Sabtu, 15 April 2023

Gatotkaca Rante

 Hai hai, para pembaca dan penikmat wayang yang berbahagia. Kisah kali ini mengisahkan bulan madu Pancawala dengan Dewi Pergiwati yang berantakan akibat ulah Lesmana Mandrakumara. Ulah sang pangeran Hastinapura yakni berkonspirasi dengan memfitnah Gatotkaca telah membunuh Pancawala. Sumber kisah ini berasal dari blog albumkisahwayang.blogspot.com dan beberapa sumber di internet.

Prabu Duryudhana dihadap isterinya, Dewi Banowati, Patih Sengkuni, Begawan Dorna, dan Adipati Karna. Mereka membahas minggatnya Raden Lesmana Mandrakumara sejak gagal mendapatkan Dewi Pergiwa, Titisari, dan Siti Sundari. Sekarang datang kabar kalau Dewi Pergiwati akan menikahi Bambang Pancawala, putra Prabu Yudhisthira dengan Dewi Drupadi. Dewi Banowati berkata " kakang prabu, bukannya aku tidak peduli dengan anak kita, tapi ini biarlah jadi pembelajaran buatnya. Lesmana harus mendapatkan jodoh dengan caranya sendiri." Patih Sengkuni berkata kalau Banowati tidak sayang anak. Dewi Banowati menyanggah " paman patih, tega sekali kau berkata demikian...aku membiarkan bukan berarti tidak sayang. Aku malu paman setiap kali putraku itu gagal nikah terus." Prabu Duryudhana menyudahi perdebatan tidak berfaedah itu dan mengutus Adipati Karna untuk mencari keberadaan sang putra. Sementara, Prabu Duryudhana sendiri akan ikut bersama Pandawa untuk merayakan pernikahan ini.

Sementara itu, negara Amarta bersukacita. Pernikahan Pancawala dengan Pergiwati telah diselenggarakan dengan meriah selama tujuh hari tujuh malam. Tetamu datang dari berbagai negara, baik negara kecil dan besar. Bahkan lurah se-Amarta diundang beserta rakyat desanya. Setelah tuh hari tujuh malam pesta resepsi,  para Pandawa, Prabu Kresna dan kedua mempelai sedang berbulan madu di pesanggrahan di hutan Wanamarta. Prabu Duryudhana dan istrinya diundang. Demi keamanan kedua mempelai, Arjuna meminta keponakannya, Gatotkaca untuk berjaga-jaga “Gatotkaca demi keamanan kakak dan kakak iparmu, kau harus sedia berjaga tanpa lengah sedikitpun.” “sendika dhawuh, pamanda Parta.” Arjuna pun  memberikan Keris Kalanadhah kepadanya untuk jaga-jaga dari keadaan yang tidak terduga.

Di tempat lain, Raden Lesmana Mandrakumara yang sedang dicari-cari ada di hutan Krendhayana. Walau dia manja dan cengeng, pangeran Hastinapura itu tidak bodoh. Ia memutuskan untuk bertapa brata di hutan itu seorang diri. Berbagai halangan dan godaan muncul. Binatang buas yang mengerikan, berbagai makhluk berbisa menggerayangi tubuhnya. Meski dicekam ketakutan, Lesmana Mandrakumara tetap tapa brata. Godaan lain muncul. Datang pasukan hantu, jin, peri siluman, dênawa mengganggu dan menakut-nakutinya. Dengan wajah pucat pasi, si pangeran manja itu tetap duduk di tempatnya. Puncak dari segala gangguan pun datang. Dewi Kalikamaya, ajudan Batari Durga datang mengganggunya dengan wajah mengerikan berlumuran darah, mata merah melotot tajam dan gigi taring mencuat. Lesmana Mandrakumara berada di batas rasa takutnya. Ia begitu lemas sampai ngompol di celana, namun karena keinginannya begitu kuat, dia tetap disana. Tapi tak lama ia pun pingsan karena terus melawan rasa takutnya.

Begitu pangeran manja itu bangun, tahu-tahu sudah berdiri sosok dewi tinggi besar menaiki seekor harimau. Ialah Batari Durga, isteri Batara Guru. Suara Batari Durga menggelar menanyakan keinginan si pangeran" Anakku, aku tau apa isi hatimu. Kau menginginkan kesaktian demi keinginanmu pada seorang wanita. Katakan padaku, kesaktian macam apa yang ingin kau inginkan." Dengan suara parau terbata-bata, Raden Lesmana Mandrakumara berkata " aaa..ampun...Ida Batari, hamba ingin kekuatan bisa menghilang dan menidurkan orang dalam waktu singkat."

Lesmana Mandrakumara meminta bantuan ke Batari Durga
Batari Durga heran kenapa Lesmana Mandrakumara tidak meminta kesaktian berupa kekuatan dahsyat ataupun bisa lari secepat kilat. Lesmana Mandrakumara lalu menjawab “ampun....Ida Bataari....hamba hanya ingin bisa membuat orang tidur dengan nyaman dan bisa lelap tanpa harus membangunkannya.”  Batari Durga mengabulkan permintaan Lesmana Mandrakumara. Sang Dewi Kekuatan memberikan aji Sirep dan aji Panglimunan. Setelah mendapatkan kesaktian, Lesmana Mandrakumara berterima kasih dan langsung mohon diri.

Singkat cerita, begitu keluar dari hutan Krendhayana, Lesmana Mandrakumara menuju ke pesanggrahan tempat Pancawala dan Pergiwati berbulan madu. Begitu sampai di sana, ia  merapal mantra aji Sirep. Seketika semua orang tertidur lelap. Bahkan Gatotkaca yang berdiri itu tak kuat menahan kantuk dan akhirnya ia jatuh tertidur. Lesmana Mandrakumara segera memasuki pesanggrahan. Ia mencari-cari kamar mempelai dan begitu ketemu, ia hendak masuk ke kamar itu. Ketika hendak masuk, ia mendapat ide untuk memfitnah Gatotkaca alih-alih menculik Pergiwati. Ia ambil keris Kalanadhah dan langsung memasuki kamar. Ketika sudah di dekat ranjang, Lesmana Mandrakumara menghujamkan keris itu ke dada Pancawala. Pergiwati merasakan badannya basah dan seketika histeris melihat suaminya tewas bersimbah darah dengan keris menancap di dadanya. Pergiwati pun berteriak “ AAAHHH....Bangun Kanda!!.....Tolong!!! Rajapati....Ada Rajapati!!.... Kakanda Pancawal kena rajapati!!” Lesmana Mandrakumara terkejut, segera pergi tanpa ketahuan karena ia sudah mematrapkan aji Panglimunan.

Teriakan histeris Pergiwati memecah keheningan malam itu. Para Pandawa, Prabu Kresna dan Prabu Duryudhana bangun ke tempat kejadian. Gatotkaca pun ikut terbangun dan masuk ke kamar itu. Sambil memeluk putrinya, Arjuna marah sekali kepada Gatotkaca karena tega membunuh saudaranya sendiri. Begitu juga Arya Wrekodara. Ia merasa gagal jadi ayah yang benar. Terlebih lagi Keris Kalanadhah yang diamanatkan kepada Gatotkaca menancap di tubuh korban. Barang bukti sudah sangat jelas ada di tkp. Prabu Duryudhana meminta agar hal ini diusut tuntas “adhi Prabu Yudhistira kau harus usut tuntas semua ini. Walau aku bermusuhan dengan adhi Sena, aku tetap seorang paman dari Pancawala. Aku tidak tega dengan nasib Pancawala yang tewas tanpa tahu apa-apa.” Diadakan pengadilan dadakan dan sesuai kitab hukum pidana, Yudhistira sebagai hakim menjatuhkan vonisnya “aku sebagai hakim mengaggap saudara Gatotkaca bersalah. Gatotkaca harus dihukum atas perbuatannya. Vonis yang sesuai untuk Gatotkaca ialah vonis hukuman mati.....Keputusan ini tidak bisa digugat.” Gatotkaca diseret ke lapangan pesanggrahan untuk dieksekusi. Ketika hendak dihukum mati, Gatotkaca berontak dan berbagai senjata tidak sanggup menghabisinya. Keluarga Pandawa tidak menemukan solusi untuk ini. Gatotkaca benar-benar tedhas tapak palune pandhe, kulitnya benar-benar kebal dan tidak bisa dibunuh. Prabu Duryudhana memberikan pilihan hukuman lain. Gatotkaca harus dihukum buang dengan tangan yang harus diikat rantai baja. Maka dihukumlah Gatotkaca, dibuang ke hutan dengan tangan diborgol dan terikat rantai baja besar di sebatang pohon beringin. Setelah hukuman dilaksanakan, Prabu Duryudhana dan Banowati pamit pulang untuk memberikan kabar duka ini kepada para tetua Hastinapura.

Ketika hendak dilaksanakan ngaben, Prabu Yudhistira dan Dewi Drupadi meminta semua orang agar Prabu Kresna yang pertamakali memeriksa kondisi jasad putranya. Prabu Kresna segera mengeluarkan Cangkok Wijayakusuma dengan mengusap bulu merak di mahkotanya. Ketika bunga itu disapukan ke jasad Pancawala, keajaiban terjadi. Luka Pancawala seketika menutup dan Pancawala hidup kembali menandakan memang belum saatnya ajal datang untuk Pancawala. Kerabat Pandawa pun bahagia karena Pancawala selamat dari maut.

Gatotkaca dan Pergiwa diganggu
Sementara itu di hutan, Pergiwa datang menjenguk Gatotkaca. Gatotkaca berkata " dinda, aku bersumpah atas nama dewa-dewi bukan aku pembunuh kakang Pancawala." " Aku tahu, kakang. Ini bukan salahmu. Ada seseorang yang hendak memfitnah kakang dan dengan fitnah itu, dia akan mendapat keuntungan dari hal ini." Belum selesai perbincangan itu, tiba-tiba Gatotkaca merasa ada yang memukul dan menamparnya sambil tertawa-tawa" Rasakan ini! Terima ini!" Lalu Dewi Pergiwa berteriak ada yang berusaha menarik bajunya. Gatotkaca dan Dewi Pergiwa seketika melihat wujud Raden Lesmana Mandrakumara. Ia tiba-tiba muncul mengejek lalu menghilang dari pandangan. Tiba-tiba Gatotkaca merasa seperti ada yang memukul dari belakang. Ketika ia hendak membalas, Raden Lesmana sudah pergi menjauh.

Kelicikan ini dibayar kontan oleh Batari Durga. Sang dewi merasa telah salah memberikan anugerah. Ia mencabut keampuhan Aji Panglimunan. Kebetulan, datang Abimanyu dan para Punakawan yang ikut menjenguk Gatotkaca. Gatotkaca menjelaskan bahwa penyebab ini semua pasti ulah Lesmana Mandrakumara. Kebetulan mereka datang membawa hewan buruan. Kakek Semar segera memerintahkan Abimanyu dan tiga putrnya menyembelih hewan yang mereka tangkap. Ketika selesai menyembelih hewan buruan itu, darah itu dibuang dan apesnya, darah itu kena ke tubuh Lesmana Mandrakumara. Ajian Panglimunan pun kehilangan dayanya. Gatotkaca segera melepaskan ikatan rantainya dan dengan bantuan Abimanyu, ia segera meringkus musuhnya itu. Raden Lesmana berteriak minta tolong, memanggil-manggil ayah ibunya. Namun tiada guna, yang bersalah sudah tertangkap. Siapa yang memakan lada, akan terkena pedasnya. Begitulah yang harus diterima Lesmana Mandrakumara.

Gatotkaca, Dewi Pergiwa, Raden Abimanyu, dan para panakawan membawa Lesmana Mandrakumara yang terikat dan berlumuran darah kembali ke Kerajaan Amarta. Para Pandawa, dan Prabu Kresna terkejut melihat pemandangan ini. Prabu Duryudhana yang datang lagi bersama para tetua Hastinapura marah-marah melihat anaknya berlumuran darah. Ia menuduh Raden Gatotkaca telah meninggalkan tempat hukuman dan kembali berbuat jahat dengan menyiksa putranya. Pergiwa lalu menjelaskan duduk perkaranya " paman, justru putra paman lah yang sudah menyiksa dan menciptakan fitnah untuk kakang Gatotkaca. Dengan anugerah dari Batari Durga, ia yang melakukan pembunuhan pada kakang Pancawala dengan licik agar suamiku dapat nama yang buruk." Prabu Kresna lalu menerawang lewat kaca Lopian kejadian malam itu. Ternyata benar, Lesmana Mandrakumara yang dengan cara licik menidurkan semua orang di pesanggrahan, mengambil keris Kalanadhah dari Gatotkaca, lalu menusukkannya ke dada Pancawala dan tanpa rasa bersalah, ia segera pergi tanpa bertanggung jawab. Lesmana Mandrakumara tak bisa berkutik lagi. Ia mengatakan yang sebenarnya karena iri pada putra-putra Pandawa. Prabu Duryudhana sangat malu dan ia pun memohon kepada Prabu Yudhistira agar mengampuni putranya. Arya Wrekodara tidak terima dan meminta agar hukum ditegakkan. Prabu Duryudana pun meminta maaf karena putranya telah memfitnah Gatotkaca. Akan tetapi, Arya Wrekodara tidak mau memaafkan karena ia hampir saja membunuh anaknya sendiri gara-gara kejahatan fitnah Lesmana. Namun Pancawala dan Pergiwati datang. Mereka pun mengampuni Lesmana Mandrakumara. Gatotkaca memang sangat marah pada Lesmana tapi ia masih kasihan padanya. "Aku mengampuni tindakan licikmu, Lesmana dengan syarat kau tidak boleh mengganggu dinda Pergiwa ataupun Pergiwati lagi. Jika kau langgar lagi, akan aku pastikan kau tidak akan melihat matahari lagi!" “baik-baik.....aku janji gak akan mengganggu lagi....” Raden Lesmana Mandrakumara pun pergi berlalu diiringi Prabu Duryudhana dan rombongan.

Prabu Duryudhana pamit pulang bersama para tetua dengan perasaan hancur menahan malu. Adipati Karna memohon maaf karena telambat dan baru datang saat sudah hendak pulang. Prabu Duryudhana memaafkannya. Sejenak kemudian, sang raja Hastinapura itu berbisik pada putranya "bagus, putraku. Kau sudah buktikan bahwa kau layak sebagai pewarisku. Aku suka kelicikanmu itu. Kita akan balas penghinaan ini nanti saat perang besar terjadi." Lesmana Mandrakumara semringah lagi bahwa ayahnya sudah mengakuinya ia layak sebagai musuh Pandawa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar