Selasa, 04 April 2023

Bima Kacep (Bimandari Lair)

 Hai para pembaca dan penikmat pewayangan, kisah pewayangan punya sisi terang dan gelap setiap tokoh di dalamnya. Kali ini, penulis akan mengisahkan kilas balik dari sisi gelap salah seorangg anggota Pandawa yakni Arya Wrekodara yang pernah mencumbui seorang dewi kahyangan saat bertapa brata. Tak tanggung-tanggung, yang ia cumbui adalah Batari Durga, isteri Batara Guru bahkan sampai punya anak. Kelak anak hasil percumbuan mereka akan menjadi penolong para Pandawa saat Bharatayudha. Sumber kisah ini yakni tulisan-tulisan yang ada di grup Facebook, blog caritawayang.blogspot.com, https://tokoh pewayanganjawa.blospot.com, dan sumber-sumber lain di internet.

Hari itu  Arya Wrekodara pergi ke Kadipaten Pringpitu, tempat tinggal salah satu dari kadang Braja yakni Arya Prabakesha untuk menjenguk Dewi Bimandari, putrinya yang dirawat oleh Prabakesha di sana ditemani para putranya, Raden Antareja, Raden Gatotkaca, dan Raden Antasena. Para putra Wrekodara terutama Gatotkaca sangat menyayangi adik perempuannya itu. Saking sayangnya, ia bersedia melakukan apapun demi adiknya itu. Di sela-sela mengasuh sang adik, Gatotkaca bertanya pada bapaknya “rama.... ceritakanlah kami kisah bagaimana dinda Bimandari dilahirkan!”  Antareja menyahut “benar, rama. Selama ini kita sangat sayang kepada dinda Bimandari. Tapi kami tau dia ujug-ujug dia sudah ada tanpa brojol dulu. Sudah saatnya kami tahu bagaimana dinda lahir.”  “iya pak...aku yo penasaran bagaimana aku bisa lahir...tolong pak...ceritakan pada aku dan kakang-kakang” tambah Bimandari. Arya Wrekodara tercekat.

Arya Wrekodara menceritakan masa lalunya
Merah padam mukanya dengan mendengar pertanyaan putra dan putrinya itu. Harus dijawab apa pertanyaan itu. Antasena seakan paham kondisi lalu bilang “kakang dan dinda, bapak jangan diberondong terus. Bapak kayaknya terlalu malu kalo menceritakannya disini. Mending kita cari tempat yang nyaman."  Arya Wrekodara membenarkan kata Antasena “ benar, Antasena. Ayo kita cari tempat dulu biar bapak lebih nyaman buat cerita.” Singkat kata, mereka berlima menuju ke hutan Pucangsewu. Sesampainya di sana, Arya Wrekodara mulai bercerita “nah disinilah tempat dindamu, Bimandari lahir. Sebenarnya bapak isin poll buat cerita..... Bagi bapak iki aib, terlalu memalukan buat diceritakan, tapi sudah saatnya kalian harus tahu” Arya Wrekodara lalu bercerita kilas balik :

Sekitar sepuluh tahun yang lalu, Dewi Arimbi merasa kesal hati karena sudah lama suaminya, Arya Wrekodara, belum kembali dari bertapa brata. Ia lalu berbincang dengan adik bungsunya, Arya Kalabendana “adhi Kalabendana aku merencanakan akan mencari kakang Bratasena denganmu. Mau kau ikut denganku?” Arya Kalabendana yang polos menjawab “Ohh tentu..yunda Arimbi. Biar aku serahkan penjagaan di Pringgonadani ke kakang Prabakesha.”  Arya Prabakesha lalu memberikan masukan “Yunda dan adhi sebaiknya bertanya dulu kepada pukulun Batara Guru, tentu Batara Guru lebih tahu nasib kakang Bratasena masih hidup atau mati.” Kalabendana menolak ketika disuruh menghadap Batara Guru sendirian, ia minta Dewi Arimbi ikut serta. Dewi Arimbi setuju. Agar dapat segera sampai, maka Dewi Arimbi didukung oleh Kalabendana dan dibawa terbang. Begitu sampai di kahyangan, Batra Guru juga hendak pergi. Kebetulan sekali, ketika sampai di pintu kahyangan, Batara Guru juga sedang mencari-cari isterinya, Batari Durga. “Maaf, cucuku. Aku pun sedang mencari-cari istriku, dinda Durga. Katanya ia sedang berusaha membangunkan seorang pertapa sakti”. Batara Guru menyarankan Dewi Arimbi dan Kalabendana mencarinya di sekitar hutan Pucangsewu.

Batari Durga yang sedang dicari-cari suaminya itu ternyata sedang melang-lang buana dengan harimau kesayangannya, Sardulamurti. Akhir-akhir ini ia sangat gelisah karena alam menunjukkan tanda-tanda tak baik. Angin berhembus kencang, Bumi gonjang-ganjing langit kolap-kalip, gempa bumi besar terjadi dimana-mana. Hujan es dan salju deras mengguyur membekukan dataran rendah,  pertanda ada seorang yang melakukan tapa brata keras. Ketika sedang berkeliling bersama ajudannya, Dewi Kalikamaya, rupanya sang dewi ksetra (tanah kuburan) menemukan ada seberkas sinar teja (pelangi tegak lurus) di arah hutan Pucangsewu. “Ida Batari, disana ada seberkas cahaya teja, sepertinya orang yang kita cari ada disana”. Batari Durga menyadari sesuatu kalau itulah orang yang dicarinya. “baik, Kalika. Mari kita turun kesana.” Sang batari yang berjuluk Parwati itu segera turun ke sana.

Di Pucangsewu, Arya Wrekodara sedang bertapa dengan jalan tidur, ia berada sendirian. Ia bertapa memohon restu dewata agar kelak saat ada perang besar nanti dapat memenangkan peperangan. Ia telah bertapa selama lima belas hari dan tidak akan berhenti sebelum keinginannya terkabul. Karena telah merasa cukup lama namun belum ada tanda-tanda bahwa permohonannya akan terkabul, ia merasa sedih. Ia semakin kuat bertap brata. Alam semakin bergejolak. Pepohonan tumbang diterpa angin taufan. Hutan dilanda banjir disusul hawa dingin yang membekukan tumbuhan dan air banjir. Di sisi lain hutan, ianya terbakar hingga habis hangus semua. Gempa bumi menggetarkan tanah di Pucangsewu.Karena kuatnya bertapa. Kahyangan sampai tergetar, hal itu berakibat Batari Durga dan para bidadari lainnya terpengaruh. Mereka mencari akal bagaimana mendekatinya. Atas saran Kalikamaya, Batari Durga memberanikan diri menuju tempat sang Bhimasena bertapa. Ratu para Dewi itu akan membangunkannya. Begitu sang dewi menepuk bahunya, Arya Wrekodara terbangun dan mendapati ada wujud isterinya, Dewi Arimbi. Ketika terbangun, ia melihat ada isterinya berkata “kakanda, mari kita pulang dan berasyik masyuk.” Batari Durga dalam wujud itu mengujinya dengan mengajaknya hubungan badan. Namun Arya Wrekodara teguh “tidak, dinda. Aku gak akan bangun sampai para dewa mengabulkan keinginanku.” Arya Wrekodara kembali bertapa brata. Batari Durga tak hilang akal. Sang Batari lalu duduk dan ikut bertapa brata. Ia akan mencoba cara yang dianggapnya sangat ekstrim. Batari Durga akan meruntuhkan iman sang panegak Pandawa itu di alam khayali. Di dalam khayal, Batari Durga masih menyamar sebagai Dewi Arimbi memeluk sang Wrekodara. Pelukan yang sangat meruntuhkan iman dan mengundang birahi.

Perkimpoian Wrekodara dengan Batari Durga
Pertahanan Arya Wrekodara seketika roboh. Mereka langsung berasyik masyuk, menumpahkan segala rasa dan birahi. Bukan sekadar di alam khayali saja, di alam nyata Arya Wrekodara juga memeluk dan bersanggama dengannya. Batari Durga berhasil menghentikan tapa brata Arya Wrekodara namun karena terlalu menikmati perkimpoian itu, sang Dewi Parwati khawatir akan ketahuan suaminya yakni sang Batara Guru. Agar tidak ketahuan, Batari Durga mengumpulkan awan di sekitar tempat itu. Seketika hutan Pucangsewu teruttup kabut yang sangat tebal.

Batara Guru terus mencari-cari isterinya hingga sampai di hutan Pucangsewu. Di sana, ia mendapati hutan Pucangsewu tertutup awan kabut yang luar biasa tebal. Ia segera menyibak awan itu dan betapa terkejutnya sang penghulu para dewa itu mendapati istrinya tengah berasyik masyuk, melakukan hubungan badan dengan Arya Wrekodara. Dengan membawa pusaka Kyai Cis Jaludara, Batara Guru mendekati mereka dan menodongkan senjata pusaka itu agar keduanya berpisah, namun Batari Durga mengalami kesulitan. Ada kekuatan gaib yang membuatnya dan Arya Wrekodara tidak dapat dipisah. Batari Durga mohon bantuan suaminya untuk memisahkan mereka. Tidak ada pilihan lain, pusaka Cis Jaludara itu dilemparkan dan mengenai keduanya, dengan tak disangka-sangka senjata itu menyunat kulup (kulit kemaluan) sang panegak Pandawa bernama asli Raden Bhima itu. Keduanya akhirnya terpisah dan terbangun dari alam khayali. Karena japa mantra dari Batara Guru, kulit kulup Arya Wrekodara yang terpotong berubah jadi senjata pertanian bernama Angking Gobel. Sang Panegak Pandawa merasa malu sekali, demikian pula Batari Durga. Arya Wrekodara minta ampun kepada Batara Guru “ampun, pukulun....aku wis kebablasan...aku janji gak bakal gawe ngunu lagi.” Batara Guru mengampun Arya Wrekodara. Sang Bhima lalu disuruh kembali ke negaranya. Demikian pula istri Batara Guru yang memilik jejuluk Parwati itu kembali ke Setra Gandamayu; sebelum pergi, Batara Guru membuat kandungan isterinya matang dalam sekejap dan iapun melahirkan anak yang dinamakan Dewi Bimadari. Batara Guru berkata “ Wrekodara, aku tak bisa mentolerir perzinahan ini tapi aku berjanji padamu kalau anakmu ini nanti yang akan menolongmu dan para Pandawa saat dalam perang besar Bharatayudha nanti. Ini janji seorang dewa, tak mungkin aku ingkari.” Arya Wrekodara menerima putri kecilnya itu. Ia pun pergi sambil menggendong Bimandari. Pusaka Angking Gobel juga turut dibawa sebagai pusaka baru Amarta.

Batara Guru rupanya juga akan membalas perbuatan Arya Wrekodara. Sekarang ia ganti akan menggoda Dewi Arimbi sebagai bentuk karmapala yang harus ditanggung Arya Wrekodara. Batara Narada mengatakan “duh adahuhai... adhi Guru.... Dewi Arimbi ditinggal Arya Wrekodara sekarang sedang mencari suaminya bersama Kalabendana.” Batara Guru pergi mencarinya, dan agar keinginannya terlaksana ia menggunakan aji Kawrastrawam dan bertukar wujud sebagai Wrekodara, Batara Narada tidak mau tahu. Maka ia memisahkan diri agar Batara Guru dapat menggoda Dewi Arimbi. Kemudian mereka bertemu, Dewi Arimbi didukung oleh Kalabendana.Kalabendana merasa girang sekali ketika melihat Wrekodara (palsu) itu “duh kakang ipar...kemana saja kakang...yunda Arimbi tercari-cari awakmu, kang. Tapi syukurlah kakang baik-baik saja.”. Demikian juga Wrekodara (palsu), ia juga rindu lalu memberitahu agar Kalabendana memisahkan diri “ ya, adhiku...aku sudah kangen dengan yundamu...aku ingin ada waktu pribadi buat kami.”  Kalabendana lalu mohon izin untuk pergi duluan ke Amarta. Ketika melewati sebuah gubuk, Dewi Arimbi tidak sadar bersama Batara Guru yang menyamar merasa telah lama tidak bertemu dengan suaminya berkata “duh kakanda Sena...aku benar-benar kangen awakmu..... ingin sekali rasanya aku berasyik masyuk denganmu. Bolehlah kita lakukan satu ronde saja.” Tanpa pikir panjang, Arya Wrekodara palsu segera melepaskan semua pakaian dan melakukan hal seronok di gubuk asmara. Dengan sangat asyiknya, Arya Wrekodara palsu itu membuat ibu dari Gatotkaca itu merasakan kenikmatan tiada tara sampai ia tak kuat dan akhirnya pingsan dalam kenikmatan duniawi.

Ketika Arya Wrekodara (yang asli) lewat di tempat itu, ia mendapati isteriny sedang berseronok dengan lelaki lain. Perih dan sakit hatinya melihat Dewi Arimbi berasyik masyuk dengan orang lain. Lebih menyakitkannya lagi, orang yang sedang asyik bersenggama itu menyamarkan dirinya sehingga wajah dan postur tubuhnya mirip sekali dengannya. Arya Wrekpdara (asli) melabrak mereka berdua dengan penuh kemarahan “Arimbi!......Bangun....Kau Mengotori Kesucianmu!.” Keduanya terkesiap dan segera berpakaian. Dewi Arimbi segera bangun dan begitu kaget juga herannya mendapati suaminya ada dua orang. Arya Wrekodara gadungan segera menotok titik chakra Dewi Arimbi sehingga ia pingsan untuk kedua kalinya. Kedua Bhima itu lalu bertengkar dan berkelahi. Lama kelamaan Arya Wrekodara palsu tidak dapat menghadapi yang asli, sehingga ia badar kembali sebagai wujud aslinya, yakni Batara Guru. Arya Wrekodara terkejut dan bertanya “Pukulun.....kau benar-benar tega! Iki gak isok tha’ benarkan...... Pukulun sudah melakukan hal yang keji ini pada isteriku.” Dijawab oleh Batara Guru bahwa perbuatannya harus mendapat karmapala. Gigi dibalas gigi, mata dibalas mata. Arya Wrekodara sadar memang dosa harus dibayar kontan. Meskipun ia tidak berkata-kata lagi, ia tetap tidak terima isterinya dijadikan korban kebejatan sang dewa dengan dalih membalas karmaphala. Maka Arya Wrekodara murka dan mewujudkan wujud krodhanya yakni Bhima Bhirawa. Aji Bayu Bajra dipatrapkan secara maksimal. Angin taufan bertiup amat kencang dan seketika angin itu menyatu di kepalan tangan sang Bratasena. Ia lalu mengahntam batu dan batu itu pecah berhamburan dan debunya beterbangan dihembus angin yang muncul. Dengan sekali hantam, angin bertekanan tinggi menerbangkan apa saja. Batara Guru terkesiap dengan kesaktian Arya Wrekodara kalau sudah ngamuk. Ia memohon maaf dan segera kembali ke kahyangan. Arya Wrekodara mereda kemarahannya.

Arya Wrekodara segera menyadarkan isterinya dari pingsan. Entah dengan kekuatan apa, Arya Wrekodara mengembalikan kesuciaan isterinya. Dewi Arimbi bisa terbangun. Namun demi privasinya, Arya Wrekodara membuat isterinya tidak ingat apa-apa selain ia berhubungan senggama dengan suaminya. Ia melihat suaminya menggendong seorang bayi perempuan dan alat pertanian “kanda, ini bayi siapa?” tanya Dewi Arimbi. Arya Wrekodara berkata ‘dinda, iki hasilku tapa brata. Aku mendapat karunia merawat anak ini dan mendapat pusaka ini dengan bayaran merelakan kulupku disunat para dewa. Nama anakku ini Bimandari. Mungkin dengan aku merawat anakku ini ini, keluarga kita akan bisa memenangkan perang besar kelak.” Dewi Arimbi kurang paham maksud sang suami tapi yang jelas Dewi Arimbi bersyukur kalau tapa brata suaminya mendapat jawaban dari para dewa. Sekembalinya ke Amarta, Dewi Arimbi membawa bayi Dewi Bimandari dan menyerahkannya kepada salah satu adiknya, Arya Prabakesha untuk dirawat.

Begitulah Arya Wrekodara selesai menceritakan semuanya bagaimana Bimandari lahir. ketiga putra Arya Wrekodara termangu-mangu mendengat kisah ayah mereka. Tak disangka, adik mereka ini hasil tapa brata bapak mereka dengan dewi kahyangan. Antareja dan Gatotkaca tercekat tak mampu berkata-kata. Hening sejenak terjadi “waduh pak......ini sih bukan aib lagi tapi skandal besar....duh pak...aku gak habis pikir” ujar Antasena. Arya Wrekodara hanya bisa tertunduk malu. Bimandari yang sedari tadi memperhatikan kisah itu sampai menangis di pelukan sang abang, Gatotkaca “duh pak bapak...begitu rupanya kejadian aku bisa lahir.....aib ini kah yang harus ku tanggung......aku gak nyangka kalau bapak bisa berbuat demikan demi kemenangan keluarga kita.” Bimandari menyalahkan dirinya sendiri. Namun sang ayah segera memeluk dan menenangkan putrinya itu. “cup cup, nduk....kelahiranmu memang begini.......walau begitu bapak sangat sayang padamu, nduk...bagi bapak, kamu itu permata buat bapak..” Mereka menyadari ada hikmah dari ini semua. Kelahiran Bimandari memberi harapan akan kemenangan keluarga Pandawa kelak di kemudian hari. Bimandari juga bersyukur bisa dilahirkan ke dunia ini demi kejayaan dan kemenangan keluarganya. Bimandari lalu memeluk erat bapaknya diikuti Antareja, Gatotkaca dan Antasena. Sejak saat itu, Antareja, Gatotkaca, dan Antasena semakin menyayangi adik perempuan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar