Hai semua, readers.Kisahkali ini adalah kisah pernikahan pertama Prabu Kresna dengan Dewi Jembawati, putri Resi Jembawan dan Dewi Trijatha. Konon pernikahan ini adalah buah dari doa Dewi Sinta pada Dewi Trijatha yang dikutuk oleh Prabu Rahwana, uwanya sendiri. Pernikahan ini sempat hampir digagalkan oleh keturunan Harjunasasrabahu. Dalam kisah ini juga diceritakan diruwatnya Raden Supala (Sisupala) yang kelak akan jadi musuh abadi Prabu Kresna dan awal mula Prabu Anom Balarama menjadi pendeta. Sumber yang saya pakai adalah dari Kitab Mahabharata, Kitab Pustakaraja Purwa, dan kisah lakon Narayana Krama dari blog caritawayang.blogspot,com, yang kemudian saya olah dan ubah seperlunya.
Syahdan,
di Pertapaan Gandamadana. Dewi Jembawati, putri Resi Jembawan dan Dewi Trijatha ditemani sahabatnya, Dewi Radha sedang merindukan kekasihnya, Raden Narayana. Dahulu ketika masih tinggal di
Widarakandang, mereka sering bertemu karena Narayana berguru pada Resi
Jembawan. Karena diantara mereka ada perasaan cinta, oleh Resi Jembawan mereka
ditunangkan. Namun setelah Narayana kembali ke Widarakandang lalu menjadi raja di
Dwarawati bergelar Prabu Kresna, dia belum kembali ke Gandamadana “Aduh, kakang
Narayanaku. Prabu Kresna, bila kamu akan kembali untuk menikahiku.?” Begitulah
yang dirasakan Dewi Jembawati. Resi Jembawan dan Dewi Trajatha yang melihat
kegundahan putri mereka menjadi resah. Sebagai sahabatnya, Dewi Radha pun mendoakan agar Jembawati dan Narayana bisa bersatu. Sementara itu, di Kerajaan Lesanpura sedang mengadakan acara berburu tahunan. Sepupu Dewi
Wresini yakni Raden Prasena ikut serta. Ia meminjam kalung permata Shamantaka
milik Prabu Setyajid. Prabu Setyajid mengizinkan iparnya itu memakainya.
Singkat cerita, rombongan Prasena bukan pergi berburu malah berpesta pora.
Tanpa mereka sadari sepasang singa putih jantan mengawasi mereka. Singa itu
lalu menerkam rombongan Raden Prasena dan menghabisi mereka semua. Salah satu
singa mengambil kalung permata Shamantaka. Ketika sampai di sebuah bukit,
sepasang singa itu bertemu seorang brahmana yang tak lain Resi Jembawan. Resi Jembawan bertarung dengan dua singa itu. Salah satu singa berhasil dihabisi sedangkan
singa lainnya lari kabur. Sang resi mengambil kalung Shamantaka itu dan
membawanya ke gubuk. Pada suatu hari, Resi Jembawan terkejut
mendengar teriakan putrinya. Rupanya Dewi Jembawati diculik seorang raja dari
Sriwedari. Raja itu bernama Prabu Waudaya. Ketika hendak dihadang, Prabu
Waudaya memukul Resi Jembawan hingga pingsan. Begitu sadar, ia mendapati putrinya telah menghilang. Dewi Trijatha dan Dewi Radha menenangkan sang resi. Mereka lalu memasuki sanggar pamujan mendoakan keselamatan Dewi Jembawati.
Di
sisi lain, Kerajaan Dwarawati sedang dirundung masalah. Prabu Kresna dan Dewi
Bratajaya yang kebetulan berkunjung tiba-tiba menghilang dari kerajaan. Satu
kerajaan mencarinya dan untuk sementara, Patih Udawa menjalankan pemerintahan.
Rupanya Prabu Kresna dan Dewi Bratajaya sedang menyamar menjadi begal bernama
Brandal Gowinda dan Brandal Maduraya.di hutan Karajaya. Mereka membegal dan
merampok para pejabat kaya dan korup yang lewat lalu harta rampasannya
dibagikan kepada rakyat miskin. Di tengah jalan, mereka bertemu sepasukan
prajurit jaga dari kerajaan Cedi. Mereka kemudian ditangkap dan dibawa ke
kerajaan Cedi. Ketika sampai Prabu Damagosa sedang dihadap permaisurinya, Dewi
Sruta yang sedang menggendong anak lima tahun yang bertubuh aneh. Tubuh anak itu
bertangan empat, bermata tiga dan berkaki lemah seperti ekor belut. Prabu
Damagosa menjadi gusar karena mendengar banyak pegawai kerajaannya yang dibegal
di Karajaya. ketika digeledah, topeng yang dikenakan mereka dibuka. Baru
sadarlah Prabu Damagosa bahwa yang membegal ternyata adalah keponakan sendiri
yaitu Prabu Kresna dan Dewi Bratajaya. “Aduh, para keponakanku. Kenapa kalian
datang sebagai begal di negaraku?” “Begini paman Prabu, kedatangan kami
membegal karena melihat banyak rakyat Cedi yang menderita. Banyak para pejabat
kotor dan suka makan rasuah di negeri paman prabu. Aku dan adikku, Bratajaya
hendak mengakhiri penderitaan ini.” Prabu Damagosa akhirnya mengerti dan
mengeluarkan fatwa untuk menindak para pejabat korup. Lalu bersamaan, sambil
menangis Dewi Sruta datang ke hadapan Kresna untuk mengenalkan putranya yang
bernama Raden Supala “keponakanmu, perkenalkan ini sepupumu, Supala. Tubuhnya
menjadi demikian sejak lahir. Karena kutukan seorang resi, bibi melahirkan
Supala dengan penuh kecacatan. Tangannya empat, matanya tiga dan lumpuh layuh
kakinya bagai ekor belut seperti ini.” Kresna merasa kasihan lalu menggendong
Supala di pangkuannya. Tiba-tiba muncullah keajaban. Satu mata di dahi Supala
lenyap. Begitu juga dengan dua tangan tambahannya, langsung jatuh bagaikan
ranting kering. Kedua kaki Raden Supala yang tadinya lumpuh layuh menjadi kuat.
Bukan hanya itu, Raden Supala yang tadinya anak-anak berumur lima tahun berubah
menjadi remaja dua puluh tahun.
Prabu
Damagosa dan Dewi Sruta merasa senang melihat putra mereka berubah menjadi anak
normal dan tumbuh dewasa sekejap saja. Namun tiba-tiba Prabu Damagosa menyabetkan
parang kepada Prabu Kresna. Terjadi keajaiban, Prabu Damagosa tiba-tiba lemas
setelah melihat aura Batara Wisnu keluar dari Prabu Kresna. Seketika mereka
bertiga bersujud lalu Dewi Sruta memohon pada Prabu Kresna “keponakanku, tolong
jangan lukai suamiku. Kanda prabu Damagosa hanya melindungi Supala.” “tapi
kenapa, bibi. Kenapa harus mengacungkan senjata?” “Begini ceritanya. Sewaktu
aku masih muda pernah menertawakan seorang resi yang sedang mandi. Sang resi
mengutukku memiliki anak cacat dan hidup mati anakku ada pada orang yang mampu
menyembuhkannya. Aku mohon keponakanku, ampunilah Supala apabila dia melakukan
dosa dan kesalahan besar di depanmu.” Prabu Kresna kemudian bersumpah “baiklah,
bibi. Aku akan mengabulkan permintaanmu. Aku, Prabu Kresna, sang Harimurti* akan selalu memaafkan dan
mengampuni segala kesalahan Supala sampai seratus kali. Bila putramu berbuat
salah lebih dari seratus kali atau melakukan kesalahan besar di hadapan lebih
dari seratus raja, maka aku tak akan mengampuninya lagi.”
Sumpah itu disambut
dengan bumi gonjang ganjing dan halilintar menggelegar pertanda di dengar oleh
para dewa di langit. Karena duduk perkara pembegalan telah usai, Prabu Kresna
dan Bratajaya dibebaskan dan mereka segera meninggalkan Kerajaan Cedi. Mereka tetap
menyaru menjadi rakyat jelata. “kakang Kresna, kita akan pergi kemana setelah
ini?” tanya Dewi Bratajaya. Lalu Prabu Kresna menunjuk ke arah barat “kita akan ke Gandamadana, Bratajaya. Aku mau
bertemu kakek guru Jembawan dan nini Jembawati.” Perjalanan pun dilanjutkan.
Sebelum sampai, mereka singgah di gunung Raiwataka. Disana mereka bertemu Prabu
Anom Balarama yang sedang menjadi pendeta muda bernama Wasi Jaladara. Walaupun
hanya berpakaian sederhana dan kumal, Kresna dan Bratajaya masih mampu mengenalinya.
Semenjak kejadian makar Kangsa dan berdirinya Dwarawati, Prabu Anom Balarama
memutuskan untuk menyepi di gunung Raiwataka yang terletak di tengah pegunungan
Kendan. Dewi Bratajaya memeluk kakak sulungmya sambil bertanya “kakang
Balarama, rupanya kakang disini.. Aku dan ayahanda prabu mencari-carimu. Kenapa
kau tak pulang kembali ke Mandura?” “walahh adikku Kresna dan Bratajaya, aku
sedang menyiapkan bekal ilmu. Setelah penobatanmu sebagai raja, ayahanda ingin
aku segera menggantikannya.
Tapi aku memutuskan untuk minggat dari keraton dan
bertapa disini unuk mencari bekal itu.” Dewi Bratajaya merasa kakak sulungnya
itu kesepian jadi dia memutuskan untuk tetap bersama Wasi Jaladara dan
mengganti namanya menjadi Endang Kendengpamali. Setelah itu, Kresna meninggalkan
gunung Raiwataka.
Raden Supala sembuh dari kutukan dan dewasa dalam sekejap |
Prabu Kresna bertemu Wasi Jaladara |
Ketika akan sampai di Pertapaan Gandamadana, Brandal Gowinda bertemu dengan pasukan dari Lesanpura. Ia lalu ditangkap dan dihadapkan kepada Prabu Setyajid. Prabu Setyajid berkata kalau karena iparnya tak kunjung pulang dan ketika sampai di hutan, ia mendapati Raden
Prasena dan rombongan telah dihabisi sesuatu. Prabu Setyajid curiga kalau Brandal Gowinda telah menghabisi saudara iparnya dan mengambil kalung
Shamantaka. Berkali-kali Gowinda menjelaskan bahwa ia bukan pencurinya namun
mereka tidak percaya. Demi membersihkan namanya, Bambang Gowinda akan mencari
pencuri itu.
Sesampainya
di Pertapaan Gandamadana, Kresna mendapati Resi Jembawan dan Dewi Trijatha. Di sana ada juga Dewi Radha. Kresna bahagia bisa bertemu kembali dengan Radha setelah sekian lama, bahkan ia bahagia dengan putri mereka yang telah lahir sehat. Prabu Kresna pun bertanya kabar Radha. Radha menjelaskan "Kresna, kabar ku baik. anak kita juga sihat. tapi ada yang lebih penting. Bapa resi sedang berduka. baik kau datang padanya." Kresna pun mendatangi gurunya itu “Guru, kenapa ini. Dimana nini Jembawati?” Resi Jembawan
kemudian bercerita bahwa putrinya itu telah diculik raja Sriwedari bernama
Prabu Waudaya. Prabu Kresna kemudian bersumpah untuk menemukan sang calon istri
lalu pamit untuk ke Sriwedari. Di tengah jalan dia bertemu dengan Raden
Permadi, Ki Lurah Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong. “kakang Prabu Kresna,
sedang apa disini? Aku telah mendengar kabar hilangnya kakang prabu dari Kakang
Yudhistira. Marilah kita kembali ke Dwarawati.” “tidak sekarang, Permadi. Aku harus
ke Sriwedari. Calon istriku, Jembawati diculik raja Sriwedari.” Raden Permadi
terkejut lalu minta izin padanya untuk ikut dengannya. Prabu Kresna gembira
mendengarnya. Kakek Semar yang berwawasan luas memberitahu informasi tentang
Sriwedari kepada Prabu Kresna” Mbelgedag-mblegedug elehh... Prabu Kresna.
Sebelum kita berangkat, ada satu hal yang harus anda tahu. Sriwedari adalah
negara asal salah satu leluhur Maharesi Abiyasa, masih trah Saptaharga.
Sriwedari juga awalnya kerajaan Mahespati, negerinya raja Harjunasasrabahu di
jaman kuno. Jadi kita akan menyerang keluarga sendiri. Apakah ndoro Permadi dan
yang mulia Prabu bersedia?” Permadi merasa yakin dan mantap“ aku bersedia, Kakek Semar.” Setelah dirasa cukup mereka berenam segera berangkat ke tanah
seberang. Setelah beberapa hari, merekapun sampai.
Sementara
itu di kerajaan Sriwedari, Dewi Jembawati tak mau menikah dengan Prabu Waudaya
walaupun dibawakan segala emas permata. Karena kesal dan berang, Prabu Waudaya
memutuskan agar Dewi Jembawati tinggal di tamansari. Tamansari itu sangatlah membuat
mata menjadi manja dan terlena. Bunga-bunga yang mekar menebarkan bau harum.
Buah-buahan di pepohonan yang ranum menyebarkan aroma manis. Berbagai jenis
tanaman tertata indah. Kolam sangat luas bagaikan telaga dipenuhi bunga-bunga
tunjung dan padma. Benar-benar bagaikan kepingan taman di kahyangan yang jatuh
ke bumi. Tamansari itu adalah Taman Sriwedari. Dahulu kala, taman ini adalah
mas kawin prabu Harjunasasrabahu untuk Dewi Citrawati yang dibawakan dari
gunung Untarayana oleh Patih Suwanda dan Bambang Sukrasana. Disana Dewi
Jembawati sedang duduk termenung memikirkan sang kekasih dengan wajahnya yang
terlihat lesu. Tiba-tiba datanglah seekor singa putih masuk ke taman Sriwedari dan
mengaum ke sana-sini, membuat takut dayang-dayang dan membunuh beberapa
prajurit yang berjaga disana.
Tak
disangka, sang singa putih bertemu dengan Dewi Jembawati. Dewi Jembawati tak
takut sedikitpun bahkan menghampiri sang singa dengan tenang. Sang singa terus
mengaum dan mengeram memperlihatkan gigi dan taringnya yang tajam. Namun Dewi
Jembawati justru memegang kepala sang singa sambil berkata”Duhh, tuan singa
terkamlah aku. Lebih baik aku mati daripada menikahi orang yang tak ku cintai.”
Lalu sang singa bertanya “ lho, kenapa? Calon istri raja berkuasa mau minta
mati?” Dewi Jembawati terkejut ada singa yang bisa bicara lalu dia menjawab
“hatiku telah tertambat padanya” lalu sang singa bertanya lagi “siapa yang
telah menambatkan jangkar cinta di hatimu” Dewi Jembawati menjawab dengan
malu-malu “Kakang Prabu Kresna, sang Raden Narayana. Dia lah tambatan hatiku.”
Lalu terjadi percakapan diantara mereka. “ohh aku pernah mendengar namanya dari
pulau seberang. Dia adalah raja yang tak jelas asal-usulnya. Dia hanya anak Nanda
Antagopa dan Niken Yasoda. Dia hanya anak gembala yang hobinya kelayapan. Dia
udah jelek, kulitnya gelap, kastanya tak jelas. Dia hanya anak Widarakandang
yang kebetulan hidup mujur. Tak sepadan denganmu. Kau adalah keturunan Prabu
Gunawan Wibisana yang agung. Kakek dan ayahmu adalah penasehat Prabu Sri
Ramawijaya, raja Pancawati. Ibumu adalah penolong istri Sri Ramawijaya, Dewi
Sinta. Sungguh sayang bila kau menikahi Prabu Kresna yang hina rendah itu” Dewi
Jembawati kemudian menjawab dan mengutarakan isi hatinya sebelum dia diterkam
sang singa “tuan singa, kau hanya salah paham. Kakang prabu Kresna memang bagimu
hanya anak angkat Nanda Antagopa dan Yasoda yang hina. Tapi dia hakikatnya anak
kandung Basudewa dan Dewaki, penguasa negara Mandura. Dulu hobinya memang suka
kelayapan tapi dia kelayapan untuk mencari ilmu dan pencerahan rohani. Aku tak
pernah mempermasalahkan rupanya yang berkulit gelap. Aku tak memandang rupa,
harta dan jabatan. Asal kau tau, junjungan kakek dan ayahku, Sri Rama menurut
cerita juga berkulit gelap sama seperti kakang Prabu Kresna.Walaupun penuh
teka-teki dalam hidupnya, dia orang baik-baik.”
Sang
singa kemudian tak kehabisan akal untuk berkilah “menurutmu memang begitu, tapi
aku mendengar bahwa kekasihmu itu pernah membegal dan merampok bahkan setelah
menjadi raja. Itukah yang kau sebut orang baik-baik? Sudahlah, Dewi Jembawati
yang agung. Putri Resi Jembawan yang mulia lebih baik menikahlah dengan Prabu
Waudaya yang jelas-jelas keturunan Harjunasasrabahu yang hebat”
Dewi Jembawati
kemudian meluruskan pikiran sang singa “tuan singa putih, aku hargai setiap
bujuk rayumu, tapi hatiku tak akan goyah. Kakang Prabu Kresna yang membegal dan
merampok itu adalah jalannya untuk menggapai pencerahan rohaninya. Orang lain
tak berhak memaksakan pendapatnya seperti tuan tadi. Aku hanya percaya Kakang
Prabu Kresna lah pelabuhan bahtera cintaku. Aku percaya cinta sejati tak akan
luntur keduniawian. Hanya Sanghyang Widhi lah yang berhak memisahkan kami dan
inilah saat yang tepat. Tuan singa putih, sekarang terkamlah aku. Biar lah
cinta ini ku bawa sampai ke nirwana.” Tanpa diduga, singa putih itu menangis
lalu membawa lari Dewi Jembawati keluar dari taman Sriwedari dan berlari ke
tengah hutan. Prabu Waudaya yang melihatnya gusar dan marah lalu memerintahkan
para prajurit untuk mencari mereka.
Dewi Jembawati mengutarakan isi hatinya pada singa putih |
Dewi
Jembawati yang berada dipunggungnya yakin bahwa singa itu akan ke sarangnya dan
dia bisa dihabisi disana. Sang singa terus berlari menembus lebatnya hutan. Tanpa
dinyana, mereka bertemu Raden Permadi dan para punakawan. Dewi Jembawati segera
turun dari punggung sang singa putih. Sang singa putih kemudian bertarung dengan
Raden Permadi. Pertarungan berlangsung sengit. Lalu setelah medapatkan saat
yang tepat, Raden Permadi menarik busur Gandiwa dan menembakkan panah. Jrass,
singa putih itu tertembak panah. Tiba-tiba, tubuh sang singa badar ke wujud
semula menjadi Prabu Kresna.
Dewi
Jembawati seketika lemas dan hampir pingsan melihat sang kekasih hati muncul
dihadapannya. Prabu Kresna lalu memeluknya “Jembawati, aku telah mendapat
pencerahan dari isi hatimu. Mulai sekarang, aku akan terus berusaha memperbaiki
akhlakku agar menjadi lebih baik dari sekarang.” Raden Permadi senang karena
tadinya dia kehilangan sang prabu. Prabu Kresna menjelaskan bahwa dia sengaja
menghilang dan berubah wujud menjadi singa putih untuk menguji keteguhan hati
dan kesetiaan sang calon istri. Mereka segera kembali ke pulau Jawa. Sesampainya
di pulau Jawa, mereka bergegas ke Dwarawati. Rakyat Dwarawati dan Patih Udawa gembira
karena sang raja telah kembali. Prabu Kresna memutuskan untuk menikah dengan
Dewi Jembawati di Gandamadana. Lalu undangan pun disebar ke berbagai negara
sahabat.
Hari
pernikahan pun tiba. disaksikan para raja dan perwakilan tiap negara sahabat,
para resi, dan keluarga Pandawa. Resi Jembawan telah
menikahkan putri satu-satunya dengan Prabu Kresna di halaman pertapaan
Gandamadana. Meskipun sederhana, pernikahan berlangsung sangat khidmat. Hari itu juga Radha bahagia karena sang kekasih berhasil menikahi Jembawati. Prabu Kresna sebagai menepati janjinya. Ia akan memboyong Radha dan Prantawati, begitu juga Dewi Jembawati. Prabu Kresna dalam wujud Brandal Gowinda duduk bersanding dengan dua wanita pujaannya itu. Para tetamu
berbahagia atas kebahagian mereka. Tapi tiba-tiba Prabu Waudaya sepasukan datang
melabrak hendak merebut Dewi Jembawati. Arya Bratasena dan Raden Permadi membela
sepupu mereka yang berbahagia itu. Peperangan terjadi di Gandamadana, anehnya Bratasena dan Permadi beserta bala bantuan mereka kesulitan menghadapi Prabu Waudaya dan pasukannya. Tak lama kemudian, datang rombongan dari Lesanpura menagih janji kalung Shamantaka. Prabu Kresna yang masih menyamar sebagai Brandal Gowinda berjanji akan menyerahkan
kalung itu bila pasukan Lesanpura bisa mengalahkan Prabu Waudaya. Gowinda juga membongkar
bahwa kejahatan Prabu Waudaya lah yang membuat rombongan Raden Prasena tewas,
karena dia lah yang mencuri kalung Shamantaka dalam wujud singa. Pertempuran pun terjadi. Pasukan Sriwedari
menyerang pasukan Narayani dan Pasukan Lesanpura sedangkan Arya Bratasena dan Permadi menyerang Prabu Waudaya dan patihnya. Setelah
beberapa saat, Prabu Waudaya tewas dan pasukan Sriwedari mundur membawa jasad
junjungan mereka. Setelah kondisi aman, acara pernikahan kembali di lanjutkan. Setelah
acara pernikahan selesai, Brandal Gowinda lalu berbisik pada kakak sekaligus patihnya, Patih Udawa “Kakang patih, aku akan tetap di Gandamadana untuk menimba ilmu sekaligus
untuk berbulan madu. Aku titipkan Dwarawati di tanganmu untuk saat ini.” “baik,
adhi Prabu. Titah darimu akan ku laksanakan.” Sejak saat itu, Prabu Kresna tetap
tinggal di Gandamadana untuk melanjutkan pendidikannya beberapa bulan
lamanya ditemani dua istrinya. Prabu Setyajid yang masih belum tau dengan jatidiri Brandal Gowinda menerima kembalinya kalung Shamantaka. Prabu Setyajid gembira dan berkata ia akan menikahkan putrinya, Setyaboma dengan Gowinda.
*selain
nama Narayana, Prabu Kresna memiliki beberapa dasanama, antara lain Harimurti
dan Wisnumurti yang artinya titisan sang Wisnu, Danardana/Janardhana yang
berarti penyelamat, Gopala (si penggembala sapi), Madawa (panggilan dari
Permadi/Arjuna yang artinya pembawa musim semi), Cemani (panggilan dari
Bratasena/Bima yang artinya hitam), dan lain-lain, Arti Kresna sendiri adalah
gelap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar