Hai-hai......Di kesempatan yang bagus ini, kali ini penulis akan mengisahkan kisah perjalanan Nakula dan Sadewa demi memperoleh jodoh mereka dengan ikut sayembara di kerajaan Selamirah. Dikisahkan pula janji Arya Dursasana untuk menikahi Dewi Saltani secara sah di mata hukum. Kisah ini bersumber dari blog albumkisahwayang.blogspot.com dan caritawayang.blogspot.com
Dewi Kunthi risau hati
karena si kembar Raden Nakula dan Sadewa tidak pulang semenjak pesta kelahiran
Irawan. Arya Wrekodara mengatakan ibunya jangan terlalu khawatir. Arjuna juga menyabarkan
ibunya dan berusaha berpikir positif mungkin kedua adik mereka itu sedang ingin
menyendiri. Lalu datang prabu Yudhistira mendapat kabar lewat semadinya kalau
keberadaan Nakula dan Sadewa ada di Selamirah. Di sana, putri negeri itu, Dewi
Rasawulan membuat sayembara barangsiapa yang bisa menjabarkan makna dari cinta
sejati maka ia bersedia menikahi pria itu tidak peduli apapun latar belakang
atau statusnya.
Kabar sayembara itu
terdengar hingga negara Awu-Awu Langit. Raja negeri itu, Prabu Kridamarakata
akan ikut putranya, Raden Endrakrata untuk sayembara itu. Singkatnya, sang
pangeran mahkota Awu-Awu Langit berangkat ditemani ayah dan saudarinya, Dewi
Suyati. Kabar itu juga terdengar hingga Hastinapura. Prabu Duryudhana menyuruh
adiknya yang nomor dua, Arya Dursasana untuk ikut. PanĂȘnggak Kurawa itu
keberatan “ampun kakang prabu, adikmu ini keberatan. Aku tidak mau menyakiti Saltani.”
Prabu Duryudhana tahu kalau adiknya itu memang sudah menikah tapi hanya nikah
siri. “adikku, aku tahu ini berat. Tapi kakang mau adikku ini punya isteri sah
di mata hukum agar masa depan anak dan istrimu jelas, adikku.” Arya Dursasana
berjanji “baik kakang prabu, aku berjanji akan mendapatkan putri Selamirah itu
dan tapi jika aku gagal, aku juga berjanji akan menikahi Saltani secara sah di
mata hukum.” Maka berangkatlah Arya Dursasana ditemani lima orang adiknya,
yakni Durmagati, Durmukha, Wiwingsati, Widarus, dan Kartadentha.
Raden Nakula dan Raden
Sadewa yang dicari-cari ternyata masih belum berangkat ke arena sayembara
melainkan duduk bersemadi di sebuah gua di pinggir kotaraja Selamirah. Para
punakawan berjaga-jaga di depan pintu masuk gua. Seberkas cahaya muncul dan
datanglah Batara Aswan dan Batara Aswin, dewa tabib kembar yang juga ayah
angkat si kembar. Dua tabib para dewa itu membangunkan putra-putranya dan
bertanya kenapa belum berangkat juga. Raden Sadewa menjawab “ampun ayahnada
batara, hamba masih ragu apakah Dewi Rasawulan adalah pasangan sejiwa bagiku
atau kakakku.” Batara Aswan berkata dengan wajah rupawan, seharusnya ia dan
kakaknya tidak perlu repot ikut sayembara. Wanita mana yang tidak klepek klepek
dengan kehalusan dan keanggunan budi mereka ditambah wajah mereka yang tampan.
Raden Nakula berkata “ayahaada batara, kami datang ke sayembara bukan cari
isteri, namun menemukan pasangan sejiwa kami.” Batara Aswin bertanya apa
bedanya isteri dengan pasangan sejiwa. Raden Sadewa menjelaskan kalau isteri
itu wanita yang telah dinikahi secara sah kalau pasangan sejiwa itu pasangan
yang bisa membuat pasangannya lebih matang dan dewasa dalam mengarungi
kehidupan. Pasangan sejiwa bersedia dan tulus ikhlas selalu bersama dalam suka
maupun duka, memberi semangat di saat terpuruk juga memberi penghargaan dan
selamat di saat jaya.
Sadewa melanjutkan bahwa
dalam hubungan harus ada saling terbuka, saling percaya, dan saling mendukung
satu sama lain, tidak cuma ambil enaknya saja. Hubungan seperti pernikahan
tidak bisa disandarkan pada kepentingan nafsu semata seperti ingin menikah pada
yang rupanya menawan saja, menikah biar terlihat kaya atau terpandang, atau
karena pelampiasan kebutuhan ragawi.
Sebuah hubungan apalagi pernikahan juga harus dibangun dari keinginan
dari hati yang jernih, bukan karena paksaan atau takut pada ekspektasi orang
lain. Banyak orang menikah karena takut akan penilaian orang lain, misal takut
karena karena tekanan dari masyarakat akan dipanggil bujang lapuk atau perawan
tua jika tidak segera menikah. Akhirnya ia mencari pasangan sekenanya saja
tanpa memikirkan akibatnya nanti. Hal seperti itu bukan sebuah pernikahan tapi
pemaksaan kehendak. Jika sudah begini, pernikahan tidak berakhir bahagia dan
berakhir dengan perceraian, perpecahan bahkan dalam skenario terburuk, bisa
terjadi pertumpahan darah antara satu atau kedua-dua pasangan tersebut.
Batara Aswan dan Batara
Aswin terkesan mendengar jawaban si kembar. Mereka pun menjelaskan pertanyaan
yang tadi mereka ajukan adalah ujian bagi keteguhan dan niat mereka. Tujuan
kedua dewa tersebut turun dari kahyangan adalah untuk memberikan petunjuk
kepada Nakula dan Sadewa. Raden Sadewa dapat bertemu dengan jodohnya apabila
mengikuti sayembara yang diadakan Dewi Rasawulan. Sadewa berkata yang ikut akan
ikut sayembara itu adalah kakaknya, Nakula. Ia segan karena kakaknya hingga
saat ini belum juga menikah. Nakula justru tidak enak hati ia malah menyuruh
adiknya saja yang ikut. Nakula justru akan menjadi pengawal adiknya. Sejak
kecil ia pun sudah menyadari kalau Sadewa jauh lebih pandai dibanding dirinya.
Maka, ia merasa adiknya itu jauh lebih pantas dalam mengikuti sayembara
dibanding dirinya.
Raden Sadewa berkata “kakak,kita
lahir dari rahim yang sama, dari rahim ibu Madrim. Kita juga sama-sama dikaruniai wajah yang sama
persis. Tentunya soal kecerdasan dan kemampuan pasti akan sama persis pula.”
Raden Nakula menyanggah “tidak, adhi. Meski kita terlahir kembar, fakta
menunjukkan jika saudara kembar sekalipun pasti punya perbedaan yang mencolok. Kau
lebih rajin membaca kitab dan lontar sehingga lebih cerdas dan banyak wawasan
sedangkan aku? aku lebih suka bersolek dan bermain-main sehingga sifatku jadi
lebih suka bercanda.” Batara Aswan dan Batara Aswin melarang mereka berdebat
saling mengalah. Keduanya memiliki kelebihan masing-masing, jadi tidak perlu meributkan
siapa yang lebih bodoh siapa yang lebih cerdas. Maka berangkatlah kedua
kesatria kembar itu.
Singkat cerita, datanglah
Arya Dursasana bersama lima Kurawa mengikuti sayembara itu. Dewi Rasawulan
dihadap ayahnya, Prabu Rasadewa bertanya “baik pangeran Dursasana, apa makna
dari cinta sejati?” Arya Dursasana berkata “tuan puteri, cinta adalah perasaan
suka terhadap lawan jenis. Rasa suka ini harus diperjuangkan untuk bisa
memilikinya. Siapa pun yang jadi penghalang harus dilibas, jika perlu
dilenyapkan. Cinta hanya bisa disebut cinta apabila dimenangkan.”
Dewi Rasawulan kurang
berkenan terhadap jawaban Arya Dursasana. Ia pun menolak lamaran kesatria
Banjarjungut tersebut. Arya Dursasana kecewa dan keluar meninggalkan istana
Selamirah kembali ke Hastinapura.
Setelah rombongan
Hastinapura pergi, datanglah si kembar, Nakula dan Sadewa menghadap Prabu
Rasadewa. Raden Nakula menyampaikan maksud kedatangan mereka adalah untuk
mengikuti sayembara, di mana adiknya, yaitu Raden Sadewa yang akan menjawab
pertanyaan Dewi Rasawulan. Prabu Rasadewa segera menyampaikan hal ini kepada
putrinya.
Dewi Rasawulan mengamati
kedua pangeran yang baru datang tersebut. Keduanya kembar dan sama persis.
Hanya saja, Nakula lebih rapi dalam berdandan dibanding Sadewa yang
penampilannya biasa saja. Namun demikian, wajah Raden Sadewa tampak lebih
tenang dan bercahaya dibandingkan saudara kembarnya. Dewi Rasawulan pun
mempersilakan Raden Sadewa menjawab pertanyaannya, yaitu apa yang dimaksud
dengan cinta sejati. Sadewa menjawab "tuan puteri, cinta ialah berkah dari
Yang Mahakuasa agar makhluk hidup di dunia, khususnya manusia, memiliki
semangat untuk meneruskan kelestarian jenisnya. Cinta juga ialah sumber
semangat bagi manusia untuk bekerja dan berkarya. Namun, sayangnya banyak orang
salah paham dengan makna cinta. Banyak yang tidak bisa membedakan antara cinta
dan nafsu. Padahal, keduanya jelas berbeda. Cinta adalah perasaan ingin
memberi, sedangkan nafsu adalah perasaan ingin menguasai. Karena itu ada
istilah cinta sejati dan cinta buta. Cinta buta hanya mengenal 'aku', mengutamakan
kenikmatan sesaat, dan mengekang jiwa, tapi dalam cinta sejati, tidak ada lagi
ke-aku-an. Yang diutamakan adalah kebahagiaan pasangan. Cinta yang tulus itu
memerdekakan jiwa, tidak mengenal rupa, harta, ataupun kemelekatan duniawi
lainnya. Seperti dalam syair berbunyi 'gagaraning wong akrami, dudu bandha,
dudu rupa, amung hati pawitane,' begitulah datangnya cinta sejati."
Demikianlah, makna cinta sejati menurut Sadewa.
Dewi Rasawulan semakin
penasaran lalu betanya “baik pangeran Sadewa, aku mau bertanya. Mengapa
seseorang bisa jatuh cinta terhadap kekasihnya yang tidak tampan, tidak cantik,
juga tidak kaya. Apa mungkin cinta bisa tumbuh begitu saja tanpa sebab? Apa
mungkin cinta bisa tumbuh begitu saja tanpa alasan? Apa mungkin di dunia ini
ada akibat tanpa didahului sebab?” Sadewa tampak tenang dan menjawab, “tuan
puteri, segala sesuatu di dunia ini terikat hukum sebab-akibat. Ada akibat,
pasti ada sebab. Cinta sejati yang tumbuh dalam hati pun ada sebabnya, tidak
mungkin tumbuh begitu saja tanpa sebab.” Dewi Rasawulan bingung atas jawaban
ini. Sadewa menjelaskan "tuan puteri, setiap manusia ditakdirkan memiliki
pasangan sejiwanya masing-masing. Sebelum manusia dilahirkan ke dunia, setiap
roh sudah ditentukan pasangannya. Namun, ketika sudah berada di dunia, manusia
diberi kebebasan dalam menentukan jalan hidupnya. Yang sering terjadi ialah,
manusia lebih menuruti hawa nafsu daripada mengikuti bisikan hati nurani. Ada
manusia yang keras sekali mengejar lawan jenis yang bukan pasangan sejiwanya,
hanya karena tertarik pada parasnya yang rupawan ataupun harta yang melimpah.
Meskipun pasangan sejiwa sudah ditentukan di alam roh, namun ketika hidup di
dunia, manusia diberi kebebasan untuk memilih, apakah memilih menuruti hawa
nafsu, ataukah memilih mengikuti bisikan hati nurani. Semakin manusia mengumbar
hawa nafsu, maka semakin sulit pula baginya untuk mendengar suara kalbu."
Dewi Rasawulan bertanya "baik pangeran Sadewa, apa sekarang ini masih ada orang yang bisa mendengar suara kalbunya?" Sadewa menjawab ada, contohnya adalah Dewi Rasawulan sendiri. Sejak awal Dewi Rasawulan sudah tahu kalau Raden Sadewa adalah pasangan sejiwanya, namun tetap mengajukan syarat harus bisa memenangkan sayembara terlebih dahulu, demi membuktikan apakah benar laki-laki ini adalah jodoh pilihan Yang Mahakuasa untuknya atau bukan.
Pernikahan Nakula dan Sadewa |
Nakula mengucapkan
selamat atas keberhasilan adiknya dalam memenangkan sayembara. Sadewa sendiri merasa segan, karena dirinya
lebih muda tetapi lebih dulu mendapatkan jodoh dibanding sang kakak. Nakula menjawab
dirinya sama sekali tidak iri pada keberhasilan Sadewa. Justru ia sangat senang
kerana adiknya itu mendapatkan pasangan sejiwa yang sejati. Adiknya mendoakan
kakaknya semoga Nakula bertemu jodohnya
sebentar lagi. Tak disangka-sangka, datanglah rombongan Raden Endrakrata dan
Dewi Suyati. Pangeran dari Awu-Awu Langit itu minta izin untuk ikut sayembara. “ampun
gusti prabu, saya pangeran Endrakertata dari Awu-Awu Langit izin ikut
sayembara.” Prabu Rasadewa berkata “ampun pangeran Awu-awu Langit. Tuanku terlambat
satu detik. Baru saja putriku menentukan pilihannya yakni dengan Sadewa,
pangeran dari Amarta.” Raden Endrakrata hendak menantang Sadewa namun dihalangi
oleh Nakula. Ia akan berdiri paling depan menghadapi Raden Endrakrata.
Terjadilah pertarungan sengit antara Nakula dengan Endrakrata, dalam segi
kesaktian jelas lebih jago Endrakrata namun dalam kelihaian permainan pedang
dan keris, Nakula tak bisa dianggap enteng. Sabetan pedang Nakula membuat Raden
Endrakrata kewalahan Setalah beberapa
lama, Raden Endrakrata menyerah kalah. Nakula lalu menatap Dewi Suyati. Saat
mata saling memandang muncul getaran di hati masing-masing. Melihat demikian,
prabu Kridamarakata mengangkat tangan Nakula dan berkata bahwa Nakula telah
siap untuk jadi menantunya.
Keesokannya, pesta pun
digelar di Selamirah tujuh hari tujuh malam. Dua pernikahan terjadi di hari
bersamaan. Pernikahan dua bersaudara antara Nakula dengan Dewi Suyati dan
Sadewa dengan Dewi Rasawulan. Lima Kurawa yang masih belum pulang berusaha
menghalangi pernikahan itu namun datanglah Arya Wrekodara mengusir mereka.
Setelah pesta selesai, rombongan Pandawa kembali ke Amarta. Sebelum kembali ke
istana Indraprastha, para Pandawa datang ke Hastinapura untuk menyaksikan pesta
pernikahan antara Arya Dursasana dengan Dewi Saltani. Dursasana menepati
janjinya. Ia menikah sang pujaan hati secara resmi di mata hukum negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar