAPURA? MEMPERTARUHKAN WANITA DEMI KEKAYAAN? SUAMIKU KAKANDA PRABU, TEGANYA ENGKAU MEMPERTARUHKAN KU, ADIK-ADIKMU, PUTRA KITA DAN PARA KEPONAKAN KITA. BAHKAN KAKEK SEMAR YANG SUDAH MENDAMPINGI KITA IKUT KAU PERTARUHKAN. MANA HATI NURANI KAKANDA? EYANG BHISMA, ENGKAU PUTRA DEWI GANGGA, TAPI TAK MAMPU MENYUCIKAN DOSA CUCUMU? APA NURANIMU TELAH KERING, EYANG MAHARESI? EYANG GURU DORNA, ENGKAU CUCU BEGAWAN BARADWAJA, MURID RAMABARGAWA YANG PERKASA DAN BERANI TAPI TIDAK MAU MEMERANGI ANGKARA? PAMAN ARYA WIDURA, KEMANA KEADILANMU YANG SETARA BATARA DHARMA? PAMAN ADIPATI DRETARASTA, KEBUTAAN PAMAN APA JUGA TELAH MEMBUTAKAN HATIMU KAH SEHINGGA PAMAN DIAM SAJA SAAT ANAKMU MELAKUKAN KETIDAKADILAN? KALIAN SEMUA SETAN DAN DENAWA TERJAHAT LEBIH DARI RAHWANA DAN HIRANYAKSIPU" Prabu Duryudhana murka sambil menepuk pahanya " Diam Kau Budak Drupadi!! Sekarang Duduklah Di Pangkuanku!!” Aswatama lalu tertawa “hahahaha.......sepertinya putri yang lahir dari sesaji api akan ditaruh di rumah pelacuran milik temanku Duryudhana.” Begawan Dorna marah mendengar anaknya berkata tak senonoh kepada putri sahabatnya itu “Aswatama tarik kembali ucapanmu! Kalau kau tidak segera minta maaf pada Drupadi, maka aku bersumpah bahwa kau tidak akan mengalami kematian yang layak nanti!” aswatama ngeri mendengarnya namun ia tidak meminta maaf karena ia mendendam hati pada para Pandawa. Prabu Duryudhana merasa ia berhasil membalas penghinaannya saat Sesaji Rajasuya lalu memerintahkan sesuatu yang tidak terduga “Dursasana! Wanita Arogan Ini Telah Membuatku Malu Dan Terlucuti Saat Tercebur Di Kolam Istananya. Sekarang, Lucuti Pakaian Drupadi! Lepaskan Kain Kembennya Sama Seperti Saat Kita Merasa Dilucuti Di Sesaji Rajasuya" Arya Wrekodara marah iparnya dihinakan sedemikian rupa " DURYUDHANA!! DURSASANA!!! THA’ TETEL-TETEL PAHAMU IKU! THA’ PUTHUL SISAN TANGANMU MARINGUNU THA’ SOSOP GETIHMU DURSASANA!!" Prabu Duryudhana menyuruh Arya Wrekodara diam karena budak tidak punya hak bicara. Datang Arya Durmagati dan Arya Wikarna agar Dewi Drupadi jangan dilucuti. Adipati Karna berkata "Durmagati! Wikarna! Drupadi pantas mendapatkan ini. Wanita Bermulut Pedas Sepertinya Datang Ditemani Empat Iparnya Tidak Pantas Disebut ratu tapi SEORANG PELACUR!!" Arjuna murka " KAKANG ADIPATI, CARA BICARAMU SEPERTI KUDA! MESKI AKU ADIKMU, AKU TAK SEGAN AKAN MEMBUNUHMU!!" Arya Dursasana menarik kain kemben Drupadi. Drupadi berusaha menahan namun ia tak berdaya "OH HYANG JAGAT DEWA BATARA, HYANG JAGAT PRAMUDITHA, HYANG WIDHI YANG MAHA KUASA!! TOLONGLAH HAMBAMU INI DARI RASA MALU INI. LINDUNGILAH HAMBAMU INI DARI PARA SETAN INI. SUAMI DAN PARA IPARKU SUDAH TAK BERDAYA LAGI UNTUK MELINDUNGIKU." Drupadi lalu berbisik dalam doanya “Kakang Gowinda! Gowinda!” Dibalik alam bawah sadarnya, mata batin Drupadi melihat Prabu Sri Kresna, ipar sekaligus sahabatnya memberikan berlembar-lembar kain yang sangat panjang menutupi seluruh tubuhnya, lalu wujud Sri Kresna bertukar wujud sebagai Batara Wisnu.
Dewi Drupadi dan Dewi Kunthi dipermalukan |
Dewi Kunthi bersama Dewi
Gendari segera datang ke bale sasana andrawina karena mendengar suara rintihan Drupadi.
Patih Sengkuni segera menarik baju kebaya ibu para Pandawa itu agar Dewi Kunthi
tidak bisa menyelamatkan menantunya. Baju itu pun robek dan terlepas. Dewi
Gendari marah karena saudaranya telah berbuat semena-mena kepada iparnya itu.
Dewi Kunthi merasa malu dan bersumpah " KAKANG SENGKUNI, KAU SANGAT NISTA!
BERANI BETUL KAU MEROBEK KEBAYAKU DEMI TUBUHKU. AKU BERSUMPAH TAK AKAN MEMAKAI
KEBAYA SAMPAI KAU MENINGGAL!" Bersamaan dengan itu, Dewi Drupadi selamat
dari pelucutan keluar dari tumpukan kain yang memanjang itu. Dengan rambut terburai
panjang dan dahi terluka, Dewi Drupadi bersumpah "DENGAN DISAKSIKAN
DEWA-DEWI DI LANGIT DAN DI BUMI, DAN DEMI NAMA SUCI HYANG WIDHI, AKU TIDAK AKAN
BERSANGGUL, BERGELUNG, ATAU MEMAKAI PERHIASAN SELAGI RAMBUTKU TIDAK BERKERAMAS
DARAHMU, DURSASANA!" Seketika petir menggelegar dan bunyi guntur bergemuruh.
Sumpah Kunthi dan Drupadi seakan didengar para dewa.
Dewi Kunthi dan Dewi
Gendari menolong Dewi Drupadi. Dewi Gendari meminta permainan dadu ini tidak
dilanjutkan. Maharesi Bhisma, Begawan Dorna, dan Arya Widura meminta Adipati
Dretarastra selaku ayah kandung raja membebaskan Para Pandawa, Dewi Drupadi,
para putra mereka, dan kakek Semar. Prabu Duryudhana tidak mau malah ingin
mengajak Prabu Yudhistira untuk main lagi. Kali ini yang kalah akan dihukum
mengasingkan diri selama 12 tahun ditambah 1 tahun harus nyamur (menyembunyikan
diri). Prabu Yudhistira terhasut dan mempertaruhkan masa hukuman itu. Hasilnya
bisa ditebak, Prabu Yudhistira kalah. Maka para Pandawa memulai masa
penderitaan mereka 13 tahun dalam pengasingan untuk merenungi kesalahan mereka.
Prabu Yudhistira berkata ini adalah hukumannya maka ia meminta Dewi Drupadi
agar ikut mengungsi ke Pancalaradya. Dewi Drupadi tidak mau karena ia sudah
sangat malu harus berhadapan dengan ayah, saudara dan putra-menantunya. Ia
memutuskan untuk ikut Prabu Yudhistira. Ia akan setia, swarga nunut neraka
katut, begitulah prinsip kesetiaan Dewi Drupadi. Para putra Pandawa mendengar kabar itu
segera kembali ke negeri mereka masing-masing, tidak ingin jadi budak paman
mereka, para Kurawa. Dengan dijemput Arya Drestajumena, Raden Pancawala beserta
isterinya dan Bambang Yodeya diboyong ke Pancalaradya. Arya Antareja kembali ke
Jangkarbumi. Prabu Gatotkaca kembali bersama isterinya, Dewi Pergiwa ke
Pringgondani, Arya Antasena kembali ke Parangjaledri dan Prabuanom Srenggini
menuju kadipaten Gisiksamodra. Sementara Sri Pancasena, putra Wrekodara yang
seorang pendeta kembali ke desa Cendana Wasiat. Para putra Arjuna (Abimanyu,
Sumitra, Brantalaras, Kesatradewa dll) beserta isteri mereka pergi ke Dwarawati
bersama Prabu Sri Kresna. Isteri-isteri Arjuna juga akan ikut bersama Prabu Sri
Kresna tapi bukan ke Dwarawati. Mereka akan diungsikan Dewi Radha dan Dewi Rukmini
ke desa Warsana dan Widarakandang. Minus Bambang Irawan dan Bambang Wisanggeni,
dua putra Arjuna yang satu ini berbeda. Bambang Irawan beserta isterinya
kembali ke Pura Yasarata. Sedangkan Wisanggeni akan kembali ke kerajaan
Daksinageni. Kabar kalahnya Pandawa juga terdengar oleh putra putri Nakula -
Sadewa di Kadipaten Pandansurat dan Bulutiga. Mereka memutuskan memutuskan
kontak demi menjaga perasaan ayah mereka. Sebelum memasuki Alas Kamyaka, para
Pandawa sungkem kepada Prabu Sri Kresna dan kakek Semar memohon maaf. Kakek
Semar memaafkan mereka namun Prabu Sri Kresna hanya diam bergeming seakan menggantung
perasaan para sepupunya itu. Sepeninggal para Pandawa, kakek Semar berkata
kepada Kresna agar memaafkan Pandawa namun Prabu Sri Kresna mengatakan akan
memaafkan mereka jika waktunya tepat.