Hai semua, pembaca dan penikmat wayang sekalian. Kisah kali ini mengisahkan perjuangan tiga anak Pandawa, Kurawa dan Yadawa untuk mendapatkan Wahyu Cakraningrat. Perjuangan mereka diwarnai beberapa kejadian ajaib. Sumber kisah ini berasal dari blog albumkisahwayang.blogspot.com dan sumber-sumber dari internet.
Alkisah di Jawadwipa akan
turun sebuah pulung/keberuntungan yang diberikan langsung oleh Batara Guru sang
Mahadewa yakni Wahyu Cakraningrat. Siapapun yang akan mendapat wahyu atau
pulung ini kelak ia atau keturunannya bisa menjadi raja besar di Jawadwipa.
Prabu Kresna segera mengabarkan hal ini kepada para Pandawa. Para Pandawa
berembug siapa yang pantas mendapatkan wahyu tersebut. Lalu semua orang sepakat
kalau Pancawala yang pantas mendapatkan wahyu Cakraningrat. Prabu Yudhistira
berusaha meyakinkan putranya itu untuk mendapat wahyu tersebut namun di luar
dugaan, Pancawala tiada berminat menjadi raja. Justru ia mengusulkan sepupunya,
Abimanyu saja yang mendapat wahyu itu. Abimanyu tidak mau karena kesannya
melangkahi saudara tua." Kakang, aku tidak bisa. Ini menyalahi adat.
Seharusnya kakang yang berhak dapat, bukan aku." Namun Pancawala terus
mendesak bahkan bersumpah " kalau Dinda Abimanyu berhasil mendapat Wahyu
Cakraningrat, aku bersumpah kelak keturunanku bersedia melayanimu dan
keturunanmu selamanya." Abimanyu terharu mendengar kakak sepupunya sampai
bersumpah begitu, maka demi mewujudkan sumpah sang kakak, Abimanyu diiringi
kakek Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong bersedia mencari wahyu itu di hutan Krendhayana.
Sementara itu, Prabu
Duryudhana meminta sang putra, Lesmana Mandrakumara untuk meraih wahyu itu.
Dengan ogah-ogahan, si pangeran manja itu berkata " ayah, untuk apa wahyu
itu kalau aku sendiri kelak jadi raja besar. Lagipula ada atau tidak, tak ada
pengaruhnya buatku." Prabu Duryudhana marah besar karena putranya menolak.
Sang raja Hastinapura itu mengancam tidak akan memberinya istana megah. Raden
Lesmana Mandrakumara kaget dengan sikap ayahnya yang sekarang lebih tegas.
Prabu Duryudhana menyabarkan putranya itu dan berkata "sebagai seorang
calon raja, kau harus prihatin sekali lagi...kau tidak mau kan ketinggalan
dengan anak-anak Pandawa?" mendengar perkataan itu, dendam di hati sang
Sarojakesuma itu bangkit dan membara. Pada akhirnya, Raden Lesmana Mandrakumara
bersedia pergi untuk meraih wahyu itu dengan syarat harus dikawal para pamannya
dan disediakan makan minum yang cukup. Sementara di Dwarawati, Raden Samba
sangat kecewa dengan sikap ayahnya yang hanya memberitahu Abimanyu soal Wahyu
Cakraningrat. Kebencian Samba kepada Abimanyu kian menjadi karenanya. Dulu
ketika Abimanyu masih kecil sudah dipecundangi dan baru-baru ini juga, ia
dijebak Irawan, adik Abimanyu. Samba sangat iri dan merasa dianaktirikan oleh
Abimanyu yang cuma keponakan sekaligus menantu sang ayah. Dewi Radha dan Dewi
Jembawati berusaha menyabarkan Samba namun Samba marah-marah dan mendorong
kedua ibunya itu. Bahkan ia mengata-ngatai Dewi Radha "Radha, kau jangan
ikut campur...kau disini bukan istri ayahku!!.....kau hanya babu ayahku...urus
aja urusanmu sendiri. Dengan cara apapun aku harus mendapat wahyu itu!!!"
Samba memutuskan akan pergi sendiri mencari wahyu Cakraningrat mesti tanpa
restu orang tua.
Singkat cerita, Raden Lesmana Mandrakumara sudah sampai duluan dengan dikawal para Kurawa menaiki kereta emas. Sebelum melakukan tapa brata, Lesmana Mandrakumara makan dan minum dengan nyaman. Lalu ia masuk ke hutan tempat wahyu itu akan turun. Kawasan hutan itu dijaga ketat para Kurawa yang dipimpin Arya Dursasana. Lalu datang lah Raden Samba yang seorang diri dengan perasaan berkecamuk di dadanya. Para Kurawa menghalangi Raden Samba untuk masuk. Namun entah karena dipicu kemarahannya kepada Dewi Radha, kedengkian nya pada Abimanyu, atau memang kekuatannya yang berlipat ganda sejak pernah memegang trisula Batara Guru, Raden Samba dengan sombongnya mempecundangi para Kurawa dengan kabur lebur cepat dari seketipan mata. Raden Samba bertapa di sisi lain Hutan Krendhayana.
Tiga pencari Wahyu Cakraningrat |
Di atas hutan
Krendhayana, muncul bola cahaya yang merupakan wujud dari wahyu Cakraningrat.
Cahaya itu lalu turun kepada Lesmana Mandrakumara. Sebelum masuk ke tubuh
Lesmana, cahaya itu bertukar jadi sosok macan raksasa yang mengaum sangat
memekakkan telinga. Lesmana Mandrakumara sangat ketakutan. Mukanya begitu pucat
pasi sampai ngompol di celana tapi ia berusaha untuk mengabaikannya toh
sebelumnya, ia pernah diuji dengan yang lebih seram dari ini. Akhirnya, wahyu
Cakraningrat manjing ke dalam tubuh si pangeran mahkota Hastinapura itu. Raden
Lesmana Mandrakumara merasa gembira hati dan bangga diri. Maka ia mengajak para
pamannya untuk minum-minum sampai mabuk tanpa peduli kalau sekarang ia ada di
hutan suci tempat Batari Durga biasa bertapa. Raden Lesmana Mandrakumara juga
kedatangan seorang wanita cantik. Ia ikut menari bersamanya. Lalu datang
seorang pengemis meminta makanan. Lesmana Mandrakumara lalu dengan kasar
mengusir pengemis itu " hei...orang tua, pergi kau!! Ini bukan warung
makan!" Pangeran manja itu mendorong pengemis itu sampai jatuh. Seketika
wanita cantik itu menolong pengemis itu. Seketika keduanya bertukar wujud jadi
hantu yang sangat menyeramkan, yang satu matanya bolong satunya lagi berlumuran
darah. Raden Lesmana Mandrakumara ngeri ketakutan setengah mampus. Hantu itu
semakin lama semakin dekat dan menghantam perut Lesmana. Seketika bola cahaya
jelmaan wahyu Cakraningrat itu keluar dan terbang menjauh. Kedua hantu itu
berkata "pangeran aleman dan manja sepertimu tidak pantas dapat wahyu
Cakraningrat!!" Begitu dua makhluk halus itu menghilang, Lesmana
Mandrakumara pun pingsan.
Sekarang giliran Raden
Samba. Ketika wahyu Cakraningrat itu turun kepadanya, ia diuji dengan wahyu itu
menjelma sebagai ular raksasa yang melilit badannya. Raden Samba tetap teguh
bertapa tanpa ada raut ketakutan sedikitpun. Raden Samba pun terpilih juga jadi
wadah wahyu Cakraningrat. Raden Samba merasa kekuatannya jadi berganda-ganda.
Si pangeran mahkota Dwarawati itu sangat membanggakan diri bahwa dengan
kekuatan sendiri bisa mendapatkan wahyu tersebut. Maka pulanglah Samba ke
Dwarawati dengan hati yang sombong dan angkuh karena Wahyu Cakraningrat sudah
berada pada dirinya. Tiba-tiba Kurawa mengejar dan meminta wahyu yang sudah
berada pada diri Samba. Sudah barang tentu Raden Samba tidak memperbolehkan.
Terjadilah peperangan yang sengit. Ternyata tidak ada yang bisa melawan
kekuatan Raden Samba. Mereka lari tunggang langgang dan tidak ada lagi yang
berani berhadapan dengan Raden Samba. Dengan larinya para Kurawa itu berarti
mereka telah kalah dan tidak akan berani lagi mengganggu perjalanannya. Samba
merasa dirinya paling kuat dan sakti mandraguna. Dia berani mengatakan ”akulah
segalanya.” Bahkan Raden Samba telah berani mengukuhkan ”Akulah orang yang akan
menurunkan Raja-raja.” setelah berkata begitu, Samba secara samar-samar
mendengar suara Dewi Radha dan Dewi Jembawati berkata " eling anakku,
eling... mendapatkan wahyu itu banyak godanya. Eling!!! Jangan lengah sedikit pun
jua!!" Dasar Samba, dia tetap bersikap angkuh. Di tengah jalan, Samba
kedatangan seorang perempuan cantik yang mengaku bernama Dewi Mundiasih. Lalu
disaat yang bersamaan, datang dua ibu Samba yakni Dewi Radha dan Dewi
Jembawati. Perempuan cantik itu berkata akan menikahi Samba. Samba kesengsem
dan setuju. Lalu Dewi Radha mengingatkan agar Samba tetap eling. Lagi-lagi,
Raden Samba menolak dan justru marah-marah dinasehati Dewi Radha malah ia
membentak Radha " Diam, babu!! Kau bukan siapa-siapa disini!! kau hanya
perusak hubungan!! Minggat dari Sini!!" Samba mendorong Dewi Radha sampai
jatuh. Dewi Mundiasih pun pergi sambil berkata " Wahyu Cakraningrat tidak
pantas bagi orang berhati dengki, jemawa, dan tukang hujat." Seketika bola
jelmaan Wahyu Cakraningrat keluar dari tubuh Samba. Raden Samba jatuh lemas
kehilangan tenaga. Dewi Radha dan Dewi Jembawati segera menolong putra mereka
itu. Raden Samba tak bisa berbuat apa-apa lagi. Ia pun pasrah dipapah kembali
ke kadipaten Paranggaruda.
Lalu tibalah giliran Abimanyu mendapat kesempatan jadi wadah. Wahyu Cakraningrat itu menjelma sebagai gajah liar yang sedang marah. Pepohonan tumbang, semak terinjak-injak, batu-batu retak dan pecah. Bahkan gajah itu mengangkat belalai nya dan melilit tubuh Abimanyu dan diombang-ambingkan keatas dan kebawah. Namun Abimanyu tidak juga goyah. Sang Angkawijaya tetap tenang. Gajah liar itu lalu menurunkan Abimanyu dan seketika bertukar wujud kembali sebagai bola cahaya lalu merasuk ke dalam tubuh Abimanyu. Di luar tempat bertapa, kakek Semar melihat seberkas cahaya berkata kepadanya "Dewata akan memberikannya!" Kakek Semar dan para putranya bergembira karena sang bendara akan mendapatkan wahyu tersebut. Dan benar, Raden Angkawijaya telah keluar dari pertapaannya. Wajahnya kelihatan cerah bersinar, tubuhnya nampak segar utuh tanpa cela. Memang itulah tubuh yang telah berisi wahyu. Maka berangkatlah pulang dan mereka memperhitungkan bahwa apa yang diidamkan telah terlaksana dan tercapai. Ujian pertama untuk Abimanyu yakni para Kurawa yang baru saja dikalahkan Samba kini melabraknya meminta wahyu itu diberikan kepada mereka. Dengan sabar, Abimanyu menjelaskan kalau wahyu yang dimaksud adalah pemberian dewa yang tidak bisa dipaksakan kepada siapa ia akan turun. Arya Dursasana malah tidak terima lantas menyerang Abimanyu. Dengan lapang, Abimanyu menyerahkan dirinya. Ketika Arya Dursasana hendak menggaet tangan Abimanyu, datang bala bantuan yakni Gatotkaca, sang kakak sepupu menolong. Para Kurawa dilawannya. Alhasil para Kurawa lari tunggang langgang. Lalu datang lagi ujian kedua. Seorang wanita cantik bernama Dewi Mundiasih merayu Abimanyu minta dinikahi. Abimanyu berkata " ampun, ni sanak....aku bersedia kalau istriku mengizinkan aku menikah lagi.
Abimanyu mendapatkan Wahyu Cakraningrat |
Di kerajaan Wirata, Dewi
Sudesna yang sudah semakin lanjut usia tengah mengerang kesakitan karena ia
mengandung di usia yang sudah begitu tua yakni di usia 90 tahun dan kini akan
segera melahirkan. Bersama suaminya, Prabu Matsyapati alias Durgandana yang
sudah berusia 110 tahun dan para putra mereka yakni Arya Seta, Arya Utara, dan
Arya Wratsangka menantikan kelahiran si jabang bayi. Sejenak kemudian, lahirlah
bayi perempuan lalu datang seberkas cahaya merasuk kepada si jabang bayi. Wahyu
Widayat menepati janjinya. Bayi itu oleh Prabu Matsyapati diberikan nama Dewi
Utari. Kelak di masa depan, Abimanyu dan Utari berjodoh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar