Rabu, 01 Februari 2023

Nakula-Sadewa Krama

 Hai-hai......Di kesempatan yang bagus ini, kali ini penulis akan mengisahkan kisah perjalanan Nakula dan Sadewa demi memperoleh jodoh mereka dengan ikut sayembara di kerajaan Selamirah. Dikisahkan pula janji Arya Dursasana untuk menikahi Dewi Saltani secara sah di mata hukum. Kisah ini bersumber dari blog albumkisahwayang.blogspot.com dan caritawayang.blogspot.com

Dewi Kunthi risau hati karena si kembar Raden Nakula dan Sadewa tidak pulang semenjak pesta kelahiran Irawan. Arya Wrekodara mengatakan ibunya jangan terlalu khawatir. Arjuna juga menyabarkan ibunya dan berusaha berpikir positif mungkin kedua adik mereka itu sedang ingin menyendiri. Lalu datang prabu Yudhistira mendapat kabar lewat semadinya kalau keberadaan Nakula dan Sadewa ada di Selamirah. Di sana, putri negeri itu, Dewi Rasawulan membuat sayembara barangsiapa yang bisa menjabarkan makna dari cinta sejati maka ia bersedia menikahi pria itu tidak peduli apapun latar belakang atau statusnya.

Kabar sayembara itu terdengar hingga negara Awu-Awu Langit. Raja negeri itu, Prabu Kridamarakata akan ikut putranya, Raden Endrakrata untuk sayembara itu. Singkatnya, sang pangeran mahkota Awu-Awu Langit berangkat ditemani ayah dan saudarinya, Dewi Suyati. Kabar itu juga terdengar hingga Hastinapura. Prabu Duryudhana menyuruh adiknya yang nomor dua, Arya Dursasana untuk ikut. PanĂȘnggak Kurawa itu keberatan “ampun kakang prabu, adikmu ini keberatan. Aku tidak mau menyakiti Saltani.” Prabu Duryudhana tahu kalau adiknya itu memang sudah menikah tapi hanya nikah siri. “adikku, aku tahu ini berat. Tapi kakang mau adikku ini punya isteri sah di mata hukum agar masa depan anak dan istrimu jelas, adikku.” Arya Dursasana berjanji “baik kakang prabu, aku berjanji akan mendapatkan putri Selamirah itu dan tapi jika aku gagal, aku juga berjanji akan menikahi Saltani secara sah di mata hukum.” Maka berangkatlah Arya Dursasana ditemani lima orang adiknya, yakni Durmagati, Durmukha, Wiwingsati, Widarus, dan Kartadentha.

Raden Nakula dan Raden Sadewa yang dicari-cari ternyata masih belum berangkat ke arena sayembara melainkan duduk bersemadi di sebuah gua di pinggir kotaraja Selamirah. Para punakawan berjaga-jaga di depan pintu masuk gua. Seberkas cahaya muncul dan datanglah Batara Aswan dan Batara Aswin, dewa tabib kembar yang juga ayah angkat si kembar. Dua tabib para dewa itu membangunkan putra-putranya dan bertanya kenapa belum berangkat juga. Raden Sadewa menjawab “ampun ayahnada batara, hamba masih ragu apakah Dewi Rasawulan adalah pasangan sejiwa bagiku atau kakakku.” Batara Aswan berkata dengan wajah rupawan, seharusnya ia dan kakaknya tidak perlu repot ikut sayembara. Wanita mana yang tidak klepek klepek dengan kehalusan dan keanggunan budi mereka ditambah wajah mereka yang tampan. Raden Nakula berkata “ayahaada batara, kami datang ke sayembara bukan cari isteri, namun menemukan pasangan sejiwa kami.” Batara Aswin bertanya apa bedanya isteri dengan pasangan sejiwa. Raden Sadewa menjelaskan kalau isteri itu wanita yang telah dinikahi secara sah kalau pasangan sejiwa itu pasangan yang bisa membuat pasangannya lebih matang dan dewasa dalam mengarungi kehidupan. Pasangan sejiwa bersedia dan tulus ikhlas selalu bersama dalam suka maupun duka, memberi semangat di saat terpuruk juga memberi penghargaan dan selamat di saat jaya.

Sadewa melanjutkan bahwa dalam hubungan harus ada saling terbuka, saling percaya, dan saling mendukung satu sama lain, tidak cuma ambil enaknya saja. Hubungan seperti pernikahan tidak bisa disandarkan pada kepentingan nafsu semata seperti ingin menikah pada yang rupanya menawan saja, menikah biar terlihat kaya atau terpandang, atau karena pelampiasan kebutuhan ragawi.  Sebuah hubungan apalagi pernikahan juga harus dibangun dari keinginan dari hati yang jernih, bukan karena paksaan atau takut pada ekspektasi orang lain. Banyak orang menikah karena takut akan penilaian orang lain, misal takut karena karena tekanan dari masyarakat akan dipanggil bujang lapuk atau perawan tua jika tidak segera menikah. Akhirnya ia mencari pasangan sekenanya saja tanpa memikirkan akibatnya nanti. Hal seperti itu bukan sebuah pernikahan tapi pemaksaan kehendak. Jika sudah begini, pernikahan tidak berakhir bahagia dan berakhir dengan perceraian, perpecahan bahkan dalam skenario terburuk, bisa terjadi pertumpahan darah antara satu atau kedua-dua pasangan tersebut.

Batara Aswan dan Batara Aswin terkesan mendengar jawaban si kembar. Mereka pun menjelaskan pertanyaan yang tadi mereka ajukan adalah ujian bagi keteguhan dan niat mereka. Tujuan kedua dewa tersebut turun dari kahyangan adalah untuk memberikan petunjuk kepada Nakula dan Sadewa. Raden Sadewa dapat bertemu dengan jodohnya apabila mengikuti sayembara yang diadakan Dewi Rasawulan. Sadewa berkata yang ikut akan ikut sayembara itu adalah kakaknya, Nakula. Ia segan karena kakaknya hingga saat ini belum juga menikah. Nakula justru tidak enak hati ia malah menyuruh adiknya saja yang ikut. Nakula justru akan menjadi pengawal adiknya. Sejak kecil ia pun sudah menyadari kalau Sadewa jauh lebih pandai dibanding dirinya. Maka, ia merasa adiknya itu jauh lebih pantas dalam mengikuti sayembara dibanding dirinya.

Raden Sadewa berkata “kakak,kita lahir dari rahim yang sama, dari rahim ibu Madrim. Kita  juga sama-sama dikaruniai wajah yang sama persis. Tentunya soal kecerdasan dan kemampuan pasti akan sama persis pula.” Raden Nakula menyanggah “tidak, adhi. Meski kita terlahir kembar, fakta menunjukkan jika saudara kembar sekalipun pasti punya perbedaan yang mencolok. Kau lebih rajin membaca kitab dan lontar sehingga lebih cerdas dan banyak wawasan sedangkan aku? aku lebih suka bersolek dan bermain-main sehingga sifatku jadi lebih suka bercanda.” Batara Aswan dan Batara Aswin melarang mereka berdebat saling mengalah. Keduanya memiliki kelebihan masing-masing, jadi tidak perlu meributkan siapa yang lebih bodoh siapa yang lebih cerdas. Maka berangkatlah kedua kesatria kembar itu.

Singkat cerita, datanglah Arya Dursasana bersama lima Kurawa mengikuti sayembara itu. Dewi Rasawulan dihadap ayahnya, Prabu Rasadewa bertanya “baik pangeran Dursasana, apa makna dari cinta sejati?” Arya Dursasana berkata “tuan puteri, cinta adalah perasaan suka terhadap lawan jenis. Rasa suka ini harus diperjuangkan untuk bisa memilikinya. Siapa pun yang jadi penghalang harus dilibas, jika perlu dilenyapkan. Cinta hanya bisa disebut cinta apabila dimenangkan.”

Dewi Rasawulan kurang berkenan terhadap jawaban Arya Dursasana. Ia pun menolak lamaran kesatria Banjarjungut tersebut. Arya Dursasana kecewa dan keluar meninggalkan istana Selamirah kembali ke Hastinapura.

Setelah rombongan Hastinapura pergi, datanglah si kembar, Nakula dan Sadewa menghadap Prabu Rasadewa. Raden Nakula menyampaikan maksud kedatangan mereka adalah untuk mengikuti sayembara, di mana adiknya, yaitu Raden Sadewa yang akan menjawab pertanyaan Dewi Rasawulan. Prabu Rasadewa segera menyampaikan hal ini kepada putrinya.

Dewi Rasawulan mengamati kedua pangeran yang baru datang tersebut. Keduanya kembar dan sama persis. Hanya saja, Nakula lebih rapi dalam berdandan dibanding Sadewa yang penampilannya biasa saja. Namun demikian, wajah Raden Sadewa tampak lebih tenang dan bercahaya dibandingkan saudara kembarnya. Dewi Rasawulan pun mempersilakan Raden Sadewa menjawab pertanyaannya, yaitu apa yang dimaksud dengan cinta sejati. Sadewa menjawab "tuan puteri, cinta ialah berkah dari Yang Mahakuasa agar makhluk hidup di dunia, khususnya manusia, memiliki semangat untuk meneruskan kelestarian jenisnya. Cinta juga ialah sumber semangat bagi manusia untuk bekerja dan berkarya. Namun, sayangnya banyak orang salah paham dengan makna cinta. Banyak yang tidak bisa membedakan antara cinta dan nafsu. Padahal, keduanya jelas berbeda. Cinta adalah perasaan ingin memberi, sedangkan nafsu adalah perasaan ingin menguasai. Karena itu ada istilah cinta sejati dan cinta buta. Cinta buta hanya mengenal 'aku', mengutamakan kenikmatan sesaat, dan mengekang jiwa, tapi dalam cinta sejati, tidak ada lagi ke-aku-an. Yang diutamakan adalah kebahagiaan pasangan. Cinta yang tulus itu memerdekakan jiwa, tidak mengenal rupa, harta, ataupun kemelekatan duniawi lainnya. Seperti dalam syair berbunyi 'gagaraning wong akrami, dudu bandha, dudu rupa, amung hati pawitane,' begitulah datangnya cinta sejati." Demikianlah, makna cinta sejati menurut Sadewa.

Dewi Rasawulan semakin penasaran lalu betanya “baik pangeran Sadewa, aku mau bertanya. Mengapa seseorang bisa jatuh cinta terhadap kekasihnya yang tidak tampan, tidak cantik, juga tidak kaya. Apa mungkin cinta bisa tumbuh begitu saja tanpa sebab? Apa mungkin cinta bisa tumbuh begitu saja tanpa alasan? Apa mungkin di dunia ini ada akibat tanpa didahului sebab?” Sadewa tampak tenang dan menjawab, “tuan puteri, segala sesuatu di dunia ini terikat hukum sebab-akibat. Ada akibat, pasti ada sebab. Cinta sejati yang tumbuh dalam hati pun ada sebabnya, tidak mungkin tumbuh begitu saja tanpa sebab.” Dewi Rasawulan bingung atas jawaban ini. Sadewa menjelaskan "tuan puteri, setiap manusia ditakdirkan memiliki pasangan sejiwanya masing-masing. Sebelum manusia dilahirkan ke dunia, setiap roh sudah ditentukan pasangannya. Namun, ketika sudah berada di dunia, manusia diberi kebebasan dalam menentukan jalan hidupnya. Yang sering terjadi ialah, manusia lebih menuruti hawa nafsu daripada mengikuti bisikan hati nurani. Ada manusia yang keras sekali mengejar lawan jenis yang bukan pasangan sejiwanya, hanya karena tertarik pada parasnya yang rupawan ataupun harta yang melimpah. Meskipun pasangan sejiwa sudah ditentukan di alam roh, namun ketika hidup di dunia, manusia diberi kebebasan untuk memilih, apakah memilih menuruti hawa nafsu, ataukah memilih mengikuti bisikan hati nurani. Semakin manusia mengumbar hawa nafsu, maka semakin sulit pula baginya untuk mendengar suara kalbu."

Dewi Rasawulan bertanya "baik pangeran Sadewa, apa sekarang ini masih ada orang yang bisa mendengar suara kalbunya?" Sadewa menjawab ada, contohnya adalah Dewi Rasawulan sendiri. Sejak awal Dewi Rasawulan sudah tahu kalau Raden Sadewa adalah pasangan sejiwanya, namun tetap mengajukan syarat harus bisa memenangkan sayembara terlebih dahulu, demi membuktikan apakah benar laki-laki ini adalah jodoh pilihan Yang Mahakuasa untuknya atau bukan.

Pernikahan Nakula dan Sadewa
Seketika tubuh Dewi Rasawulan gemetar, wajahnya memerah tersipu-sipu karena Sadewa dapat menebak isi hatinya. Prabu Rasadewa melihat Dewi Rasawulan tersipu malu, dan ia pun paham bahwa putrinya itu telah menentukan pilihan. Maka, ia segera menetapkan Sadewa sebagai pemenang sayembara dan diumumkan sebagai calon menantunya.

Nakula mengucapkan selamat atas keberhasilan adiknya dalam memenangkan sayembara.  Sadewa sendiri merasa segan, karena dirinya lebih muda tetapi lebih dulu mendapatkan jodoh dibanding sang kakak. Nakula menjawab dirinya sama sekali tidak iri pada keberhasilan Sadewa. Justru ia sangat senang kerana adiknya itu mendapatkan pasangan sejiwa yang sejati. Adiknya mendoakan kakaknya semoga Nakula bertemu  jodohnya sebentar lagi. Tak disangka-sangka, datanglah rombongan Raden Endrakrata dan Dewi Suyati. Pangeran dari Awu-Awu Langit itu minta izin untuk ikut sayembara. “ampun gusti prabu, saya pangeran Endrakertata dari Awu-Awu Langit izin ikut sayembara.” Prabu Rasadewa berkata “ampun pangeran Awu-awu Langit. Tuanku terlambat satu detik. Baru saja putriku menentukan pilihannya yakni dengan Sadewa, pangeran dari Amarta.” Raden Endrakrata hendak menantang Sadewa namun dihalangi oleh Nakula. Ia akan berdiri paling depan menghadapi Raden Endrakrata. Terjadilah pertarungan sengit antara Nakula dengan Endrakrata, dalam segi kesaktian jelas lebih jago Endrakrata namun dalam kelihaian permainan pedang dan keris, Nakula tak bisa dianggap enteng. Sabetan pedang Nakula membuat Raden Endrakrata kewalahan  Setalah beberapa lama, Raden Endrakrata menyerah kalah. Nakula lalu menatap Dewi Suyati. Saat mata saling memandang muncul getaran di hati masing-masing. Melihat demikian, prabu Kridamarakata mengangkat tangan Nakula dan berkata bahwa Nakula telah siap untuk jadi menantunya.

Keesokannya, pesta pun digelar di Selamirah tujuh hari tujuh malam. Dua pernikahan terjadi di hari bersamaan. Pernikahan dua bersaudara antara Nakula dengan Dewi Suyati dan Sadewa dengan Dewi Rasawulan. Lima Kurawa yang masih belum pulang berusaha menghalangi pernikahan itu namun datanglah Arya Wrekodara mengusir mereka. Setelah pesta selesai, rombongan Pandawa kembali ke Amarta. Sebelum kembali ke istana Indraprastha, para Pandawa datang ke Hastinapura untuk menyaksikan pesta pernikahan antara Arya Dursasana dengan Dewi Saltani. Dursasana menepati janjinya. Ia menikah sang pujaan hati secara resmi di mata hukum negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar