Selasa, 22 November 2022

Antareja Takon Rama

 Hai-hai...salam sejahtera.......kembali lagi saya menulis, mumpung ada waktu senggang. Kisah kali ini menceritakan tentang kemunculan pertama kali Raden Antareja, putra pertama Arya Wrekodara dengan Dewi Nagagini. Dikisahkan pula bagaimana Raden Antareja menghidupkan kembali Dewi Sumbadra setelah ia ditikam seseorang. Sumber kisah ini yakni blog albumkisahwayang.blogspot.com, blog abihyyiyh.blogspot.com dan beberapa blog pedalangan lainnya

Serangan Prabu Nagabaginda

Kahyangan Saptapertala sedang berbahagia karena putra Arya Wrekodara dengan dewi Nagagini sudah berulang tahun ke-tiga tahun. Sesuai wasiat dari suaminya, Dewi Nagagini menamai putranya itu Raden Antareja. Namun kegembiraan itu sirna karena ada serangan dari Prabu Nagabaginda yang hendak menguasai wilayah Saptapertala. Awalnya, Prabu Nagabaginda adalah murid kepada Batara Anantaboga namun ia memberontak karena Dewi Nagagini telah dinikahkan dengan Arya Wrekodara dahulu saat penyelamatan Pandawa dari istana kardus Bale Sigala-gala. Ia lalu diusir dari Saptapertala. Sekarang dengan kekuatan yang cukup, ia hendak merebut paksa Dewi Nagagini meski ia tahu bahwa pujaan hatinya itu sudah bersuami. Patih sang raja yakni Patih Nagatama menghancurkan apapun yang didepannya dengan semburan racun. Serangan itu membuat jajaran bangsa dewa naga naik ke permukaan bumi. Dewi Nagagini sambil menggendong Anatareja lalu berkata “ayahanda apa aku panggilkan kakang Sena? Dia dan bala prajurit dari Amarta akan membantu kita.” “jangan dulu, putriku. Sena pasti sedang sibuk sekarang. Apalagi sekarang ada gara-gara di Amarta. Kita akan minta bantuan Yang Mulia Batara Guru.” Singkat kata rombongan para dewa naga dari Saptapertala mengungsi ke Mahameru, ke kahyangan Jonggring Saloka. Namun Prabu Nagabaginda dan pasukannya berhasil menyusul hingga ke depan Lawang Kori Selamatangkep. Kesaktian raja Jangkarbumi itu benar-benar tak dapat dianggap enteng. Batara Cingkarabala dan Balaupata kerepotan hingga terdesak. Lalu datang Batara Bayu, Batara Brahma, Batara Indra dan Batara Sambu. Batara Brahma mengeluarkan aji Naramadagni menciptakan sungai api namun Prabu Nagabaginda tak sedikit pun kepanasan. Batara bayu dan Indra menciptakan topan prahara dan hujan kilat disertai salju, namun tak sedikitpun raja Jangkarbumi itu kedinginan terhempas angin ataupun tersambar kilat. Batara Sambu menciptakan lautan awan yang menyesatkan namun dengan sekali tiupan dari mulutnya, Prabu Nagabaginda berubah wujud jadi naga dan mengobrak-abrik awan kabut itu.bahkan gabugan dari para dewa itu habis babak belur dibuatnya. Para dewa kewalahan dan segera menutup Lawang Kori Selamatangkep.

Kunci mengalahkan Prabu Nagabaginda

Batara Guru segera menyambut kedatanga para pengungsi dari Saptapertala. Batara Anantaboga menerima sambutan itu dan menceritakan apa yan terjadi. Lalu Batara Guru duduk di atas takhtannya dan bersemadi. Ia memusatkan segala pikiran dan lalu membuka mata Trinetra miliknya. Tak lama, Batara Guru bangkit lalu berkata “Anantaboga, kunci untuk mengalahkan Nagabaginda ada pada cucumu. Hanya dia yang bisa mengalahkan Prabu nagabaginda dan Patih Nagatama.” Batara Anantaboga kaget namun jika itu petunjuk dari yang diatas, maka Batara Anantaboga berpasrah diri. Mungkin ini adalah takdir bagi cucunya demi mendapat kemuliaan. Maka Batara Anantaboga segera membawa putri dan cucunya ke depan Lawang Kori Selamatangkep.

Raden Antareja mengalahkan Prabu Nagabaginda

Prabu Nagabaginda lalu berteriak kepada Batara Anantaboga “Guru, sebenaranya aku tidak mau begini. Tapi kau sudah menikahkan dinda Nagagini kepada pemuda manusia bernama Bratasena itu. Jujur aku kecewa. Sekarang bahkan Bratasena tidak datang menolongmu. Kau sebut dia menantu idaman?” mendengar menantunya dihina, Batara Anantaboga lalu berkata “tutup mulut bejatmu Nagabaginda. Menantuku mungkin tidak ada disini. Tapi masih ada putranya.kalahkan cucuku ini kalau kau memang lelaki sejati.” Batara Anantaboga lalu meletakkan Antareja yang masih balita itu di medan laga Repat Kepanasan. Patih Nagatama lalu tertawa tergelak-gelak dengan jumawa“hahahahahaha...jagat makin edan....dulu para dewa menumbalkan bayi  sekarang mau menumbalkan bayi lagi.” “benar patihku, sepertinya di kahyangan sudah kekurangan dewa hebat makanya mau menumbahkan para bayi.” Namun di puncak jumawanya, balita Antareja melemparkan batu kerikil panas ke arah patih Jangkarbumi itu. Patih itu kelabakan dilempari kerikil. Maka ia membanting Antareja. Namun ajaibnya, bayi Antareja tidak mati malah kini bisa berlari. Dengan berlari, raden Antareja terus melempari batu yang lebih besar. Di saat lengah, Patih Nagatama balik dibanting-banting Raden Antareja. Lalu Patih Nagatama dihantam-hantam ke batu besar dan tewaslah ia dengan kepala pecah. Prabu nagabaginda ngeri dan berang melihat patihnya ditewaskan. Prabu nagabaginda lalu bertukar wujud jadi naga dan menyemburkan racun panasnya. Sebelum  racun panasnya mengenai tubuh Antareja, Batara Anantaboga segera mengubah diri jadi naga dan menyemburkan liurnya ke arah cucunya. Begitu terkena liur dari kakeknya, Raden Antareja jadi kebal racun bahkan begitu tubuhnya terkena racun panas dari Prabu Nagabaginda, Raden Antareja seketika bertukar wujud jadi pemuda berusia sembilan belas tahunan. Raden Antareja menjadi dewasa dalam sekejap. Dengan penuh keberanian. Raden Antareja mengbah diri jadi naga. Mereka saling melilitkan tubuh, saling terkam dan serang sampai akhirnya beradu menyemburkan racun. Racun milik Raden Antareja ternyata jauh lebih kuat dan akhirnya membunuh Pabu Nagabaginda. Melihat raja mereka terbunuh, pasukan Jangkarbumi mengeroyok Raden Antareja. Batara Anantaboga membantu dengan bertukar lagi jadi naga dan menelan para prajurit bulat-bulat. Kemenangan pun diraih. Kerajaan Jangkarbumi diserahkan kepada Raden Antareja sebagai dalem kesatriyan.

Minggatnya Arya Burisrawa

Langit Hastinapura sedang diseliputi mendung dan kabut,tanda akan tiba musim hujan. Di keraton Hastinapura, Prabu Duryudhana bermuram durja, sama halnya dengan mendung di luar. Adipati Karna memberanikan diri untuk bertanya “Adhiku, Prabu Duryudhana. Apa gerangan yang membuat wajah adhi bermuram muka. Adakah yang mengganjal di hatimu, adhiku?”Prabu Duryudhana bangkit dari singgasana dan mengatakan kegundahan hatinya “kakang Adipati, kegundahan ini menganjal hatiku sepanjang hari ini. Aku gundah dengan adik ipar kita, dinda Arya Burisrawa. Sejak pernikahan Sumbadra dengan adikmu  Arjuna, dia sering bermuram muka. Mendung seakan menyelimuti wajahnya. Pernah sekali waktu ia coba melamar dinda Larasati lewat kanda Baladewa tapi gagal. Murunglah ia tiap malam sampai mengigau. Terakir ini, aku menerima laporan kalau dinda Burisrawa minggat, kabur kanginan karena sakit angaunya.” Resi Dorna lalu menimpali “mungkin dia sedang ada di rumahnya di Cindhe Kembang atau sekarang ia ada di Mandura bersama anak Prabu Baladewa.” “sudah ku kerahkan ke sana tapi tidak ada disana , guru.” Resi Dorna lalu berpendapat “mungkin ia ada di Madukara. Secara, sekarang ini kemungkinan paling mungkin anak mas Burisrawa ada di sana untuk melampiaskan rindunya.” Prabu Duryudhana merasa itu ada benarnya. Ia lalu mengutus Adipati Karna untuk memberikan kabar di Madukara.

Rupanya, Arya Burisrawa yang sedang dicari-cari sedang berjalan tak tentu arah. Rasa sakit di hati membuatnya sangat angau dan memimpikan Dewi Sumbadra.luntang-lantung melewati gunung dan lembah. Hutan angker dan sungai yang deras tak membuatnya mati karena angau. Yang dipikirannya hanya ada Dewi Sumbadra. Di sana Arya Burisrawa terus menangis sambil berjalan kesana-kemari. Sampai akhirnya ia lelah dan duduk di suatu pohon yang besar dan sangat tinggi. “Oh, Sumbadra, pujaan hatiku, mengapa engkau menolak cintaku, Sumbadra? Apakah kau tak tahu, aku ini sangat cinta kepadamu.” Begitulah gumam Arya Burisrawa. “Biarlah aku dimakan binatang buas dan mati di belantara ini, daripada aku harus hidup tanpa didampingi oleh Sumbadra.” Saat itu, Arya Burisrawa melihat seekor macan sedang mendekat kepadanya. Namun, macan itu lantan kabur. “Mengapa dia kabur? Hei, macan, makanlah aku! Dagingku banyak dan sedap untuk dimakan! Hai!.....heehhh...bahkan macan pun tak akan makan daging orang patah hati sepertiku......”

Arya Burisrawa kembali berjalan-jalan tak tentu tujuan. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah gua yang cukup untuk dimasuki seorang raksasa seperti dirinya. Lalu ia bergegas menuju ke sana. Ia bertekad untuk bertapa, dengan harapan Dewata menolongnya. Begitu sampai di goa, ia langsung duduk bersila, tangannya bersedekap, memejamkan mata, dan khusu bertapa, menutup semua pancaindria. Tiba-tiba, terdengar kilat disertai halilintar menyambar bumi, suatu tanda akan terjadi hujan. Ternyata benar, tak lama kemudian, hujan deras turun. Sangat mengerikan keadaannya seperti itu. Burisrawa yang sedang bertapa juga tak luput dari gangguan yang menyeramkan. Dalam bayangannya terlihat banyak siluman dan genderewo disertai jeritan dan teriakan yang mengerikan. Namun, Arya Burisrawa tetap sabar.

Bantuan dari Batari Durga

Ternyata anak buah Batari Durga, yakni Dewi Kalikamaya datang menerima tapa brata Arya Burisrawa. Lalu Burisrawa dibawa ke istana Setra Gandamayu, dan ditemui oleh Batari Durga. Arya Burisrawa menceritakan apa yang dialaminya, bagaimana ia mencintai Sumbadra dan ia jadi sakit angau karenanya. Sang penguasa Setra Gandamayu merasa iba dengan Arya Burisrawa. Sebagai dewi penolong orang-orang tertindas, maka ia memberikan kekuatan ajaibnya kepada sang kesatria Cindhe Kembang.Sang dewi yang juga bergelar Batari Parwati itu memberikan kekuatan menghilang dan berpindah tempat demi dapat melaksanakan keinginannya. Lalu Burisrawa berangkat menuju Kadipaten Madukara, untuk menemui Dewi Sumbadra, kali ini menggunakan kesaktiannya. Tak lama Arya Burisrawa telah berada di dalam keputren, dan mencari tempat Sumbadra berada.

Dewi Sumbadra Bela Pati

Tak lama pula Arya Burisrawa telah berada di depan kamar Sumbadra dan menemukannya. Sumbadra sangat terkejut dan ketakutan melihat ada sosok yang tiba-tiba muncul. Ia langsung mengusirnya, namun itu tak mengubah apa-apa. Sumbadra langsung menghindar dan menghindar saja. Sang ksatria Cindhe Kembang malah mengancam dengan memakai keris, untuk menggores Sumbadra agar cacat dan Arjuna tak mau lagi dengannya. Namun yang terjadi adalah Sumbadra menabrakkan dirinya ke arah keris itu dengan nekat. Sumbadra tewas, bersimbah darah. Arya Burisrawa menjadi panik sendiri, lalu memilih keluar keputren dan dari Madukara. Srikandhi, permaisuri ketiga Arjuna sempat mendengar jeritan dari kamar Sumbadra dan langsung menengok apa yang terjadi. Ia kaget, madunya sudah dalam keadaan begini. Ia jadi berang dan mencari pelakunya, namun tak menemukan apa-apa.

Wasiat Dewi Sumbadra

Hari esoknya kebetulan Arjuna telah kembali ke Madukara, dan memang karena ia sedang diliputi rasa waswas meninggalkan Madukara terlalu lama setelah menjadi guru bagi putra-putra Kresna. Selain ada istrinya, Sumbadra, ia juga mesti sering-sering menengok anaknya yang baru lahir dari rahim Sumbadra, mereka namakan Raden Abimanyu atau Angkawijaya. Namun ia sampai ketika semuanya telah terjadi. Melihat Srikandhi kebingungan dan diliputi rasa marah dan sedih, Arjuna langsung menghampiri dan seisi keputren sudah bersedih. Ternyata di sana Prabu Kresna dan Baladewa sudah hadir. Arjuna sangat bersedih. Bagaimana tidak, Sumbadra adalah istri yang paling dicintainya. Arjuna meminta bantuan Prabu Kresna untuk menghidupkan kembali Sumbadra dengan Cangkok Wijayakusuma. Walaupun Prabu Kresna sempat menolak, namun akhirnya ia bersedia. Namun bunga ajaib itu tak berfungsi pada Sumbadra, di samping Sri Kresna memang tidak membaca mantranya. Lalu Prabu Kresna memberi tahu apa yang dia alami, bahwa semalam ia didatangi ruh Dewi Sumbadra, yang mengatakan ia minta jasadnya di larung di Bengawan Yamuna. Raden Arjuna jadi tambah sedih namun karena itu sudah wasiatnya, maka ia mengijinkannya. Pada hari berikutnya upacara larung jasad Dewi Sumbadra berlangsung. Semua menyaksikan, dengan perahu terbaik yang mereka punya membawa jasad Dewi Sumbadra mulai dialirkan ke sungai itu. Pandawa telah berkumpul. Prabu Kresna memanggil Raden Gatotkaca, ia berbisik untuk mengawasi perahu Dewi Sumbadra sepanjang sungai, karena ia memiliki rencana tersendiri. Gatotkaca menyanggupi dan ia mulai mengikuti perahu itu sepanjang perjalanan, mengawasinya dari langit.

Antareja Takon Rama

Pada suatu hari, Raden Antareja mengutarakan keinginannya kepada kakek dan ibunya. Ia ingin mencari dimana ayahnya. Ia mengunjungi ibunya dan bertanya perihal ayahnya.” Ibunda dewi, aku ingin bertanya sesuatu. Katakan siapa ayahku dan sekarang ia ada dimana. Aku ingin sekali bertemunya, ibunda.” Ibunya berdiskusi dengan Batara Anantaboga apakah sudah tepat untuk memberi tahu ayah dari Antareja. Batara Anantaboga merasa sudah saatna cucunya tahu. Dewi Nagagini lalu berkata “sudah saaatnya putraku. Kau haus mengabdi pada ayahmu.” Batara Anantaboga lalu berkata pada Antareja “cucuku, kau adalah putra dari Raden Bhima alias Arya Wrekodara. Dia adalah salah satu dari pangeran Pandawa Lima. Asalnya dari Hastinapura tapi sekarang ia tinggal dan jadi adipati di Kadipaten Jodipati, wilayah negara Amarta.” Antareja terkesan dan ingin segera menuju Amarta. Sebelum berangkat, Raden Antareja dibekali lagi beberapa pusaka dan kesaktian olek kakeknya, diantaranya rompi Nagakawaca yang kini ia pakai, Aji Kawrastrawam, dan Cincin Mustikabumi berisi Tirta Amerta Perwitasari.

Raden Antareja menyembuhkan Dewi Sumbadra

Raden Antareja segera menggali, menerobos dasar bumi untuk menuju Amarta, namun ia belum tahu letaknya. Ia pun tersasar malah ke pinggir Bengawan Yamuna. Suatu ketika ia berjalan di pinggir sungai itu, ia melihat ada sosok wanita yang tertidur di atas perahu seperti terhanyut. Tak lain sosok itu adalah Dewi Sumbadra. Namun setelah mendekat, ia menyadari bahwa wanita itu telah wafat. Raden Antareja lalu duduk di atas perahu bersama jasad itu. Tiba-tiba, suara hati nurani Raden Antareja seakan-akan menyuruhnya untuk menyembuhkan wanita itu.

Sumbadra Larung
Ia seperti merasa kalau wanita itu belum sampai ajalnya. Maka ia coba-coba menggunakan Tirta Amerta Perwitasari yang ia bawa di dalam Cincin Mustikabumi. Air suci itu dipercikkan ke wajah dan luka menganga di perut wanita itu. Terjadilah keajaiban. Luka-luka di perut Dewi Sumbadra tertutup dengan cepat dan darahnya berhenti mengalir, seperti tak pernah ada luka. Dewi Sumbadra kembali membuka matanya. Ia telah berhasil hidup kembali.

Gatotkaca melawan Antareja

Di atas awan, Raden Gatotkaca yang menjalankan tugas pengintaiannya dari tadi dengan cermat memperhatikan dari kejauhan kalau ada orang mencurigakan yang naik ke perahu, dan menunggu saat yang tepat untuk bertindak. Begitu Dewi Sumbadra terlihat bangun lagi, Gatotkaca langsung turun menukik ke Bengawan Yamuna dan menubruk tubuh Antareja hingga terlempar ke angkasa. Raden Antareja merasa diserang duluan.“Siapa kau pemuda? Tanpa sebab menyerangku.” Raden Gatotkaca balik bertanya“Justru siapa kau pemuda berani mendekati bibiku?!” Kemudian Gatotkaca melanjutkan penyerangan. Antareja meladeninya. Kemudian segala keterampilan bertarung di antara mereka digunakannya, namun belum ada yang terdesak. Sekali waktu Anatareja berhasil menghajar lalu membenamkan tubuh Gatotkaca ke dalam tanah, sekali waktu juga Gatotkaca membawa terbang Antareja dan menyerang dengan pukulan juga kekuatan anginnya. Kedua pemuda ini benar-benar sakti mandraguna. Yang satu bisa terbang diudara dan satunya lagi mampu amblas bumi.

 

 

Akhir dari Salah Paham

Gatotkaca sangat heran, baru kali ini ada orang yang memiliki tubuh sekebal ini dan dapat bertahan dari pukulan mautnya. Antareja juga kagum dengan kehebatan Gatotkaca dalam mengimbangi dirinya. Hingga pada suatu kesempatan, Antareja dan Gatotkaca sudah mulai babak belur dan ketika hendak saling menyerang lagi, Sumbadra yang telah bangun melerai mereka. “Hei! Kalian berdua!, mengapa kalian saling bertarung? Gatotkaca, aku dimana?” Gatotkaca lega melihat bibinya hidup kembali. “Ternyata Bibi masih hidup, syukurlah.” Raden Antareja lalu menjelaskan “Aku yang menghidupkannya lagi, Ksatria.” Dewi Sumbadra lalu berterima kasih kepada Antareja “Terima kasih, anak muda. Kamu sudah menyembuhkan dan menghidupkan aku lagi. Siapakah engkau ksatria sakti mandraguna, yang telah menyembuhkanku?” “Perkenalkan Dewi, aku Antareja dari Jangkarbumi, sedang mencari ayahku di Amarta. Namanya Raden Bhima, dia punya nama lain Bratasena atau Wrekodara” Gatotkaca dan Dewi Sumbadra kaget mendengarnya. Lalu Gatotkaca berkata “Hei, siapa kau mengaku putra Bhima? Aku juga putra Bhima!” Antareja lalu berkata“Aku putra Bhima dari isterinya yang pertama, Dewi Nagagini. Aku juga cucu Batara Anantaboga, dewa naga penguasa kerajaan bumi lapis ketujuh di Saptapertala.” Gatotkaca terkejut mendengar ia punya saudara. Lalu ia bercerita “aku adalah putra Bhima dari ibu Dewi Arimbi. Dulu ayahku pernah cerita kalau dia punya empat permaisuri, yakni ibu Nagagini, ibuku, ibu Urangayu, dan ibu Rekatawati. Kalau benar yang kakang katakan, kakang adalah kakakku.”. Gatotkaca cukup percaya karena telah merasakan kekuatannya yang bisa mengimbangi dirinya. Namun ia ingin meyakinkan bahwa mereka sepaham, membantu bibinya Dewi Sumbadra untuk mencari pembunuhnya. Dewi Sumbadra mengatakan bahwa yang membunuhnya adalah Arya Burisrawa dari Mandaraka. Kemudian keduanya pergi mencari Burisrawa. Sumbadra ikut serta.

Siasat menangkap Arya Burisrawa

Raden Antareja mendapat akal untuk menjebak Arya Burisrawa. Ia mengerahkan Aji Kawastrawam dan mengubah wujudnya menjadi mirip Dewi Sumbadra. Ia lalu naik perahu dan menyanyi menembangkan lagu-lagu dengan suara merdu. Sementara itu, Dewi Sumbadra yang asli bersama Raden Gatotkaca mengintai di balik pepohonan. Arya Burisrawa yang merasa bersalah atas kematian Dewi Sumbadra saat itu sedang duduk termenung di dalam hutan. Tiba-tiba ia mendengar suara nyanyian Dewi Sumbadra dari arah Bengawan Yamuna. Ia segera berlari mendekat dan melihat Dewi Sumbadra sedang menyanyi di atas perahu. Tanpa pikir panjang, ia langsung melompat ke sungai dan naik ke atas perahu tersebut.Dewi Sumbadra palsu menyambut Arya Burisrawa dengan ramah. Arya Burisrawa meminta maaf atas ulahnya tempo hari dan kini ia senang karena Dewi Sumbadra ternyata masih hidup. Dewi Sumbadra palsu itu berkata “para Pandawa mengira aku sudah mati dan melarungku di sungai. Namun entah mengapa, tiba-tiba aku bisa hidup lagi. Mungkin ini kemurahan dewata kepadaku.” . Arya Burisrawa berkata “dinda Sumbadra tidak perlu kembali ke Amarta. Orang-orang di sana sudah berpikir dinda sudah mati. Akan lebih baik jika dinda ikut aku ke Cindhe Kembang.”  Dewi Sumbadra menjawab bersedia, tetapi ia tidak suka melihat penampilan Arya Burisrawa yang acak-acakan seperti orang gila. Ia lebih dulu ingin mendandani Arya Burisrawa sebelum diboyong ke Kesatriyan Cindhe Kembang.

Arya Burisrawa yang sudah mabuk kepayang menyatakan patuh tanpa membantah. Ia lalu duduk di hadapan Dewi Sumbadra. Dewi Sumbadra palsu itu pun merapikan rambutnya. Pada saat Arya Burisrawa lengah, Dewi Sumbadra palsu tiba-tiba menampar pipinya. Arya Burisrawa kaget dan bertanya “dinda! Kenapa tiba-tiba aku ditampar. Dewi Sumbadra palsu menjawab “maaf, kanda. Ada nyamuk besar hinggap di pipi kakanda”. Tidak lama kemudian Dewi Sumbadra pun memukul kepala Arya Burisrawa. Arya Burisrawa terkejut dan bertanya lagi “dinda! kenapa lagi? Kok sekarang kepala kanda yang dipukul.”  Dewi Sumbadra palsu pun menjawab “kepala kanda ada ada banyak kutu dan kumbang bersarang.” Demikianlah, berkali-kali Arya Burisrawa dipukul oleh Dewi Sumbadra palsu. Lama-lama ia merasa curiga mengapa tangan Dewi Sumbadra berat dan mantap. Ketika menoleh ternyata Dewi Sumbadra palsu sudah kembali ke wujud Raden Antareja. Arya Burisrawa terkejut dan sebelum ia menyadari, Raden Antareja sudah menghajarnya. “Rasakan ini, paman!” sahut Antareja.

Antareja bertemu dengan Ayahnya

Arya Burisrawa berusaha kabur meninggalkan perahu, namun ia disambar Raden Gatotkaca dari angkasa dan dijatuhkan di tanah “ini balasan karena sudah membuat bibi mati suri.” Raden Gatotkaca ganti menghajarnya, kemudian melemparkan tubuh Arya Burisrawa ke arah sang kakak. Raden Antareja menangkap Arya Burisrawa dan memukulinya. Setelah puas, ia melemparkan tubuh pria itu ke arah Raden Gatotkaca. Kedua kakak beradik itu pun bergantian menghajar Arya Burisrawa hingga babak belur. Tidak lama kemudian Prabu Kresna datang bersama Prabu Baladewa, Raden Arjuna, dan Arya Wrekodara. Mereka terkejut melihat Arya Burisrawa dihajar kiri-kanan oleh Raden Gatotkaca dan seorang pemuda berkulit sisik layaknya budak-budak kecil bermain bola. Yang lebih mengherankan lagi, ternyata Dewi Sumbadra masih hidup dan menyambut kedatangan mereka.

Prabu Baladewa jadi salah tingkah, bingung harus bersikap bagaimana. Ia marah karena adik iparnya dihajar dua pemuda, tapi juga gembira karena adiknya hidup kembali. Raden Arjuna pun memeluk istrinya dan merasa sangat bahagia. Prabu Kresna sendiri heran  “dinda Ireng! Bagaimana bisa dinda bisa hidup kembali padahal aku baru saja mau menghidupkan dinda pakai Cangkok Wijayakusuma?” “kakang Madawa, apa maksud semua ini? Katanya dinda kulup tidak bisa dihidupkan lagi pakai Cangkok Wijayakusuma?” Prabu Kresna lalu membuka rahasia bahwa ia hanya pura-pura tidak bisa menghidupkan Dewi Sumbadra. Ia berkata "Adhiku, Parta. Aku sengaja melarung dinda Ireng buat menjebak pelaku sampai muncul menampakkan diri. Karena sudah tiba waktunya, aku berangkat.” Dewi Sumbadra pun menjelaskan "kak Kresna, Arya Burisrawa inilah yang menggangguku hingga aku melakukan belapati. Yang berhasil menghidupkan aku kembali itu anak muda ini. Kak Bhima, ini Raden Antareja, putra kakak dari kakak ipar Nagagini.”  Arya Wrekodara sangat senang melihat Raden Antareja. Walah dalah...ta’ pikir aku cuma punya satu anak saja. Rupanya, Nagagini berhasil melahirkanmu, putraku. Kemari, anakku! Peluklah ayahmu ini” Raden Antareja langsung menyembah Arya Wrekodara lalu memeluknya dengan erat.

Adipati Karna menjemput pulang Burisrawa

Tidak lama kemudian datanglah para Kurawa mengamuk menuntut Arya Burisrawa dibebaskan. Arya Wrekodara marah dan menerjang mereka untuk melampiaskan kekesalan. Terjadilah pertempuran di mana para Kurawa berhamburan terkena pukulan dan tendangan Arya Wrekodara. Adipati Karna maju dan mengajak Arya Wrekodara bicara baik-baik. “Adik-adikku, aku minta maaf atas kelakuan adik iparku ini. Tapi sebelum menyerahkannya, aku ingin kalian ceritakan bagaimana kronologinya adhi Burisrawa sampai seperti ini.?” Arya Wrekodara menceritakan semuanya, mulai dari Arya Burisrawa telah membunuh Dewi Sumbadra hingga ia bisa ditangkap. Untungnya ajal Dewi Sumbadra belum waktunya, sehingga masih dapat dihidupkan kembali oleh putra sulungnya yang baru datang.

Adipati Karna segera menemui Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra untuk memintakan maaf atas kesalahan Arya Burisrawa “adhiku Arjuna, tolong maafkan kebodohan adik ipar. Aku akan bertanggung jawab terhadap kesalahannya.”. Raden Arjuna saat ini sedang berbahagia karena istrinya hidup kembali sehingga langsung memaafkan Arya Burisrawa “tidak apa, kakang Adipati. Bagiku yang terpenting sekarang ini dinda Sumbadra kembali hidup dan sehat tanpa kurang apapun.” Dewi Sumbadra juga memberikan maaf tetapi dengan syarat Arya Burisrawa tidak boleh mengganggunya lagi. Prabu Baladewa yang dulu pernah mendukung Arya Burisrawa juga meminta hal yang sama. "Adhiku, Camkan ini baik-baik. Aku sangat menyayangi adik kesayanganku ini. Kalau sampai aku terdengar adikku diganggu lagi, maka aku tidak akan segan lagi memberikanmu pelajaran.”

Adipati Karna berterima kasih lalu membawa Arya Burisrawa yang sudah babak belur pulang bersama para Kurawa. Keadaan kini telah aman kembali. Prabu Kresna pun mengajak Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra pulang ke Kadipaten Madukara untuk mengadakan syukuran. Demikian pula Arya Wrekodara mengajak Raden Antareja bersama Raden Gatotkaca ikut serta ke Kadipaten Jodipati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar