Sabtu, 24 Agustus 2019

Kresna Pujangga


Salam para pembaca, semoga pembaca mendapatkan rahmat dari Yang Maha Kuasa. Kali ini penulis akan mengisahkan perjuangan Prabu Kresna untuk merebut kembali negara Dwarawati dari tangan Prabu Narasingamurti. Kisah ini juga menceritakan pernikahan Prabu Kresna dengan Dewi Setyaboma dan kedatangan Resi Hanoman Mayangkara ke pulau Jawa untuk mengabdi pada Prabu Kresna. Kisah ini menggabungkan lakon Alap-alapan Setyaboma dan lakon Wahyu Purbasejati. Sumber kisah ini berasal dari kitab Pustakaraja Purwa karya Ngabehi Ranggawarsita dan blog albumkisahwayang.blogspot.com dengan pengubahan dan pengembangan seperlunya.
Pada suatu hari, permaisuri negeri Mandura yaitu Dewi Erawati sedang sakit karena habis melahirkan putra pertamanya dengan sang suami yaitu Raden Wisatha. Sudah banyak tabib dan dukun mengobati namun belum ada satupun obat yang manjur. Di saat yang sama, Kerajaan Dwarawati diserang seorang yang datang dari negeri seberang bernama Narasingamurti. Dia datang bersama patihnya, Singamundarang. Dengan kesaktiannya yang tak bisa dilukai senjata biasa dan bantuan ki Togog Tejamantri yang tak lain adalah kakak Ki Lurah Semar, Narasingamurti dan Singamundarang membuat pasukan Narayani kucar-kacir. Prabu Kresna, dan patih Udawa beserta setengah pasukan Narayani segera melarikan diri mencari suaka di Mandura. Sementara itu, para permaisuri Prabu Kresna, Dewi Jembawati dan Dewi Rukmini diungsikan ke kampung halaman mereka. Dewi Rukmini diungsikan ke Kumbinapuri sedangkan Dewi Jembawati yang sedang mengandung diungsikan ke padepokan Gandamadana. Patih Udawa kemudian bertanya pada sang adik sekaligus junjungannya itu “adhi prabu, kenapa kau malah memerintahkan para pasukan mundur? Kau kan titisan sang Wisnu yang punya senjata Cakra Widaksana yang sakti.” “kakang Patih, aku memilih mundur karena aku sudah mendapatkan firasat kalau kita tak akan menang hari ini. Para dewa memberi firasat kalau kedua orang dari negeri seberang itu hanya bisa kalah dengan  senjata tak biasa.” Patih Udawa mengerti alasan itu dan segera bertandang ke Mandura.
Sementara itu di kerajaan Dwarawati yang telah diduduki , Prabu Narasingamurti mendapat mimpi bertemu dan menikahi Dewi Setyaboma, putri sulung Prabu Setyajid. Prabu Narasingamurti kemudian bertanya pada Ki Togog “Anak prabu, Dewi Setyaboma itu salah satu putri kebanggaan Wangsa Yadawa. Menurut pepesten dewata, Dewi Setyaboma digariskan berjodoh dengan Prabu Kresna, raja negeri ini yang barusan kau usir dan kau ambil negaranya. Anak prabu, jangan pernah main-main dengan Prabu Kresna. Walaupun hari ini dia berhasil kau usir, tapi suatu saat dia akan kembali dan merebut kembali negerinya.” Namun Prabu Narasingamurti tak mengindahakan ki Togog dan tetap bersikeras ingin menikahi Dewi Setyaboma. Lalu dia memanggil patihnya, Singamundarang “Singamundarang, aku perintahkan kau untuk mendapatkan Dewi Setyaboma bagaimanapun caranya. Culik saja kalau perlu.” “perinta kanda Prabu adalah kehormatan bagiku” patih Singamundarang segera bertolak ke Lesanpura.
Di Mandura, Dewi Erawati yang sedang terbaring sakit segera diobati oleh Prabu Kresna. Berbagai tanaman herbal pilihan dan tentu saja, percikan air Cangkok Wijayakusuma diramu lalu diberikan kepada Dewi Erawati. Setelah beberapa jam, Dewi Erawati sembuh. Di saat yang sama, Dewi Setyaboma dan Arya Setyaki baru datang ke Mandura untuk menjenguk Dewi Erawati dan keponakan mereka yang baru lahir. Mereka hanya diizinkan menjenguk selama satu hari saja oleh ayah mereka karena Dewi Setyaboma harus menjawab lamaran dari Resi Dorna. Prabu Kresna dan Prabu Baladewa sudah mendengar kabar bahwa Resi Dorna ingin melamarkan Prabu Anom Suyudana dengan Dewi Setyaboma. Dalam hati yang paling dalam, Prabu Kresna jatuh hati pada Dewi Setyaboma ditambah lagi Dewi Jembawati berpesan pada sang suami bahwa dia ingin menjadikan Dewi Setyaboma sebagai madunya. Sehinggalah Prabu Kresna meminta bantuan sang kakak “kakang prabu Balarama, aku butuh bantuanmu. Tolong buat adhi Setyaki sibuk. Ulur waktu sepanjang mungkin. Aku ingin bicara dengan Dinda Setyaboma.” Prabu Baladewa mengerti dan mengabulkan permintaan adiknya itu. Prabu Baladewa memepersilakan Dewi Setyaboma masuk ke kamar istrinya sedangkan Arya Setyaki diajak oleh Prabu Baladewa untuk minum-minum. Di saat yang sama, Dewi Bratajaya membawa Dewi Erawati yang asli ke taman dan Prabu Kresna menyamar menjadi Dewi Erawati yang sedang sakit.
Di ruang makan, Arya Setyaki benar-benar dijamu dengan makanan dan minuman serba enak. Oleh Prabu Baladewa, dia disodori air legen khas Mandura “adhi Setyaki, minumlah ini. Ini legen khas negara Mandura. Enak banget rasanya. Bisa meningkatkan tenagamu setelah berjalan seharian.” Tanpa curiga, Arya Setyaki meminum air legen itu. Setelah Arya Setyaki meminumnya, kepalaya mulai pusing dan dia minta nambah lagi. Semakin ditambah, tubuhnya semakin limbung dan dia mulai meracau-racau tak keruan. Rupanya air legen yang diminum oleh Arya Setyaki telah dicampur dengan tuak berkadar tinggi. Prabu Baladewa yang juga ikut meminumnya justru tidak mabuk karena pengaruh aji Balabadra di tubuhnya yang membuatnya mampu menetralkan segala racun dan minuman keras. Akhirnya, Arya Setyaki mulai sadar bahwa dirinya dialihkan perhatiannya. Kemudian dia segera duduk bersemedi, mengheningkan segala cipta untuk membersihkan dan memusnahkan pengaruh tuak itu dari dalam darahnya. Di saat Prabu Baladewa lengah, Arya Setyaki segera melarikan diri untuk menyusul kakaknya di kamar Dewi Erawati. Prabu Baladewa sadar bahwa Arya Setyaki telah kabur segera mengejarnya.
Didalam kamar, Dewi Setyaboma melihat Dewi Erawati yang sedang berbaring lemah. Dewi Erawati tiba-tiba duduk dan berkata bahwa kesembuhannya itu hanya dengan kedatangan Dewi Setyaboma. Seketika Dewi Setyaboma merasa gembira namun dia harus segera pergi menjawab lamaran Resi Dorna. Dewi Erawati palsu kemudian berkata “ Adhi Setyaboma, aku tahu kau bimbang karena lamaran Resi Dorna tapi kau sendiri sudah memilih pasanganmu sendiri. Dia sedang mencari suaka disini.” Dengan wajah malu-malu, Dewi Setyaboma mengutarakan isi hatinya “hah? Maksud kakang mbok, kakang Narayana? Prabu Kresna? Sebenaranya aku juga jatuh hati pada kakang Prabu Kresna sejak lama tapi itu mana mungkin? Dia sudah beristri tiga. Aku tak ingin menyakiti hati Yunda Dewi Radha, Dewi Jembawati dan Dewi Rukmini.” “tidak apa. Aku mendengar dari adhi Prabu Kresna bahwa adhi Jembawati dan Rukmini sudah setuju. Niat adhi prabu juga bukan untuk mengumbar nafsu tapi untuk menyatukan para titisan Dewi Sri Laksmi. Sekarang aku bertanya. Siapa yang akan kau pilih, adhi Prabu anom Suyudana atau adhi Prabu Kresna?” dengan wajah memerah padam menahan malu, Dewi Setyaboma menjawab bahwa dia menjatuhkan pilihannya pada Prabu Kresna tapi ia berkata ia ingin melihat sang pujaan hati sebagai Brandal Gowinda. Secara gaib, tiba-tiba muncul asap dan asap itu memunculkan bayangan Dewi Radha, Rukmini, dan Jembawati. “Dinda Setyaboma, aku dan yunda Radha merestui kakang Kresna menikahimu karena kamiyang memintanya sendiri” “aku pun sama dengan kakak Jembawati, semoga Sanghyang Widhi menyatukan kita bertiga.” Saat Dewi Setyaboma menoleh, Dewi Erawati sudah menghilang dan berubah kembali menjadi Prabu Kresna yang berpakaian sebagai Brandal Gowinda. Dewi Setyaboma kemudian memeluk Prabu Kresna. Tak dinyana, Arya Setyaki masuk ke kamar dan menyaksikan kakaknya berpelukan dengan Brandal Gowinda. Arya Setyaki menyadari kalau Brandal Gowinda sebenarnya adalah wujud penyamaran Prabu Kresna. Ia kemudian marah-marah namun Brandal Gowinda berkata “Setyaki, hentikan kemarahanmu. Aku mencintai kakakmu dan aku ingin menikahinya dengan cara baik-baik.” “ehh bukan begitu, Gowinda. Aku sendiri bahagia bila kakang mbok bisa bahagia dan aku menjadi iparmu tapi Resi Dorna juga melamarnya untuk dinikahkan pada Prabu Anom Suyudana dan karena sekarang pelamar ada dua, aku akan membuat sayembara tanding.” Karena sudah menemukan jalan tengah atas masalah perjodohan Setyaboma, Arya Setyaki dan Dewi Setyaboma segera memohon diri untuk pulang ke Lesanpura lebih dulu. Sementara itu, Prabu Baladewa, Patih Udawa dan Brandal Gowinda ikut bertandang ke Lesanpura belakangan.
Di kerajaan Lesanpura, Resi Dorna bersama Prabu Anom Suyudana dan para Kurawa telah menunggu. Begitu Arya Setyaki dan rombongan datang, Arya Setyaki mengutarakan niatnya untuk melakukan sayembara tanding karena Prabu Kresna juga ingin melamar kakaknya itu. Prabu Setyajid setuju lalu mengabarkan ini pada Resi Dorna. Setelah mendapat kabar itu dan berembug cukup lama, Prabu Anom Suyudana tak keberatan bila diadakan sayembara tanding. Karena kedua belah pihak setuju maka sayembara bisa digelar. Gelanggang pun digelar. Begitu gelanggang selesai digelar, Arya Setyaki naik gelanggang dan menantang Resi Dorna. Resi Dorna kemudian mengeluarkan jurus-jurus andalannya namun semua itu telah berhasil dipatahkan oleh Arya Setyaki. Kemudian Arya Dursasana maju mewakili gurunya itu. Walaupun badannya kecil, Arya Setyaki mampu mengalahkan Arya Dursasana dalam beberapa gebrak saja. Satu persatu Kurawa mulai dari Prabu Anom Suyudana sendiri, Arya Kartamarma, Arya Durmagati, Raden Wikarna, Arya Durjaya, Arya Durmukha, Arya Carucitra semuanya tak mampu mengalahkan Arya Setyaki, sang pangeran Lesanpura.
Kebetulan pula, Raden Permadi datang bersama para Punakawan untuk berkunjung ke Lesanpura. Dia berkunjung karena mendengar ada suara riuh dari alun-alun kotaraja. Resi Dorna yang mengetahui itu menyambut kedatangan murid kinasihnya itu. “ohh Permadi, kebetulan sekali. Apa kau datang untuk melamar Setyaboma?” “Tidak, guru. Aku hanya ingin menonton saja.” Gayung pun bersambut, Resi Dorna meminta Permadi untuk mewakilinya bertanding dengan Setyaki. Raden Permadi merasa tak enak hati bila harus bertanding dengan muridnya namun perintah sang guru tak bisa ditolaknya. Maka, Raden Permadi pun naik gelanggang menantang Setyaki. Walaupun harus melawan gurunya sendiri, Arya Setyaki tetap melawan Raden Permadi tanpa rasa segan lagi. Setelah sekian lama bertarung tak ada satupun yang kalah ataupun menang, Raden Permadi mengeluarkan ajian Sepiangin. Arya Setyaki juga tak mau kalah. Dia mengeluarkan ajian Singamulangjaya yang mampu membuat suara teriakan sekeras dua ribu harimau dan singa yang mengaum bersamaan. Suara teriakan Arya Setyaki berubah mengelegar bagai halilintar. Para penonton sayembara menutup telinga mereka kuat-kuat karena tak mampu menahan suara yang sedemikian kerasnya. Saking kuatnya, Keraton Lesanpura berguncang hebat dan kaca-kaca jendela pun pecah. Bahkan gelombang kejutnya saja membuat hewan-hewan di hutan yang jauh dari kotaraja menjadi ketakutan dan tak sedikit yang pingsan. Akibat dari teriakan itu, Raden Permadi kehilangan konsentrasi dan ajian Sepiangin yang dipatrapkannya menjadi buyar. Karena tak kuat lagi dengan ajian teriakan maut yang dikeluarkan muridnya itu, Raden Permadi menyerah kalah. Melihat jago gurunya kalah, Prabu Anom Suyudana kecewa dan marah-marah ingin menculik paksa Dewi Setyaboma. Namun Resi Dorna menyabarkan Suyudana dan menyarankannya untuk legawa, ikhlas dengan kekalahan. Karena merasa sudah tak ada urusan lagi di Lesanpura, Prabu Anom Suyudana, Resi Dorna dan para Kurawa mohon diri untuk kembali ke Hastinapura.
Bersamaan dengan itu, Brandal Gowinda dan rombongan telah tiba di Lesanpura. Arya Setyaki menyambut mereka. Dirinya melihat Raden Permadi yang terduduk di pinggir gelanggang di temani para punakawan dan nampak seperti orang linglung. Ketika ditanyai, Raden Permadi tak mau menjawab. Lalu, Brandal Gowinda mengeluarkan Cangkok Wijayakusuma dan mengusapkannya ke tubuh Permadi. Raden Permadi seketika sembuh dan mau bercerita “kakang Madawa, jangan melawan muridku. Ajian yang dikeluarkannya terlalu kuat. Aku pun hampir mati karenanya.” Arya Setyaki kemudian minta maaf karena hampir membuat sang guru celaka. Raden Permadi memaafkannya namun tetap memohon pada Madhawa untuk tidak melawan Setyaki. Prabu Kresna meyakinkan Permadi bahwa dia tak akan kalah “ adhi Parta, tenanglah. Heningkan pikiranmu. Aku yakin tak akan kalah dari adhi Setyaki.” Setelah memberi hormat, pertandingan antara Arya Setyaki melawan Prabu Kresna dimulai. Pertandingan berlangsung cukup sengit namun lama kelamaan Arya Setyaki terdesak. Akhirnya Arya Setyaki menggunakan Ajian Singamulangjaya lagi. Teriakan Arya Setyaki sangat kuat memekakkan telinga bahkan membuat dua titisan batara Wisnu menjadi kewalahan karenanya. Namun Permadi memilih menyerah sedangkan Gowinda tidak. Brandal Gowinda kemudian meraba panah Aji Kesawa dan berubah menjadi raksasa. Kaki raksasa jelmaan Gowinda bergerak dan menghentak gelanggang hingga roboh. Akibatnya, Arya Setyaki hilang fokus dan ajian Singamulangjaya yang mengenai kaki raksasa itu menjadi berbalik menyerang Setyaki. Setyaki terkena ajiannya sendiri dan akhirnya menyerah kalah. Seketika, raksasa itu kembali ke wujud Brandal Gowinda lagi. Arya Setyaki yang kupingnya hampir tuli karena ajiannya sendiri itu kemudian disembuhkan sang Madhawa. Setelah sembuh, Arya Setyaki menyatakan bahawa Brandal Gowinda adalah pemenang sayembara tanding. Prabu Setyajid turun dan mengumumkan putrinya akan menikah dengan Brandal Gowinda. Hari itu juga Brandal Gowinda membabar jatidirinya yakni kembali sebagai Prabu Kresna. Kagetlah Prabu Setyajid, selama ini ia tidak mengenali keponakannya sendiri dan sudah melupakan janjinya untuk menjodohkan putrinya degan Gowinda. Ia minta maaf, namun Prabu Kresna memaafkannya. Namun terdengar suara jeritan minta tolong “ Tolong! Tolong aku, kakang!” ketika menoleh, Dewi Setyaboma diculik oleh Patih Singamundarang dan dibawa lari menuju ke arah Dwarawati.
Ketika hendak mengejarnya, muncul suara dari langit “Kresna, sebagai titisan Wisnu, kau sudah melakukan beberapa hal untuk menekan angkara. Kelak tugasmu akan semakin berat. Aku sudah mendengar bahwa negerimu telah direbut Narasingamurti dan Singamundarang. Untuk memerdekakan negerimu kembali, para penjajah itu harus dengan dikalahkan dengan beberapa benda tak biasa. Aku akan memberikan beberapa benda pusaka yang mampu membuat mereka kalah.” Tiba-tiba dari langit, meluncur sebuah kereta kencana yang ditarik empat ekor kuda berbeda warna, sebuah terompet kerang, dan sebuah cermin. Suara dari langit yang tak lain adalah Batara Guru itu menjelaskan kereta kencana itu bernama Kereta Jaladara. Kereta itu adalah hasil karya para dewa, terbuat dari baja pilihan tahan karat dan dilapisi emas. Kuda-kudanya juga kuda pilihan dewata. Kuda berwarna hitam bernama Ciptawalaha dari Mandala Samali ( benua utara) mampu tembus bumi membawa seluruh rombongan. Kuda yang putih bernama Sonyasakti berasal dari Mandala Masriki (benua timur), mampu berjalan dan menyelam ke dalam air membawa seluruh rombongan. Kuda yang merah bernama Abrapuspa berasal dari Mandala Janubi (benua selatan), mampu masuk dan berjalan ke dalam kobaran api membawa seluruh rombongan dn kuda yang kuning bernama Abrasukanta berasal dari Mandala Garibi (benua barat), mampu terbang ke angkasa membawa seluruh rombangan.
Pusaka-pusaka untuk Prabu Kresna
Lalu Batara Guru berkata “ terompet kerang itu bernama Sangkakala Pancajanya. Terompet ini adalah terompet pusakamu sebagai Wisnu. Bila kau tiup sekali, maka akan mendatangkan mendung gelap dan sambaran halilintar yang mengganggu penglihatan. Bila ditiup dua kali, akan mampu mendatangkan kobaran api di langit dan di bumi. Bila ditiup tiga kali, mampu memunculkan angin topan dan badai yang sangat kencang. Bila ditiup empat kali, maka akan mendatangkan hujan lebat dan air bah. Bila ditiup lima kali, mampu mendatangkan guncangan gempa dahsyat dan bila setelah hitungan masih tetap ditiup, maka gabungan semua malapetaka itu akan menimpa siapa saja yang terkena suara terompet itu. Pusaka terakhir yang berupa cermin itu bernama Kaca Lopian. Dengan kaca itu kau bisa melihat apa saja yang ada dan apa yang terjadi di Marcapada, Mayapada bahkan kahyangan sekalipun.” Prabu Kresna berterima kasih sekali pada suara dari langit itu. Ketika melihat kaca Lopian, Prabu Kresna melihat Dewi Setyaboma sedang dirayu oleh Prabu Narasingamurti dan patih Singamundarang. Mereka semua segera naik ke kereta Jaladara dan Raden Permadi menjadi kusirnya. Segeralah Prabu Kresna berangkat ke Dwarawati untuk membebaskan sang calon istri dan merebut kembali negerinya. Kereta pun melesat dengan cepatnya lalu melayang ke angkasa.
Sementara itu, di pulau Sailan, Hanoman si wanara berbulu putih yang sudah berada di puncak gunung Ungrungan selama ratusan tahun atas perintah Sri Rama untuk menjaga batu Sondara-Sondari tetap menghimpit jiwa Prabu Rahwana yang terkurung agar tak keluar ke alam Marcapada membuat kekacauan telah kecolongan. Jiwa Prabu Rahwana terlepas dari kurungan Sondara-Sondari dan berkeliaran mencari titisan Dewi Sri Laksmi. Karena merasa berdosa, Hanoman hendak bunuh diri, namun itu semua dicegah oleh Batara Narada “Helah dalah Hanoman, jangan lakukan tindakan bodoh itu. kalau kau bunuh diri sekarang, Rahwana akan merajalela lagi. Aku tahu dimana keberadaan Rahwana. Dia sekarang berada di pulau bernama Jawadwipa. Pulau itu di selatan samudera ini. Pergilah kesana dan mulai sekarang sembari menjaga Rahwana, mengabdilah pula pada seorang raja titisan junjunganmu. Namanya Prabu Kresna.” “Baik, Narada. Aku akan segera berangkat.” Sebelum berangkat, batu Sondara-Sondari diubah wujudnya oleh Batara Narada menjadi kendi ajaib. Dengan Aji Sepiangin warisan dari Batara Guru, Hanoman terbang melintasi Laut Kidul dan melompati gumpalan-gumpalan awan.
Di kerajaan Dwarawati, Prabu Narasingamurti dan Patih Singamundarang mencoba untuk merayu Dewi Setyaboma. Namun Dewi Setyaboma menolak rayuan mereka. Karena nafsu sudah diujung ubun-ubun, mereka hendak memperkosa sang putri Lesanpura itu. Dewi Setyaboma berusaha kabur keluar keraton Dwarawati. Ketika sampai didepan pintu gerbang, tiba-tiba langit mendung hitam dan halilintar saling sambar menyambar. Ketika melihat samar-samar ada sebuah kereta kencana meluncur turun dari langit. Di lihatnya wajah Prabu Kresna, Raden permadi, Arya Setyaki dan Prabu Baladewa diatas kereta.
Kresna melawan Narasingamurti
Kereta pun turun dan membukakan pintu untuk Dewi Setyaboma. Kereta pun kembali bergerak. Prabu Narasingamurti dan Patih Singamundarang kemudian menggunakan ajian terbangnya dan berperang di angkasa. Adu pedang tak terelakkan. Lalu, Prabu Kresna meniup Sangkakala Pancajanya enam kali. Alhasil hujan badai, kegelapan, angin topan dan kobaran api menyerang raja beserta patih penjajah itu dan membuat mereka jatuh ke bumi dan seketika bumi ikut bergegar menghimpit tubuh mereka. Di saat yang sama, kuda-kuda kereta Jaladara yang turun menyeruduk mereka sampai kepala mereka gepeng dan hancur berkeping-keping. Merekapun tewas dan jasad mereka menghilang berubah menjadi tiga titik cahaya berwarna kuning, putih, dan hitam. Cahaya berwarna hitam menitis pada Prabu Kresna, cahaya putih pada Prabu Baladewa, dan cahaya kuning pada Raden Permadi. Lalu muncul wuhud Batara Guru “Kresna dan semuanya, ketahilah. Sebenarnya Narasingamurti dan Singamundarang adalah penjelmaan dari roh Sri Rama dan Lesmana. Ketiga titik cahaya yang masuk  itu berasal dari mereka bernama Wahyu Wahdat Purbasejati. Cahaya hitam adalah wahyu Purba, penjelmaan inti atma Sri Rama telah menitis padamu, Kresna. Cahaya putih dan kuning adalah inti atma Lesmana yang membelah diri bernama Wahdat dan Sejati. Si Wahdat yang berwarna putih menitis padamu, Baladewa. Kau akan mampu mengekang hawa nafsu supiah yang berlebihan seperti halnya Lesmana yang telah bersumpah wahdat.” Prabu Baladewa senang tapi juga khawatir dengan Dewi Erawati, istrinya“berarti apa aku harus wahdat? aku tak bisa hidup dan menafkahi istriku lagi, Pukulun?” Batara Guru melanjutkan penjelasannya “ jangan takut, kau hanya tak akan bernafsu pada wanita lain. Perihal hubungan rumah tangga kalian, kau masih bisa menafkahi birahi dan batin istrimu, hanya saja tak di bisa umbar sembarangan. Sifat supiah akan selalu ada pada setiap manusia termasuk aku sendiri.” Batara Guru lalu mendekati Permadi “Permadi, cahaya kuning yang merasuk pada dirimu adalah si Sejati, penjelmaan sifat taat azas dari Lesmana. Lesmana terkenal orang yang kurang sabaran namun pemaaf dan taat azas. Yang benar dikatakan benar. Salah dikatakan salah. Kau ditakdirkan sebagai ksatria pembela kebenaran yang hakiki.” Setelah menjelaskan, Batara Guru langsung menghilang kembali ke kahyangan Jonggring Saloka. Mereka pun segera memasuki Keraton Dwarawati dan Prabu Kresna mengumumkan bahwa negeri Dwarawati telah merdeka kembali.
Bebrapa hari kemudian, pernikahan Prabu Kresna dengan Dewi Setyaboma diselenggarakan di Dwarawati. Seluruh keluarga Pandawa dan keluarga Yadawa berkumpul memeriahkan pesta. Pesta berlangsung tiga hari tiga malam. Rakyat Dwarawati bersukacita atas pernikahan ketiga sang raja sekaligus gembira karena telah terlepas dari penjajahan. Kini lengkaplah empat wanita penitisan Dewi Sri Laksmi dan mereka semua berkumpul bersanding bersama Prabu Kresna, sang titisan Wisnu. Di malam selesai pesta, terdengarlah suara teriakan “Tolong! Kangmas Balarama! Kangmas Kresna!” suara itu datang dari kamar Dewi Bratajaya. Ketika didatangi, mereka melihat Dewi Bratajaya diculik oleh hantu berwujud raksasa besar. Ketika menerawang kaca Lopian, Prabu Kresna mendapat informasi bahwa yang menculik Dewi Bratajaya itu jiwa Prabu Rahwana yang lepas dari kurungan di pulau Sailan. Karena pesta sudah selesai, Prabu Kresna memohon izin pada empat istrinya untuk mengejar Dewi Bratajaya.
Arya Wrekodara yang sedang berkeliling hutan mencari keberadaan Dewi Bratajaya melihat seekor wanara/ kera besar berkulit putih sedang duduk diatas pohon sambil memakan setandan pisang. Pakaian yang dipakai si wanara juga sama dengan dirinya.
Perjumpaan Hanoman dengan Wrekodara Bima
Lalu dia mengejek wanara itu dengan logatnya yang tak kenal basa-basi “hei kera putih, berani sekali memakai pakaian mirip denganku. Lepaskan! Gak ada pantes-pantesnya kau memakainya.” Hanoman yang melihat tingkah Wrekodara yang berlogat polos apa adanya itu menjadi kesal “Hmmmm jaman memang sudah berubah. Hei anak muda, gak ada sopan-sopannya dengan orang yang lebih tua.. Lagipula pakaianku ini berasal dari bapakku. Gak berhak buatmu memaksaku.” “aku gak peduli. Cepat lepaskan!”Keributan pun berubah menjadi pertengkaran. Adu kesaktian dan adu gada terjadi sangat sengit hingga menjelang pagi. Keduanya sama-sama kuat, sama-sama digdaya ibarat buku bertemu ruasnya. Kesaktian yang mereka gunakan juga sama.
Arya Wrekodara akhirnya menghentikan perkelahian karena teringat sesuatu “tunggu, monyet seta. Aku sepertinya teringat sesuatu. Aku pernah mendengar kalau ratusan tahun lalu Romo batara Bayu mempunyai putra berwujud wanara putih bernama kapi Hanoman. Apa kau tau itu?” “hahahahaha.....baru tau kau ternyata. Wanara putih yang kau bicarakan ada dihadapanmu sekarang. Akulah Hanoman, putra angkat Romo Batara Bayu.” Arya Wrekodara tak percaya karena seharusnya Hanoman sudah lama meninggal ataupun jika masih hidup, tubuhnya pasti sudah ringkih. Jangankan roboh dihajarnya, terkena angin saja pasti sudah gemetaran. Hanoman kembali tertawa lalu duduk bersila. Dia mengheningkan cipta lalu merapal Aji Maundri. Seketika, tubuh Hanoman yang tadinya sebesar Wrekodara berubah menjadi kera putih raksasa yang jauh lebih tinggi dan lebih besar dari Wrekodara. Arya Wrekodara merasa ngeri sekaligus kagum bahwa salah satu saudara tunggal Bayu yang sangat dikaguminya itu masih hidup bahkan masih sangat perkasa. Hanoman kemudian kembali ke ujud semula dan segera memeluk Arya Wrekodara. Arya Wrekodara kemudia memperkenalkan dirinya “Ahh maafkan kelakuanku tadi, kakang Hanoman. Nah perkenalkan ,aku Bima biasa dipanggil Wrekodara. Aku putra Prabu Pandu, raja Hastinapura dan Dewi Kunti dari Mandura. Aku salah satu Pandawa lima dari Amarta. Kedatanganku kesini untuk mencari sepupuku, Bratajaya. Menurut kakang Cemani, dia diculik oleh roh Prabu Rahwana, raja Alengkadiraja yang pernah kau kalahkan.” “kebetulan sekali, aku ditugaskan oleh Batara Narada untuk mencarinya ke pulau Jawadwipa dan mengurungnya lagi. Sudah lama aku duduk di puncak gunung Ungrungan di pulau Sailan untuk mengurungnya atas perintah junjunganku, Sri Rama dan kini dia berhasil kabur. Menurut penerawanganku, Sepupumu itu dibawa oleh Rahwana ke padepokan Gandamadana.” Arya Wrekodara kemudian mengatakan “padepokan Gandamadana tak jau dari sini. Padepokan itu sebenarnya di puncak bukit yang menjadi makam leluhur Yadawa, keluarga ibuku. Disana ada seorang juru kuncinya berwujud sama seperti kakang. Namanya Resi Jembawan dan istrinya Trijatha.” Hanoman terkejut mendengarnya. Tak disangkanya, Resi Jembawan yang tak lain pengasuh ibu dan para pamannya yakni Resi Subali, Prabu Sugriwa, dan Dewi Anjani ternyata masih hidup. Rupanya Sanghyang Widhi yang Maha Kuasa juga memberikannya umur panjang. Tanpa banyak bicara lagi, mereka segera berangkat ke Padepokan Gandamadana.
Di padepokan Gandamadana, Prabu Kresna, Prabu Baladewa, dan Raden Permadi meminta pada Resi Jembawan untuk membuka penghalang gaib bukit Astana Gandamadana. Beberapa saat kemudian, datanglah Prabu Rahwana yang berwujud hantu membawa Dewi Bratajaya. Prabu Kresna dan Prabu Baladewa berusaha membebaskan adiknya itu dengan berbagai senjata yang mereka miliki. Namun seperti halnya hantu, tubuh Prabu Rahwana tembus pandang dan tak bisa dilukai dengan senjata nyata. Raden Permadi kemudian merentangkan Busur Gandiwa dan merapal Panah Agneyastra. Panah pun melesat ke arah Prabu Rahwana yang sedang terbang itu. Meskipun begitu, Prabu Rahwana yang berwujud hantu itu tak takut dengan panah api malah membuat panah itu berbalik arah. Hampir saja Raden Permadi tak selamat kalau saja tidak segera melompat menghindari jatuhnya panah. Prabu Rahwana merasa diatas angin dan tertawa “hahahahahaha.....akhirnya aku bebas dan kini Widowati-ku telah ku dapat kembali.” Dewi Bratajaya berusaha meronta melepaskan diri namun walaupun berwujud hantu, Prabu Rahwana masih bisa menggenggam kuat Dewi Bratajaya walau tangannya tembus pandang. Sifat jumawa Prabu Rahwana memang tak pernah hilang. Namun, tiba-tiba kepala Rahwana kesakitan karena dilempari batu bertuliskan rajah “Wisnu.” Batu-batu itu dilemparkan oleh Hanoman dan Wrekodara yang baru saja datang. Bebatuan yang terus dilemparkan mereka membuat Rahwana hilang fokus sehingga Dewi Bratajaya yang digendongnya terlepas dan jatuh dari angkasa. Dengan sigap, Raden Permadi segera merapal Aji Sepiangin, melompat setinggi mungkin dan berhasilah dia menangkap Dewi Bratajaya. Setelah turun, Raden Permadi menyuruhnya bersembunyi didalam Kereta Jaladara. Prabu Kresna yang melihat bebatuan itu seketika ingat bahwa di kehidupannya sebagai Sri Rama, dia pernah memerintahkan para pasukan wanara membangun tambak dari Pancawati menuju Alengkadiraja dengan batu-batu bertuliskan rajah Wisnu untuk mencegah Rahwana menyerang Pancawati melalui tambak itu. Prabu Kresna, Raden Permadi dan Prabu Baladewa segera duduk membentuk segitiga dan mulai mengheningkan cipta. Muncullah sebuah batu dari angkasa bertuliskan rajah Wisnu. Batu itu jatuh melesat ke arah Prabu Rahwana. Tak berapa lama, Hanoman membuka kendi ajaib penjelmaan batu Sondara-Sondari. Jiwa Prabu Rahwana yang terus mengecil terkena batu itu kemudian masuk kedalam kendi bersama batu itu. setelah Prabu Rahwana masuk, batu yang menimpa jiwa Prabu Rahwana itu mengecil berubah menjadi tutup kendi sehingga Prabu Rahwana tak bisa keluar lagi. Di dalam kendi, Prabu Rahwana terus memaki-maki Hanoman minta dilepaskan.
Prabu Kresna, Prabu Baladewa, dan Raden Permadi berterima kasih pada Arya Wrekodara dan Hanoman yang berhasil mengacaukan fokus Rahwana sehingga dia bisa kembali terkurung. Resi Jembawan dan Dewi Trijatha juga datang menyambut kedatangan Hanoman dengan penuh sukacita. Hanoman kemudian menghormat pada wanara tua yang sudah susah payah mengasuh ibu dan paman-pamannya pada masa dahulu. Kepada Dewi Trijatha, Hanoman saling berpelukan pada sahabatnya itu dengan perasaan haru karena sudah ratusan tahun tak berjumpa. Lalu Hanoman menghadap pada Prabu Kresna “Gusti Prabu, perkenalkan aku Hanoman. Aku telah diperintahkan oleh gusti Sri Rama untuk menjaga Rahwana agar tidak kabur dan kini dia sudah kembali ke dalam penjaranya. Aku diberitahu Batara Narada untuk menangkap Rahwana di Jawadwipa dan aku juga diperintahkan untuk mengabdi pada gusti karena menurutnya jiwa Gusti Sri Rama telah menitis pada diri gusti.” “tugas yang kau emban berat juga. Kau telah dianugerahi usia panjang untuk menjaga Rahwana dan karena kini kau telah berada disini, aku bersedia menerimamu. Buatlah penjara baru di gunung Kandali sekaligus jadilah pendeta disana.” “tapi gusti, dimana letak Gunung Kandali?” Prabu Kresna kemudian meminjam sapu lidi milik Resi Jembawan. Dia mengambil sebatang saja dan langsung melemparkannya dengan aji Kesawa. “Ikutilah lidi itu. Dimanapun lidi itu menancap, disitulah Gunung Kandali.” Hanoman mematuhi dan segera terbang mengejar lidi itu diikuti Arya Wrekodara di belakangnya.
Setelah menempuh perjalanan cukup jauh, lidi itu turun dan menancap di antara bebatuan sebuah bukit. Mereka yakin bahwa bukit inilah Gunung Kandali. Gunung itu indah sekali. Berbagai pohon buah-buahan dan tanaman bunga tumbuh dengan suburnya di sepanjang lereng bukit itu. Di puncak bukit itu ada sebuah tanah lapang. Cocok sebagai tempat bersemadi. Hanoman dibantu AryaWrekodara segera membangun penjara gaib untuk mengurung kendi berisi jiwa Prabu Rahwana. Penjara itu berupa sebuah gua kecil satu arah yang pintu masuknya diberi penghalang gaib berlapis-lapis dan hanya bisa dibuka atau dimasuki oleh Hanoman dan Wrekodara. Setelah beres, mereka menemukan sebuah gua yang cukup besar disampingnya. Gua itu dijadikan rumah oleh Hanoman. Mulai hari itu, Hanoman memulai kehidupan barunya sebagai pendeta wanara bergelar Resi Hanoman Mayangkara. Dengan disaksikan oleh saudara tunggal Bayunya, Wrekodara, pertapaan Gunung Kandali dinamainya pertapaan Kendalisada yang bermakna pertapaan di gunung kandali yang tertancap sada (lidi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar