Hai-hai....di tahun yang baru ini, penulis akan mengisahkan kelahiran Bambang Irawan, putra Arjuna dengan Dewi Ulupi. Dikisahkan pula Antareja yang akan berguru kepada Begawan Jayawilapa dan bagaimana awal mula kedekatan hubungan anatara Antareja dan Bambang Irawan. Sumber yang penulis pakai ialah blog albumkisahwayang.blogspot.com dengan pengubahan dan pengembangan seperlunya.
Prabu Nilacandra dari
Parangcandera dihadap patihnya, Patih Kalabandoga dan KI Lurah Togog dan Bilung
Sarawita. Prabu Nilacandra bercerita kalau ia tadi malam bermimpi bercinta
dengan perempuan cantik bernama Dewi Ulupi. Ki Lurah Togog berkata “waduh
gusti...mending jangan diteruskan mimpi itu. Dewi Ulupi itu sudah ada yang
punya.” Prabu Nilacandra beranya “ emang siapa yang punya, Ki Lurah?”
“aduhh....gusti... gusti ini tidak tahu ya? Dewi Ulupi itu istrinya ndoro
Arjuna, anggota Pandawa lima dan sekarang sedang hamil.” Prabu Nilacandra
nampak kaget tapi ia lalu berkata “aku tidak peduli. Mau dia bersuami atau
tidak, aku akan menikahinya. Kandungannya akan kugugurkan.” Togog merasa
ndoroya ini akan berbuat jauh, maka ia tidak bisa mencegahnya. Prabu Nilacandra
memerintahkan patih Kalabandoga untuk menculik sang isteri Arjuna itu di Desa
Yasarata.
Di tengah jalan saat
memasuki desa Karang Tumaritis, pasukan Patih Kalabandoga bertemu dengan Ki
Lurah Semar, Gareng, Petruk dan Bagong yang juga akan ke sana.sang patih bertanya
jalan ke Yasarata. Ki Lurah bertanya “ada tujuan apa ki sanak mau kesana?” “bukan
urusan ki sanak tau apa tujuan saya.” Ki Lurah Semar merasa ada firasat tidak
baik dengan kedatangan pasukan ini. Maka ia dan anak-anaknya menghadang patih
Kalabandoga. Patih kalabandoga tak mau dihalangi jalannya maka ia menyerang Ki
Lurah Semar dan anak-anaknya. Gareng Petruk dan Bagong tak tinggal diam. Gareng
segera menyabetkan pecutnya. Petruk menghunus pethel (kapak) nya sedangkan
Bagong yang dengan gaya slengekan mengalahkan para prajurit dengan kujang
miliknya. Patih Kalabandoga tidak sadar berhadapan dengan siapa. Maka ia
menyerang secara membabibuta. Gareng, Petruk, dan Bagong mundur selangkah. Desa
Karang Tumaritis hampir saja rusak kalau saja rombongan Prabu Kresna dan Prabu Baladewa
tidak datang. Prabu Kresna memberi salam “salam paman....sepertinya aku datang
agak terlambat. Setyaki cepat bantu paman Gareng dan lainnya.” “baik kakang
prabu..” ucap Setyaki. Dengan kesaktiuannya, Arya Setyaki mengeluarkan teriakan
aji Singamulangjaya. Pasukan Parangcandera kucar-kacir dengan kerasnya teriakan
Arya Setyaki yang bagaikan terompet Panacajanya Batara Wisnu itu. Patih
Kalabandoga sendiri lari ke hutan. Prabu Baladewa menawari Ki Lurah Semar dan
anak-anaknya untuk ikut bareng ke Yasarata. Ki Lurah Semar berterimakasih tapi
ia memilih ikut dari belakang saja. Maka singkat kata, rombongan Kresna dan
Baladewa berangkat dengan dibelakangnya ki Lurah Semar dan anak-anaknya.
Sementata itu di Kadipaten
Jodipati, Raden Antareja sedang duduk sendirian di bale-bale. Ia melihat para
pelayan dan prajurit menghormatinya. Di dalam duduk termenungnya, ia merasa
sedikit kesal karena sudah lama ia mengirimkan surat lamarannya sebagai
penggawa kepada sang paman, Prabu Yudhistira namun suratnya seakan digantung.
Berkali-kali ia mengirimkan tapi endingnya sama saja. Panggilannya seakan
tertolak. Perasaannya sebagai pelamar kerja terkoyak-koyak oleh keresahan dan
perasaan digantung. Karena lelah memikirkannya, Raden Antareja ketiduran di
bale-bale. Dalam tidurnya, ia bertemu kakeknya yakni Batara Anantaboga.
“cucuku, aku tau apa keresahanmu. Kamu belum saja diterima kerja. Di istana
kamu sering dipandang sebagai anak pangeran. Yang kamu inginkan dipandang
sebagai penggawa negara.” “ betul...eyang batara. Aku sebenarnya juga iri sama
adhi Gatotkaca yang sudah lebih dulu jadi penggawa. Aku ingin sekali berbakti
pada negara ini, pada ayah dan para paman juga.” Batara Anantaboga paham apa
kerisauan cucunya lalu ia berkata “Cucuku..berbakti kepada negara tidak harus
menjadi penggawa. Menjadi warga negara yang baik, taat membayar pajak, menjaga
nama baik negara, dan tidak membuat kerusuhan jua bentuk baktimu pada negara. Pamanmu
mungkin sudah paham kalau kamu ini masih suka gegabah, mudah iri, dan gampang
marah makanya ia menggantungmu. Adikmu menjadi penggawa karena memang sudah
mempunyai kualifikasinya. Ia sudah berguru kepada Batara Tantra saat dulu, saat
masih di kahyangan. Gatotkaca sudah digembleng dan diasah sifat-sifat
raksasanya” “lalu apa bedanya adhi dengan aku? Aku juga sudah berguru kepada
eyang batara.” Batara Anantaboga berkata ada bedanya. Berguru kepada yang punya
ikatan darah langsung akan menimbulkan perasaan tidak tega dan cenderung
memanjakan. Tentunya ilmu yang terserap tidak maksimal. Batara Anantaboga lalu
menjelaskan “ Cucuku...kalau ingin berguru tanpa adanya rasa segan, pergilah ke
Yasarata. Di sana ada mertua pamanmu Arjuna. Namanya Begawan Jayawilapa. Di
sana semoga kamu bisa mengikis sifat-sifat burukmu, cucuku.” Raden Antareja
lalu terbangun dari tidurnya dan datang ke penghadapan malam untuk meminta izin
kepada ayah dan pamannya berangkat ke Yasarata. Prabu Yudhistira paham akan
keinginan keponakannya lalu ia menawarkan untuk ikut rombongan Amarta
“keponakanku, kamu yakin mau berangkat malam ini juga? Gak mau ikut bareng sama
ayah dan paman-pamanmu? Kebetulan kami juga akan ke Yasarata karena istrimu
pamanmu, bibi Ulupi akan segera melahirkan tapi kami akan berangkat tiga hari
lagi.” “tidak Paman Prabu. Saya akan datang ke sana lebih dulu. Untuk urusan
mencari ilmu, saya tidak bsa menunggu lama-lama. Semakin cepat saya di sana
semakin baik.” Arya Wrekodara bangga dengan putranya. “anakku....ayah hanya
bisa memberi restu. Doa ayah akan selalu bersamamu.” Arya Wrekodara memeluk
putra sulungnya itu. Setelah pamitan, Raden Antareja dengan kesaktiannya
bergerak dengan cepat menembus kegelapan malam.
Singkat kata, Patih
Kalabandoga sampai di desa Yasarata malam hari itu. Patih Kalabandoga segera
merpaalkan ajian Sirep. Dalam waktu tidak lama, para penduduk yang sedang ronda
tertidur pulas bahkan Begawan Jayawilapa, Arjuna, dan Ulupi terkena sirep itu.
Setelah memastikan semua orang sudah teler, sang patih Parangcandera masuk ke
rumah sang begawan mencari keberadaan Ulupi. Setelah mencari ke sana-kemari,
akhirnya Patih Kalabandoga berhasil menemukan Dewi Ulupi sedang tidur bersama
Raden Arjuna. Ia pun maju hendak menarik tubuh wanita itu tetapi pagar gaib
yang dipasang Arjuna sebelum tidur membuatnya jatuh terduduk. Sebanyak tiga
kali Patih Kalabandoga berusaha meraih Dewi Ulupi, maka sebanyak tiga kali pula
ia jatuh terduduk di lantai. Patih Kalabandoga paham apa yang telah membuatnya
terlempar jatuh. Ia pun berlutut menyembah tempat tidur Dewi Ulupi dan Raden
Arjuna untuk menawarkan pengaruh pagar gaib yang ada di situ. Begitu pagar gaib
terbuka, ia langsung menggendong tubuh Dewi Ulupi dan memasukkannya ke dalam keranjang
buah. Secepat kilat Patih Kalabandoga lalu pergi membawa kendaga itu
meninggalkan desa Yasarata. Sementera itu, Arya Burisrawa sedang berkelana
seorang diri meninggalkan Kesatrian Madyapura. Dalam hati ia masih menyimpan
dendam karena gagal menculik Dewi Sumbadra tempo hari. Akibatnya, ia pun
menjadi bulan-bulanan, dihajar dari kiri dan kanan oleh Raden Antareja dan Raden
Gatotkaca. Meskipun Arjuna telah memaafkan perbuatannya, namun hatinya masih
menyimpan dendam karena sejak peristiwa tersebut ia tidak boleh lagi mendekati
Dewi Sumbadra. Bahkan, Prabu Baladewa yang selama ini selalu mendukungnya
ternyata juga ikut marah dan melarangnya datang lagi ke Madukara.
Hari itu Arya Burisrawa
mendengar kabar bahwa Raden Arjuna memiliki permaisuri lain bernama Dewi Ulupi
yang sedang mengandung dan tinggal di Padepokan Yasarata. Ia pun terpikir
siasat licik “Aku akan balas dendam padamu Arjuna. Akan kuculik Ulupi dan kugugurkan
kandungannya.” Sungguh kebetulan, di
tengah jalan Arya Burisrawa berpapasan dengan Patih Kalabandoga yang sedang
membawa kendaga. Ia pun menghentikannya dan bertanya “berhenti dulu kisanak!! Kau
sepertinya akan pergi berdagang buah tapi tumben sekali keluar semalam ini. apa
isi keranjang itu?” Karena wajah Arya Burisrawa yang mirip raksasa membuat
Patih Kalabandoga mengiranya sebagai teman sendiri. Dasar watak Patih
Kalabandoga juga lugas, membuatnya langsung berterus terang “Ohh keranjang ini?
Ini bukan keranjang biasa. Aku
sebenarnya bukan pedagang. Aku patih Parangcandera, Kalabandoga. Aku mengemban
misi penting. Keranjang yang aku panggul ini berisi Dewi Ulupi, istri Arjuna.
Dia akan kupersembahkan kepada gustiku, Prabu Nilacandra.” Arya
Burisrawa senang mendengarnya dan ia pun menyerang Patih Kalabandoga untuk
merebut kendaga itu. Patih Kalabandoga terkejut dan membela diri. Keduanya lalu
bertarung sengit. Dalam pertarungan itu Arya Burisrawa unggul. Ia pun
menghabisi nyawa Patih Kalabandoga dan melemparkan mayatnya ke dasar jurang.
Arya Burisrawa lalu
membuka tutup keranjang dan melihat Dewi Ulupi terbangun dari pingsan dalam
keadaan terkejut. Ia pun memaksa wanita itu keluar dan berkata
“hehehe...akhirnya kau kudapatkan...sini akan kugugurkan kandunganmu, supaya
aku abisa balaskan dendamku pada Arjuna....hahahaha”. Dewi Ulupi ketakutan dan
mencoba kabur. Arya Burisrawa pun mengejarnya sambil menari dan tertawa-tawa.
Semakin Dewi Ulupi takut, ia justru semakin senang. Ia sengaja tidak langsung
menangkap wanita itu tetapi ingin mempermainkannya terlebih dahulu seperti
kucing hendak menangkap tikus. Arya Burisrawa menangkapanya dan memijat kuat
perut sang permaisuri keempat Madukara itu...Dewi Ulupi meronta-ronta “lepaskan
aku......aku tau kau Burisrawa. Kau yang sudah membuat Yunda Sumbadra mati suri
tempo hari...lepaskan aku, akan ku laporkan kau pada suamiku...” Arya Burisrawa
tak peduli malah terus memaksa terus memijit keluar bayi di kandungan Ulupi.
Dewi Ulupi yang terus meronta akhirnya meronta akhirnya bisa melepaskan diri
dan menghajar Burisrawa sampai jatuh terpelanting. Dewi Ulupi lari sekencang
mungkin namun karena hari masih gelap, ia tidak melihat ada jurang. Ia pun terperosok
jatuh. Tubuhnya melayang turun dan pasti tewas jika terbentur tanah. Namun,
pertolongan tiba-tiba muncul di saat genting. Raden Antareja yang sedang menuju
Yasarata kebetulan lewat dan langsung menyambar tubuh Dewi Ulupi.
Perlahan-lahan ia membawa wanita hamil itu naik ke atas dan mendudukkannya di
bawah pohon. Arya Burisrawa yang mengejar Dewi Ulupi terkejut melihat Antareja
tiba-tiba muncul. Seketika ia pun teringat peristiwa tempo hari saat pemuda
bersisik naga itu menghajar dirinya dalam wujud Dewi Sumbadra palsu di atas
perahu. Antareja sendiri juga melihat Arya Burisrawa. Pemuda itu pun segera
menyerang ke arahnya. Maka, terjadilah pertarungan di antara mereka berdua. Arya
Burisrawa lagi-lagi kalah dan memilih kabur meninggalkan tempat itu.
Karena sang isteri tidak
ada di rumah, Arjuna membangunkan ayah mertuanya untuk mencari Ulupi. Begawan
Jayawilapa segera membangunkan penduduk desa. Mereka mencari-cari sang
permaisuri Madukara itu. Tak berapa lama, datanglah Antareja menggendong Dewi
Ulupi kembali ke Yasarata. Para warga yang melihat putri sang penghulu desa itu
langsung melabrak Antareja mengira ia yang menculik Dewi Ulupi. Raden Arjuna
terkejut melihat Raden Antareja bersama Dewi Ulupi, dan ia langsung menuduh
keponakannya itulah si pelaku penculikan. “Antareja...beraninya kamu menculik
bibimu sendiri....kamu akan...” Namun, Dewi Ulupi segera melerai dan
menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya “ kakanda tunggu...jangan salahkan
Antareja....Antareja yang telah menolongku dari Burisrrawa...dialah penjahat
yang sebenarnya......” Raden Arjuna meminta maaf karena telah berburuk sangka
kepada Raden Antareja. Ia lalu mengajak sang istri dan keponakannya masuk ke
rumah. Akan tetapi, Dewi Ulupi tiba-tiba merintih kesakitan. Agaknya peristiwa penculikan
tadi membuat kandungannya bermasalah. Para wanita dibangunkan untuk membantu
persalinan Ulupi. Arjuna dan Antareja menunggu dengan harap-harap cemas. Di
dalam kamar, Dewi Ulupi mengalami kesusahan. Bayi di kandungannya seakan
menguji ibunya saat ia akan lahir. Begawan Jayawilapa mengelus perut putrinya
itu. Atas bantuan ayahnya, Dewi Ulupi bisa melahirkan dengan aman dan selamat.
Suara tangisan bayi memecah keheningan malam itu. Arjuna dan Antareja masuk ke
kamar. Di sana, Begawan Jayawilapa menggendong cucunya. Dewi Ulupi melahirkan
anak laki-laki yang sehat dan tampan, sangat mirip dengan wajah Arjuna. Raden
Arjuna merasa bahagia tetapi ia belum mempersiapkan nama, karena tidak mengira
putranya akan lahir sekarang. Begawan Jayawilapa pun mengusulkan, karena si
bayi dilahirkan begitu cepat, seakan ingin menikmati dunia luar maka ia menamai
cucnya Bambang Irawan. Dalam bahasa Sangsekerta, Irawan bermakna “dia yang memiliki keinginan untuk kenyamanan.”
Raden Antareja lalu mengutarakan maksud kedatangannya. Ia pun berterus terang “mohon maaf atas kelancangan saya. Kedatangan saya diutus Batara Anantaboga agar berguru kepada anda, kakek Begawan. Awalnya saya berniat menantang kakek bertarung mengukur ilmu kesaktian. tapi, sekarang saya merasa tidak perlu lagi berbuat seperti itu. Saya sekarang sudah bulat ingin berguru kepada anda.” Antareja memohon sambil membungkuk. Begawan Jayawilapa senang mendengarnya. Ia mengangkat kepala Antareja.
Irawan Lair |
Keesokan harinya, rupanya
rombongan Amarta datang lebih cepat karena kabar kelahiran anak Arjuna lebih
cepat sudah tersiar keluar. Tak lama itu pula, rombongan Ki Lurah Semar beserta
anak-anaknya, Prabu Kresna dan Prabu Baladewa bersama isteri mereka. Seluruh rombongan
berbahagia dengan kelahiran Bambang Irawan. Prabu Kresna memberikan restu kelak
ia akan berjodoh dengan putrinya. Prabu Baladewa mendoakan kelak Irawan bisa
membesarkan negerinya. Di tengah suasan bahagia itu datang prabu Nilacandra. Dia
berteriak-teriak “hei Arjuna.....kemarikan Ulupiku...dia jodohku...!” Arjuna
dan Dewi Ulupi marah besar. Harga diri mereka sebagai suami istri hendak
direnggut paksa. Raden antareja hendak maju tapi dihalangi Arjuna “tidak perlu,
keponakanku. Ini masalah antara seorang suami dan kehormatannya. Aku yang akan menghadapi
raja tak sadar diri ini.” Singkat cerita, keduanya bertarung di halaman pendopo
Yasarata. Keduanya sangat sengit sehingga pada suatu kesempatan, Prabu
Nilacandra keok tertikam Keris Polanggeni. Prajurit Parangcandera kucar-kacir
dan segera membawa jasad sang raja. Upacara syukuran dilanjutkan kembali dengan
meriah. Hari itu pula, Antareja dan Irawan dipersaudarakan. Bukan hanya sebagai
sepupu tapi juga sebagai kakak adik. Sejak saat itu, Raden Antareja tinggal di
desa Yasarata untuk berguru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar