Hai para pembaca dan penikmat pewayangan, kisah pewayangan punya sisi terang dan gelap setiap tokoh di dalamnya. Kali ini, penulis akan mengisahkan kilas balik dari sisi gelap salah seorangg anggota Pandawa yakni Arya Wrekodara yang pernah mencumbui seorang dewi kahyangan saat bertapa brata. Tak tanggung-tanggung, yang ia cumbui adalah Batari Durga, isteri Batara Guru bahkan sampai punya anak. Kelak anak hasil percumbuan mereka akan menjadi penolong para Pandawa saat Bharatayudha. Sumber kisah ini yakni tulisan-tulisan yang ada di grup Facebook, blog caritawayang.blogspot.com, https://tokoh pewayanganjawa.blospot.com, dan sumber-sumber lain di internet.
Hari itu Arya Wrekodara pergi ke Kadipaten Pringpitu, tempat tinggal salah satu dari kadang Braja yakni Arya Prabakesha untuk menjenguk Dewi Bimandari, putrinya yang dirawat oleh Prabakesha di sana ditemani para putranya, Raden Antareja, Raden Gatotkaca, dan Raden Antasena. Para putra Wrekodara terutama Gatotkaca sangat menyayangi adik perempuannya itu. Saking sayangnya, ia bersedia melakukan apapun demi adiknya itu. Di sela-sela mengasuh sang adik, Gatotkaca bertanya pada bapaknya “rama.... ceritakanlah kami kisah bagaimana dinda Bimandari dilahirkan!” Antareja menyahut “benar, rama. Selama ini kita sangat sayang kepada dinda Bimandari. Tapi kami tau dia ujug-ujug dia sudah ada tanpa brojol dulu. Sudah saatnya kami tahu bagaimana dinda lahir.” “iya pak...aku yo penasaran bagaimana aku bisa lahir...tolong pak...ceritakan pada aku dan kakang-kakang” tambah Bimandari. Arya Wrekodara tercekat.
Arya Wrekodara menceritakan masa lalunya |
“Sekitar
sepuluh tahun yang lalu, Dewi Arimbi merasa kesal hati karena sudah lama
suaminya, Arya Wrekodara, belum kembali dari bertapa brata. Ia lalu berbincang
dengan adik bungsunya, Arya Kalabendana “adhi Kalabendana aku merencanakan akan
mencari kakang Bratasena denganmu. Mau kau ikut denganku?” Arya Kalabendana
yang polos menjawab “Ohh tentu..yunda Arimbi. Biar aku serahkan penjagaan di
Pringgonadani ke kakang Prabakesha.” Arya
Prabakesha lalu memberikan masukan “Yunda dan adhi sebaiknya bertanya dulu
kepada pukulun Batara Guru, tentu Batara Guru lebih tahu nasib kakang Bratasena
masih hidup atau mati.” Kalabendana menolak ketika disuruh menghadap Batara
Guru sendirian, ia minta Dewi Arimbi ikut serta. Dewi Arimbi setuju. Agar dapat
segera sampai, maka Dewi Arimbi didukung oleh Kalabendana dan dibawa terbang. Begitu
sampai di kahyangan, Batra Guru juga hendak pergi. Kebetulan sekali, ketika
sampai di pintu kahyangan, Batara Guru juga sedang mencari-cari isterinya,
Batari Durga. “Maaf, cucuku. Aku pun sedang mencari-cari istriku, dinda Durga.
Katanya ia sedang berusaha membangunkan seorang pertapa sakti”. Batara Guru
menyarankan Dewi Arimbi dan Kalabendana mencarinya di sekitar hutan Pucangsewu.
Batari Durga yang sedang
dicari-cari suaminya itu ternyata sedang melang-lang buana dengan harimau
kesayangannya, Sardulamurti. Akhir-akhir ini ia sangat gelisah karena alam
menunjukkan tanda-tanda tak baik. Angin berhembus kencang, Bumi gonjang-ganjing
langit kolap-kalip, gempa bumi besar terjadi dimana-mana. Hujan es dan salju
deras mengguyur membekukan dataran rendah, pertanda ada seorang yang melakukan tapa brata
keras. Ketika sedang berkeliling bersama ajudannya, Dewi Kalikamaya, rupanya sang
dewi ksetra (tanah kuburan) menemukan ada seberkas sinar teja (pelangi tegak
lurus) di arah hutan Pucangsewu. “Ida Batari, disana ada seberkas cahaya teja,
sepertinya orang yang kita cari ada disana”. Batari Durga menyadari sesuatu
kalau itulah orang yang dicarinya. “baik, Kalika. Mari kita turun kesana.” Sang
batari yang berjuluk Parwati itu segera turun ke sana.
Di Pucangsewu, Arya Wrekodara sedang bertapa dengan jalan tidur, ia berada sendirian. Ia bertapa memohon restu dewata agar kelak saat ada perang besar nanti dapat memenangkan peperangan. Ia telah bertapa selama lima belas hari dan tidak akan berhenti sebelum keinginannya terkabul. Karena telah merasa cukup lama namun belum ada tanda-tanda bahwa permohonannya akan terkabul, ia merasa sedih. Ia semakin kuat bertap brata. Alam semakin bergejolak. Pepohonan tumbang diterpa angin taufan. Hutan dilanda banjir disusul hawa dingin yang membekukan tumbuhan dan air banjir. Di sisi lain hutan, ianya terbakar hingga habis hangus semua. Gempa bumi menggetarkan tanah di Pucangsewu.Karena kuatnya bertapa. Kahyangan sampai tergetar, hal itu berakibat Batari Durga dan para bidadari lainnya terpengaruh. Mereka mencari akal bagaimana mendekatinya. Atas saran Kalikamaya, Batari Durga memberanikan diri menuju tempat sang Bhimasena bertapa. Ratu para Dewi itu akan membangunkannya. Begitu sang dewi menepuk bahunya, Arya Wrekodara terbangun dan mendapati ada wujud isterinya, Dewi Arimbi. Ketika terbangun, ia melihat ada isterinya berkata “kakanda, mari kita pulang dan berasyik masyuk.” Batari Durga dalam wujud itu mengujinya dengan mengajaknya hubungan badan. Namun Arya Wrekodara teguh “tidak, dinda. Aku gak akan bangun sampai para dewa mengabulkan keinginanku.” Arya Wrekodara kembali bertapa brata. Batari Durga tak hilang akal. Sang Batari lalu duduk dan ikut bertapa brata. Ia akan mencoba cara yang dianggapnya sangat ekstrim. Batari Durga akan meruntuhkan iman sang panegak Pandawa itu di alam khayali. Di dalam khayal, Batari Durga masih menyamar sebagai Dewi Arimbi memeluk sang Wrekodara. Pelukan yang sangat meruntuhkan iman dan mengundang birahi.
Perkimpoian Wrekodara dengan Batari Durga |
Batara Guru terus mencari-cari isterinya hingga sampai di hutan Pucangsewu. Di sana, ia mendapati hutan
Pucangsewu tertutup awan kabut yang luar biasa tebal. Ia segera menyibak awan
itu dan betapa terkejutnya sang penghulu para dewa itu mendapati istrinya
tengah berasyik masyuk, melakukan hubungan badan dengan Arya Wrekodara. Dengan
membawa pusaka Kyai Cis Jaludara, Batara Guru mendekati mereka dan menodongkan
senjata pusaka itu agar keduanya berpisah, namun Batari Durga mengalami kesulitan.
Ada kekuatan gaib yang membuatnya dan Arya Wrekodara tidak dapat dipisah. Batari
Durga mohon bantuan suaminya untuk memisahkan mereka. Tidak ada pilihan lain, pusaka
Cis Jaludara itu dilemparkan dan mengenai keduanya, dengan tak disangka-sangka
senjata itu menyunat kulup (kulit kemaluan) sang panegak Pandawa bernama asli
Raden Bhima itu. Keduanya akhirnya terpisah dan terbangun dari alam khayali. Karena
japa mantra dari Batara Guru, kulit kulup Arya Wrekodara yang terpotong berubah
jadi senjata pertanian bernama Angking Gobel. Sang Panegak Pandawa merasa malu
sekali, demikian pula Batari Durga. Arya Wrekodara minta ampun kepada Batara
Guru “ampun, pukulun....aku wis kebablasan...aku janji gak bakal gawe ngunu
lagi.” Batara Guru mengampun Arya Wrekodara. Sang Bhima lalu disuruh kembali ke
negaranya. Demikian pula istri Batara Guru yang memilik jejuluk Parwati itu
kembali ke Setra Gandamayu; sebelum pergi, Batara Guru membuat kandungan
isterinya matang dalam sekejap dan iapun melahirkan anak yang dinamakan Dewi
Bimadari. Batara Guru berkata “ Wrekodara, aku tak bisa mentolerir perzinahan
ini tapi aku berjanji padamu kalau anakmu ini nanti yang akan menolongmu dan
para Pandawa saat dalam perang besar Bharatayudha nanti. Ini janji seorang
dewa, tak mungkin aku ingkari.” Arya Wrekodara menerima putri kecilnya itu. Ia
pun pergi sambil menggendong Bimandari. Pusaka Angking Gobel juga turut dibawa
sebagai pusaka baru Amarta.
Batara Guru rupanya juga
akan membalas perbuatan Arya Wrekodara. Sekarang ia ganti akan menggoda Dewi
Arimbi sebagai bentuk karmapala yang harus ditanggung Arya Wrekodara. Batara
Narada mengatakan “duh adahuhai... adhi Guru.... Dewi Arimbi ditinggal Arya
Wrekodara sekarang sedang mencari suaminya bersama Kalabendana.” Batara Guru pergi
mencarinya, dan agar keinginannya terlaksana ia menggunakan aji Kawrastrawam
dan bertukar wujud sebagai Wrekodara, Batara Narada tidak mau tahu. Maka ia memisahkan
diri agar Batara Guru dapat menggoda Dewi Arimbi. Kemudian mereka bertemu, Dewi
Arimbi didukung oleh Kalabendana.Kalabendana merasa girang sekali ketika
melihat Wrekodara (palsu) itu “duh kakang ipar...kemana saja kakang...yunda
Arimbi tercari-cari awakmu, kang. Tapi syukurlah kakang baik-baik saja.”.
Demikian juga Wrekodara (palsu), ia juga rindu lalu memberitahu agar
Kalabendana memisahkan diri “ ya, adhiku...aku sudah kangen dengan
yundamu...aku ingin ada waktu pribadi buat kami.” Kalabendana lalu mohon izin untuk pergi duluan
ke Amarta. Ketika melewati sebuah gubuk, Dewi Arimbi tidak sadar bersama Batara
Guru yang menyamar merasa telah lama tidak bertemu dengan suaminya berkata “duh
kakanda Sena...aku benar-benar kangen awakmu..... ingin sekali rasanya aku berasyik
masyuk denganmu. Bolehlah kita lakukan satu ronde saja.” Tanpa pikir panjang, Arya
Wrekodara palsu segera melepaskan semua pakaian dan melakukan hal seronok di
gubuk asmara. Dengan sangat asyiknya, Arya Wrekodara palsu itu membuat ibu dari
Gatotkaca itu merasakan kenikmatan tiada tara sampai ia tak kuat dan akhirnya pingsan
dalam kenikmatan duniawi.
Ketika Arya Wrekodara
(yang asli) lewat di tempat itu, ia mendapati isteriny sedang berseronok dengan
lelaki lain. Perih dan sakit hatinya melihat Dewi Arimbi berasyik masyuk dengan
orang lain. Lebih menyakitkannya lagi, orang yang sedang asyik bersenggama itu menyamarkan
dirinya sehingga wajah dan postur tubuhnya mirip sekali dengannya. Arya
Wrekpdara (asli) melabrak mereka berdua dengan penuh kemarahan “Arimbi!......Bangun....Kau
Mengotori Kesucianmu!.” Keduanya terkesiap dan segera berpakaian. Dewi Arimbi segera
bangun dan begitu kaget juga herannya mendapati suaminya ada dua orang. Arya
Wrekodara gadungan segera menotok titik chakra Dewi Arimbi sehingga ia pingsan untuk
kedua kalinya. Kedua Bhima itu lalu bertengkar dan berkelahi. Lama kelamaan Arya
Wrekodara palsu tidak dapat menghadapi yang asli, sehingga ia badar kembali sebagai
wujud aslinya, yakni Batara Guru. Arya Wrekodara terkejut dan bertanya “Pukulun.....kau
benar-benar tega! Iki gak isok tha’ benarkan...... Pukulun sudah melakukan hal
yang keji ini pada isteriku.” Dijawab oleh Batara Guru bahwa perbuatannya harus
mendapat karmapala. Gigi dibalas gigi, mata dibalas mata. Arya Wrekodara sadar memang
dosa harus dibayar kontan. Meskipun ia tidak berkata-kata lagi, ia tetap tidak
terima isterinya dijadikan korban kebejatan sang dewa dengan dalih membalas
karmaphala. Maka Arya Wrekodara murka dan mewujudkan wujud krodhanya yakni
Bhima Bhirawa. Aji Bayu Bajra dipatrapkan secara maksimal. Angin taufan bertiup
amat kencang dan seketika angin itu menyatu di kepalan tangan sang Bratasena. Ia
lalu mengahntam batu dan batu itu pecah berhamburan dan debunya beterbangan
dihembus angin yang muncul. Dengan sekali hantam, angin bertekanan tinggi
menerbangkan apa saja. Batara Guru terkesiap dengan kesaktian Arya Wrekodara
kalau sudah ngamuk. Ia memohon maaf dan segera kembali ke kahyangan. Arya
Wrekodara mereda kemarahannya.
Arya Wrekodara segera
menyadarkan isterinya dari pingsan. Entah dengan kekuatan apa, Arya Wrekodara
mengembalikan kesuciaan isterinya. Dewi Arimbi bisa terbangun. Namun demi
privasinya, Arya Wrekodara membuat isterinya tidak ingat apa-apa selain ia
berhubungan senggama dengan suaminya. Ia melihat suaminya menggendong seorang bayi
perempuan dan alat pertanian “kanda, ini bayi siapa?” tanya Dewi Arimbi. Arya
Wrekodara berkata ‘dinda, iki hasilku tapa brata. Aku mendapat karunia merawat
anak ini dan mendapat pusaka ini dengan bayaran merelakan kulupku disunat para
dewa. Nama anakku ini Bimandari. Mungkin dengan aku merawat anakku ini ini, keluarga
kita akan bisa memenangkan perang besar kelak.” Dewi Arimbi kurang paham maksud
sang suami tapi yang jelas Dewi Arimbi bersyukur kalau tapa brata suaminya
mendapat jawaban dari para dewa. Sekembalinya ke Amarta, Dewi Arimbi membawa
bayi Dewi Bimandari dan menyerahkannya kepada salah satu adiknya, Arya
Prabakesha untuk dirawat.”
Begitulah Arya Wrekodara selesai
menceritakan semuanya bagaimana Bimandari lahir. ketiga putra Arya Wrekodara
termangu-mangu mendengat kisah ayah mereka. Tak disangka, adik mereka ini hasil
tapa brata bapak mereka dengan dewi kahyangan. Antareja dan Gatotkaca tercekat tak
mampu berkata-kata. Hening sejenak terjadi “waduh pak......ini sih bukan aib
lagi tapi skandal besar....duh pak...aku gak habis pikir” ujar Antasena. Arya
Wrekodara hanya bisa tertunduk malu. Bimandari yang sedari tadi memperhatikan kisah
itu sampai menangis di pelukan sang abang, Gatotkaca “duh pak bapak...begitu rupanya
kejadian aku bisa lahir.....aib ini kah yang harus ku tanggung......aku gak
nyangka kalau bapak bisa berbuat demikan demi kemenangan keluarga kita.” Bimandari
menyalahkan dirinya sendiri. Namun sang ayah segera memeluk dan menenangkan
putrinya itu. “cup cup, nduk....kelahiranmu memang begini.......walau begitu
bapak sangat sayang padamu, nduk...bagi bapak, kamu itu permata buat bapak..” Mereka
menyadari ada hikmah dari ini semua. Kelahiran Bimandari memberi harapan akan
kemenangan keluarga Pandawa kelak di kemudian hari. Bimandari juga bersyukur
bisa dilahirkan ke dunia ini demi kejayaan dan kemenangan keluarganya. Bimandari
lalu memeluk erat bapaknya diikuti Antareja, Gatotkaca dan Antasena. Sejak saat
itu, Antareja, Gatotkaca, dan Antasena semakin menyayangi adik perempuan
mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar