Hai-hai...salam sejahtera.......kembali lagi saya menulis, mumpung ada waktu senggang. Kisah kali ini menceritakan tentang kemunculan pertama kali Raden Antareja, putra pertama Arya Wrekodara dengan Dewi Nagagini. Dikisahkan pula bagaimana Raden Antareja menghidupkan kembali Dewi Sumbadra setelah ia ditikam seseorang. Sumber kisah ini yakni blog albumkisahwayang.blogspot.com, blog abihyyiyh.blogspot.com dan beberapa blog pedalangan lainnya
Serangan Prabu Nagabaginda
Kahyangan Saptapertala
sedang berbahagia karena putra Arya Wrekodara dengan dewi Nagagini sudah berulang
tahun ke-tiga tahun. Sesuai wasiat dari suaminya, Dewi Nagagini menamai
putranya itu Raden Antareja. Namun kegembiraan itu sirna karena ada serangan
dari Prabu Nagabaginda yang hendak menguasai wilayah Saptapertala. Awalnya, Prabu
Nagabaginda adalah murid kepada Batara Anantaboga namun ia memberontak karena
Dewi Nagagini telah dinikahkan dengan Arya Wrekodara dahulu saat penyelamatan
Pandawa dari istana kardus Bale Sigala-gala. Ia lalu diusir dari Saptapertala. Sekarang
dengan kekuatan yang cukup, ia hendak merebut paksa Dewi Nagagini meski ia tahu
bahwa pujaan hatinya itu sudah bersuami. Patih sang raja yakni Patih Nagatama
menghancurkan apapun yang didepannya dengan semburan racun. Serangan itu membuat
jajaran bangsa dewa naga naik ke permukaan bumi. Dewi Nagagini sambil
menggendong Anatareja lalu berkata “ayahanda apa aku panggilkan kakang Sena? Dia
dan bala prajurit dari Amarta akan membantu kita.” “jangan dulu, putriku. Sena
pasti sedang sibuk sekarang. Apalagi sekarang ada gara-gara di Amarta. Kita akan
minta bantuan Yang Mulia Batara Guru.” Singkat kata rombongan para dewa naga
dari Saptapertala mengungsi ke Mahameru, ke kahyangan Jonggring Saloka. Namun Prabu
Nagabaginda dan pasukannya berhasil menyusul hingga ke depan Lawang Kori
Selamatangkep. Kesaktian raja Jangkarbumi itu benar-benar tak dapat dianggap
enteng. Batara Cingkarabala dan Balaupata kerepotan hingga terdesak. Lalu datang
Batara Bayu, Batara Brahma, Batara Indra dan Batara Sambu. Batara Brahma
mengeluarkan aji Naramadagni menciptakan sungai api namun Prabu Nagabaginda tak
sedikit pun kepanasan. Batara bayu dan Indra menciptakan topan prahara dan
hujan kilat disertai salju, namun tak sedikitpun raja Jangkarbumi itu
kedinginan terhempas angin ataupun tersambar kilat. Batara Sambu menciptakan
lautan awan yang menyesatkan namun dengan sekali tiupan dari mulutnya, Prabu
Nagabaginda berubah wujud jadi naga dan mengobrak-abrik awan kabut itu.bahkan
gabugan dari para dewa itu habis babak belur dibuatnya. Para dewa kewalahan dan
segera menutup Lawang Kori Selamatangkep.
Kunci mengalahkan Prabu Nagabaginda
Batara Guru segera
menyambut kedatanga para pengungsi dari Saptapertala. Batara Anantaboga
menerima sambutan itu dan menceritakan apa yan terjadi. Lalu Batara Guru duduk
di atas takhtannya dan bersemadi. Ia memusatkan segala pikiran dan lalu membuka
mata Trinetra miliknya. Tak lama, Batara Guru bangkit lalu berkata “Anantaboga,
kunci untuk mengalahkan Nagabaginda ada pada cucumu. Hanya dia yang bisa
mengalahkan Prabu nagabaginda dan Patih Nagatama.” Batara Anantaboga kaget
namun jika itu petunjuk dari yang diatas, maka Batara Anantaboga berpasrah
diri. Mungkin ini adalah takdir bagi cucunya demi mendapat kemuliaan. Maka Batara
Anantaboga segera membawa putri dan cucunya ke depan Lawang Kori Selamatangkep.
Raden Antareja
mengalahkan Prabu Nagabaginda
Prabu Nagabaginda lalu
berteriak kepada Batara Anantaboga “Guru, sebenaranya aku tidak mau begini. Tapi
kau sudah menikahkan dinda Nagagini kepada pemuda manusia bernama Bratasena
itu. Jujur aku kecewa. Sekarang bahkan Bratasena tidak datang menolongmu. Kau sebut
dia menantu idaman?” mendengar menantunya dihina, Batara Anantaboga lalu
berkata “tutup mulut bejatmu Nagabaginda. Menantuku mungkin tidak ada disini. Tapi
masih ada putranya.kalahkan cucuku ini kalau kau memang lelaki sejati.” Batara
Anantaboga lalu meletakkan Antareja yang masih balita itu di medan laga Repat
Kepanasan. Patih Nagatama lalu tertawa tergelak-gelak dengan jumawa“hahahahahaha...jagat
makin edan....dulu para dewa menumbalkan bayi sekarang mau menumbalkan bayi lagi.” “benar
patihku, sepertinya di kahyangan sudah kekurangan dewa hebat makanya mau
menumbahkan para bayi.” Namun di puncak jumawanya, balita Antareja melemparkan
batu kerikil panas ke arah patih Jangkarbumi itu. Patih itu kelabakan dilempari
kerikil. Maka ia membanting Antareja. Namun ajaibnya, bayi Antareja tidak mati
malah kini bisa berlari. Dengan berlari, raden Antareja terus melempari batu yang
lebih besar. Di saat lengah, Patih Nagatama balik dibanting-banting Raden
Antareja. Lalu Patih Nagatama dihantam-hantam ke batu besar dan tewaslah ia
dengan kepala pecah. Prabu nagabaginda ngeri dan berang melihat patihnya
ditewaskan. Prabu nagabaginda lalu bertukar wujud jadi naga dan menyemburkan
racun panasnya. Sebelum racun panasnya
mengenai tubuh Antareja, Batara Anantaboga segera mengubah diri jadi naga dan
menyemburkan liurnya ke arah cucunya. Begitu terkena liur dari kakeknya, Raden
Antareja jadi kebal racun bahkan begitu tubuhnya terkena racun panas dari Prabu
Nagabaginda, Raden Antareja seketika bertukar wujud jadi pemuda berusia sembilan
belas tahunan. Raden Antareja menjadi dewasa dalam sekejap. Dengan penuh
keberanian. Raden Antareja mengbah diri jadi naga. Mereka saling melilitkan
tubuh, saling terkam dan serang sampai akhirnya beradu menyemburkan racun. Racun
milik Raden Antareja ternyata jauh lebih kuat dan akhirnya membunuh Pabu
Nagabaginda. Melihat raja mereka terbunuh, pasukan Jangkarbumi mengeroyok Raden
Antareja. Batara Anantaboga membantu dengan bertukar lagi jadi naga dan menelan
para prajurit bulat-bulat. Kemenangan pun diraih. Kerajaan Jangkarbumi
diserahkan kepada Raden Antareja sebagai dalem kesatriyan.
Minggatnya Arya Burisrawa
Langit Hastinapura sedang
diseliputi mendung dan kabut,tanda akan tiba musim hujan. Di keraton
Hastinapura, Prabu Duryudhana bermuram durja, sama halnya dengan mendung di
luar. Adipati Karna memberanikan diri untuk bertanya “Adhiku, Prabu Duryudhana.
Apa gerangan yang membuat wajah adhi bermuram muka. Adakah yang mengganjal di
hatimu, adhiku?”Prabu Duryudhana bangkit dari singgasana dan mengatakan kegundahan
hatinya “kakang Adipati, kegundahan ini menganjal hatiku sepanjang hari ini. Aku
gundah dengan adik ipar kita, dinda Arya Burisrawa. Sejak pernikahan Sumbadra
dengan adikmu Arjuna, dia sering
bermuram muka. Mendung seakan menyelimuti wajahnya. Pernah sekali waktu ia coba
melamar dinda Larasati lewat kanda Baladewa tapi gagal. Murunglah ia tiap malam
sampai mengigau. Terakir ini, aku menerima laporan kalau dinda Burisrawa
minggat, kabur kanginan karena sakit angaunya.” Resi Dorna lalu menimpali “mungkin
dia sedang ada di rumahnya di Cindhe Kembang atau sekarang ia ada di Mandura
bersama anak Prabu Baladewa.” “sudah ku kerahkan ke sana tapi tidak ada disana
, guru.” Resi Dorna lalu berpendapat “mungkin ia ada di Madukara. Secara,
sekarang ini kemungkinan paling mungkin anak mas Burisrawa ada di sana untuk
melampiaskan rindunya.” Prabu Duryudhana merasa itu ada benarnya. Ia lalu
mengutus Adipati Karna untuk memberikan kabar di Madukara.
Rupanya, Arya Burisrawa
yang sedang dicari-cari sedang berjalan tak tentu arah. Rasa sakit di hati
membuatnya sangat angau dan memimpikan Dewi Sumbadra.luntang-lantung melewati
gunung dan lembah. Hutan angker dan sungai yang deras tak membuatnya mati
karena angau. Yang dipikirannya hanya ada Dewi Sumbadra. Di sana Arya Burisrawa
terus menangis sambil berjalan kesana-kemari. Sampai akhirnya ia lelah dan
duduk di suatu pohon yang besar dan sangat tinggi. “Oh, Sumbadra, pujaan
hatiku, mengapa engkau menolak cintaku, Sumbadra? Apakah kau tak tahu, aku ini
sangat cinta kepadamu.” Begitulah gumam Arya Burisrawa. “Biarlah aku dimakan
binatang buas dan mati di belantara ini, daripada aku harus hidup tanpa
didampingi oleh Sumbadra.” Saat itu, Arya Burisrawa melihat seekor macan sedang
mendekat kepadanya. Namun, macan itu lantan kabur. “Mengapa dia kabur? Hei, macan,
makanlah aku! Dagingku banyak dan sedap untuk dimakan! Hai!.....heehhh...bahkan
macan pun tak akan makan daging orang patah hati sepertiku......”
Arya Burisrawa kembali
berjalan-jalan tak tentu tujuan. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah gua yang
cukup untuk dimasuki seorang raksasa seperti dirinya. Lalu ia bergegas menuju
ke sana. Ia bertekad untuk bertapa, dengan harapan Dewata menolongnya. Begitu
sampai di goa, ia langsung duduk bersila, tangannya bersedekap, memejamkan
mata, dan khusu bertapa, menutup semua pancaindria. Tiba-tiba, terdengar kilat
disertai halilintar menyambar bumi, suatu tanda akan terjadi hujan. Ternyata
benar, tak lama kemudian, hujan deras turun. Sangat mengerikan keadaannya
seperti itu. Burisrawa yang sedang bertapa juga tak luput dari gangguan yang
menyeramkan. Dalam bayangannya terlihat banyak siluman dan genderewo disertai jeritan
dan teriakan yang mengerikan. Namun, Arya Burisrawa tetap sabar.
Bantuan dari Batari Durga
Ternyata anak buah Batari
Durga, yakni Dewi Kalikamaya datang menerima tapa brata Arya Burisrawa. Lalu
Burisrawa dibawa ke istana Setra Gandamayu, dan ditemui oleh Batari Durga. Arya
Burisrawa menceritakan apa yang dialaminya, bagaimana ia mencintai Sumbadra dan
ia jadi sakit angau karenanya. Sang penguasa Setra Gandamayu merasa iba dengan
Arya Burisrawa. Sebagai dewi penolong orang-orang tertindas, maka ia memberikan
kekuatan ajaibnya kepada sang kesatria Cindhe Kembang.Sang dewi yang juga
bergelar Batari Parwati itu memberikan kekuatan menghilang dan berpindah tempat
demi dapat melaksanakan keinginannya. Lalu Burisrawa berangkat menuju Kadipaten
Madukara, untuk menemui Dewi Sumbadra, kali ini menggunakan kesaktiannya. Tak
lama Arya Burisrawa telah berada di dalam keputren, dan mencari tempat Sumbadra
berada.
Dewi Sumbadra Bela Pati
Tak lama pula Arya Burisrawa
telah berada di depan kamar Sumbadra dan menemukannya. Sumbadra sangat terkejut
dan ketakutan melihat ada sosok yang tiba-tiba muncul. Ia langsung mengusirnya,
namun itu tak mengubah apa-apa. Sumbadra langsung menghindar dan menghindar
saja. Sang ksatria Cindhe Kembang malah mengancam dengan memakai keris, untuk
menggores Sumbadra agar cacat dan Arjuna tak mau lagi dengannya. Namun yang
terjadi adalah Sumbadra menabrakkan dirinya ke arah keris itu dengan nekat. Sumbadra
tewas, bersimbah darah. Arya Burisrawa menjadi panik sendiri, lalu memilih
keluar keputren dan dari Madukara. Srikandhi, permaisuri ketiga Arjuna sempat
mendengar jeritan dari kamar Sumbadra dan langsung menengok apa yang terjadi.
Ia kaget, madunya sudah dalam keadaan begini. Ia jadi berang dan mencari
pelakunya, namun tak menemukan apa-apa.
Wasiat Dewi Sumbadra
Hari esoknya kebetulan
Arjuna telah kembali ke Madukara, dan memang karena ia sedang diliputi rasa
waswas meninggalkan Madukara terlalu lama setelah menjadi guru bagi putra-putra
Kresna. Selain ada istrinya, Sumbadra, ia juga mesti sering-sering menengok
anaknya yang baru lahir dari rahim Sumbadra, mereka namakan Raden Abimanyu atau
Angkawijaya. Namun ia sampai ketika semuanya telah terjadi. Melihat Srikandhi
kebingungan dan diliputi rasa marah dan sedih, Arjuna langsung menghampiri dan
seisi keputren sudah bersedih. Ternyata di sana Prabu Kresna dan Baladewa sudah
hadir. Arjuna sangat bersedih. Bagaimana tidak, Sumbadra adalah istri yang
paling dicintainya. Arjuna meminta bantuan Prabu Kresna untuk menghidupkan
kembali Sumbadra dengan Cangkok Wijayakusuma. Walaupun Prabu Kresna sempat
menolak, namun akhirnya ia bersedia. Namun bunga ajaib itu tak berfungsi pada
Sumbadra, di samping Sri Kresna memang tidak membaca mantranya. Lalu Prabu
Kresna memberi tahu apa yang dia alami, bahwa semalam ia didatangi ruh Dewi Sumbadra,
yang mengatakan ia minta jasadnya di larung di Bengawan Yamuna. Raden Arjuna
jadi tambah sedih namun karena itu sudah wasiatnya, maka ia mengijinkannya. Pada
hari berikutnya upacara larung jasad Dewi Sumbadra berlangsung. Semua
menyaksikan, dengan perahu terbaik yang mereka punya membawa jasad Dewi Sumbadra
mulai dialirkan ke sungai itu. Pandawa telah berkumpul. Prabu Kresna memanggil Raden
Gatotkaca, ia berbisik untuk mengawasi perahu Dewi Sumbadra sepanjang sungai,
karena ia memiliki rencana tersendiri. Gatotkaca menyanggupi dan ia mulai
mengikuti perahu itu sepanjang perjalanan, mengawasinya dari langit.
Antareja Takon Rama
Pada suatu hari, Raden
Antareja mengutarakan keinginannya kepada kakek dan ibunya. Ia ingin mencari
dimana ayahnya. Ia mengunjungi ibunya dan bertanya perihal ayahnya.” Ibunda
dewi, aku ingin bertanya sesuatu. Katakan siapa ayahku dan sekarang ia ada
dimana. Aku ingin sekali bertemunya, ibunda.” Ibunya berdiskusi dengan Batara
Anantaboga apakah sudah tepat untuk memberi tahu ayah dari Antareja. Batara
Anantaboga merasa sudah saatna cucunya tahu. Dewi Nagagini lalu berkata “sudah
saaatnya putraku. Kau haus mengabdi pada ayahmu.” Batara Anantaboga lalu berkata
pada Antareja “cucuku, kau adalah putra dari Raden Bhima alias Arya Wrekodara. Dia
adalah salah satu dari pangeran Pandawa Lima. Asalnya dari Hastinapura tapi sekarang
ia tinggal dan jadi adipati di Kadipaten Jodipati, wilayah negara Amarta.” Antareja
terkesan dan ingin segera menuju Amarta. Sebelum berangkat, Raden Antareja
dibekali lagi beberapa pusaka dan kesaktian olek kakeknya, diantaranya rompi Nagakawaca
yang kini ia pakai, Aji Kawrastrawam, dan Cincin Mustikabumi berisi Tirta Amerta
Perwitasari.
Raden Antareja
menyembuhkan Dewi Sumbadra
Raden Antareja segera menggali, menerobos dasar bumi untuk menuju Amarta, namun ia belum tahu letaknya. Ia pun tersasar malah ke pinggir Bengawan Yamuna. Suatu ketika ia berjalan di pinggir sungai itu, ia melihat ada sosok wanita yang tertidur di atas perahu seperti terhanyut. Tak lain sosok itu adalah Dewi Sumbadra. Namun setelah mendekat, ia menyadari bahwa wanita itu telah wafat. Raden Antareja lalu duduk di atas perahu bersama jasad itu. Tiba-tiba, suara hati nurani Raden Antareja seakan-akan menyuruhnya untuk menyembuhkan wanita itu.
Sumbadra Larung |
Gatotkaca melawan
Antareja
Di atas awan, Raden Gatotkaca
yang menjalankan tugas pengintaiannya dari tadi dengan cermat memperhatikan dari
kejauhan kalau ada orang mencurigakan yang naik ke perahu, dan menunggu saat
yang tepat untuk bertindak. Begitu Dewi Sumbadra terlihat bangun lagi,
Gatotkaca langsung turun menukik ke Bengawan Yamuna dan menubruk tubuh Antareja
hingga terlempar ke angkasa. Raden Antareja merasa diserang duluan.“Siapa kau
pemuda? Tanpa sebab menyerangku.” Raden Gatotkaca balik bertanya“Justru siapa
kau pemuda berani mendekati bibiku?!” Kemudian Gatotkaca melanjutkan
penyerangan. Antareja meladeninya. Kemudian segala keterampilan bertarung di
antara mereka digunakannya, namun belum ada yang terdesak. Sekali waktu
Anatareja berhasil menghajar lalu membenamkan tubuh Gatotkaca ke dalam tanah, sekali
waktu juga Gatotkaca membawa terbang Antareja dan menyerang dengan pukulan juga
kekuatan anginnya. Kedua pemuda ini benar-benar sakti mandraguna. Yang satu bisa
terbang diudara dan satunya lagi mampu amblas bumi.
Akhir dari Salah Paham
Gatotkaca sangat heran,
baru kali ini ada orang yang memiliki tubuh sekebal ini dan dapat bertahan dari
pukulan mautnya. Antareja juga kagum dengan kehebatan Gatotkaca dalam
mengimbangi dirinya. Hingga pada suatu kesempatan, Antareja dan Gatotkaca sudah
mulai babak belur dan ketika hendak saling menyerang lagi, Sumbadra yang telah
bangun melerai mereka. “Hei! Kalian berdua!, mengapa kalian saling bertarung?
Gatotkaca, aku dimana?” Gatotkaca lega melihat bibinya hidup kembali. “Ternyata
Bibi masih hidup, syukurlah.” Raden Antareja lalu menjelaskan “Aku yang
menghidupkannya lagi, Ksatria.” Dewi Sumbadra lalu berterima kasih kepada
Antareja “Terima kasih, anak muda. Kamu sudah menyembuhkan dan menghidupkan aku
lagi. Siapakah engkau ksatria sakti mandraguna, yang telah menyembuhkanku?” “Perkenalkan
Dewi, aku Antareja dari Jangkarbumi, sedang mencari ayahku di Amarta. Namanya
Raden Bhima, dia punya nama lain Bratasena atau Wrekodara” Gatotkaca dan Dewi Sumbadra
kaget mendengarnya. Lalu Gatotkaca berkata “Hei, siapa kau mengaku putra Bhima?
Aku juga putra Bhima!” Antareja lalu berkata“Aku putra Bhima dari isterinya
yang pertama, Dewi Nagagini. Aku juga cucu Batara Anantaboga, dewa naga
penguasa kerajaan bumi lapis ketujuh di Saptapertala.” Gatotkaca terkejut
mendengar ia punya saudara. Lalu ia bercerita “aku adalah putra Bhima dari ibu
Dewi Arimbi. Dulu ayahku pernah cerita kalau dia punya empat permaisuri, yakni ibu
Nagagini, ibuku, ibu Urangayu, dan ibu Rekatawati. Kalau benar yang kakang
katakan, kakang adalah kakakku.”. Gatotkaca cukup percaya karena telah
merasakan kekuatannya yang bisa mengimbangi dirinya. Namun ia ingin meyakinkan
bahwa mereka sepaham, membantu bibinya Dewi Sumbadra untuk mencari pembunuhnya.
Dewi Sumbadra mengatakan bahwa yang membunuhnya adalah Arya Burisrawa dari
Mandaraka. Kemudian keduanya pergi mencari Burisrawa. Sumbadra ikut serta.
Siasat menangkap Arya
Burisrawa
Raden Antareja mendapat
akal untuk menjebak Arya Burisrawa. Ia mengerahkan Aji Kawastrawam dan mengubah
wujudnya menjadi mirip Dewi Sumbadra. Ia lalu naik perahu dan menyanyi
menembangkan lagu-lagu dengan suara merdu. Sementara itu, Dewi Sumbadra yang
asli bersama Raden Gatotkaca mengintai di balik pepohonan. Arya Burisrawa yang
merasa bersalah atas kematian Dewi Sumbadra saat itu sedang duduk termenung di
dalam hutan. Tiba-tiba ia mendengar suara nyanyian Dewi Sumbadra dari arah Bengawan
Yamuna. Ia segera berlari mendekat dan melihat Dewi Sumbadra sedang menyanyi di
atas perahu. Tanpa pikir panjang, ia langsung melompat ke sungai dan naik ke
atas perahu tersebut.Dewi Sumbadra palsu menyambut Arya Burisrawa dengan ramah.
Arya Burisrawa meminta maaf atas ulahnya tempo hari dan kini ia senang karena
Dewi Sumbadra ternyata masih hidup. Dewi Sumbadra palsu itu berkata “para
Pandawa mengira aku sudah mati dan melarungku di sungai. Namun entah mengapa,
tiba-tiba aku bisa hidup lagi. Mungkin ini kemurahan dewata kepadaku.” . Arya
Burisrawa berkata “dinda Sumbadra tidak perlu kembali ke Amarta. Orang-orang di
sana sudah berpikir dinda sudah mati. Akan lebih baik jika dinda ikut aku ke Cindhe
Kembang.” Dewi Sumbadra menjawab
bersedia, tetapi ia tidak suka melihat penampilan Arya Burisrawa yang
acak-acakan seperti orang gila. Ia lebih dulu ingin mendandani Arya Burisrawa
sebelum diboyong ke Kesatriyan Cindhe Kembang.
Arya Burisrawa yang sudah
mabuk kepayang menyatakan patuh tanpa membantah. Ia lalu duduk di hadapan Dewi
Sumbadra. Dewi Sumbadra palsu itu pun merapikan rambutnya. Pada saat Arya
Burisrawa lengah, Dewi Sumbadra palsu tiba-tiba menampar pipinya. Arya
Burisrawa kaget dan bertanya “dinda! Kenapa tiba-tiba aku ditampar. Dewi
Sumbadra palsu menjawab “maaf, kanda. Ada nyamuk besar hinggap di pipi kakanda”.
Tidak lama kemudian Dewi Sumbadra pun memukul kepala Arya Burisrawa. Arya
Burisrawa terkejut dan bertanya lagi “dinda! kenapa lagi? Kok sekarang kepala
kanda yang dipukul.” Dewi Sumbadra palsu
pun menjawab “kepala kanda ada ada banyak kutu dan kumbang bersarang.” Demikianlah,
berkali-kali Arya Burisrawa dipukul oleh Dewi Sumbadra palsu. Lama-lama ia
merasa curiga mengapa tangan Dewi Sumbadra berat dan mantap. Ketika menoleh
ternyata Dewi Sumbadra palsu sudah kembali ke wujud Raden Antareja. Arya
Burisrawa terkejut dan sebelum ia menyadari, Raden Antareja sudah menghajarnya.
“Rasakan ini, paman!” sahut Antareja.
Antareja bertemu dengan
Ayahnya
Arya Burisrawa berusaha
kabur meninggalkan perahu, namun ia disambar Raden Gatotkaca dari angkasa dan
dijatuhkan di tanah “ini balasan karena sudah membuat bibi mati suri.” Raden
Gatotkaca ganti menghajarnya, kemudian melemparkan tubuh Arya Burisrawa ke arah
sang kakak. Raden Antareja menangkap Arya Burisrawa dan memukulinya. Setelah
puas, ia melemparkan tubuh pria itu ke arah Raden Gatotkaca. Kedua kakak
beradik itu pun bergantian menghajar Arya Burisrawa hingga babak belur. Tidak
lama kemudian Prabu Kresna datang bersama Prabu Baladewa, Raden Arjuna, dan
Arya Wrekodara. Mereka terkejut melihat Arya Burisrawa dihajar kiri-kanan oleh Raden
Gatotkaca dan seorang pemuda berkulit sisik layaknya budak-budak kecil bermain
bola. Yang lebih mengherankan lagi, ternyata Dewi Sumbadra masih hidup dan
menyambut kedatangan mereka.
Prabu Baladewa jadi salah
tingkah, bingung harus bersikap bagaimana. Ia marah karena adik iparnya dihajar
dua pemuda, tapi juga gembira karena adiknya hidup kembali. Raden Arjuna pun
memeluk istrinya dan merasa sangat bahagia. Prabu Kresna sendiri heran “dinda Ireng! Bagaimana bisa dinda bisa hidup
kembali padahal aku baru saja mau menghidupkan dinda pakai Cangkok Wijayakusuma?”
“kakang Madawa, apa maksud semua ini? Katanya dinda kulup tidak bisa dihidupkan
lagi pakai Cangkok Wijayakusuma?” Prabu Kresna lalu membuka rahasia bahwa ia
hanya pura-pura tidak bisa menghidupkan Dewi Sumbadra. Ia berkata "Adhiku, Parta.
Aku sengaja melarung dinda Ireng buat menjebak pelaku sampai muncul menampakkan
diri. Karena sudah tiba waktunya, aku berangkat.” Dewi Sumbadra pun menjelaskan "kak Kresna, Arya Burisrawa inilah yang menggangguku hingga aku melakukan
belapati. Yang berhasil menghidupkan aku kembali itu anak muda ini. Kak Bhima,
ini Raden Antareja, putra kakak dari kakak ipar Nagagini.” Arya Wrekodara sangat senang melihat Raden
Antareja. Walah dalah...ta’ pikir aku cuma punya satu anak saja. Rupanya,
Nagagini berhasil melahirkanmu, putraku. Kemari, anakku! Peluklah ayahmu ini”
Raden Antareja langsung menyembah Arya Wrekodara lalu memeluknya dengan erat.
Adipati Karna menjemput
pulang Burisrawa
Tidak lama kemudian
datanglah para Kurawa mengamuk menuntut Arya Burisrawa dibebaskan. Arya
Wrekodara marah dan menerjang mereka untuk melampiaskan kekesalan. Terjadilah
pertempuran di mana para Kurawa berhamburan terkena pukulan dan tendangan Arya
Wrekodara. Adipati Karna maju dan mengajak Arya Wrekodara bicara baik-baik. “Adik-adikku,
aku minta maaf atas kelakuan adik iparku ini. Tapi sebelum menyerahkannya, aku
ingin kalian ceritakan bagaimana kronologinya adhi Burisrawa sampai seperti
ini.?” Arya Wrekodara menceritakan semuanya, mulai dari Arya Burisrawa telah
membunuh Dewi Sumbadra hingga ia bisa ditangkap. Untungnya ajal Dewi Sumbadra
belum waktunya, sehingga masih dapat dihidupkan kembali oleh putra sulungnya
yang baru datang.
Adipati Karna segera
menemui Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra untuk memintakan maaf atas kesalahan Arya
Burisrawa “adhiku Arjuna, tolong maafkan kebodohan adik ipar. Aku akan bertanggung
jawab terhadap kesalahannya.”. Raden Arjuna saat ini sedang berbahagia karena
istrinya hidup kembali sehingga langsung memaafkan Arya Burisrawa “tidak apa,
kakang Adipati. Bagiku yang terpenting sekarang ini dinda Sumbadra kembali
hidup dan sehat tanpa kurang apapun.” Dewi Sumbadra juga memberikan maaf tetapi
dengan syarat Arya Burisrawa tidak boleh mengganggunya lagi. Prabu Baladewa
yang dulu pernah mendukung Arya Burisrawa juga meminta hal yang sama. "Adhiku,
Camkan ini baik-baik. Aku sangat menyayangi adik kesayanganku ini. Kalau sampai
aku terdengar adikku diganggu lagi, maka aku tidak akan segan lagi memberikanmu pelajaran.”
Adipati Karna berterima
kasih lalu membawa Arya Burisrawa yang sudah babak belur pulang bersama para
Kurawa. Keadaan kini telah aman kembali. Prabu Kresna pun mengajak Raden Arjuna
dan Dewi Sumbadra pulang ke Kadipaten Madukara untuk mengadakan syukuran.
Demikian pula Arya Wrekodara mengajak Raden Antareja bersama Raden Gatotkaca
ikut serta ke Kadipaten Jodipati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar