Hai hai.......Selamat datang kembali....... Btw, kisah kali ini mengisahkan kedekatan Radha dan Kanha (Narayana). Kisah diawali dengan Narayana mengalahkan Watsasura yang menyamar sebagai anak lembu lalu terciptanya Tandhawa Raasaleela, dilanjutkan dengan terbunuhnay Handaka Aristasura, dan penebusan dosa Narayana dengan mandi tujuh sumber air suci. Kisah diakhiri dengan tarian Raasaleela kembali dipentaskan di hutan Nidhiwana. Kisah ini mengambil sumber Kisah Mahabharata karya Mpu Vyasa, Serial Kolosal India Radha Krishna StarBharat, Serial Animasi Little Krishna, beberapa kitab Purana, blog https://kisahspiritualtaklekangzaman.wordpress.com/2017/07/25/krishna-kecil-memusnahkan-keserakahan-vatsasura-srimadbhagavatam/, https://kisahspiritualtaklekangzaman.wordpress.com/2017/08/10/krishna-kecil-keangkuhan-aristasura-mengabaikan-guru-srimadbhagavatam/,
Watsasura si Anak Lembu Iblis
Radha semakin penasaran
dengan Narayana sejak pertemuannya di sidang pengadilan pencuri pakaian wanita
tempo hari. Sepanjang hari ia bersama Rara Ireng mengamati Narayana. Pelan-pelan
timbul rasa cinta dalam diri Radha kepada Narayana. Pada sebuah kesempatan,
Narayana dan teman-temannya kepergok mencuri kendi dan guci berisi susu,
mentega dan minyak ghee (samin). Radha dan Rara Ireng marah melihatnya lalu
mendatanginya “Hei! kakang ini! Kembalikan minyak samin dan mentega itu.”
Narayana berkelit “ehh..kenapa Radha, aku tidak mencurinya. Aku hanya mengambilkannya
untuk temanku, Madhu Manggala.” Rara Ireng lalu mendekat hendak mengambil kendi
yang masih utuh. Namun dengan cepat Narayana berkelit mengambil kendi itu “ ehh
ehh...adikku yang manis, kamu juga mau, ya?” “apanya yang mau kakang? aku mau
mengembalikannya ke bibi Komala. Siniin dong, kakang!” Narayana menjahili adiknya itu dengan jahil.
Lalu ia kabur. Radha dan Rara Ireng kesal lalu mengejar Narayana dan
teman-temannya. Kejar-kejaran terjadi hingga masuk ke hutan. Setelah merasa
aman, Narayana, Madhu Manggala, dan teman-temannya berpesta makan mentega dan
minyak ghee. “kau hebat Narayana. Radha dan adikmu Rara Ireng sudah pasti tidak
akan menemukan kendi-kendi ini.” Udawa lalu berkata “ hhhh....Kanha....sudah ya
aku tidak akan ikut-ikutan lagi...” Udawa merasa sudah capek dengan kelakuan
nakal adiknya “sudahlah kakang Udawa...toh bukan kali ini adhi kita ini
melakukannya dan tidak pernah ketahuan. Pokoknya, Kakang Udawa! Kanha!, yuk
kita makan.” Seru Kakrasana. Udawa yang tadinya lesu kembali semangat. Mereka
pun makan sampai kekenyangan dan mulut belepotan susu. Suara sendawa Narayana
terdengar begitu keras. Suara itu rupanya terdengar oleh Radha dan Rara Ireng. Narayana
yang merasa kekenyangan lalu merasa telinganya dijewer “aduh!
Adududududh.....sakit....tolong jangan jewer’ Narayana menoleh, kaget dia
melihat Radha dan rara Ireng. Radha dengan wajah kesal namun sedikit manja
“kakang , akan aku adukan ke bibi Komala
karena perbuatanmu!” “ja-jangan Radha...... baiklah baik... aku janji
tidak akan mencuri...tolong lepaskan jeweranmu” Radha lalu berkata “ baik..aku
tidak akan melaporkan ke bibi Komala. Tapi kau tetap harus di hukum....” Radha
lalu berpikir hukuman apa yang pantas untuk Narayana. Lalu ia melihat sebuah
pohon mangga yang berbuah banyak dan ranum. “kakang! Lihatlah ke pohon itu.
buahnya sudah masak dan ranum. Aku ingin kakang dan kakakng kakrasana mengambil
semua buah mangga itu semua tanpa tersisa satu pun. Karena aku aku akan
membagikan buah-buah dan membuat sari buah yang enak. Aku akan datang lagi
besok petang.” Narayana menyanggupinya “hmm...baiklah Radha...kalau bisa malam
ini akan ku ambil semua.” Radha lalu pergi bersama Rara Ireng kembali ke desa. Narayana
dan Kakrasana bersama anak-anak lainnya tetap menggembalakan anak-anak lembu di
tepi Bengawan Yamuna malam itu. kakrasana lalu bertanya pada adiknya “Kanha,
kau yakin akan mengambil hukuman ini?! Memetik dan mengumpulkan mangga di satu
pohon besar ini perlu waktu lama lho!” Narayana lalu berkata “tenang saja
kakang, kita akan dapat caranya.”
Sementara itu, di Kadipaten Sengkapura, Adipati Kangsa dilanda risau karena bermimpi buruk. Ia bermimpi dibunuh oleh anak sakti yang akan membunuhnya. Kangsa lalu memanggil bawahannya soal kabar Nagasura yang telah ia kirim ke Gokula “Mantri Akrura, bagaimana kabar Nagasura?” Mantri Akrura berkata “maaf tuanku...Nagasura telah dibunuh oleh tiga anak penggembala.” Adipati kangsa murka “Apa?! Terbunuh?! Tak bisa kubiarkan lagi. Semakin menjadi-jadi...” lalu dari luar ruangan datanglah Watsasura, salah satu ajudannya untuk membunuh Narayana. “tuanku tenang saja.....akan aku kelabuhi malaikat kematianmu dan ku habisi, tuanku Adipati.”Watsasura, sang asura lalu berangkat ke Gokula. Ketika sampai, pedukuhan tersebut telah kosong. Lalu ia menyaru sebagai pengembara dan bertanya spada setiap orang yang lewat. Menuruta penuturan orang-orang tersebut, orang-orang Gokula sudah pindah dan membangun desa baru di selatan Barsana yakni Wanua Gobajra. Tak memakai waktu lama lagi, asura itu berangkat ke Gobajra. Lalu Watsasura mencari-cari sang malaikat kematian Kangsa. Lalu ia melihat ada anak-anak penggembala sedang melempari buah mangga. Watsasura bergumam “sepertinya malaikat kematian Kangsa ada diantara anak-anak itu. aku akan berbaur dengannya dan membunuhnya.” Watsasura kemudian mengubah wujudnya menjadi anak lembu dan menyusup bersama rombongan anak lembu yang digembalakan oleh Narayana,
![]() |
Narayana menunggangi Watsasura |
Sementara itu,
pertarungan terjadi semakin sengit. Beberapa kali, anak lembu jelmaan Watsasura
itu mengamuk lalu berlarti hendak menanduk Narayana. Untungnya Narayana gesit
dan membuat anak lembu itu beberapa kali menabrak pohon mangga. Buah-buahnya
yang ranum rontok semua. Udawa, Kakrasana dan para gembala terlihat senang
melihat buah-buah itu berjatuhan. Karena semakin kesal, anak lembu mengubah
ukuran tubuhnya menjadi raksasa. Dengan ancang-ancang, Watsasura yang sudah di
mode terkuatnya menanduk Narayana. Namun Narayana sudah siap dan langsung memegang
kaki kanan anak lembu tersebut, memutar-mutarnya dan melemparkannya pada pohon
mangga, dan anak lembu jelmaan Watsasura tersebut mati. Radha dan Rara Ireng
pun sampai di tempat Narayana “kakang, kami mendengar suara ribut dari jauh.
Apa yang terjadi?” “Narayana lalu menyerahkan sekeranjang penuh buah mangga
“ini kami memetik mangga-mangga ini.” Udawa lalu menyambung sambil menunjuk ke
arah pohon mangga“dan juga berkelahi dengan dia.” Radha dan Rara Ireng melihat
tubuh seekor anak lembu raksasa tergeletak di dekat pohon mangga. Keajaiban pun
terjadi. Seberkas cahaya tiba-tiba muncul dari anak lembu tersebut kemudian jatuh
di kaki Narayana dan kemudian lenyap.
Kemunculan
Handaka Aristhasura
Kekuatan luar biasa
Narayana telah membuat seisi desa Barsana gempar dan sangat menghormatinya.
Namun tidak dengan kelaurga Lurah Ugrapada terutama Nyai Jathila dan anak
perempuannya , Niken Kutila. “Kutila lalu berkata pada ibunya “anak keluarga
Nanda Antagopa itu memang suka cari-cari perhatian..kalau dibiarkan, kakang
Ayyan bisa tidak sukses jadi penerus kepala desa penurus ayahanda Lurah.” “kau
benar, anakku. Aku juga benci sekali dengannya. Apa sih yang ia mau? Ayyan
Yadawa lalu datang “sudahlah ibu...dinda..untuk apa membenci yang tidak perlu.
Aku juga gak berminat menggantikan ayah untuk jadi kepala desa.” Jathila marah
mendengarnya lalu ia meminta Ayyan untuk pergi mandi karena habis menggembala
lembu. Di saat yang sama, datang seekor banteng liar yang tersasar. Para warga
Barsana dan Gobajra khawatir jika banteng ini akan membaut gara-gara maka
dengan dipimpin Lurah Ugrapada, Lurah Nanda Antagopa, dan Buyut Wresabanu
mereka berama-ramai mengamankan banteng itu lalu banteng dikembalikan itu ke
hutan di pinggir desa. “semoga banteng ini tidak mengamuk jika kita kembalikan
ke hutan ini.” Tanpa diketahui oleh para penduduk ternyata banteng itu adalah
jelmaan dari raksasa suruhan Adipati Kangsa bernama Handaka Aristasura, yang menyaru
sebagai banteng”hmmm...aku akan menunggu, sampai sang malaikat kematian Kangsa
datang kemari. Dia harus membayar hutang nyawa kakakku Watsasura” Handaka Aristasura membaur bersama para
banteng dan sapi liar menanti kesempatan yang bagus.
Tarian
Raasaleela
Pada suatu hari di musim semi yang indah, Endang Radha, Rara Ireng dan Rarasati diiringi para gopika sedang bermain di hutan untuk mencari bunga buat dijadikan karangan bunga. “lihat Rara Ireng, karangan bunga ku cantik, kan?” Rara Ireng memuji sambil menggoda Radha “wah cantik sekali, Mbakyu. Saat pesta pekan raya nanti kau akan jadi yang paling cantik. Aku jamin kakang Narayana pasti klepek-klepek sama mbakyu.” Muka Radha menjadi merah padam berseri tanda malu lalu ia tertawa. Rarasati lalu menimpali “aduh..mbakyu Radha. Jangan dengarkan mbakyu Rara Ireng. Dia hanya menggodamu. Nah...lihat karangan bungaku juga. Gimana Mbakyu Radha? Mbakyu Rara Ireng?” lalu datang penggembala-penggembala nakal membuat kacau hutan. Udawa, Kakrasana, Narayana dan Pragota ada di sana untuk mengawasi mereka. “Endang Radha lalu mendekati Narayana untuk menasehatinya“kakang! Aduh...lihatlah. taman bunga dan karangan bunga ini jadi rusak gara-gara lembu-lembu sapimu dan teman-teman nakalmu. Pokoknya tanggung jawab deh”
![]() |
Tarian Raasaleela |
Amuk
Handaka Aristasura
Kebetulan juga di hutan
itu banteng jelmaan Handaka Aristasura sedang istirahat. Kakrasana dan Pragota yang
asik makan madu bunga menyenggol tubuh si banteng . Banteng itu seketika mengamuk.
Banteng itu seketika lepas kendali dan menyeruduk siapa saja di hadapannya.
Untung bagai para gembala dan gopika, mereka berhasil menhindar. Namun, masalah
berikutnya terjadi. Banteng itu menuju ke Gobajra dan Barsana. Para penduduk
dalam bahaya. Para gembala mendatangi Narayana, meminta tolong agar dapat mengatasi
banteng tersebut. Endang Radha dan Rara Ireng coba mencegah Narayana “jangan,
Kanha...nanti kau bisa terbunuh.” Narayana berkata “mungkin kau benar, Radha,
tapi aku tidak bisa membiarkan desa dalam bahaya.” Narayana diikuti Udawa,
Pragota, Kakrasana dan Ayyan Yadawa segera kembali ke desa Barsana dan Gobajra.
Hal yang ditakuti para gembala pun terjadi. Banteng jelmaan Aristasura juga menyerang Gobajra dan Barsana. Orang-orang dibuat kalang kabut. Beberapa pohon di tepi jalan dirobohkannya. Napasnya mendengus-dengus mengerikan mengeluarkan uap yang panas, rumah-rumah di sana berguncang akibat kaki banteng yang dihentak-hentakkan. Saat demikian, Nyai jathila dan adik Ayyan, Kutila jatuh ketika berlari. Sang banteng merasa paling perkasa dan berbuat sesuai dengan kehendaknya. Melihat ada dua wanita terjatuh tak berdaya, Aristasura berlari kesana hendak menyeruduk mereka. Ayyan pun berlari menyelematkan ibu dan adiknya. “Ayaan sambil memohon “tolong banteng perkasa. Jangan sakiti ibu dan adikku.” Tapi Aristasura tetap berlari tak peduli. Disaat yang tepat, Narayana mendatangi banteng tersebut, menghadangnya.
![]() |
Narayana mengalahkan Aristasura |
Setelah banteng raksasa
itu tiada, Narayana benar-benar disambut bak pahlawan desa. Akan tetapi, salah
satu orang disana tampak tidak suka, yakni Nyai Jathila dan Kutila. Kutila berkata
dengan penuh kebencian “para Warga! Apa kalian tidak salah? Kalian Menjadikan
Anak Nanda Ini Sebagai Pahlawan?” para penduduk bertanya “Apa Salahnya,
Kutila?Jathila? Narayana sudah menyelamatkanmu dan kita semua?” Jathila lalu
maju dan berkata dengan nada yang seakan menusuk dengan dalil-dalilnya “Putra
Nanda dan Yasodha Ini Telah Membuat Kesalahan tak Termaafkan. Meski dia
menghabisi seorang Raksasa, tapi tetap Raksasa itu wujudnya Banteng! Sapi
Jantan Dewasa! Dan sudah Menjadi Ketentuan di Kitab-Kitab, Membunuh Sapi Adalah
Dosa Besar. Narayana Membunuh Banteng itu Maka Dia telah melakukan Dosa Besar.
Dewa Akan Murka Pada kita!” para penduduk menjadi ragu. Narayana pun lalu
berdiri lalu berkata dengan nada yang lembut “Bibi, jika keadaan mendesak,
manusia akan melakukan apapun demi mempertahankan hidupnya, meskipun artinya
harus melawan apa yang menjadi aturan dan nilai-nilai di masyarakat. ” Narayana
lalu melanjutkan ucapannya “tapi jika bibi menganggap aku berdosa karena
membunuh raksasa banteng itu, baiklah. Saya tidak masalah jika saya dianggap
melakukan dosa. Aku akan melakukan penebusan dosa di Bengawan Yamuna besok
pagi.” Niken Kutila menolak usulan itu “hah? Mandi saja di Yamuna? Itu tidak
cukup. Dosamu itu besar tau! Jangan Main-Main dengan Dosa!” Nyai Jathila
menyabarkan anaknya itu lalu berkata kepada Narayana “apa yang dikatakan anakku
Benar Adanya. Dosamu sangat besar, tak cukup berendam di Yamuna. Menurut
Kitab-Kitab, Untuk Menebus Dosamu, Kau Harus Berendam di Tuju Sungai Suci di
Seluruh Jawadwipa dan Hindustan.” Narayana dengan percaya diri setuju “baiklah,
bibi Jathila. Aku akan mandi dengan tujuh air sungai suci itu.” maka ia pergi untuk melakukan penebusan dosa. Nyai
Yasodha sampai tak kuat menahan kepergian putra kesayanagnnya itu.
Sendang
Radha Kundha dan Shyama Kundha
Ketika Narayana di barat hutan Goloka, datang Radha mencegah kepergian Narayana lebih jauh “Kanha, tunggu. Jangan pergi dulu. Perjalanan mandi tujuh air sungai suci memakan waktu yang sangat lama, penuh rintangan dan petaka yang menanti. Tolong Kanha, jangan pergi...aku tak sanggup kehilanganmu!” Radha memohon dengan sangat, bahkan ia sudah membawa cangkul dan timba kayu untuk membuat sendang dan mengalirkan air bengawan Yamuna. Dihadapan Narayana, Radha mencangkul tanah hingga membuat ceruk seperti parit penghalang agar Narayana tidak pergi. Narayana lalu berkata “Radha, siapa yang bilang aku akan pegi untuk menuju sungainya. Aku bisa membawa seluruh sungai suci itu ke hutan ini.” Radha berkata “Kanha, ya ampun. Sudah jangan bercanda.” “Radha, aku juga tidak bercanda. Sebaiknya kau amati saja apa yang terjadi.” Radha meskipun tidak paham, ia percaya apa yang dilakukan Kanha pasti terjadi. Narayana pun duduk di atas batu mulai bersemadi semaantara Radha berada di dekat Narayana dengan terus membuatkan sendang-sendang kecil lalu ia isi air. Air yang tertampung lalu diminum siapapun yang lewat. Hewan, manusia, bahkan bangsa halus dengan senang hati meminum air itu. Namun sekian hari berlalu, musim dingin yang bersamaan dengan bencana kemarau semakin panjang, air yang tertampung di sendang-sendang kecil buatan Radha semakin habis. Air di Yamuna juga semakin surut.
![]() |
Asal muasal Sendang Shyama Kundha dan Radha Kundha |
Di kala Radha berdoa itulah, tiba-tiba datang suara gemuruh dari dalam tanah, lalu memancarlah tujuh sumber mata air seperti air mancur raksasa. Dari atas pancuran muncul tujuh sosok wanita yang sangat cantik. Pancuran pertama memperlihatkan wujud Dewi Gangga, sang bidadari penjaga bengawan Gangga “aku Gangga, putri Prabu Himawan, raja gunung.” Lalu pancuran kedua yakni muncul Dewi Kaweri, penjaga bengawan Kaweri “aku Kaweri, aku terlahir atas permintaan tuanku Brahma sendiri.” Di pancuran ketiga yakni Dewi Godhawari, penjaga bengawan Godhawari “aku Godhawari, airku amat manis, semanis dirimu.” Pancuran keempat yakni Dewi Sindhu, penjaga bengawan Sindhu “akulah bengawan Sindhu, airku membawa dan menyucikan segala peradaban agung.” Pancuran kelima Batari Saraswati, isteri Batara Brahma sekaligus penjaga bengawan Saraswati “aku Saraswati, aku selalu terhubung dengan kitab Weda dan Batara Wisnu.” Pancuan keenam yakni Dewi Narmada yang menjaga Bengawan Narbada “Aku Dewi Narmada, air ku bersumber langsung dari tubuh tuanku Hyang Guru Pramesthi.” Dan pancuran terakhir ialah Dewi Yami atau Yamuna, sang penjaga Bengawan Yamuna “dan aku yang menjadi kebanggaanmu, Yamuna putri batara Surya, Dewa matahari. Silahkan masuk ke airku maka aku akan tersucikan.” Setelah ke tujuh dewi sungai memperkenalkan diri, mendadak tujuh air mancur itu berkumpul mengisi sendang-sendang kecil buatan Radha. Airnya bahkan membanjiri hutan. Desa Barsana dan Gobajra ikut kebanjiran. Teman-teman Narayana pun melihat arah banjir itu bersal dari Hutan Goloka. Mereka pun segera mendatangi hutan itu. Radha yang khawatir lalu membangunkan Narayana “Kanha bangunlah...hentikan banjir ini.” Narayana pun bangun dari semadinya lalu menapakkan kakinya ke air itu. seketika banjir pun berhenti. Radha pun mengajak Narayana ke sendangnya yang kini penuh air lalu mensucikan Narayana disana. Udawa, Kakrasana, Rarasati, Pragota, Rara Ireng, dan teman-teman mereka melihat keajaiban itu merasa sangat gembira. Bencana yang menimpa desa sudah berhenti dan kini Narayana juga sudah suci dari dosa-dosanya. Setelah keluar dari sendang buatan Radha, muncul lagi satu sendang di sebelahnya. Air pun mengalir ke sendang buatan Narayana itu. Kelak sendang buatan Radha akan dipanggil Radha Kundha dan sendang yang tercipta ketika Narayana menapakkan kaki setelah mentas dari sendang Radha Kundha diberi nama Shyama Kundha.
![]() |
Banke Bihari |