Kamis, 20 Juni 2019

Isi Hati Dewi Jembawati (Narayana Krama)


Hai semua, readers.Kisahkali ini adalah kisah pernikahan pertama Prabu Kresna dengan Dewi Jembawati, putri Resi Jembawan dan Dewi Trijatha. Konon pernikahan ini adalah buah dari doa Dewi Sinta pada Dewi Trijatha yang dikutuk oleh Prabu Rahwana, uwanya sendiri. Pernikahan ini sempat hampir digagalkan oleh keturunan Harjunasasrabahu. Dalam kisah ini juga diceritakan diruwatnya Raden Supala (Sisupala) yang kelak akan jadi musuh abadi Prabu Kresna dan awal mula Prabu Anom Balarama menjadi pendeta. Sumber yang saya pakai adalah dari Kitab Mahabharata, Kitab Pustakaraja Purwa, dan kisah lakon Narayana Krama dari blog caritawayang.blogspot,com, yang kemudian saya olah dan ubah seperlunya.
Syahdan, di Pertapaan Gandamadana. Dewi Jembawati, putri Resi Jembawan dan Dewi Trijatha ditemani sahabatnya, Dewi Radha sedang merindukan kekasihnya, Raden Narayana. Dahulu ketika masih tinggal di Widarakandang, mereka sering bertemu karena Narayana berguru pada Resi Jembawan. Karena diantara mereka ada perasaan cinta, oleh Resi Jembawan mereka ditunangkan. Namun setelah Narayana kembali ke Widarakandang lalu menjadi raja di Dwarawati bergelar Prabu Kresna, dia belum kembali ke Gandamadana “Aduh, kakang Narayanaku. Prabu Kresna, bila kamu akan kembali untuk menikahiku.?” Begitulah yang dirasakan Dewi Jembawati. Resi Jembawan dan Dewi Trajatha yang melihat kegundahan putri mereka menjadi resah. Sebagai sahabatnya, Dewi Radha pun mendoakan agar Jembawati dan Narayana bisa bersatu. Sementara itu, di Kerajaan Lesanpura sedang mengadakan acara berburu tahunan. Sepupu Dewi Wresini yakni Raden Prasena ikut serta. Ia meminjam kalung permata Shamantaka milik Prabu Setyajid. Prabu Setyajid mengizinkan iparnya itu memakainya. Singkat cerita, rombongan Prasena bukan pergi berburu malah berpesta pora. Tanpa mereka sadari sepasang singa putih jantan mengawasi mereka. Singa itu lalu menerkam rombongan Raden Prasena dan menghabisi mereka semua. Salah satu singa mengambil kalung permata Shamantaka. Ketika sampai di sebuah bukit, sepasang singa itu bertemu seorang brahmana yang tak lain Resi Jembawan. Resi Jembawan bertarung dengan dua singa itu. Salah satu singa berhasil dihabisi sedangkan singa lainnya lari kabur. Sang resi mengambil kalung Shamantaka itu dan membawanya ke gubuk. Pada suatu hari, Resi Jembawan terkejut mendengar teriakan putrinya. Rupanya Dewi Jembawati diculik seorang raja dari Sriwedari. Raja itu bernama Prabu Waudaya. Ketika hendak dihadang, Prabu Waudaya memukul Resi Jembawan hingga pingsan. Begitu sadar, ia mendapati putrinya telah menghilang. Dewi Trijatha dan Dewi Radha menenangkan sang resi. Mereka lalu memasuki sanggar pamujan mendoakan keselamatan Dewi Jembawati.
Di sisi lain, Kerajaan Dwarawati sedang dirundung masalah. Prabu Kresna dan Dewi Bratajaya yang kebetulan berkunjung tiba-tiba menghilang dari kerajaan. Satu kerajaan mencarinya dan untuk sementara, Patih Udawa menjalankan pemerintahan. Rupanya Prabu Kresna dan Dewi Bratajaya sedang menyamar menjadi begal bernama Brandal Gowinda dan Brandal Maduraya.di hutan Karajaya. Mereka membegal dan merampok para pejabat kaya dan korup yang lewat lalu harta rampasannya dibagikan kepada rakyat miskin. Di tengah jalan, mereka bertemu sepasukan prajurit jaga dari kerajaan Cedi. Mereka kemudian ditangkap dan dibawa ke kerajaan Cedi. Ketika sampai Prabu Damagosa sedang dihadap permaisurinya, Dewi Sruta yang sedang menggendong anak lima tahun yang bertubuh aneh. Tubuh anak itu bertangan empat, bermata tiga dan berkaki lemah seperti ekor belut. Prabu Damagosa menjadi gusar karena mendengar banyak pegawai kerajaannya yang dibegal di Karajaya. ketika digeledah, topeng yang dikenakan mereka dibuka. Baru sadarlah Prabu Damagosa bahwa yang membegal ternyata adalah keponakan sendiri yaitu Prabu Kresna dan Dewi Bratajaya. “Aduh, para keponakanku. Kenapa kalian datang sebagai begal di negaraku?” “Begini paman Prabu, kedatangan kami membegal karena melihat banyak rakyat Cedi yang menderita. Banyak para pejabat kotor dan suka makan rasuah di negeri paman prabu. Aku dan adikku, Bratajaya hendak mengakhiri penderitaan ini.” Prabu Damagosa akhirnya mengerti dan mengeluarkan fatwa untuk menindak para pejabat korup. Lalu bersamaan, sambil menangis Dewi Sruta datang ke hadapan Kresna untuk mengenalkan putranya yang bernama Raden Supala “keponakanmu, perkenalkan ini sepupumu, Supala. Tubuhnya menjadi demikian sejak lahir. Karena kutukan seorang resi, bibi melahirkan Supala dengan penuh kecacatan. Tangannya empat, matanya tiga dan lumpuh layuh kakinya bagai ekor belut seperti ini.” Kresna merasa kasihan lalu menggendong Supala di pangkuannya. Tiba-tiba muncullah keajaban. Satu mata di dahi Supala lenyap. Begitu juga dengan dua tangan tambahannya, langsung jatuh bagaikan ranting kering. Kedua kaki Raden Supala yang tadinya lumpuh layuh menjadi kuat. Bukan hanya itu, Raden Supala yang tadinya anak-anak berumur lima tahun berubah menjadi remaja dua puluh tahun.
Prabu Damagosa dan Dewi Sruta merasa senang melihat putra mereka berubah menjadi anak normal dan tumbuh dewasa sekejap saja. Namun tiba-tiba Prabu Damagosa menyabetkan parang kepada Prabu Kresna. Terjadi keajaiban, Prabu Damagosa tiba-tiba lemas setelah melihat aura Batara Wisnu keluar dari Prabu Kresna. Seketika mereka bertiga bersujud lalu Dewi Sruta memohon pada Prabu Kresna “keponakanku, tolong jangan lukai suamiku. Kanda prabu Damagosa hanya melindungi Supala.” “tapi kenapa, bibi. Kenapa harus mengacungkan senjata?” “Begini ceritanya. Sewaktu aku masih muda pernah menertawakan seorang resi yang sedang mandi. Sang resi mengutukku memiliki anak cacat dan hidup mati anakku ada pada orang yang mampu menyembuhkannya. Aku mohon keponakanku, ampunilah Supala apabila dia melakukan dosa dan kesalahan besar di depanmu.” Prabu Kresna kemudian bersumpah “baiklah, bibi. Aku akan mengabulkan permintaanmu. Aku, Prabu Kresna, sang Harimurti* akan selalu memaafkan dan mengampuni segala kesalahan Supala sampai seratus kali. Bila putramu berbuat salah lebih dari seratus kali atau melakukan kesalahan besar di hadapan lebih dari seratus raja, maka aku tak akan mengampuninya lagi.”
Raden Supala sembuh dari kutukan dan dewasa dalam sekejap
Sumpah itu disambut dengan bumi gonjang ganjing dan halilintar menggelegar pertanda di dengar oleh para dewa di langit. Karena duduk perkara pembegalan telah usai, Prabu Kresna dan Bratajaya dibebaskan dan mereka segera meninggalkan Kerajaan Cedi. Mereka tetap menyaru menjadi rakyat jelata. “kakang Kresna, kita akan pergi kemana setelah ini?” tanya Dewi Bratajaya. Lalu Prabu Kresna menunjuk ke arah barat  “kita akan ke Gandamadana, Bratajaya. Aku mau bertemu kakek guru Jembawan dan nini Jembawati.” Perjalanan pun dilanjutkan. Sebelum sampai, mereka singgah di gunung Raiwataka. Disana mereka bertemu Prabu Anom Balarama yang sedang menjadi pendeta muda bernama Wasi Jaladara. Walaupun hanya berpakaian sederhana dan kumal, Kresna dan Bratajaya masih mampu mengenalinya. Semenjak kejadian makar Kangsa dan berdirinya Dwarawati, Prabu Anom Balarama memutuskan untuk menyepi di gunung Raiwataka yang terletak di tengah pegunungan Kendan. Dewi Bratajaya memeluk kakak sulungmya sambil bertanya “kakang Balarama, rupanya kakang disini.. Aku dan ayahanda prabu mencari-carimu. Kenapa kau tak pulang kembali ke Mandura?” “walahh adikku Kresna dan Bratajaya, aku sedang menyiapkan bekal ilmu. Setelah penobatanmu sebagai raja, ayahanda ingin aku segera menggantikannya.
Prabu Kresna bertemu Wasi Jaladara
Tapi aku memutuskan untuk minggat dari keraton dan bertapa disini unuk mencari bekal itu.” Dewi Bratajaya merasa kakak sulungnya itu kesepian jadi dia memutuskan untuk tetap bersama Wasi Jaladara dan mengganti namanya menjadi Endang Kendengpamali. Setelah itu, Kresna meninggalkan gunung Raiwataka.
Ketika akan sampai di Pertapaan Gandamadana, Brandal Gowinda bertemu dengan pasukan dari Lesanpura. Ia lalu ditangkap dan dihadapkan kepada Prabu Setyajid. Prabu Setyajid berkata kalau karena iparnya tak kunjung pulang dan ketika sampai di hutan, ia mendapati Raden Prasena dan rombongan telah dihabisi sesuatu. Prabu Setyajid curiga kalau Brandal Gowinda telah menghabisi saudara iparnya dan mengambil kalung Shamantaka. Berkali-kali Gowinda menjelaskan bahwa ia bukan pencurinya namun mereka tidak percaya. Demi membersihkan namanya, Bambang Gowinda akan mencari pencuri itu. 

 Sesampainya di Pertapaan Gandamadana, Kresna mendapati Resi Jembawan dan Dewi Trijatha. Di sana ada juga Dewi Radha. Kresna bahagia bisa bertemu kembali dengan Radha setelah sekian lama, bahkan ia bahagia dengan putri mereka yang telah lahir sehat. Prabu Kresna pun bertanya kabar Radha. Radha menjelaskan "Kresna, kabar ku baik. anak kita juga sihat. tapi ada yang lebih penting. Bapa resi sedang berduka. baik kau datang padanya." Kresna pun mendatangi gurunya itu “Guru, kenapa ini. Dimana nini Jembawati?” Resi Jembawan kemudian bercerita bahwa putrinya itu telah diculik raja Sriwedari bernama Prabu Waudaya. Prabu Kresna kemudian bersumpah untuk menemukan sang calon istri lalu pamit untuk ke Sriwedari. Di tengah jalan dia bertemu dengan Raden Permadi, Ki Lurah Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong. “kakang Prabu Kresna, sedang apa disini? Aku telah mendengar kabar hilangnya kakang prabu dari Kakang Yudhistira. Marilah kita kembali ke Dwarawati.” “tidak sekarang, Permadi. Aku harus ke Sriwedari. Calon istriku, Jembawati diculik raja Sriwedari.” Raden Permadi terkejut lalu minta izin padanya untuk ikut dengannya. Prabu Kresna gembira mendengarnya. Kakek Semar yang berwawasan luas memberitahu informasi tentang Sriwedari kepada Prabu Kresna” Mbelgedag-mblegedug elehh... Prabu Kresna. Sebelum kita berangkat, ada satu hal yang harus anda tahu. Sriwedari adalah negara asal salah satu leluhur Maharesi Abiyasa, masih trah Saptaharga. Sriwedari juga awalnya kerajaan Mahespati, negerinya raja Harjunasasrabahu di jaman kuno. Jadi kita akan menyerang keluarga sendiri. Apakah ndoro Permadi dan yang mulia Prabu bersedia?” Permadi merasa yakin dan mantap“ aku bersedia, Kakek Semar.” Setelah dirasa cukup mereka berenam segera berangkat ke tanah seberang. Setelah beberapa hari, merekapun sampai.
Sementara itu di kerajaan Sriwedari, Dewi Jembawati tak mau menikah dengan Prabu Waudaya walaupun dibawakan segala emas permata. Karena kesal dan berang, Prabu Waudaya memutuskan agar Dewi Jembawati tinggal di tamansari. Tamansari itu sangatlah membuat mata menjadi manja dan terlena. Bunga-bunga yang mekar menebarkan bau harum. Buah-buahan di pepohonan yang ranum menyebarkan aroma manis. Berbagai jenis tanaman tertata indah. Kolam sangat luas bagaikan telaga dipenuhi bunga-bunga tunjung dan padma. Benar-benar bagaikan kepingan taman di kahyangan yang jatuh ke bumi. Tamansari itu adalah Taman Sriwedari. Dahulu kala, taman ini adalah mas kawin prabu Harjunasasrabahu untuk Dewi Citrawati yang dibawakan dari gunung Untarayana oleh Patih Suwanda dan Bambang Sukrasana. Disana Dewi Jembawati sedang duduk termenung memikirkan sang kekasih dengan wajahnya yang terlihat lesu. Tiba-tiba datanglah seekor singa putih masuk ke taman Sriwedari dan mengaum ke sana-sini, membuat takut dayang-dayang dan membunuh beberapa prajurit yang berjaga disana.
Tak disangka, sang singa putih bertemu dengan Dewi Jembawati. Dewi Jembawati tak takut sedikitpun bahkan menghampiri sang singa dengan tenang. Sang singa terus mengaum dan mengeram memperlihatkan gigi dan taringnya yang tajam. Namun Dewi Jembawati justru memegang kepala sang singa sambil berkata”Duhh, tuan singa terkamlah aku. Lebih baik aku mati daripada menikahi orang yang tak ku cintai.” Lalu sang singa bertanya “ lho, kenapa? Calon istri raja berkuasa mau minta mati?” Dewi Jembawati terkejut ada singa yang bisa bicara lalu dia menjawab “hatiku telah tertambat padanya” lalu sang singa bertanya lagi “siapa yang telah menambatkan jangkar cinta di hatimu” Dewi Jembawati menjawab dengan malu-malu “Kakang Prabu Kresna, sang Raden Narayana. Dia lah tambatan hatiku.” Lalu terjadi percakapan diantara mereka. “ohh aku pernah mendengar namanya dari pulau seberang. Dia adalah raja yang tak jelas asal-usulnya. Dia hanya anak Nanda Antagopa dan Niken Yasoda. Dia hanya anak gembala yang hobinya kelayapan. Dia udah jelek, kulitnya gelap, kastanya tak jelas. Dia hanya anak Widarakandang yang kebetulan hidup mujur. Tak sepadan denganmu. Kau adalah keturunan Prabu Gunawan Wibisana yang agung. Kakek dan ayahmu adalah penasehat Prabu Sri Ramawijaya, raja Pancawati. Ibumu adalah penolong istri Sri Ramawijaya, Dewi Sinta. Sungguh sayang bila kau menikahi Prabu Kresna yang hina rendah itu” Dewi Jembawati kemudian menjawab dan mengutarakan isi hatinya sebelum dia diterkam sang singa “tuan singa, kau hanya salah paham. Kakang prabu Kresna memang bagimu hanya anak angkat Nanda Antagopa dan Yasoda yang hina. Tapi dia hakikatnya anak kandung Basudewa dan Dewaki, penguasa negara Mandura. Dulu hobinya memang suka kelayapan tapi dia kelayapan untuk mencari ilmu dan pencerahan rohani. Aku tak pernah mempermasalahkan rupanya yang berkulit gelap. Aku tak memandang rupa, harta dan jabatan. Asal kau tau, junjungan kakek dan ayahku, Sri Rama menurut cerita juga berkulit gelap sama seperti kakang Prabu Kresna.Walaupun penuh teka-teki dalam hidupnya, dia orang baik-baik.”
Sang singa kemudian tak kehabisan akal untuk berkilah “menurutmu memang begitu, tapi aku mendengar bahwa kekasihmu itu pernah membegal dan merampok bahkan setelah menjadi raja. Itukah yang kau sebut orang baik-baik? Sudahlah, Dewi Jembawati yang agung. Putri Resi Jembawan yang mulia lebih baik menikahlah dengan Prabu Waudaya yang jelas-jelas keturunan Harjunasasrabahu yang hebat”
Dewi Jembawati mengutarakan isi hatinya pada singa putih
Dewi Jembawati kemudian meluruskan pikiran sang singa “tuan singa putih, aku hargai setiap bujuk rayumu, tapi hatiku tak akan goyah. Kakang Prabu Kresna yang membegal dan merampok itu adalah jalannya untuk menggapai pencerahan rohaninya. Orang lain tak berhak memaksakan pendapatnya seperti tuan tadi. Aku hanya percaya Kakang Prabu Kresna lah pelabuhan bahtera cintaku. Aku percaya cinta sejati tak akan luntur keduniawian. Hanya Sanghyang Widhi lah yang berhak memisahkan kami dan inilah saat yang tepat. Tuan singa putih, sekarang terkamlah aku. Biar lah cinta ini ku bawa sampai ke nirwana.” Tanpa diduga, singa putih itu menangis lalu membawa lari Dewi Jembawati keluar dari taman Sriwedari dan berlari ke tengah hutan. Prabu Waudaya yang melihatnya gusar dan marah lalu memerintahkan para prajurit  untuk mencari mereka.
Dewi Jembawati yang berada dipunggungnya yakin bahwa singa itu akan ke sarangnya dan dia bisa dihabisi disana. Sang singa terus berlari menembus lebatnya hutan. Tanpa dinyana, mereka bertemu Raden Permadi dan para punakawan. Dewi Jembawati segera turun dari punggung sang singa putih. Sang singa putih kemudian bertarung dengan Raden Permadi. Pertarungan berlangsung sengit. Lalu setelah medapatkan saat yang tepat, Raden Permadi menarik busur Gandiwa dan menembakkan panah. Jrass, singa putih itu tertembak panah. Tiba-tiba, tubuh sang singa badar ke wujud semula menjadi Prabu Kresna.
Dewi Jembawati seketika lemas dan hampir pingsan melihat sang kekasih hati muncul dihadapannya. Prabu Kresna lalu memeluknya “Jembawati, aku telah mendapat pencerahan dari isi hatimu. Mulai sekarang, aku akan terus berusaha memperbaiki akhlakku agar menjadi lebih baik dari sekarang.” Raden Permadi senang karena tadinya dia kehilangan sang prabu. Prabu Kresna menjelaskan bahwa dia sengaja menghilang dan berubah wujud menjadi singa putih untuk menguji keteguhan hati dan kesetiaan sang calon istri. Mereka segera kembali ke pulau Jawa. Sesampainya di pulau Jawa, mereka bergegas ke Dwarawati. Rakyat Dwarawati dan Patih Udawa gembira karena sang raja telah kembali. Prabu Kresna memutuskan untuk menikah dengan Dewi Jembawati di Gandamadana. Lalu undangan pun disebar ke berbagai negara sahabat.
Hari pernikahan pun tiba. disaksikan para raja dan perwakilan tiap negara sahabat, para resi, dan keluarga Pandawa. Resi Jembawan telah menikahkan putri satu-satunya dengan Prabu Kresna di halaman pertapaan Gandamadana. Meskipun sederhana, pernikahan berlangsung sangat khidmat. Hari itu juga Radha bahagia karena sang kekasih berhasil menikahi Jembawati. Prabu Kresna sebagai menepati janjinya. Ia akan memboyong Radha dan Prantawati, begitu juga Dewi Jembawati. Prabu Kresna dalam wujud Brandal Gowinda duduk bersanding dengan dua wanita pujaannya itu. Para tetamu berbahagia atas kebahagian mereka. Tapi tiba-tiba Prabu Waudaya sepasukan datang melabrak hendak merebut Dewi Jembawati. Arya Bratasena dan Raden Permadi membela sepupu mereka yang berbahagia itu. Peperangan terjadi di Gandamadana, anehnya Bratasena dan Permadi beserta bala bantuan mereka kesulitan menghadapi Prabu Waudaya dan pasukannya. Tak lama kemudian, datang rombongan dari Lesanpura menagih janji kalung Shamantaka. Prabu Kresna yang masih menyamar sebagai Brandal Gowinda berjanji akan menyerahkan kalung itu bila pasukan Lesanpura bisa mengalahkan Prabu Waudaya. Gowinda juga membongkar bahwa kejahatan Prabu Waudaya lah yang membuat rombongan Raden Prasena tewas, karena dia lah yang mencuri kalung Shamantaka dalam wujud singa. Pertempuran pun terjadi. Pasukan Sriwedari menyerang pasukan Narayani dan Pasukan Lesanpura sedangkan Arya Bratasena dan Permadi menyerang Prabu Waudaya dan patihnya. Setelah beberapa saat, Prabu Waudaya tewas dan pasukan Sriwedari mundur membawa jasad junjungan mereka. Setelah kondisi aman, acara pernikahan kembali di lanjutkan. Setelah acara pernikahan selesai, Brandal Gowinda lalu berbisik pada kakak sekaligus patihnya, Patih Udawa “Kakang patih, aku akan tetap di Gandamadana untuk menimba ilmu sekaligus untuk berbulan madu. Aku titipkan Dwarawati di tanganmu untuk saat ini.” “baik, adhi Prabu. Titah darimu akan ku laksanakan.” Sejak saat itu, Prabu Kresna tetap tinggal di Gandamadana untuk melanjutkan pendidikannya beberapa bulan lamanya ditemani dua istrinya. Prabu Setyajid yang masih belum tau dengan jatidiri Brandal Gowinda menerima kembalinya kalung Shamantaka.  Prabu Setyajid gembira dan berkata ia akan menikahkan putrinya, Setyaboma dengan Gowinda.
*selain nama Narayana, Prabu Kresna memiliki beberapa dasanama, antara lain Harimurti dan Wisnumurti yang artinya titisan sang Wisnu, Danardana/Janardhana yang berarti penyelamat, Gopala (si penggembala sapi), Madawa (panggilan dari Permadi/Arjuna yang artinya pembawa musim semi), Cemani (panggilan dari Bratasena/Bima yang artinya hitam), dan lain-lain, Arti Kresna sendiri adalah gelap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar