Kamis, 06 April 2023

Srenggini Takon Rama

 Hai penikmat dan penggemar kisah pewayangan yang berbahagia, penulis kali ini akan crossover gagrak dan sanggit pewayangan. Kisah kali ini mengisahkan kemunculan salah seorang putra Arya Wrekodara dari versi gagrak Banyumasan yakni Bambang Srenggini. ia sempat ditipu oleh para Kurawa namun berkat bantuan Antasena, ia berhasil disadarkan kembali ke jalan yang benar. Sumber kisah ini berasal dari kisah Srenggini karya Ki Sugino Siswocarito dan Tugas Akhir karya mahasiswa ISI, Agus Suwondo di bidang pewayangan yang berjudul Antasena Takon Rama yang telah diubah suai dan dikembangkan dengan imajinasi penulis.

Dikisahkan para Pandawa dan Kurawa sedang bersitegang lagi. Bengawan Serayu dan bengawan Kelawing yang dulu mereka buat akan ditambak/dibuat bendungan oleh Pandawa agar bisa mensejahterakan pertanian di Amarta dan Hastinapura. Namun Kurawa yang dipimpin Prabu Duryudhana dan Arya Dursasana tidak mau. Mereka ingin bengawan Serayu tetap dialirkan atau diubah arahnya seperti biasa tapi itu hanya dalih mereka saja. Kurawa ingin menguasai Bengawan Serayu sepenuhnya untuk diri mereka sendiri. Terjadilah ketegangan dan panas-panasan. Dua sisi bengawan itu dijaga prajurit Hastinapura di sisi barat dan Amarta di sisi timur.

Sementara itu, di kadipaten Tempurserayu sebuah kerajaan merdeka di pinggir hutan bakau muara bengawan Serayu, Prabu Rêkathatama dihadap putri dan cucunya, Dewi Rekathawati dan Bambang Srenggini. Bambang Srenggini bertanya " eyang prabu! Ibunda Dewi! Srenggini sudah cukup besar untuk tahu tentang ayahanda. Katakan ibunda Dewi dimana ayahanda?!" Prabu Rêkathatama memberitahu putrinya kalau sudah waktunya Srenggini tahu siapa ayahnya. Dewi Rekathawati berkata " anakku, ayahmu sesungguhnya pangeran dari Hastinapura. Namanya Arya Bhimasena. Nama lainnya ialah Bratasena alias Arya Wrekodara. Jika kamu ingin sekali bertemu dengannya, pergilah anakku. Tapi jangan lupakan ibunda dan eyangmu!" Singkat cerita, Srenggini pergi mengembara mencari ayahnya di Hastinapura. Ia mengarungi bengawan Serayu dari hilir sampai ke hulunya.

Sesampainya di Hastinapura, Srenggini muncul dari dasar bengawan Serayu dan membuat kekacauan. Ia bertanya “permisi tuan....aku mencari ayahku, namanya Arya Wrekodara.” Namun begitu melihat Srenggini punya capit besar di kepalanya, para prajurit Hastinapura tidak menyambut baik “kami tidak tahu dimana bapakmu itu. Baik kau menemui junjungan kami, gusti Prabu Duryudhana. Dia yang lebih tahu” Tapi Bambang Srenggini tidak sabar maka ia memaksa masuk ke istana. Para prajurit menghalangi Srenggini bahkan menghunuskan senjata kepadanya.

Srenggini Bertemu para Kurawa
Tidak terima, maka terjadi perkelahian, namun dengan gampangnya, Bambang Srenggini mengalahkan mereka dengan sambaran kilat yang keluar dari capitnya. Para prajurit Kurawa dikalahkannya lalu datang  Begawan Dorna dan patih Sengkuni. Begawan Dorna berusaha melerai “anak muda, orang yang kau cari tidak ada disini. Jangan memancing keributan disini.” Namun Srenggini keras kepala tidak mau beranjak “aku tidak akan pergi sebelum bertemu dengan ayahku.” Kesabaran begawan Dorna mulai habis. Terjadilah pertarungan antara Srenggini dan Begawan Dorna. Patih Sengkuni membuat siasat. Ia segera mendatangi keponakan tersayangnya. Ia segera mendandani keponakannya, Arya Dursasana agar mirip dengan Arya Wrekodara lengkap dengan pakaian kain poleng biasa dan kuku Pancanaka palsu dari emas. Srenggini dipanggil oleh Arya Wrekodara palsu “anakku kemarilah.... ini aku ayahmu....” Srenggini lalu datang dan menyembah hormat pada arya Wrekodara jadi-jadian itu. Arya Wrekodara palsu lalu berkata “anakku....aku akan bersedia menerimamu sebagai putraku  kalau kau bisa merusak bangunan tambak/bendungan yang ada di tengah Bengawan Serayu. Gara-gara tambak itu, kerajaan ini dilanda banjir.”  Bambang Srenggini langsung paham dan segera mencebur ke Bengawan Serayu. Begitu sampai di depan tambak, Srenggini menggunakan kekuatan petirnya yang muncul dari capitnya. Timbul guntur keras yang menghancurkan tambak dan tanggul buatan Pandawa.

Di istana Indraprastha, Prabu Yudhisthira mendapat laporan dari patih Tambakganggeng kalau ada masalah di Bengawan Serayu. Air tiba-tiba meluap dan tanggul sungai longsor membuat kerajaan Amarta kebanjiran. Para Pandawa dan para putra segera mengecek dan melihat ada pemuda bercapit kepiting sedang menghancurkan tambak. Arjuna marah-marah sambil berkata " Hei anak muda, siapa kau? Seenaknya kau menghancurkan tambak ini”  Srenggini menjawab dengan santai  “aku Srenggini, aku ditugaskan ayahku dari Hastinapura untuk merusak tambak ini.” Arjuna berang “Kau orang suruhan para Kurawa untuk menghancurkan proyek ini! Sebelum kau berhasil, kau harus melawan putra-putra dan para keponakanku !" Turunlah Antareja, Gatotkaca, dan Antasena. Begitu juga Pancawala, Abimanyu, Irawan, Sumitra, Brantalaras, dan Wisanggeni. Gatotkaca melawan dengan membawa kantong angin. “rasakan ini, Srenggini....!!”  karena hempasan angin itu, Srenggini terlempar ke udara lalu Gatotkaca meghajarnya hingga terhempas ke tanah. Di atas tanah, Antareja membenamkan dan menghajarnya hingga menghantam bebatuan dan tanah keras. Abimanyu, Irawan, Sumitra, Brantalaras, dan Wisanggeni membombardir Srenggini dengan panah Naracabala berbagai wujud, mulai dari panah api, panah air, panah guntur, hingga panah peledak. Antasena menyerang dengan membawa ombak besar dari Bengawan Serayu untuk menyapu Srenggini. Semuanya mati-matian berusaha melawan Srenggini namun anehnya para putra Pandawa dibuat terdesak dengan kekuatan petir dan listrik milik Srenggini. Hanya Antasena dan Wisanggeni yang berhasil menghindar. Antareja segera memerintahkan mereka segera lari “adhi Antasena! Adhi Wisanggeni! Cepat cari kakek Semar dan uwa prabu Sri Kresna.” Singkat kata, hampir semua putra Pandawa kalah ditangan Srenggini. Semuanya ditotok dengan Aji Totok Sewu hingga tidak bisa bergerak. Empat dari lima Pandawa juga dilawannya dan semuanya kalah. Bahkan entah mendapat kekuatan darimana, Srenggini mampu mengubah wujud para Pandawa dan putra-putra mereka jadi hewan. Prabu Yudhistira jadi burung Paksi Dewata, Arjuna jadi banteng hitam, Nakula-Sadewa jadi sepasang kuda jantan, Pancawala jadi burung merak, Gatotkaca jadi rajawali, Antareja jadi ular hijau, dan anak-anak Arjuna jadi anak sapi.

Di kerajaan Dwarawati, Prabu Sri Kresna dihadapan para penggawa dan Prabu Baladéwa menerima kedatangan kakek Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong juga Arya Antasena dan Bambang Wisanggeni yang baru saja tiba. Di sana mereka membawakan kabar “terima sembah bekti kami.... kakek Semar! Uwa Prabu! rencana pembangunan tambak Serayu sudah kacau” Prabu Kresna kaget mendenarnya. Ia bertanya “kok bisa kacau? Apa ada masalah di sana?” Wisanggeni menjawab “bener uwa prabu, Tambak Serayu dirusak oleh pemuda gagah bercapit kepiting. Namanya Srenggini.” Prabu Kresna lalu melihat dari Kaca Lopian miliknya. Setelah melihat isinya ia berkata "Antasena! Wisanggeni! Pemuda yang kalian bicarakan itu sedang ditipu dan dalam pengaruh para Kurawa. Dia harus disadarkan..... yang sanggup menyadarkan anak ini cuma bapak dan kakaknya yang nomor tiga." Antasena yang lugu berkata “waduh, uwa, aku kurang paham maksudmu.” Wisanggeni lalu menanggapi " kakang Antasena, nanti awakmu bakal tahu maksude uwa prabu. Sekarang ayo kita selidiki." Singkat cerita, mereka menyelam ke dasar bengawan Serayu mengikuti ke arah hulu sungai, mengikuti arus air menuju ke arah Hastinapura. Setelah menyelam cukup lama, mereka sampai di tempat para Kurawa berkumpul. Disana, mereka berdua melihat pemuda bercapit kepiting itu sedang bersama Kurawa dan Arya Wrekodara. Wisanggeni dan Antasena dibuat kaget karena sepengetahuan Antasena, bapaknya itu sekarang masih di Pringgondani bersama Bimandari. Mereka segera ke Pringgondani mengabarkan hal ini.

Di Pringgondani, Arya Wrekodara sedang bercengkrama bersama sang isteri, Dewi Arimbi dan putri mereka, Dewi Bimandari. Lalu datanglah Antasena, Wisanggeni, dan para Punakawan. Mereka segera memberitahu hal-hal yang terjadi dan apa yang dilihat oleh Prabu Kresna “ampun bapak....kami datang membawa kabar yang tidak enak. Rencan pembangunan tambak di bengawan Serayu kacau.” “benar kata kakang Antasena, uwa. Tambak iku saiki dirusak pemuda dengan capit kepiting di kepalanya. Pemuda itu ada dipengaruhi para Kurawa.” Arya Wrekodara kaget dan marah mendengarnya. Antasena lalu melanjutkan kata-katanya “menurut penglihatan Kaca Lopian dari uwa Prabu Kresna, yang bisa menyadarkan pemuda itu seorang bapak yang punya tiga anak.” Tanpa ba-bi-bu lagi, Arya Wrekodara pamit kepada isteri dan putrinya untuk menyelesaikan masalh ini. Akhirnya mereka bertujuh segera bertolak ke Hastinapura melalui hulu bengawan Serayu. Sebelum sampai ke tempat para Kurawa, kakek Semar menghentikan mereka di pinggir tambak. Ia melihat ada sekawanan hewan di pinggir tambak itu. Semar melihat dari terawangan miliknya lalu berkata penuh keheranan “duh mblegedag gedug....hemelhemel....waduhhh....ndoro kabeh!? Owawlah-walah.....kok bisa jadi begini sampeyan-sampeyan semua?!” Arya Wrekodara kaget kenapa kakek Semar berkata demikian. Semar lalu mengatakan kalau semua hewan-hewan yang ada di pinggir tambak ini jelmaan empat saudara Arya Wrekodara dan para putra mereka termasuk Antareja dan Gatotkaca yang diubah wujudnya jadi ular dan rajawali. Makin murkalah Arya Wrekodara setelah mendengar kenyataan itu. Mereka pun segera menggiring hewan-hewan itu untuk mengikuti mereka ke Hastinapura.

Di Hastinapura, Prabu Duryudhana menyambut kedatangan Arya Wrekodara palsu dan Bambang Srenggini yang berhasil mengacaukan rencana Pandawa. Tiba-tiba datang Arya Wrekodara bersama Antasena, Wisanggeni, kakek Semar dan semua hewan jelmaan para Pandawa dan para putra. Srenggini kaget melihat bapaknya ada dua orang. Arya Wrekodara palsu menghasut Srenggini “anakku...aku ini lah ayahmu yang asli dan Wrekodara yang bersama hewan-hewan itu palsu. Segera serang dia.” Terjadilah pertarungan antara ayah dan anak. Arya Wrekodara menasehati bahwa ia membela pihak yang tidak benar. Srenggini tidak peduli lalu dengan kekuatan petirnya, Arya Wrekodara disetrum lalu ditotok sampai pingsan. Lalu giliran Antasena maju membela ayahnya. Kedua ksatria saling bertarung dengan menggunakan kekuatan air dan petir juga capit mereka masing-masing. Pertarungan itu teradi di atas bengawan Serayu yang sedang banjir.

Antasena bertarung demi menyadarkan Srenggini
Pertarungan dua ksatria bersaudara itu menggetarkan alam. Yang satu ksatria bercapit udang sedangkan ksatria bercapit kepiting. Keduanya saling capit, saling seruduk, saling pukul, saling banting, dan saling melemparkan ombak dan petir. Keduanya seimbang sehingga Antasena menyadari akan titik buta Srenggini ada di capitnya maka Antasena segera mengarahkan air bah besar. Lalu di saat Srenggini lengah karena menahan sapuan ombak, Antasena segera menggunakan aji Pangasrepan dan  membekukan capit itu.

Srenggini tak berdaya karena capitnya beku oleh es. Mendadak ia mengingat sesuatu kalau selama ini sesuatu yang salah telah membuatnya seperti ini. Namun ada kekuatan lain yang coba merasukinya lagi. Antasena mendekat dan memberikan air obat dari cupu Madusena. Ketika diminum, Srenggini mengerang kesakitan dan keluarlah sinar merah yang ternyata jelmaan dari Ditya Bademas, jin jahat suruhan Dewasrani. Rupanya, para Kurawa sudah bekerjasama dengan Dewasrani sejak Wisanggeni mengalahkannya. Antasena menyadari kalau Srenggini dirasuk roh jahat. Setelah pengaruh roh jahat itu luntur, Antasena segera memberikan kata-kata makjleb “Srenggini, yang kau bela itu orang-orang tidak benar.” Srenggini merasa kalau yang dikatakan Antasena ada benarnya. Ia pun menyerah baik-baik. Setelah berhasil disadarkan, Srenggini menghidupkan kembali Arya Wrekodara dari pingsan. Srenggini minta maaf karena sudah berbuat salah “ampuni kesalahan saya....sebenarnya aku datang untuk mencari ayahku yakni Bhimasena alias Wrekodara.” Arya Wrekodara yang asli memberikan klarifikasi “Hei, cah gemblung. Arya Wrekodara alias Bhimasena yang kau cari bukan yang ada bersama Kurawa itu. Yang ada dihadapanmu iki Arya Wrekodara sing asli. Aku iki ayahmu seng sejati. Orang-orang sing awakmu supata dadi hewan-hewan itu para paman, abang, dan sepupumu. Awakmu iki sudah ditipu, kena apus-apus.” Srenggini sontak menitikkan air mata dan langsung jatuh bersujud di kaki, memintaa maaf karena sudah menyerang ayahnya yang sebenarnya, namun Arya Wrekodara belum bersedia menerima permohonan maaf kalau Srenggini belum bisa mengalahkan Arya Wrekodara palsu. Srenggini manut dan akhirnya ia menantang duel Arya Wrekodara palsu. Srenggini menyerang dari berbagai arah dan sebagai serangan pamungkasnya, setelah berbagai pertarungan ia menyabetkan petir yang mencuat dari capitnya ke tubuh Arya Wrekodara palsu dan para Kurawa. Badarlah penyamaran Arya Wrekodara palsu kembali sebagai Arya Dursasana. Arya Wrekodara asli membantu Srenggini mengusir para Kurawa. Setelah para Kurawa terusir, dengan bantuan Antasena, Srenggini menyembuhkan Para Pandawa dan para putra yang dikutuk sebagai hewan. Berkat Srenggini, Para Pandawa, Antareja, Gatotkaca, dan para putra Arjuna berhasil dibebaskan dari kutukan dengan percikan air obat yang diminumnya. Akhirnya, Srenggini diakui sebagai anak oleh Arya Wrekodara dan proyek pembangunan tambak dilanjutkan. Begitu tambak selesai, kesejahteraan rakyat Hastinapura dan Amarta kembali terwujud.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar