Kamis, 17 November 2022

Kelahiran Para Putra Kresna

Hai hai.......Selamat datang kembali.......Sudah lama saya tidak posting.....Btw, kisah kali ini mengisahkan kelahiran para putra Prabu Kresna. Para putra Kresna itu yakni Bambang Gunadewa, Raden Samba, Bambang Partajumena (Pradyumna), dan Arya Setyaka. Sumber kisah ini berasal dari blog albumkisahwayangblogspot.com dan beberpa blog pewayangan lainnya dipadukan dengan imajinasi penulis.

Serangan raja Gumbalaraksa

Setelah Prabu Kresna mendapat wejangan dari Semar, sang prabu sering bertapa brata merenungi kesalahannya. Sang prabu perlahan bangkit dari keterpurukan. Ia menata hidup lebih baik. Sampai pada suatu hari, para permaisuri sang prabu mengandung. Dewi Radha membantu para madunya untuk mempersiapkan kelahiran. Sembilan bulan berlalu bagai anak panah melesat, hari persalinan kian dekat. Namun tiba-tiba kerajaan Dwarawati diserang oleh Prabu Yaksasradewa dari kerajaan Gumbalaraksa. Prabu kresna segera mengugsikan para isterinya ke desa Widarakandang tepatnya di bukit Goloka. Perang berangsung begitu sengit. Kerajaan Gumbalarraksa kalah namun sang raja melarikan diri ke arah bukit Goloka. Prabu Kresna segera mengejar namun ia kalah langkah. Dewi Rukmini, Dewi Jembawati, Dewi Setyaboma dan Dewi Radha berhasil dibawa lari ke Gumbalaraksa dan mengobrak-abrik desa Widarakandang.

Malam itu, Prabu Kresna dihadap Patih Udawa, Arya Setyaki,dan seluruh kerabat Yadawa berunding bagaimana cara melepaskan keempat isteri Kresna. Arya Rukmana, kakak Dewi Rukmini berkata “tidak perlu panjang lebar, adik ipar. Kita gempur habis-habisan Prabu Yaksasradewa. Jangan kita beri ampun.” Prabu Kresna menyangah usulan Rukmana “tidk bisa, kakak. Kalau kita serang membabi buta begitu, keselamatan isteri-iseriku yang lain juga terancam.” Arya Rukmana marah-marah menganggap iparnya itu terlalu lembut teradap musuh. Ia menyindir kalau Prabu Kresna teledor dan tidak pantas menjadi iparnya lagi. Prabu Baladewa jengah dengan sikap Arya Rukmana yang kekanak-kanakan. Ia menntng sepupunya iu bertarung sau lawan satu. Perang tading terjadi sangat sengit. Dengan panah,Arya Rukmana menyerang kakak sepupunya itu namun dapat ditangkis degan gada Alugora. Karena sedang dimabuk amarah. Keduanya sampai menghancurkan taman di balairung. seketika datanglah Patih Udawa dan Arya Setyaki guna meredam amarah pangeran dari Kumbina itu. seketika redamlah amarah sang pangeran Kumbina dan raja Mandura.

Rahasia Prabu Yaksasradewa

Di luar Keraton ada gara gara terjadi yang menewaskan pasukan Narayani yang disebabkan oleh amukan seorang resi. kepada sang Rresi sang Prabu Kresna harus menyerahkan Dewi Rukmini kepada sang Resi katanya, dengan seketika Arya Setyaki, Arya Rukmana, Prabu Baladewa, dan Patih Udawa keluar keraton dan mengalahkan sang Resi guna meredam amukan sang Resi. tiba tiba mereka terpental jauh ke Pintu Keraton lalu berubahlah wujud sang Resi yang aneh itu menjadi cahaya seterang matahari di tengah hari.

Setelah itu sang Prabu keluar dari Keraton guna melihat sesosok cahaya yang masuk di Keraton pasowanan, mereka semua melihat sosok di balik cahaya tersebut ialah Batara Narada yang turun ke halaman istana guna memberi tahu kelemahan sang raja Gumbalaraksa yng telah menculik sang Dewi Rukmini dan ketiga isteri Kresna lainnya, karena sebelumnya ia pergi ke Suralaya guna melamar Dewi Tunjungbiru, tapi dewata tidak memberikanya lalu sang Raja mengamuk di Suralaya. Akhirnya ia kalah dan melampiaskannya dengn menculik para titisan Dewi Srilaksmi dan Dewi Laksmita. Lalu Sang Kanekaputra memberikan sesuatu di dalam isi salah satu cupunya karena Sang Kanekaputra mempunyai banyak cupu pusaka di Kayangan Sidiudaludal, lalu Patih Udawa mengambilnya dari tangan Sang Pukulun Narada. Seketika keluarlah keris sakti. Oleh Batara Narada, keris itu bernama Keris Kyai Tantra. Batara Narada berkata “Kresna, keris ini adalah kelemahan Prabu yaksasradewa. Kau harus menusukan keris ini tepat saat dia lengah.” Setelah menjelaskan, batara Narada segera kembali ke kahyangan.

Tipu Hela Nini Penjual Jamu

Prabu Kresna memerintahkan Patih Udawa dan Arya Rukmana utuk menjaga kerajaan Dwarawati sementara ia dan Arya Setyaki akan menyusup ke kerajaan Gumbalaraksa. Ditengah perjalanan sang Prabu memanggil Resi Mayangkara Hanoman untuk ke Gumbalaraksa duluan “Hanoman, bantulah aku. Pegilah ke keraton Gumbalaraksa. pastikan di sana para istriku tidak di apa apakan oleh raja itu”. “sendika dawuh gusti. Perintahmu akan ku laksanakan” Resi Mayangkara Hanoman segera terbang menuju keraton Gumbalaraksa bersama Arya Setyaki. Ketika memasuki keraton, Resi Mayangkara dan Arya Setyaki berubah wujud jadi prajurit jaga. Sesampainya ke kaputren, meereka melihat para isteri Kresna baik-baik saja. Mereka segera keluar keraton. Mereka melihat seorang nini penjual jamu disana.. Singkat cerita, di depan keraton nini penjual jamu berteriak menawarkan "JAMU JAMU JAMU" lalu sang Prabu Yaksasasradewa menghampiri sang tukang jamu untuk minum jamu agar ia perkasa “ni sanak, kemari sini.....buatkan aku jamu agar aku perkasa. Buatkan juga untuk para prajuritku.” Nini penjual jamu memasuki keraton. Di meja makan, sang prabu duduk dihadap segenap prajuritnya. Sang penjual jamu membuatan jamu terenak di dunia. Semauanya diminum dengan lahap. Begitu para prajurit selesai meminumnya, kini tinggal giliran sang prabu. si Nini memberikan bumbung itu ke raja dan menyodorkannya ke cangkir kayu. Setelah meminum jamu itu, sang prabu seketika puyeng dan pusing. Matanya berkunang-kunang dan seetka ia hau. Ia melihat nini penjual jamu bertukar ujud jadi Batara Wisnu lalu jadi raksasa bertangn banyak. Raksas membawa banyak senjata dan salah satunya bumbung milik nini tukang jamu yang berubah ujud menjadi Keris Kyai Tantra. Sang prabu segera bangun. Betapa kagetnya, ia menyadari para prajuritnya teler dan banyak yang tumbang.

Kelahiran para putra Kanha

Prabu Yaksasradewa segera memurnikan jamu dalam dirinya lalu bertarung melawan nini penjual jamu itu. Tak disangka, penjual jamuini sakti dan lincah. Pengaruh jamu beracun itu tak kunjung hilang. Di saat yang tepat, nini penjual jamu bertukar wujud ke asal sebagai Prabu Kresna. Sang raja Dwarawati berjuluk Raden Kanha itu menghunus keris Kyai Tantra tepat ke jantung Prabu Yaksasradewa. Keris itu menghunjam jauh ke dada dan dirobeknya sampai ke perut sang raja gila tersebut. Seketika matilah Prabu Yaksasradewa. Para prajurit yang membela raja mereka dapat dikalahkan dengan mudah oeh Resi Mayangkara dan Arya Setyaki. Akhirnya mereka berdua pulang dengan membawa kesenangan dan kemenangan yang gemilang. Resi Mayangkara Hanoman kembali ke Kendalisadha guna menjaga roh Dasamuka dan roh Indrajid yang belum mukswa ke alam baka.

Sesampainya di Dwarawati, para isteri Kresna mengeluh kesakitan dan akhirnya melahirkan anak yang dikandungnya, merupakan kabar gembira oleh seluruh wadyabala Dwarawati, dimulai oleh dari Dewi Rukmini, disusul Dewi Jembawati lalu Dewi Setyaboma. Saat Dewi Rukmini melahirkan, secara samar-samar Batara Kamajaya menitiskan sebagian dirinya ke dalam jabang bayi Rukmini. Bayi yang dilahirkan sang Dewi Rukmini tersebut begitu berseri-seri dan rupawan. oleh sang Prabu Kresna, anaknya dari Dewi Rukmini itu diberi nama Bambang Partajumena. Meskipun paling akhir mengalami kontraksi, Dewi Setyaboma termasuk lancar melahirkannya. Ia melahirkan seorang putera yang tampan. anaknya itu dinamai Bambang Setyaka. Justru, Persalinan Dewi Jembawati ini yang paling lama dan berat. Setelah satu setengah hari, barulah anak-anaknya lahir. Bayi yang dilahirkan Dewi Jembawati rupanya bayi kembar namun yang disayangkan dua bayinya berbulu lebat bahkan salah satu bayinya ada yang punya ekor seperti kera. Prabu Kresna memberi nama anaknya dari Dewi Jembawati yang punya ekor Bambang Gunadewa dan yang satunya Raden Samba. Bambang Gunadewa dijadkan kakak bagi Raden Samba. Semenjak kelahiran dua putrnya, Dewi Jembawati memilih mengasingkan diri di Astana Gandamadana menemani ayahnya, Resi Jembawan.

Raja Paranggaruda Hendak Menumbalkan para Titisan Dewa

Bersamaan dengan itu, raja Paranggaruda yakni Prabu Kilatmaka menyerang dan menaklukan negeri-negeri di sekeliling Dwarawati. Kerajaan Dwarawati dalam bahaya. Pasukan Narayani tak kuasa dan dapat dipukul mundur oleh pasukan Paranggaruda. Bahkan pasukan Sangkarsana dari Mandura yang memberikan bantua tak luput dan kini justru bertekuk lutut di tangan Prabu Kilatmaka. Prabu Baladewa dan Prabu Kresna ditawan. Prabu Kilatmaka menawan mereka karena mendapat wangsit dewata bahawa ia akan menjadi raja diraja dunia bila menumbalkan titisan Wisnu dan titisan Basuki di jaman ini. Kepala mereka dilarung dan darahnya dihanyutkan ke bengawan Yamuna tiga hari lagi. Tumenggung Paranggaruda yakni Tumenggung Kilatyaksa mengejar para abdi dalem yang melarikan diri bersama Arya Setyaki dan Patih Udawa. Walaupun kelabakan, Patih Udawa dan Arya Setyaki mampu menyelamatkan diri bersama para abdi dalem Dwarawati. Mereka segera menuju ke Astana Gandamadana meminta bantuan Resi Jembawan.

Di tengah perjalanan, Patih Udawa dan Arya Setyaki bertemu dengan Raden Arjuna dan para punakawan, kebetulan tujuan mereka sama. Mereka saling bertanya kabar. Lalu Patih Udawa menjelaskan apa saja yang tejadi di Dwarawati “adhi Parta, sekarang kerajaan Dwarawati sedang gawat darurat.” Arya Setyaki melanjutkan “benar kakang guru, sekarang kakang Prabu Kresna dan kakang prabu baladewa ditawan raja Paranggaruda. Mereka akan ditumbalkan sebagai syarat kejayaan Paranggaruda.” Raden Arjuna kaget tidak menyangka kalau ipanya berhasil dikalahkan raja yang gila. Maka ia mengajak para sepupunya itu untuk sowan kepada eyangnya, Maharesi Abiyasa di gunung Saptaharga. Sesampainya disana, Raden Arjuna dan yang lainnya menceritakan apa yang terjadi pada kerajaan Dwarawati. Maharesi Abiyasa prihatin mendengarnya. Raden Arjuna lalu bertanya “apa ada penyelasaian untuk masalah ini, eyang Maharesi?” “cucuku, tidak ada masalah yang muncul melainkan ada penyelesaiannya. Wangsit dari dewata tidak pernah meleset... kemarilah cucuku, sini aku bisiki apa isi pesan itu...” maharesi Abiyasa membisiki Arjuna dn Ki Lurah Semar apa-apa solusi untuk masalah itu. Raden Arjuna berubah raut wajahnya, seperti kaget lalu ia berkata  “ampun, eyang Maharesi. Bukan cucumu ini tidak mau percaya tapi apa eyang Maharesi yakin itukah caranya?” maharesi Abiyasa menjawab kegelisahan cucunya itu “percayalah pada setiap keputusan Hyang Widhi, cucuku. Mungkin ini juga adalah ujian bagi para keponakanmu itu.” Arjuna tak lagi ragu. Mantaplah hatinya untuk memberitahu hal itu kepada para isteri Prabu Kresna. Raden Arjuna pun pamit disusul Patih Udawa dan Arya Setyaki.

Wangsit kemenangan Dwarawati

Kini sudah hampir dua tahun, Dewi Jembawati tinggal di Astana Gandamadana. Hari itu, kedatangan Arjuna, Patih Udawa dan Arya Setyaki bagaikan angin segar bagi Jembawati karena selama dua tahun ini tiada kabar apapun dari Dwarawati. Dewi Jembawati bertanya basa basi bagaimana ia bisa tahu tentang pengasingannya. Arjuna berkata bahwa kabar pengasingan iparnya tersebut telah menyebar cepat di Mandura dan Amarta. Ia dan para punakawan prihatin dengan nasib iparnya tersebut “kakak ipar, aku tau bia kakak bersedih karena kelahiran Gunadewa dan Samba. Tapi bukan berarti kakak ipar harus terus berlarut-larut dalam kesedihan. Sekarang kakang Madawa dan kakang Balarama ditawan raja Paranggaruda.” Mendenga kabar itu, Dewi Jembawati khawatir dengan keselamatan suami, kakak ipar dan para madunya.” Duh adhi Parta, kenapa baru kamu datang dan critakan hal ini. Bagaimana sekarang kita menyelamatkan kakang prabu dan kakak ipar?” Ki Lurah Semar lalu menenangkan hati Dewi Jembawati “helah dalah...hemmm blegedang gedug hemel.....sebelum kami kemari, kami sowan kepada ndoro Abiyasa, kakek ndoro Arjuna. Kami dibisikinya tentang penglihatannya dari para dewa, raja Paranggaruda hanya bisa dikalahkan oleh para putra ndoro Kresna. Maka dari itu, kita harus kumpulkan Gunadewa dan Samba dan para saudaranya.” Dewi Jembawati tidak menyangka bahwa para putranya akan terjun ke medan perang dan menjadi penyelamat ayah mereka. Ia ragu untuk melakukannya. Raden Arjuna berusah meyakinkan iparnya bahwa ini cara satu-satunya. Rsi Jembawan menerima usulan Ki Lurah Semar “benar putriku....mungkin inilah jalan yang akan ditunjukkan dewata kapada para cucuku.....para dewa juga berkata demikian padaku melalui semadhiku. Aku akan merestui para cucuku untuk ke medan perang.” Dewi Jembawati kembali mendapatkan semangatnya. Mereka pun segera berangkat ke Dwarawati menyelamatkan Prabu Kresna dan Prabu Baladewa.

Singkat cerita, Raden Arjuna dan Dewi Jembawati memasuki keraton Dwarawati secara diam-diam. Mereka mendapati para istri Kresna lainnya ditawan juga. Dengan kekuatan panahnya, Arjuna menjebol pintu penjara.  Dewi Rukmini dan lainnya segela memeluk Dewi Jembawati. Isteri ketiga Prabu Kresna lalu mengatakan bahawa yang bisa membebaskan suami mereka adalah para putra mereka. Dewi Rukmini, Dewi Radha, dan Dewi Setyaboma ragu, bagaimana bisa anak-anak mereka yang masih berumur balita itu bisa berperang, apalagi raja yang mereka hadapi sakti mandraguna. Raden Arjuna berkata “jangankan mengalahkan raja sakti, bisa saja ia menjungkir balikkan dunia. Kalian ingat dengan Gatotkaca? Gatotkaca mampu mengalahkan raja Naga Kalapercona dan Patih Sekipumantra di umur dua tahun. Bukan cuma itu, ayahku beserta paman Widura, dan uwa Dretarastra mengalahkan raja Nagapaya di usia balita. Percayalah pada kehendak Hyang Widhi, jika anak kalian ada dalam lindungan-Nya.” Berkat perkataan Arjuna, para isteri Kresna bersedia membawa para putra mereka ke medan perang.

Kesaktian para Putra Kresna

Di tempat lain, prabu Kilatmaka dihadap patihna, Patih Kilatwarna dan Tumenggung Kilatyaksa membahas kapan penumbalan Prabu Kresna dan Prabu Baladewa. Patih Kilatwarna berkata bahwa hari ini sudah tepat tiga hari dan inilah waktu yang tepat. Maka disiapkan altar penumbalan dan berbagai banten sesajian. Ketika golok hendak ditebaskan kepada dua raja kakak adik itu, datang Raden Arjuna menggendong para keponakannya yakni Bambang Partajumena, Bambang Gunadewa, Arya Setyaka, dan Raden Samba diiringi para ibu mereka.

Arjuna membawa para putra Prabu Kresna
Arjuna berkata kalau Prabu Kilatmaka tidak lengkap sesajinya. Prabu Kilatmaka marah karena terganggu dengan kedatangan Raden Arjuna. Ia menanyakan apa dasarnya sang penegak Pandawa berkata demikian. Arjuna berkata bahawa sesaji tumbalnya akan lengkap berhasil mengalahkan para putra Prabu Kresna. Prabu Kilatmaka dan Patih Kilatwarna tertawa menganggap Arjuna sudah gila. Jangankan Prabu Kresna dan Baladewa yang adalah titisan dewa, para bayi putra Kresna dapat ia kalahkan.

Raja Paranggaruda itu membanting bayi Bambang Gunadewa namun ajaib, Bambang Gunadewa seakan kebal bantingan malah kini ia bisa berjalan dan berlari.lalu Patih Kilatwarna maju dan memukul bayi Raden Samba. Ajaibnya, bayi raden Samba tidak terluka sdikitpun bahkan seperti kakaknya, ia juga bisa berjalan dan berlari. Bulu-bulu di tubuhnya ini rontok dan ia berubah jadi bayi normal. Rupanya dua anak Kresna dan Jembawati itu dilindungi Batara Sambu. Tak disangka, Bambang Gunadewa melilitkan ekornya dan membanting Patih Kilatwarna. Di saat bersamaan bayi Arya Setyaka dan Bambang Partajumena melemparkan bebatuan kerikil ke arah patih Paranggaruda itu. Lemparan bebatuan itu juga berhasil membebaskan Prabu Kresna dan Baladewa dari para algojo Paranggaruda. Patih Kilatwarna marah mendapati calon tumbalnya lepas. Maka ia membalas dengan melemparkan kerikil juga ke arah mereka. Sama seperti para kakaknya, bayi Arya Setyaka dan Bambang Partajumena kini bisa berjalan dan berlari. Bersama-sama, mereka melemparkan batu besar dan menimpas kepala patih Paranggaruda hingga tewas.

Prabu Kilatmaka berang melihat patihnya tewas. Ia lalu meludahkan liur saktinya kepada empat anak Prabu Kresna itu. Bukannya meleleh, keempatnya secara ajaib bertukar wujud jadi anak remaja berusia dua belas tahun. Mereka melompat-lompat ke arah Prabu Kilatmaka, menggigiti dan menampar wajah raja Paranggaruda itu. Prabu Kilatmaka merasa risih dan berusaha menangkap mereka. Namun, para putra Kresna semakin lincah dan sesekali berhasil memukul atau menendang raja Paranggaruda tersebut. Prabu Kresna yang melihat dari kejauhan segera memanggil para putranya untuk meninggalkan musuhnya barang sejenak. Raden Arjuna pun menggandeng para keponakannya itu untuk menghadap. Prabu Kresna merasa senang melihat kelincahan mereka. Namun, ia tidak suka putranya berkelahi seperti seekor kera. Maka, ia pun meminjamkan Cakra Widaksana kepada Raden Samba, Gada Kumadaki kepada Arya Setyaka, Terompet Pancajanya kepada Bambang Partajumena, dan Keris Gandawisa kepada Bambang Gunadewa sebagai bekal untuk mengalahkan Prabu Kilatmaka.

Kemenangan Para Putra Kresna

Para putra Kresna menerima senjata tersebut dan kembali maju menghadapi Prabu Kilatmaka. Begitu jarak mereka tidak terlalu jauh, Bambang Partajumena meniup Terompet Pancajanya kearah sang raja Paranggaruda. Seketika Prabu Kilatmaka jadi linglung dan bingung karena ditimpa berbagai bencana yang disebabkan tiupan terompet sakti berbentuk kerang laut itu. Disusul pukulan Gada Kumadaki dari Arya Setyaka menimpa perutnya dan tebasan keris Gandawisa dari Bambang Gunadewa merobek-robek kulit kandel sang raja. Terakhir, Raden Samba melemparkan Senjata Cakra yang tepat mengenai leher Prabu Kilatmaka. Seketika Prabu Kilatmaka pun tewas dengan leher putus dan badan hancur tersayat-sayat.

Melihat rajanya terbunuh, Tumenggung Kilatyaksa marah dan memimpin pasukannya untuk melakukan bela pati, yaitu bertempur sampai mati melawan pasukan Narayani dari Dwarawati. Pertempuran sengit kembali terjadi. Perang pun berlanjut. Pasukan gabungan Narayani dan Sangkarsana terus menggempur pasukan Paranggaruda bagaikan ombak pasang air laut. Beberapa kali Arya Setyaki dan Prabu Baladewa membantu Arjuna. Mereka terkena sabetan senjata dan terluka disana-sini. Namun pada akhirnya, Ditya Kilatyaksa pun tewas terkena panah Raden Arjuna. Pasukan Paranggaruda juga lari kucar-kacir dan hampir semuanya berhasil ditewaskan.

Prabu Kresna telah mengobati Prabu Baladewa dan Arya Setyaki dengan menggunakan Cangkok Wijayakusuma. Sabg raja Dwarawati lalu berkata “terima kasih para putraku. Kalian telah berhasil melewati ujian dari deata. Kalian memang para putraku yang hebat.”Parabu Baladewa dan lainnya lalu bersama-sama memuji kemenangan Raden Samba dan saudara-saudaranya. Karena Raden Samba mampu menggunakan Cakra Widaksana dengan baik, Prabu Kresna pun memberikan nama tambahan untuknya yakni Raden Samba Wisnubrata. Hal ini karena Cakra Widaksana ialah pusaka milik Batara Wisnu yang kemudian terlahir sebagai Prabu Kresna. Bambang Partajumena juga dipuji dengan menggelegarnya tiupan Terompet pancajanya olehnya. Maka Prabu Kresna menambahkan nama kedua baginya yakni Bambang Partadewa karena ia sangat perkasa bagaikan sang Batara Wisnu sendiri yang meniupkan terompet sakti itu, begitu lantang terdengar. Prabu Kresna lalu berkata bahwa Bambang Gunadewa akan menjadi putra mahkota Dwarawati. Bambang Gunadewa lalu datang ke ayahnya lalu berkata “Ayahanda prabu, ananda hargai keputusan ayahnda. Tapi ananda tidak berniat menjadi raja. Ananda lebih tertarik dengan dunia kepanditaan. Lagi pula apa kata dunia kalau putra mahkota Dwarawati punya ekor seperti kera. Ananda lebih memilh jika Adhi Samba dijadikan putra mahkota yang sah” Raden Samba berkata “ampun kakang Gunadewa, apa adhi mampu mengemban tanggung jawab itu?” jawab Raden Samba. Bambang Gunadewa lalu berkata “ aku yakin kau pasti mampu, adikku.” “benar, kakang Gunadewa. Kau pasti bisa.” Sambung Arya Setyaka. “aku setuju dengan itu. Kakang Samba memiliki kecakapan itu.” Balas Bambang Partajumena.

Adapun Kerajaan Paranggaruda yang kini telah kosong karena raja dan seluruh pasukannya tewas, menjadi negeri bawahan Dwarawati. Prabu Kresna pun mengubah Kerajaan Paranggaruda menjadi kadipaten sebagai tempat tinggal Raden Samba. Sejak saat itu, Raden Samba pun mendapat nama baru pula, yaitu Raden Kusuma Kilatmaka. Prabu Kresna lalu mengadakan pesta syukuran untuk merayakan pelantikan Raden Samba Wisnubrata sebagai putra mahkota. Setelah pesta selesai, Prabu Kresna mengirimkan mereka untuk pergi berguru kepada Resi Jembawan dan Maharesi Abiyasa. Untuk masalah olah kanuragan dan kesaktian, mereka akan dilatih oleh Arjuna dan Arya Setyaki secara langsung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar