Matur salam, para pembaca. Kisah kali ini mengisahkan tentang Batara Guru mendapatkan istrinya, Batari Durga. Dikisahkan pula pengabdian Lembu Andini dan saudara-saudaranya di Jonggring Saloka. kisah diakhiri dengan serangan Prabu Kalamercu dari Tunggul Wesi karena sebuah siasat adu domba. Sumber dari kisah ini adalah blog albumceritawayang.blogspot.com, Serat Purwacerita dan blog caritawayang.blogspot.co.id dengan pengembangan dan perubahan sesuai imajinasi penulis
Kisah
Umadewi
Terkisahlah
disebuah negeri bernama Merut di kaki Pegunungan Himalaya. Kala itu Prabu
Umaran atau lebih dikenal sebagai Prabu Himawan sedang menuju taman istana.
Disana ia ingin memenuhi keinginan sang istri, Dewi Mena alias Dewi Nurweni yang
sedang ingin makan buah ranti. Rupa-rupanya sang istri tengah hamil dan kini
ngidam makan buah yang mirip tomat itu. Buah pun didapat. Selang sembilan bulan
kemudian, Dewi Mena melahirkan sepasang bayi kembar namun salah satu bayinya
itu berwujud cahaya keemasan bersemu merah yang mampu terbang kesana-kemari.
Prabu Himawan segera mengejar dan coba untuk menangkapnya, namun selalu gagal.
Akhirnya Himawan terus mengikutinya hingga ke puncak pegunungan Himalaya. Lalu
Prabu Himawan memutuskan bersemadi, mohon kepada Sanghyang Maha Agung, Tuhan
yang Maha Kuasa agar anaknya yang berujud cahaya itu bisa diujudkan menjadi
bayi normal. “Hong....Tuhan yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Aku mohon
padaMu ujudkanlah bayi hamba yang berujud cahya menjadi bayi biasa.” Tuhan Maha
Mendengar. Do’a nya terkabul. Cahaya ajaib itu menjelma menjadi bayi, namun
memiliki kelainan. Bayinya berkelamin perempuan tapi juga memiliki lingga palsu
(kelamin pria). Sekembalinya ke istana, Prabu Himawan memberi nama anak-anak
perempuannya yang baru lahir itu. bayi yang berasal dari cahaya diberi nama
Umadewi dan sang ibu memberinya nama Parwati yang berarti air mata pegunungan.
Sedangkan kembarannya diberi nama Gangga alias Jahnawi.
Singkat
cerita, Umadewi tumbuh menjadi gadis yang menawan agak tomboy, lincah, dan
sakti mandraguna. Kebiasaan sang ayah yang suka menyepi dan bersemadi rupanya
menurun kepada Umadewi. Dia gemar sekali bertapa, memohon kemurahan Yang Maha
Agung agar bisa menjadi istri penghulu para dewa. Tapa brata Umadewi didengar
Tuhan yang Maha Kuasa.
Sang
Batara Padawenang yang sudah lama menyepi kahyangan Ondar-Andir Buwana telah
datang ke kahyangan Jonggring Saloka untuk mengabarkan kabar dari Yang Maha
Kuasa kepada sang putra Batara Guru. “anakku....sudah saatnya kau memikirkan
tentang sisihan. Saudaramu Ismaya sudah lama berumah tangga.” “lalu siapa kah
yang pantas menjadi sesandinganku, ayahanda? sedangkan tugas menjadi pemimpin
kahyangan, bumi, dan dunia bawah sudah sedemikian beratnya.” Sang batara Padawenang
menjelaskan “Anakku di negeri Merut ada seorang putri cantik yang sakti bernama
Umadewi, putri Prabu Himawan dan Dewi Mena. Dia sekarang bertapa demi
mewujudkan cita-citanya menjadi istri pemimpin para dewa. Taklukanlah dia,
anakku.”
Pinangan
sang Penghulu Para Dewa
Batara Guru segera berangkat ke negeri Merut untuk melamar Umadewi. Ayah dan ibu Umadewi yang merupakan anak-anak bidadari itu setuju. Oleh mereka, Batara Guru diantar ke tempat Umadewi bertapa dan sisanya akan diserahkan pada Batara Guru. Batara Guru kemudian mendekati Umadewi. Umadewi merasakan kehadiran pemimpin para dewa itu. Untuk menguji kesaktian calon suaminya itu, ia segera bangun dari tapanya dan bersembunyi dari pohon ke pohon. Batara Guru terus mengejarnya. Sampailah Umadewi di pinggir pantai lalu mengubah dirinya menjadi ikan turbah dan terjun ke dasar samudera. Batara Guru awalnya menjadi bingung kemana perginya Umadewi, namun setelah menggunakan kesaktiannya, ia tahu bahwa Umadewi sedang menguji dirinya dengan bersembunyi dalam wujud ikan turbah di dasar samudera. Batara Guru segera mengejar ikan jelmaan Umadewi di lautan. Saat hampir tertangkap, Umadewi mengubah dirinya menjadi manusia duyung yang mampu berenang lebih cepat.
Batara Guru mengejar Umadewi dalam wujud duyung |
Tulah
Tangan Berlaku (Durga Daup)
Batara Guru menjadi sedikit kesal. Batara Guru bergumam ‘kesit sekali gadis ini. Kalau saja tanganku ada empat. Mungkin akan lebih mudah.” Tuhan memang Maha mendengar. Seketika ucapannya berubah menjadi doa. Tangan Batara Guru bertambah sepasang sehingga Batara Guru mendapat nama baru yaitu Siwa Caturbuja. Sekarang Batara Guru bertangan empat dan dapat dengan mudah menangkap Umadewi. Batara Guru kemudian memerciki Umadewi dengan Tirta Maolkayat dan akhirnya Umadewi sudah diruwat dan tersucikan. Lingga palsu miliknya telah runtuh, tinggal kelamin perempuannya saja.
Batara Guru berhasil mendapatkan Umadewi |
Kisah Andini-Andana
Sementara itu, alkisah di lereng Himalaya, Prabu Pattanam, keturunan Sang Dewa Taya memimpin bangsa dedemit Dahulagiri. Ia memiliki empat putra yakni Andini, Andana, Cingkarabala dan Balaupata. Andini dan Andana berwujud sepasang lembu kembar berbulu putih keemasan, bisa terbang secepat kilat, dan bisa menyemburkan api yang mampu memusnahkan sebuah kota. Karena kesaktian mereka, kotoran dan air seni kedua lembu sakti itu menjadi barang pusaka yang mampu menyuburkan tanah gersang padang pasir sekalipun. Karena itu, lembu Andini dan Andana dipuja bagaikan dewa oleh penduduk Dahulagiri. Cingkarabala dan Balaupata berwujud raksasa kembar bersenjatakan mausala (pentungan). Mereka sangat rukun seia sekata saling dukung satu sama lain.
Takluknya Lembu Andini dan saudara-saudaranya |
Singkat
cerita, keempat putra Pattanam itu berangkat menuju Kahyangan Jonggring Saloka.
Cingkarabala naik ke punggung Lembu Andini sedangkan Balaupata menaiki Lembu
Andana. Mereka terbang dengan sangat kilat. Namun sebelum mereka sampai di
puncak Jonggring Saloka, batara Guru mengerahkan Aji Pangabaran sehingga tahu
akan penyerangan itu. Batara Guru menghadang keempat putra Pattanam. Andini dan
Andana yang sakti menyemburkan api sambil terbang di angkasa dan
Cingkrbala-Balaupata terus mengarahkan mausala mereka untuk memukul Batara Guru.
Namun kesaktian mereka tak setara dengan Batara Guru. Cingkarabala-Balaupata
langsung ambruk terkena pukulan tombak Trangganaweni. Sementara Lembu Andini
dan Andana tak berdaya terkena Aji Kemayan yang dijapa Batara Guru. Keempat
putra Pattanam akhirnya menyerah dan ingin mengabdi pada Batara Guru. Batara
Guru mengizinkan Lembu Andini, Cingkarabala dan Balaupata mengabdi. Sementara
Lembu Andana diperintahkan untuk kembali ke Dahulagiri menemani sang ayah dan ia
pun dilantik menjadi raja binatang ternak. Lembu Andini menawarkan kesaktian
dan kemampuan terbangnya untuk membawa Batara Guru kemanapun ia suka. Maka Andini
dijadikan dewa para lembu dan menjadi kendaraan bagi Batara Guru. Sementara
Cingkarabala dan Balaupata diangkat menjadi dewa pintu bergelar Batara Cingkarabala
dan Batara Balaupata. Mereka diperintahkan untuk menjaga lawang Kori
Selomatangkep, pintu gerbang kahyangan Jonggring Saloka.
Iri
hati Lembu Andana
Semenjak
Lembu Andini menjadi kendaraan Batara Guru, kembarannya yaitu Lembu Andana
merasa iri. Dia menilai keputusan sang pemimpin para dewa itu tidak adil.
“kenapa Andini, Cingkarabala dan Balaupata berdarajat tinggi? Cuma aku yang
berderajat raja. Ini tak adil. Aku harus membuat Batara Guru menyesali
perbuatannya.” Di tengah perjalanan menuju Jonggring Saloka, Lembu Andana singgah
di negeri Tunggulwesi, kerajaan milik Prabu Kalamercu, yang terkenal akan
kesaktiannya. Lembu Andana merasa ini adalah kesempatan untuk mengalahkan
Batara Guru. Ia akan mengadu domba Batara Guru dengan Prabu Kalamercu,
pengikutnya sendiri. Lembu Andana segera menyamar menjadi Andini datang dari
angkasa kemudian menyampaikan berita bohong“Paduka Prabu Kalamercu,
perkenalkan, namaku Andini. Aku adalah kendaraan Batara Guru. Aku kesini ingin
menyampaikan pesan dari kahyangan.” “pesan apa itu wahai paduka ?” Lembu Andana berkata “aku menyampaikan pesan
peringatan. Negeri Tunggulwesi akan dihancurkan oleh kekuatan junjungan hamba.”
“ itu tidak mungkin. Aku adalah pemuja paduka Batara Guru yang taat. Mana
mungkin junjunganku akan menghancurkan negeri pengikutnya?” Lembu Andana
kemudian menampilkan gambaran tentang Negeri Tunggulwesi yang hancur dari sorot
matanya. Prabu Kalamercu menjadi terpancing dan menjadi murka. Dia mengerahkan
segenap tentaranya yang terdiri dari bangsa jin dan siluman lalu segera
menyerang Jonggring Saloka. Lembu Andana menjadi senang dan ia ikut menyusup
bersama pasukan Tunggulwesi.
Adu
domba
Batara
Guru, Batara Semar dan putra-putri Batara Semar saat itu sedang penghadapan.
Putra-putri Batara Semar dengan Dewi Kanastren itu diantaranya Batara Surya,
Batara Candra, Batara Yamadipati, Batara Kamajaya, Batara Wrehaspati yang kini
menjadi guru para dewa, dan Dewi Hastuti. Di sana putra-putra angkat batara
Semar yakni Gareng dan Petruk juga ikut dalam penghadapan. Di saat mereka
sedang membahas tentang kahyangan dan bumi, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan
kedatangan Prabu Kalamercu beserta seluruh pasukannya.
Peperanganpun
meletus. Angin menderu kencang, bumi bergoncang. Banjir tumpah ke daratan.
Badai salju dan es mengubur dataran rendah. Pasukan siluman Tunggulwesi terus
bertarung melawan Batara Semar dan para putra. Pasukan jin dan siluman bukannya
mundur malah semakin maju dan membuat para putranya kelabakan. Akhirnya Batara
Semar mengeluarkan ajian Kentut Sakti. Angin dari kentutnya membuat para
pasukan Tunggulwesi segera mundur. Segera Batara Semar menyuruh Batara
Cingkarabala dan Balaupata menutup Lawang Kori Selomatangkep. Sementara itu di
angkasa, Prabu Kalamercu berperang tanding dengan Batara Guru yang mengendarai
Lembu Andini. Keduanya saling terjang, saling pukul, saling hantam, dan saling
mengadu kesaktian. Pertarungan mereka membuat hujan bercampur debu dan halilintar
menyambar-nyambar. Tombak Trisula dan Tombak Trangganaweni dilemparkan kearah
Prabu Kalamercu namun kesaktian sang prabu bukanlah isapan jempol. Senjata dewa
itu tak mampu melukainya bahkan membuatnya memantul balik kearah pemilik asal.
Segeralah Batara Guru meraihnya namun akibatnya Batara Guru dan Lembu Andini
jadi terhempas ke arah lereng gunung karena gelombang kejut yang dihasilkannya.
Tulah
kaki Lumpuh Layuh (Andana menjadi Naga)
Batara Guru jatuh ke dalam jurang berbatu cadas. Kaki kirinya terperosok masuk dan terjepit batu-batu cadas. Begitu kakinya berhsil keluar, kaki kirinya menjadi lumpuh layuh, dan mati rasa. Batara Guru merasa kutukan yang pernah dilontarkan ayahnya telah terjadi lagi. Prabu Kalamercu segera mendekat dan akan menebas leher sang raja para dewa. Dalam keadaan yang sedemikian gawatnya, Batara Guru menggunakan jurus andalannya, aji Kemayan. Seketika prabu Kalamercu jatuh lunglai tak bertenaga. Batara Guru kemudian bertanya padanya “Kalamercu! Kenapa kamu tiba-tiba mengamuk menyerang kahyangan? Apa aku telah berbuat tak adil?” “Paduka Batara. Aku telah mendengar dari lembu kendaraan paduka bahwa paduka akan meghancur luluhkan negeri Tunggulwesi, kerajaan hamba padahal hamba tidak melakukan kesalahan apapun sebelum ini itulah alasanku menyerang kahyangan”
Lembu Andana menjadi naga |
Batara
Guru menarik pengaruh aji Kemayan dari tubuh Prabu Kalamercu. Prabu Kalamercu
meminta maaf sudah membuat kahyangan menjadi kerepotan karena kekhilafannya.
Sebagai bentuk permohonan maafnya, Prabu Kalamercu membuatkan dua pendopo baru
untuk kahyangan. Dalam sekejap saja, Prabu Kalamercu berhasil membuat pendopo
itu ke kahyangan Jonggring Saloka. Dua pendopo itu Balai Mercukunda untuk
pelataran pisowanan agung para dewa dan Balai Marakata untuk tempat
berkumpulnya para bidadari. Sementara itu karena sebelah kakinya menjadi
lumpuh, maka Batara Guru mendapat julukan baru yaitu Sang Batara Lengin.