Hai penikmat dan penggemar kisah pewayangan yang berbahagia, penulis kali ini akan crossover gagrak dan sanggit pewayangan. Kisah kali ini mengisahkan kemunculan salah seorang putra Arya Wrekodara dari versi gagrak Banyumasan yakni Bambang Srenggini. ia sempat ditipu oleh para Kurawa namun berkat bantuan Antasena, ia berhasil disadarkan kembali ke jalan yang benar. Sumber kisah ini berasal dari kisah Srenggini karya Ki Sugino Siswocarito dan Tugas Akhir karya mahasiswa ISI, Agus Suwondo di bidang pewayangan yang berjudul Antasena Takon Rama yang telah diubah suai dan dikembangkan dengan imajinasi penulis.
Dikisahkan para Pandawa
dan Kurawa sedang bersitegang lagi. Bengawan Serayu dan bengawan Kelawing yang
dulu mereka buat akan ditambak/dibuat bendungan oleh Pandawa agar bisa
mensejahterakan pertanian di Amarta dan Hastinapura. Namun Kurawa yang dipimpin
Prabu Duryudhana dan Arya Dursasana tidak mau. Mereka ingin bengawan Serayu
tetap dialirkan atau diubah arahnya seperti biasa tapi itu hanya dalih mereka
saja. Kurawa ingin menguasai Bengawan Serayu sepenuhnya untuk diri mereka
sendiri. Terjadilah ketegangan dan panas-panasan. Dua sisi bengawan itu dijaga
prajurit Hastinapura di sisi barat dan Amarta di sisi timur.
Sementara itu, di
kadipaten Tempurserayu sebuah kerajaan merdeka di pinggir hutan bakau muara
bengawan Serayu, Prabu Rêkathatama dihadap putri dan cucunya, Dewi Rekathawati
dan Bambang Srenggini. Bambang Srenggini bertanya " eyang prabu! Ibunda
Dewi! Srenggini sudah cukup besar untuk tahu tentang ayahanda. Katakan ibunda
Dewi dimana ayahanda?!" Prabu Rêkathatama memberitahu putrinya kalau sudah
waktunya Srenggini tahu siapa ayahnya. Dewi Rekathawati berkata " anakku,
ayahmu sesungguhnya pangeran dari Hastinapura. Namanya Arya Bhimasena. Nama
lainnya ialah Bratasena alias Arya Wrekodara. Jika kamu ingin sekali bertemu
dengannya, pergilah anakku. Tapi jangan lupakan ibunda dan eyangmu!"
Singkat cerita, Srenggini pergi mengembara mencari ayahnya di Hastinapura. Ia
mengarungi bengawan Serayu dari hilir sampai ke hulunya.
Sesampainya di Hastinapura, Srenggini muncul dari dasar bengawan Serayu dan membuat kekacauan. Ia bertanya “permisi tuan....aku mencari ayahku, namanya Arya Wrekodara.” Namun begitu melihat Srenggini punya capit besar di kepalanya, para prajurit Hastinapura tidak menyambut baik “kami tidak tahu dimana bapakmu itu. Baik kau menemui junjungan kami, gusti Prabu Duryudhana. Dia yang lebih tahu” Tapi Bambang Srenggini tidak sabar maka ia memaksa masuk ke istana. Para prajurit menghalangi Srenggini bahkan menghunuskan senjata kepadanya.
Srenggini Bertemu para Kurawa |
Di istana Indraprastha,
Prabu Yudhisthira mendapat laporan dari patih Tambakganggeng kalau ada masalah
di Bengawan Serayu. Air tiba-tiba meluap dan tanggul sungai longsor membuat
kerajaan Amarta kebanjiran. Para Pandawa dan para putra segera mengecek dan
melihat ada pemuda bercapit kepiting sedang menghancurkan tambak. Arjuna
marah-marah sambil berkata " Hei anak muda, siapa kau? Seenaknya kau
menghancurkan tambak ini” Srenggini
menjawab dengan santai “aku Srenggini,
aku ditugaskan ayahku dari Hastinapura untuk merusak tambak ini.” Arjuna berang
“Kau orang suruhan para Kurawa untuk menghancurkan proyek ini! Sebelum kau
berhasil, kau harus melawan putra-putra dan para keponakanku !" Turunlah
Antareja, Gatotkaca, dan Antasena. Begitu juga Pancawala, Abimanyu, Irawan,
Sumitra, Brantalaras, dan Wisanggeni. Gatotkaca melawan dengan membawa kantong
angin. “rasakan ini, Srenggini....!!”
karena hempasan angin itu, Srenggini terlempar ke udara lalu Gatotkaca
meghajarnya hingga terhempas ke tanah. Di atas tanah, Antareja membenamkan dan
menghajarnya hingga menghantam bebatuan dan tanah keras. Abimanyu, Irawan,
Sumitra, Brantalaras, dan Wisanggeni membombardir Srenggini dengan panah
Naracabala berbagai wujud, mulai dari panah api, panah air, panah guntur,
hingga panah peledak. Antasena menyerang dengan membawa ombak besar dari
Bengawan Serayu untuk menyapu Srenggini. Semuanya mati-matian berusaha melawan
Srenggini namun anehnya para putra Pandawa dibuat terdesak dengan kekuatan
petir dan listrik milik Srenggini. Hanya Antasena dan Wisanggeni yang berhasil
menghindar. Antareja segera memerintahkan mereka segera lari “adhi Antasena!
Adhi Wisanggeni! Cepat cari kakek Semar dan uwa prabu Sri Kresna.” Singkat
kata, hampir semua putra Pandawa kalah ditangan Srenggini. Semuanya ditotok dengan
Aji Totok Sewu hingga tidak bisa bergerak. Empat dari lima Pandawa juga
dilawannya dan semuanya kalah. Bahkan entah mendapat kekuatan darimana,
Srenggini mampu mengubah wujud para Pandawa dan putra-putra mereka jadi hewan.
Prabu Yudhistira jadi burung Paksi Dewata, Arjuna jadi banteng hitam,
Nakula-Sadewa jadi sepasang kuda jantan, Pancawala jadi burung merak, Gatotkaca
jadi rajawali, Antareja jadi ular hijau, dan anak-anak Arjuna jadi anak sapi.
Di kerajaan Dwarawati,
Prabu Sri Kresna dihadapan para penggawa dan Prabu Baladéwa menerima kedatangan
kakek Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong juga Arya Antasena dan Bambang
Wisanggeni yang baru saja tiba. Di sana mereka membawakan kabar “terima sembah
bekti kami.... kakek Semar! Uwa Prabu! rencana pembangunan tambak Serayu sudah kacau”
Prabu Kresna kaget mendenarnya. Ia bertanya “kok bisa kacau? Apa ada masalah di
sana?” Wisanggeni menjawab “bener uwa prabu, Tambak Serayu dirusak oleh pemuda
gagah bercapit kepiting. Namanya Srenggini.” Prabu Kresna lalu melihat dari
Kaca Lopian miliknya. Setelah melihat isinya ia berkata "Antasena!
Wisanggeni! Pemuda yang kalian bicarakan itu sedang ditipu dan dalam pengaruh
para Kurawa. Dia harus disadarkan..... yang sanggup menyadarkan anak ini cuma
bapak dan kakaknya yang nomor tiga." Antasena yang lugu berkata “waduh,
uwa, aku kurang paham maksudmu.” Wisanggeni lalu menanggapi " kakang
Antasena, nanti awakmu bakal tahu maksude uwa prabu. Sekarang ayo kita
selidiki." Singkat cerita, mereka menyelam ke dasar bengawan Serayu
mengikuti ke arah hulu sungai, mengikuti arus air menuju ke arah Hastinapura.
Setelah menyelam cukup lama, mereka sampai di tempat para Kurawa berkumpul.
Disana, mereka berdua melihat pemuda bercapit kepiting itu sedang bersama
Kurawa dan Arya Wrekodara. Wisanggeni dan Antasena dibuat kaget karena sepengetahuan
Antasena, bapaknya itu sekarang masih di Pringgondani bersama Bimandari. Mereka
segera ke Pringgondani mengabarkan hal ini.
Di Pringgondani, Arya
Wrekodara sedang bercengkrama bersama sang isteri, Dewi Arimbi dan putri
mereka, Dewi Bimandari. Lalu datanglah Antasena, Wisanggeni, dan para
Punakawan. Mereka segera memberitahu hal-hal yang terjadi dan apa yang dilihat
oleh Prabu Kresna “ampun bapak....kami datang membawa kabar yang tidak enak.
Rencan pembangunan tambak di bengawan Serayu kacau.” “benar kata kakang
Antasena, uwa. Tambak iku saiki dirusak pemuda dengan capit kepiting di
kepalanya. Pemuda itu ada dipengaruhi para Kurawa.” Arya Wrekodara kaget dan marah
mendengarnya. Antasena lalu melanjutkan kata-katanya “menurut penglihatan Kaca
Lopian dari uwa Prabu Kresna, yang bisa menyadarkan pemuda itu seorang bapak
yang punya tiga anak.” Tanpa ba-bi-bu lagi, Arya Wrekodara pamit kepada isteri
dan putrinya untuk menyelesaikan masalh ini. Akhirnya mereka bertujuh segera bertolak
ke Hastinapura melalui hulu bengawan Serayu. Sebelum sampai ke tempat para
Kurawa, kakek Semar menghentikan mereka di pinggir tambak. Ia melihat ada sekawanan
hewan di pinggir tambak itu. Semar melihat dari terawangan miliknya lalu berkata
penuh keheranan “duh mblegedag gedug....hemelhemel....waduhhh....ndoro kabeh!?
Owawlah-walah.....kok bisa jadi begini sampeyan-sampeyan semua?!” Arya
Wrekodara kaget kenapa kakek Semar berkata demikian. Semar lalu mengatakan
kalau semua hewan-hewan yang ada di pinggir tambak ini jelmaan empat saudara
Arya Wrekodara dan para putra mereka termasuk Antareja dan Gatotkaca yang
diubah wujudnya jadi ular dan rajawali. Makin murkalah Arya Wrekodara setelah
mendengar kenyataan itu. Mereka pun segera menggiring hewan-hewan itu untuk
mengikuti mereka ke Hastinapura.
Di Hastinapura, Prabu Duryudhana menyambut kedatangan Arya Wrekodara palsu dan Bambang Srenggini yang berhasil mengacaukan rencana Pandawa. Tiba-tiba datang Arya Wrekodara bersama Antasena, Wisanggeni, kakek Semar dan semua hewan jelmaan para Pandawa dan para putra. Srenggini kaget melihat bapaknya ada dua orang. Arya Wrekodara palsu menghasut Srenggini “anakku...aku ini lah ayahmu yang asli dan Wrekodara yang bersama hewan-hewan itu palsu. Segera serang dia.” Terjadilah pertarungan antara ayah dan anak. Arya Wrekodara menasehati bahwa ia membela pihak yang tidak benar. Srenggini tidak peduli lalu dengan kekuatan petirnya, Arya Wrekodara disetrum lalu ditotok sampai pingsan. Lalu giliran Antasena maju membela ayahnya. Kedua ksatria saling bertarung dengan menggunakan kekuatan air dan petir juga capit mereka masing-masing. Pertarungan itu teradi di atas bengawan Serayu yang sedang banjir.
Antasena bertarung demi menyadarkan Srenggini |
Srenggini tak berdaya
karena capitnya beku oleh es. Mendadak ia mengingat sesuatu kalau selama ini
sesuatu yang salah telah membuatnya seperti ini. Namun ada kekuatan lain yang
coba merasukinya lagi. Antasena mendekat dan memberikan air obat dari cupu
Madusena. Ketika diminum, Srenggini mengerang kesakitan dan keluarlah sinar
merah yang ternyata jelmaan dari Ditya Bademas, jin jahat suruhan Dewasrani.
Rupanya, para Kurawa sudah bekerjasama dengan Dewasrani sejak Wisanggeni
mengalahkannya. Antasena menyadari kalau Srenggini dirasuk roh jahat. Setelah
pengaruh roh jahat itu luntur, Antasena segera memberikan kata-kata makjleb
“Srenggini, yang kau bela itu orang-orang tidak benar.” Srenggini merasa kalau
yang dikatakan Antasena ada benarnya. Ia pun menyerah baik-baik. Setelah berhasil
disadarkan, Srenggini menghidupkan kembali Arya Wrekodara dari pingsan.
Srenggini minta maaf karena sudah berbuat salah “ampuni kesalahan saya....sebenarnya
aku datang untuk mencari ayahku yakni Bhimasena alias Wrekodara.” Arya
Wrekodara yang asli memberikan klarifikasi “Hei, cah gemblung. Arya Wrekodara alias
Bhimasena yang kau cari bukan yang ada bersama Kurawa itu. Yang ada dihadapanmu
iki Arya Wrekodara sing asli. Aku iki ayahmu seng sejati. Orang-orang sing
awakmu supata dadi hewan-hewan itu para paman, abang, dan sepupumu. Awakmu iki sudah
ditipu, kena apus-apus.” Srenggini sontak menitikkan air mata dan langsung
jatuh bersujud di kaki, memintaa maaf karena sudah menyerang ayahnya yang
sebenarnya, namun Arya Wrekodara belum bersedia menerima permohonan maaf kalau
Srenggini belum bisa mengalahkan Arya Wrekodara palsu. Srenggini manut dan
akhirnya ia menantang duel Arya Wrekodara palsu. Srenggini menyerang dari
berbagai arah dan sebagai serangan pamungkasnya, setelah berbagai pertarungan
ia menyabetkan petir yang mencuat dari capitnya ke tubuh Arya Wrekodara palsu
dan para Kurawa. Badarlah penyamaran Arya Wrekodara palsu kembali sebagai Arya
Dursasana. Arya Wrekodara asli membantu Srenggini mengusir para Kurawa. Setelah
para Kurawa terusir, dengan bantuan Antasena, Srenggini menyembuhkan Para
Pandawa dan para putra yang dikutuk sebagai hewan. Berkat Srenggini, Para
Pandawa, Antareja, Gatotkaca, dan para putra Arjuna berhasil dibebaskan dari
kutukan dengan percikan air obat yang diminumnya. Akhirnya, Srenggini diakui
sebagai anak oleh Arya Wrekodara dan proyek pembangunan tambak dilanjutkan.
Begitu tambak selesai, kesejahteraan rakyat Hastinapura dan Amarta kembali
terwujud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar